Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4082 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanjung, Azhar
"In asthmatic patients, the airway is very sensitive towards exogenous stimuli, a condition known as bronchial hyperreactivity. The definite causative agent for asthma is not known yet, so as bronchial hyperreactivity. Recently it was postulated that there was a role for infection of Chlamydia pneumoniae in the pathogenesis of asthma. This paper will discuss about Chlamydia pneumoniae and its role in asthma, as well as its treatment."
Acta Medica Indonesiana, 2002
AMIN-XXXIII-4-OktDes2001-158
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Sudiro Hendarto
"Tujuan penelitian potong lintang ini adalah menggambarkan tingkat keterkontrolan asma, kualitas hidup, dan kepatuhan pengobatan serta melihat hubungan antara keterkontrolan asma dengan kualitas hidup dan kepatuhan pengobatan. Sebanyak 132 pasien asma poli rawat jalan RSUP Persahabatan menyatakan kesediaan dan mengikuti penelitian ini dengan lengkap. Data diambil melalui wawancara dan pengamatan cara pakai obat. Sebesar 64 pasien (48,5%) menderita asma yang tidak terkontrol dan 68 pasien (51,5%) termasuk dalam asma yang terkontrol. Gambaran kualitas hidup menunjukkan nilai rerata domain gejala sebesar 4,83 (±1,49), domain keterbatasan aktivitas sebesar 5,99 (±0,86), domain fungsi emosi sebesar 5,13 (±1,63), dan domain pajanan lingkungan sebesar 3,89 (±1,88).
Gambaran kepatuhan pengobatan pada penelitian ini sebesar 45,5% pasien minum obat sesuai anjuran dokter, 38,6% pasien rutin kontrol ke petugas kesehatan, dan 45,5% menggunakan obat inhalasi dengan benar. Domain pajanan lingkungan berdampak lebih besar terhadap gangguan kualitas hidup dibandingkan dengan domain lainnya. Terdapat hubungan antara keterkontrolan asma dengan kualitas hidup (r=0,307, p<0,05) dan hubungan antara keterkontrolan asma dengan kepatuhan pengobatan (penggunaan dosis obat, rutin kontrol, dan penggunaan obat inhalasi) (p<0.05).

The aim of this cross-sectional study was to describe the level of asthma control, quality of life, medication compliance, and assess correlation between the level of asthma control, quality of life, and compliance with treatment. A hundred and thirty two patients with asthma in outpatient ward of RSUP Persahabatan hospital have provided consent and completed study. Data collection were conducted from interviews and observation how to use the drug. Sixty four patients (48.5%) had uncontrolled asthma and 68 patients (51.5 %) included in the controlled asthma. The mini asthma quality of life questionaire showed the mean symptom domains score of 4.83 (±1.49), activity limitations domain score of 5.99 (± 0.86), emotional function domain score of 5.13 (±1.63 ), and the environmental stimuli domain of 3.89 (±1.88).
Medication compliance revealed that 45,5% used medication dose as recommended by physician, 38,6% visited the physician for routine follow up, and 45,5% used the inhaled medication correctly. Environmental stimuli had more impact in quality of life compared to symptoms, activity limitation and emotional function. There is a relationship between the domain of quality of life with asthma control level (r=0,307, p<0,05) and there is a relationship between medication dose as recommended by physician, visiting the physician for routine follow up and using the inhaled medication correctly with asthma control level (p <0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T39286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barnes, Peter J.
London : Manson , 1994
616.238 BAR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Stalmatski, Alexander
London : Kyle Cathie, 1999
616.238 STA f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Melbourne: Pitman Medical, , 1980"
618.922 3 AST
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Febrianti
"Infeksi Chlamydia trachomatis (CT) genital merupakan penyebab infeksi menular seksual (IMS) terbanyak baik di negara industri, maupun di negara berkembang. Prevalensi infeksi ini bervariasi bergantung pada faktor risiko, kelompok populasi yang diteliti, dan metode pemeriksaan yang digunakan. Penelitian meta-analisis di tahun 2005 melaporkan bahwa prevalensi infeksi CT berkisar antara 3,3% hingga 21,5%.5 Prevalensi infeksi CT pada wanita risiko tinggi meningkat 8 kali lipat dibandingkan dengan wanita risiko rendah. Penelitian tahun 2001 di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mufya Jaya mendapatkan angka kejadian infeksi CT adalah 31,1% dengan metode probe DNA PACE 2® dan 27,8% dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) Chlamydiazime®. Data tahun 2004 hingga 2005 di PSKW Mulya Jaya berdasarkan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear (PMN) tanpa ditemukan penyebab spesifik dengan pewarnaan gram, menunjukkan bahwa insidens infeksi genital nonspesifik sebesar 11,1%. Morbiditas dan komplikasi infeksi CT mempengaruhi kesehatan reproduksi wanita akan menimbulkan masalah ekonomi dan psikososial yang serius. Penyakit ini pada wanita dapat menimbulkan gejala uretritis, servisitis, dan penyakit radang panggul (PRP). Selanjutnya dapat terjadi nyeri panggul kronis, kehamilan ektopik, serta infertilitas. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat Iebih dari 4 juta kasus Baru infeksi CT setiap tahun dan akibatnya 50.000 wanita mengalami infertilitas. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi CT dapat menderita konjungtivitis dan/atau pneumonia. Selain itu, infeksi CT juga meningkatkan risiko terkena infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan menderita kanker serviks.
Umumnya infeksi CT bersifat asimtomatik pada 75-85% wanita dan pada 50-90% pria, sehingga penderita tidak mencari pengobatan. Individu terinfeksi CT yang asimtomatik merupakan sumber penuiaran di masyarakat, khususnya wanita penjaja seks (WPS) yang berganti-ganti pasangan seksual. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan uji diagnostik infeksi CT terhadap semua wanita seksual aktif usia <20 tahun; wanita baik usia 20-24 tahun, maupun usia >24 tahun dengan salah satu faktor risiko sebagai berikut: tidak selalu menggunakan kondom, atau mempunyai pasangan seks baru, atau memiliki pasangan seks >1 selama 3 bulan terakhir; serta wanita hamil. Skrining CT pada kelompok wanita risiko tinggi efektif menurunkan insidens infeksi CT dan risiko terjadinya sekuele jangka panjang. Dengan demikian, diperLukan uji diagnostik untuk deteksi infeksi CT yang cepat dan sederhana, sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat serta efektif pada kunjungan pertama guna mencegah transmisi dan komplikasi penyakit lebih lanjut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bull, Eleanor
Jakarta: Erlangga, 2007
616.238 BUL st (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Sundaru
"Penelitian ini adalah penelitian berbasis komuniias untuk memperoleh gambaran kadar alergen tungau debu rumah (TDR) dan sensitisasi alergen sebagai faktor risiko asma. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan responden 3.840 pelajar sekolah menengah pertama dari 19 sekolah yang dipilih secara acak dari 131 sekolah di Jakarta Pusat. Seinua responden mengisi kuesioner International Study on Asthma and Allergy in Children (ISAAC). Dari 3.840 responden, 288 (7,5%) digolongkan dalatn kelompok asma karena mempunyai riwayat mengi selama 12 bulan terakhir. Pada kelompok asma, 207 responden melakukan uji kulit dan 135 diambil sampel debu rumah. Dari 2.601 responden yang tidak memiliki riwayat asma atau atopi lain, dipilih secara acak 274 orang untuk uji kulit dan 165 di antaranya diambil sampel debu rumah. Kadar alergen TDR tidak berbeda bermakna antara kelompok asma maupun non-asma baik untuk Der pi, Der fl, rnaupun Grup I. Risiko asma terutama disebabkan oleh sensitisasi alergen TDR D.pteronyssinuss (rasio odds (OR):12,68, interval kepercayaan (Cl): 7,50-21,44), D.farinae (OR: 10,50, CI: 6,35-17,34), serta kecoak (OR-.5.57, Cf:3,44-9.0l). Perbedaan risiko asma tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya kadar alergen TDR tetapi oleh sensitisasinya. Kesimpulannya, sensitisasi alergen TDR dan kecoak perlu diperhatikan dalam upaya menurunkan risiko dan prevalensi asma. (MedJ Indones 2006; 15:55-9).

This study is a community-based study to get an overview about House Dust Mite (HDM) allergen level, allergen sensitization as risk factors of asthma. This is a cross-sectional study on 3,840 students from 19 junior high schools, aged 13-14 years. AH of the respondents filled out the International Study on Asthma and Allergy in Children (ISAAC) questionnaire. Of 3840 respondents, 288 (7.5%) were assigned to asthma group (experience wheezing during the last 12 months). The skin prick test was performed on 207 respondents and the house dust mite was collected from 135 respondents. Of 2601 respondents in non-asthma group, the skin prick test was randomly performed on 274 respondents and the house dust mite was collected from 165 respondents. There is no significant difference on HDM allergen concentration for Der pi, Derfl or Group I between asthma and control group. The risk of asthma was caused especially by sen D.pteronyssinus (crude odds ration (OR): 12.68, 95% confidence interval (Cl): 7.50-21.44), D.farinae (OR: 10.50, Cl: 6.35-17.34) and cockroach allergen {OR: 5.57, Cl:3.44-9.01). The risk for asthma was not correlated with the level of house dust mile allergens but its sensitization. In conclusion, sensitization to HDM and cockroach allergen should be concerned in order to reduce risk and prevalence of asthma. (MedJ Indones 2006; 15:55-9)."
Depok: Medical Journal of Indonesia, 15 (1) January-March 2006: 55-59, 2006
MJIN-15-1-JanMarch2006-55
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan menilai prevalensi asma pada anak sekolah berumur 13-14 tahun di Jakarta Timur Penelitian ini bersifat survei cross sectional pada 2234 pelajar sekolah menengah berumur antara 13-14 tahun di Jakarta Timur pada tahun 2001 menggunakan kuesioner ISAAC. Uji provokasi bronkus menggunakan metakolin pada 186 pelajar. Berdasarkan kuesioner ISAAC didapatkan 7,2% pelajar mempunyai riwayat mengi, 4,1% mengalami mengi dalam 12 bulan terakhir, 1,8% pernah mengalami serangan asma berat dalam 12 bulan terakhir, 3,3% mengalami mengi sesudah latihan, dan 6,3% mengalami batuk pada malam hari, sedangkan mereka tidak sedang menderita flu. Prevalensi penyakit atopi seperti rinitis dan eksim terdapat pada 14,2% dan 3,9% subjek, sedangkan prevalensi rinitis dan eksim dalam 12 bulan terakhir adalah 10,6% dan 2,9%. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara gejala mengi dan atopi (p < 0,05). Dari kuesioner nilai kappa bermakna 0,84 berhubungan dengan mengi dalam 12 bulan terakhir. Uji provokasi bronkus menunjukkan sensitivitas 90% dan spesifisitas 83,5%, nilai prediksi positif 68,12% dan nilai prediksi negatif 95,7%. Prevalensi asma di Jakarta Timur tahun 2001 berdasarkan kuesioner ISAAC adalah 8,9% dan prevalensi kumulatif 11,5%. Kuesioner ISAAC bisa digunakan untuk penelitian prevalensi asma pada anak sekolah di Indonesia. (Med J Indones 2003; 12: 178-86)

The aim of this study was to assess asthma prevalence in children between 13-14 years of age in East Jakarta. This study is a cross sectional study which surveyed 2234 high school students between the ages of 13 and 14 years in East Jakarta in 2001 using the ISAAC questionnaire. Bronchial challenge test was applied by using methacholine substance to 186 students. Reports based on the ISAAC questionnaire indicate that 7,2% of teenage have had wheezing experience, 4,1% have wheezing within the last 12 months, 1.8 % have ever suffered severe asthma attack within the last 12 months, 3.3% have suffered wheezing after exercise, and 6.3% have got night cough while they were not suffering from cold. Prevalence of atopy diseases such as rhinitis and eczema were 14.2% and 3.9%, meanwhile rhinitis and eczema prevalence within the last 12 months according to this study were 10.6% and 2.9% respectively. Statistically, there is a significant correlation between wheezing symptom and atopy (p < 0.05). From indepth quesionnaire, a significant value of kappa 0.84 related with wheezing within the last 12 months was found. Bronchial challenge test results indicate that sensitivity was 90%, specificity 83.58%, positive predictive value 68.12% and negative predictive value was 95.73%. Asthma prevalence in East Jakarta at 2001 based on ISAAC questionnaire was 8.9%, and cumulative prevalence 11.5%. The ISAAC questionnaire can be used to study asthma prevalence in children at multicenter in Indonesia. (Med J Indones 2003; 12: 178-86)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 178-186, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-178
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eustachius Hagni Wardoyo
"Latar belakang : Angka kejadian infeksi menular seksual (IMS) dengan pengeluaran duh genital di Indonesia didasarkan pada modalitas diagnosis yang masih terbatas. Survey IMS di kota besar pada kelompok resiko tinggi secara periodik memberikan gambaran infeksi klamidia dan gonore yang dominan. Perubahan patogenesis infeksi klamidia dan gonore yang disebabkan karakteristik demografik, perilaku seks dan pengobatan sendiri menyebabkan diagnosis pendekatan sindrom tidak lagi akurat.
Tujuan : Mengembangkan sistem deteksi C. trachomatis dan N. gonorrhoeae menggunakan PCR dupleks pada penderita IMS dengan pengeluaran duh genital.
Metode : Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap I adalah tahap optimasi terhadap suhu dan waktu annealing, konsentrasi primer, waktu sentrifugasi dan volume elusi akhir. Tahap II merupakan uji spesifisitas pemeriksaan terhadap bakteri lain dan ambang deteksi dupleks PCR dan tahap III adalah aplikasi PCR dupleks terhadap spesimen klinik.
Hasil : Hasil optimasi yang didapatkan adalah sebagai berikut: suhu annealing 54°C, waktu annealing 60 detik, konsentrasi baik primer CTR dan CTF masing-masing 0,7μM sedangkan konsentrasi baik primer NGR dan NGF masing-masing 0,5μM, waktu sentrifugasi 10 menit dan volume elusi 60 μl. Ambang deteksi DNA terendah untuk C. trachomatis adalah 0,927 pg/reaksi PCR dan untuk N. gonorrhoeae adalah 1,19 pg/reaksi PCR. PCR dupleks terhadap 23 spesimen endoserviks memberikan hasil pita yang sesuai untuk C. trachomatis sebanyak 10 kasus (43,5%) dan pita yang sesuai untuk N. gonorrhoeae sebanyak 10 kasus (43,5%) dengan 4 kasus koinfeksi. PCR dupleks pada 18 swab uretra laki-laki memberikan hasil pita yang sesuai untuk C. trachomatis sebanyak 1 kasus (0,5%) dan pita yang sesuai untuk N. gonorrhoeae sebanyak 12 kasus (66,7%). Pemeriksaan PCR dupleks terhadap N. gonorrhoeae memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif berturut-turut 100%, 61,9%, 20%, dan 100% pada spesimen endoserviks dan 75%, 40%, 50%, dan 66,67% pada spesimen uretra pria. PCR dupleks terhadap C. trachomatis dibandingkan uji deteksi antigen klamidia memiliki hasil positif lebih banyak baik pada spesimen swab endoserviks maupun uretra pria (10:3 dan 1:0).

Background : The incidence of sexually transmitted infections (STIs) with discharge in Indonesia is based on limited diagnostic modalities. STIs survey periodically in large cities of Indonesia to high-risk groups provide dominant pattern of C. trachomatis and N. gonorrheae infection. Pathogenesis change of C. trachomatis and N. gonorrheae infection due to demographic characteristic, sexual and self-medication behavior may reflect routine syndromic approach diagnostic is no longer accurate.
Objective : To develop detection system of C. trachomatis and N. gonorrhoeae using duplex PCR assay to genital discharge in patient with sexual transmitted infection.
Methods : Three steps research were done. Firstly was PCR assay optimalization to annealing time and temperature, primer concentration, centrifugation time and elution volume. Secondly, specificity test and thirdly duplex PCR assay application to clinical specimen.
Results : Duplex PCR assay optimalization gave results as follow: annealing temperature was 54°C, annealing time was 60 detik, C. trachomatis primer concentration both reverse and forward were 0,7μM and N. gonorrhoeae primer concentration both reverse and forward were 0,5μM, centrifugation time was 10 minutes and elution volume elusi 60 μl. Detection limit of duplex PCR to C. trachomatis was 0.927 pg / PCR reaction, and N. gonorrhoeae was 1,19 pg / PCR reaction. Duplex PCR application to 23 endocervical swab which corresponds to C. trachomatis were 10 cases (43.5%) and corresponds to N. gonorrhoeae were 10 cases (43.5%), with 4 coinfection cases. Duplex PCR to 18 male urethral swab which corresponds to C. trachomatis was 1 case (0.5%) and that corresponds to N. gonorrhoeae were 12 cases (66.7%). Duplex PCR to detect N. gonorrhoeae had sensitivity, specificity, positive predictive value and negative predictive value of 100%, 61.9%, 20%, and 100% in endocervical specimens, respectively and 75%, 40%, 50%, and 66.67%, in male urethral specimens respectively. Duplex PCR to detect C. trachomatis was compared with chlamydial antigen detection test were show positive results higher both in endocervical and male urethral specimens (10:3 and 1:0).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>