Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Narendra Jatna
"This article tries to give an image on whether or not european Law can be considered as a genre in law. The treaty of the European Union, the institution of European Union itself,the role of European Court of Justice, and the draft of the European constitution all combined made the European Union not just an ordinary Regional International Organization but more a distinctful European Federation,because it still holds the sovereignty of each member states. What even more interesting to analyze is how European law combines the tradition of Roman Law and tradition of the Anglo Saxon Law. Due to these distinctive features, any country conducting bilateral relations with any ot the member states should also put some considerations to the European law that will affect their bilateral relations."
2005
JKWE-I-1-Mei2005-50
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Safri Nugraha
"This article explains the development of European law in the past, and how it evolved into its contemporary state.Globalization of European law influences the relations between European Union and Indonesia, especially in the trade sector.Both legal systems inevitably become more intertwined in the global context.This article also focused on how European law has given contribution to the development of Indonesia legal system."
2005
JKWE-I-1-Mei2005-42
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkita Alamanda
"Organisasi internasional memiliki berbagai klasifikasi, salah satunya dibedakan menurut sifat supranasional dan intergovernmental. Organisasi internasional yang bersifat supranasional dan intergovernmental memiliki perbedaan dalam beberapa hal, termasuk dalam pengambilan suara untuk pengambilan keputusan, organisasi internasional yang bersifat intergovernmental seperti halnya organisasi internasional pada umumnya, memerlukan suara bulat dalam pengambilan keputusan, sedangkan organisasi internasional yang bersifat supranasional menggunakan suara terbanyak dalam pengambilan keputusan, hasil dari pengambilan keputusan tersebut mengikat negara anggotanya. Uni Eropa sebagai organisasi internasional memiliki sejarah yang panjang sejak pembentukannya, selain itu Uni Eropa juga memiliki perbedaan dengan organisasi internasional lainnya, karena sejak awal Uni Eropa dibentuk sebagai organisasi supranasional. Hal tersebut selanjutnya mempengaruhi berbagai hal, salah satunya mengenai pengambilan keputusan dalam Uni Eropa.
Skripsi ini berusaha memaparkan permasalahan-permasalahan tersebut dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif, sehingga menghasilkan data deskriptif-analitis yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan di atas. Pada kesimpulannya, pengambilan keputusan dalam Uni Eropa terkait dengan institusi-institusi yang berwenang serta pengambilan suara yang digunakan. Uni Eropa selain mengenal pengambilan suara secara bulat, juga mengenal pengambilan suara menggunakan suara terbanyak, dan sejak berlakunya Traktat Lisbon semakin banyak bidang-bidang yang diputuskan berdasarkan suara terbanyak, dalam mekanisme Uni Eropa dikenal sebagai qualified majority voting (QMV).

International organizations are classified in numerous ways, depending on the purpose for which the classification is being made, for instance the distinction between intergovernmental and supranational organizations. Intergovernmental and supranational organizations have different characteristics, including in the decision making process. Intergovernmental organization enjoys the unanimous approval from all members to adopt a decision, which is different in supranational organization, majority voting is become the main system. European Union as an international organization has supranational characteristics for the very first time, which take an effect on several things and decision making process in particular.
This thesis explains how that matters perform in juridical-normative method. At the conclusion, the decision making process always related to the institution's power and the voting system. However, the European Union recognizes not only unanimity, but also qualified majority voting (QMV) as the voting system which is needed in many areas, especially after the Lisbon Treaty 2007 came into force.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43311
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Serafina Muryanti H.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S26046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djarot Purwoko Putro
"ABSTRAK
Lima belas negara Eropa bergabung dalam sebuah union, mencoba saling mengerti segala perbedaan budaya, kebiasaan, dan pengalaman. Mereka menyatukan keinginan untuk dapat hidup damai serta memainkan peran dan pengaruhnya dalam percaturan politik dan keamanan internasional.
Cita-cita Uni Eropa (UE) menjadi salah satu aktor politik internasional jelas membutuhkan suatu Common Foreign and Security Policy (CFSP) dari kelima belas anggotanya, sehingga pada akhirnya kelak terwujud suatu foreign and security policy identity.
Berakhirnya Perang Dingin serta munculnya kembali konflik-konflik di Eropa dan kawasan sekitarnya makin menambah pentingnya bagi UE untuk segera mewujudkan CFSP. Hal ini bukan saja penting bagi eropa untuk mengembangkan dan meningkatkan pengaruh mereka di panggung politik dunia, tetapi juga bagi struktur politik internasional itu sendiri.
Tujuan penelitian ini selain berusaha mendeskripsikan permasalahan yang ada, ada juga menjelaskan CFSP berdasarkan perjanjian Masstricht dan/atau Perjanjian Amsterdam, serta segala hal yang menyangkut dengan kepentingan nasional dan sen-timen kedaulatan nasional Negara anggotanya. Pada akhirnya tampak bahwa sejak semula permasalahan utama pembentukan kerjasama politik dan keamanan di Eropa ternyata ialah bagaimana menurunkan sensivitas kedaulatan nasional Negara-negara anggotanya, sehingga jika setiap Negara anggota mampu menurunkannya maka akan lebih mudah bagi UE untuk melaksanakan setiap keputusan dan mewujudkan keberhasilan CFSP yang efektif dan efisien di masa depan.
Permasalahan mengenai kedaulatan Negara ini antara lain tampak nyata dan dapat diidentifikasikan dalam berbagai hal antara lain sebagai berikut: (1) bagai-mana menyelaraskan politik luar negeri Negara-negara anggota secara efektif di dalamnya; (2) masalah instrument atau alat pelaksana kebijakan; dan tidak kalah pentingnya (3) bagaimana UE menyikapi dan mengatasi prosedur pencapaian suatu posisi, tindakan, dan deklarasi bersama dalam lingkup CFSP yang dirasakan belum sempurna.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Kristian
"ldquo Penggunaan merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa rdquo; merupakan suatu unsur dan/atau persyaratan yang terkandung dalam beberapa ketentuan yang diatur oleh UU No. 20 Tahun 2016. Namun, undang-undang tersebut tidak secara tegas menyatakan apa yang dikualifikasikan sebagai ldquo;penggunaan merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa rdquo;. Ketiadaan kualifikasi menyebabkan timbulnya polemik pada tataran praktis, seperti dalam penyelesaian gugatan penghapusan merek terdaftar atas dasar non-use di ranah peradilan. Unsur dan/atau persyaratan ini diatur dan dilihat secara berbeda-beda di tiap negara. Amerika Serikat mengkualifikasikan dengan jelas, bahkan memberikan peran yang besar bagi unsur penggunaan merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa, yang diistilahkan sebagai use in commerce, dalam peraturan perundang-undangan mengenai merek. Seperti Indonesia, di Uni Eropa ketentuan genuine use yang dimaksudkan sebagai penggunaan merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa tidak dikualifikasikan dan hanya dijadikan unsur atau persyaratan dalam beberapa ketentuan hukum. Skripsi ini membandingkan pengaturan hukum penggunaan merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa beserta penerapannya di tingkat pengadilan di Indonesia dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Temuan-temuan dari perbandingan tersebut menunjukkan bagaimana ketentuan penggunaan merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa, use in commerce, dan genuine use dikualifikasikan dan diatur sebagai unsur dan/atau persyaratan dalam peraturan perundang-undangan di negara dan/atau komunitas yang bersangkutan. Selain itu, temuan juga berupa kriteria-kriteria yang diperoleh berdasarkan putusan-putusan pengadilan. Perbandingan tersebut dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif.

ldquo Use of trademark in good and or service commerces rdquo is an element and or requirement in provisions regulated by Law No. 20 of 2016. However, the law does not expressly state what qualifies as ldquo use of trademark in good and or service commerces rdquo . The absence of qualifications leads to a few problems in practice, such as in the settlement of registered mark deletion on the grounds of non use cases. This element and or requirement is regulated and seen differently in every country. The United States of America regulates the element and or requirement expressly, in fact, the country gives a significant role to the element and or requirement, known as the term ldquo use in commerce rdquo , in the laws on trademark. Similar to Indonesia, European Union does not expressly regulate what qualifies as the element and or requirement ndash known as ldquo genuine use rdquo , it is only stipulated as an element and or requirement in a few provisions. This thesis compares the rules on the use of trademark in commerce as well as the implementation in court decisions in Indonesia with The United States of America and European Union. The findings obtained from the comparison show how use of trademark in good and or service commerces, use in commerce, and genuine use are qualified and regulated as an element and or requirement in respective country community. The normative legal research method was used in order to obtain the comparisons between the regulations and court decisions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Aqilla Cahyaningrum
"Qualcomm melakukan praktik predatory pricing dengan menjual 3 (tiga) jenis baseband chipset kepada Huawei dan ZTE yang merupakan 2 (dua) pelanggan penting dalam pasar baseband chipset UMTS dengan tujuan untuk mengeliminasi Icera yang merupakan pesaing utamanya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan penerapan hukum persaingan usaha di Uni Eropa dalam memutus tindakan predatory pricing oleh Qualcomm dan penerapan hukum persaingan usaha di Indonesia jika kasus predatory pricing serupa dengan yang dilakukan oleh Qualcomm terjadi di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian karya tulis ini adalah Yuridis-Normatif dengan meninjau putusan European Commission Case AT.39711 dan peraturan perundang-undangan mengenai hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa European Commission telah tepat dalam menggunakan hukum persaingan usaha di Uni Eropa untuk memutus kasus predatory pricing oleh Qualcomm yang terbukti melakukan praktik predatory pricing untuk 3 (tiga) jenis baseband chipset-nya pada periode Juli 2009-Juni 2011 dan jika kasus tersebut terjadi di Indonesia, maka termasuk ke dalam praktik predatory pricing serta terdapat perbedaan pengenaan denda antara hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Saran yang dapat diberikan adalah lebih diawasinya proses kegiatan usaha, ditaatinya prinsip persaingan usaha, serta Indonesia dapat memberikan opsi price-cost test lainnya agar dapat dicapai hasil yang lebih akurat dan diterapkannya denda dengan mempertimbangkan jumlah keuntungan pelaku usaha.

Qualcomm practices predatory pricing by selling 3 (three) types of baseband chipset to Huawei and ZTE which are 2 (two) important customers in the UMTS baseband chipset market, with the aim of eliminating Icera, which is Qualcomm's main competitor. This study was conducted with the aim of knowing the exactness of the application of European Union's competition law in deciding predatory pricing practice by Qualcomm and the application of Indonesia competition law if predatory pricing cases similar to those carried out by Qualcomm occur in Indonesia. The form of research used in conducting this research paper is juridical-normative by reviewing the decision of European Commission Case AT.39711 and the regulation regarding Indonesia and European Union competition law. The results show that European Commission has been right in using the European Union competition law to decide on the predatory pricing case by Qualcomm which was proven to have practiced predatory pricing for the 3 (three) types of baseband chipset in the period of July 2009-June 2011 and if the case is occured in Indonesia, it is included in the practice of predatory pricing but only for one type baseband chipset in the period of July 2010-March 2011 and there is a difference in the imposition of fines between Indonesia and European Union competition law. Suggestions that can be given are more supervised of business processes, adherence to the competition principle, and Indonesia can provide other price-cost test options in order to achieve more accurate results and fines taking by considering the amount of profit earned by undertaking."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Yudhistira Henuhili
"Selama beberapa dekade terakhir, terjadi peningkatan perdebatan mengenai kedaulatan dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional. Salah satu titik krusial yang mendorong perdebatan ini adalah terbentuknya Uni Eropa melalui Maastricht Treaty pada tahun 1992. Setelah itu, terdapat beragam literatur yang membahas mengenai kedaulatan di Uni Eropa, sehingga diperlukan sebuah kajian kepustakaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, studi ini memetakan perkembangan literatur mengenai kedaulatan di Uni Eropa pasca Maastricht Treaty. Dari tiga puluh artikel jurnal/buku/chapter edited volume yang dikaji, terdapat empat tema besar yaitu (1) karakteristik kedaulatan di Uni Eropa; (2) dinamika kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa: antara intergovernmentalisme dan supranasionalisme (3) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap perubahan bentuk kedaulatan di Uni Eropa dan (4) kritik terhadap penerapan kedaulatan di Uni Eropa. Setelah melakukan pemetaan dan analisis literatur, kajian kepustakaan ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, karakter kedaulatan di Uni Eropa memiliki penafsiran yang berbeda-beda, mulai dari kedaulatan dipandang disatukan (pooled sovereignty), dibagi (shared sovereignty), hingga dianggap masih berada di negara. Kedua, penerapan kedaulatan dalam tatanan praktis dalam level kebijakan di Uni Eropa dapat bertahan maupun berubah, menyesuaikan preferensi negara-negara anggotanya. Ketiga, penerimaan negara terhadap beragam bentuk kedaulatan di Uni Eropa dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor interdependensi, dan faktor keamanan. Keempat, dinamika serta cara pandang terhadap kedaulatan di Uni Eropa tampaknya dipengaruhi oleh fenomena-fenomena empirik atau perkembangan yang terjadi di Uni Eropa. Terakhir, dari keseluruhan literatur, studi ini mengindentifikasi celah literatur yang terdapat dalam sedikitnya analisis mengenai kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa, serta kurangnya studi komparatif yang membandingkan kedaulatan di Uni Eropa dengan kedaulatan dalam entitas politik lainnya.

Over the last few decades, the topic of Sovereignty has been increasingly discussed in International Relations. One of the crucial factors leading to the debate was the establishment of the European Union through the enactment of Maastricht Treaty in 1992. As an effect, various literature discussing sovereignty in the European Union emerged and subsequently neccessitates a literature review on it. This study mapped various literature on sovereignty in the European Union after Maastricht Treaty. By taking into account thirty journal articles/books/chapters of edited volume, this study found four major themes in the literature: (1) the characteristics of sovereignty in the European Union; (2) the dynamics of sovereignty in the European Union policies: between intergovernmentalism and supranationalism; (3) the factors influencing the acceptance of the changing form of sovereignty in the European Union; and (4) the critiques on the implementation of sovereignty in the European Union. After mapping and analyzing the literature, this study found several important points. First, the characters of sovereignty in the European Union result in various interpretations such as pooled sovereignty, shared sovereignty, and sovereignty that are embedded within member states. Second, the implementation of sovereignty in the European Union policies could both be static or dynamic, depending on the member states' preferences. Third, member states’ acceptance of various sovereignty forms in the European Union are influenced by economic, interdependence, and security factors. Fourth, the dynamics of the sovereignty in the European Union are perceived to be influenced by events happening in the European Union. Lastly, this study identifies several literature gaps on the lack of literature analyzing sovereignty aspect of European Union’s policies and the minimum amount of comparative studies between sovereignty in the European Union and sovereignty in other political entities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Chairunissa
"Google AdSense telah memberlakukan klausula perjanjian yang menyalahgunakan posisi dominannya berdasarkan Case AT.40411 di Uni Eropa. Skripsi ini membahas mengenai tindakan penyalahgunaan posisi dominan dengan memberlakukan klausula khusus dalam perjanjian yang dilakukan oleh Google AdSense dalam Case AT.40411 Google v Eruopean Commission ditinjau dari hukum persaingan usaha di Uni Eropa dan Indonesia, serta penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang dapat dilakukan oleh KPPU terhadap potensi penyalahgunaan posisi Dominan oleh Google AdSense Indonesia melalui pemberlakuan klausula khusus dalam peranjian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kasus penyalahgunaan posisi dominan yang telah terjadi dalam European Commission Case AT.40411 jika ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha di Eropa dan Indonesia, serta menganalisis upaya yang dapat dilakukan oleh KPPU dalam menerapkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terhadap potensi penyalahgunaan posisi dominan oleh Google Indonesia melalui pemberlakuan klausula khusus dalam perjanjian. Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan studi pustaka yuridis normatif. Dalam penerapan Treaty on the Functioning of the European Union dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tindakan yang Google lakukan telah termasuk sebagai penyalahgunaan posisi dominan, baik jika ditinjau dari hukum persaingan usaha di Uni Eropa, mau pun di Indonesia. Terdapat pula potensi atas terjadinya kasus serupa yang di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Dalam hal ini, KPPU perlu untuk melakukan pengawasan dan penggalian informasi kepada Google Indonesia, dan jika terdapat pelanggaran yang serupa, KPPU dapat mengenakan sanksi kepada Google Indonesia karena tindakannya yang telah melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

Google AdSense has imposed a treaty clause abusing its dominant position under Case AT.40411 in the European Union. This thesis discusses the abuse of dominant position by imposing a special clause in the agreement made by Google AdSense in Case AT.40411 Google v Europe Commission in terms of business competition law in the European Union and Indonesia, as well as the application of Law no. 5 Year of 1999 which can be carried out by the KPPU against the potential abuse of the Dominant position by Google AdSense Indonesia through the application of a special clause in the agreement. This study aims to analyze cases of abuse of dominant position that has occurred in the European Commission Case AT.40411 when viewed from the Business Competition Law in Europe and Indonesia, as well as to analyze the efforts that can be made by KPPU in implementing Law no. 5 Year of 1999 on the potential abuse of dominant position by Google Indonesia through the implementation of a special clause in the agreement. This research is research that uses a normative juridical literature study. In the application of the Treaty on the Functioning of the European Union and Law no. 5 Year of 1999, the actions taken by Google have included abuse of their dominant position, both from the perspective of business competition law in the European Union and Indonesia. There is also the potential for a similar case to occur in Indonesia which can be categorized as a violation of Law no. 5 Year of 1999. In this case, KPPU needs to supervise and extract information on Google Indonesia, and if there is a similar violation, KPPU may impose sanctions on Google Indonesia for its actions that have violated Law no. 5 Year of 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Puspitasari
"Skripsi ini membahas tentang bagaimana suatu negara anggota World Trade Organization WTO dapat melakukan tindakan anti dumping. selain itu, akan dibahas pula bagaimana Dispute Settlement Body DSB WTO menentukan apakah tindakan anti dumping yang dilakukan Uni Eropa telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil penelitian dengan metode yuridis normative menunjukkan bahwa negara anggota dapat melakukan tindakan anti dumping apabila dapat membuktikan aspek-aspek substansial, bahwa: dumping telah terjadi timbul kerugian yang dialami industri dalam negeri yang memproduksi barang yang sejenis dengan barang dumping dan adanya hubungan sebab akibat antara dumping dan kerugian tersebut. Dalam hal tuduhan Uni Eropa terhadap Indonesia, DSB memutuskan bahwa tindakan anti dumping tersebut tidak sesuai dengan Anti Dumping Agreement karena Uni Eropa tidak memenuhi kewajiban untuk membuka hasil investigasi kepada perusahaan-perusahaan Indonesia dimana kewajiban tersebut merupakan aspek prosedural.

This thesis discusses how a member country of World Trade Organization WTO can perform anti dumping action. In addition, it will also discuss how the Dispute Settlement Body DSB of the WTO determines whether the anti dumping measures undertaken by the European Union are in compliance with applicable regulations. The result of the research by normative juridical method indicates that member countries can take anti dumping action if it can prove substantial aspects, that dumping has occurred incur losses experienced by domestic industries that produce similar goods with dumping goods and a causal relationship between the dumping and the loss. In the case of EU allegations against Indonesia, the DSB decides that the anti dumping measures are incompatible with the Anti Dumping Agreement because the EU does not fulfill its obligation to disclose the results of the investigation to the Indonesian company where the liability is a procedural aspect."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>