Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Media Center/The Habibie Center, 2007
MEWHCJP
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Hamad
"Dalam situasi transisi politik tahun 1999, munculnya kebebasan berpolitik yang ditandai dengan berdirinya banyak partai, di satu sisi, memicu munculnya kembali aliran-aliran ideologi partai seperti ketika Indonesia menganut sistem liberal 1955-1959. Kebebasan pers yang hampir tanpa batas pasca reformasi, di sisi lain, menghidupkan lagi "panggilan sejarah" media massa Indonesia yang telah memasuki era industri.
Pertautan antara keduanya --pers dan partai politik--dalam situasi transisional itu tentu menjadi sangat khas. Bagi pers, berbagai kemungkinan bisa terjadi dalam meliput partai partai politik : lebih berorientasi pada semangat ideologis, idealis, politik ataukah lebih mementingkan ekonomi ---hal-hal mana yang ingin ditemukan dalam penelitian ini.
Dengan menggunakan analisis wacana kritis sebagai metode pembacaan terhadap berita-berita sembilan parpol selama kampanye Pemilu 1999, ternyata 10 koran yang diteliti menunjukkan pencitraan dan orientasi pemberitaan yang berbedabeda di antara mereka. Mereka memanfaatkan tanda-tanda Bahasa (membangun wacana) dalam mengembangkan pencitraan tersebut tempat dimana motif yang mereka miliki bersembunyi : motif ideologis, idealis, politis dan ekonomi tadi.
Untuk pengembangan politik yang sehat (demokratis) pola pengkosntruksian parpol yang terlalu berorientasi pada kepentingan kelompok sealiran saja maupun yang sangat mengutamakan nilai jual berita, jelas bukan isyarat yang balk Hal ini seyogyanya menjadi bahan pertimbangan bagi pers Indonesia untuk peliputan-peliputan parpol di masa yang akan datang. Untuk para pengkritisi pers, penelitian seperti ini dapat diperkaya untuk memastikan dijalankannya tanggung-jawab sosial oleh pers atau pelaku komunikasi lainnya (pangiklan, humas, politisi, dan sebagainya).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D516
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Nugroho
Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999
302.23 BIM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Hizbut Tahrir, 2007
ALMEPOD
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Kurnia Syah Putra
"Rasisme media politik merupakan kajian klasik yag menarik untuk diulas kembali,
tentu sebagai pembaharuan pemikiran. Konsep Rasisme Media memandang media
massa sebagai medan perang ideologi, di dalamnya terjadi pertentangan kelas antara
ruling class dan subordinat class. kekacauan inilah yang melahirkan rasis ideologi
media. Di mana elitis penguasa media memaksa subordinat class menerima konten
media yang sarat kepentingan ruling class. Meminjam pemahaman dari Stuart Hall
(1932) melalui tulisannya yang tajam berjudul The Whites Of Their Eyes; Racist
Ideologies and the Media. Ia mengungkapkan analisis dari praktek media
berdasarkan perspektif dari teori kulturalis Marx, yakni dengan mengungkapkan
otonomi media massa dan mengganti konsep Hegemoni Gramsci serta Althusser
yang memandang media sebagai ideological state apparatus (Woollacott 1982: 110).
Secara politis, tahun 2014 merupakan puncak dari hipotesis jurnalisme politik. Media
terkooptasi, seolah wibawa ?media publik? runtuh seruntuh-runtuhnya oleh segelintir
orang penguasa media. Kemudian yang ?segelintir? tersebut kesemuanya masuk ke
ranah politik praktis. Dapat disebutkan, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie
dengan Viva Group. Hary Tanoesoedibjo, calon wakil presiden usungan Partai Hati
Nurani Rakyat dengan MNC Group. Surya Paloh, pendiri sekaligus Ketua Umum
Partai Nasional Demokrat dengan Media Indonesia Group. Dahlan Iskan, politisi
baru melalui Partai Demokrat juga seorang Raja Media dibawah bendera Jawa Pos Group."
Jakarta: Lembaga Riset Univ Budi Luhur, 2014
384 COM 5:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lebelauw, Abraham Franky Izaak
"Pergantian Presiden Indonesia di tahun 1998 membawa dampak bagi negosiasi penyelesaian konflik Timor-Timur. Pergantian pucuk pimpinan negara itu, juga berakibat berubahnya kebijakan pemerintah Indonesia dalam negosiasi penyelesaian konflik Timor-Timur. Kalau pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto, integrasi merupakan sesuatu yang mutlak dan tidak dapat ditawar lagi maka pada zaman pemerintahan Habibie, hal tersebut berubah total.
Pada zaman Presiden Soeharto, posisi dasar Indonesia terhadap Portugal tidak pernah berubah, namun dalam hal-hal tertentu seperti akses untuk orang lain atau pihak luar ke Timor-Timur tidak dapat dipungkiri telah mengalami banyak pergeseran. Begitu juga halnya dengan pendekatan diplomasi pemerintah RI dalam perundingan. Yang tetap konstan adalah posisi propinsi Timor-Timur yang menjadi bagian dari Indonesia dan posisi Republik Indonesia terhadap Portugal dalam negosiasi penyelesaian konflik Timor-Timur. Keempat faktor inilah yang menjadi tolak ukur tesis ini.
Opsi pertama yaitu memberi status khusus dengan otonomi luas kepada Timor-Timur, yang dilanjutkan dengan opsi kedua yaitu mengusulkan kepada SU MPR agar Timor-Timur dapat berpisah secara baik-baik dan terhormat dari Indonesia, merupakan output pemerintah Habibie dalam menanggapi dan mengolah input yang masuk ke dalam sistem politiknya, serta adalah logis mengingat berubahnya isu-isu di tatanan internasional, tekanan yang berbeda yang diterimanya, serta latar belakang Presiden Habibie sendiri yang jelas berbeda dengan Presiden Soeharto."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok : MaPPI-FHUI, 2004
UI-TEROPONG 4
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Elektrika Puspitasari
"Penelitian ini mendeskripsikan strategi komunikasi politik melalui media sosial yang dilakukan oleh calon independen Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Faisal Basri dan Biem Benjamin. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Faisal-Biem telah menyampaikan pesan-pesan berulang di media sosial dengan metode informatif dan edukatif, namun kurang persuasif. Secara garis besar, strategi komunikasi politik yang dilakukan cukup optimal terutama dalam membangun citra politik sebagai pemain baru di kancah perpolitikan. Elemen-elemen penting dalam pembentukan citra sudah saling terintegrasi dan dibangun secara bersamaan dalam strategi yang dilakukan oleh Faisal-Biem. Citra independen dan bersih yang dikomunikasikan melalui media sosial telah diwujudkan dengan sistem penggalangan donasi online. Pemeliharaan citra tersebut dilakukan dengan penciptaan hubungan, meski masih tergolong statis. Tidak hanya independensinya, dominasi media sosial pada strategi yang dilakukan oleh Faisal-Biem juga telah menambahkan warna baru bagi demokrasi dan juga menjadi pembelajaran politik terutama dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012. Meski peran media konvensional belum tergantikan, namun keberadaan media sosial dapat menjadi senjata pelengkap dalam berkomunikasi dan membentuk citra politik. Penelitian ini hanya fokus kepada pemaparan strategi komunikasi politik dan pembentukan citra, untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut pada pasca-pemilihan untuk mengukur tingkat keberhasilannya.

This study describes the political communication strategy through social media conducted by independent candidates for DKI Jakarta gubernatorial election, Faisal Basri and Biem Benjamin. This is a descriptive qualitative research, focus on Faisal-Biem?s strategy in communicating and building political image. Faisal-Biem had successfully delivered political verbal text messages with redundancy, informative and educative methods, but less persuasive. However, the political communication strategy in building political brand as a newcomer in the political arena was well managed. Essential elements in the personal branding concept have been integrated well with each other and built simultaneously. The online donations system became a realization of their independent image. Not only their independence, but the dominant use of social media in their strategy has brought a new atmosphere as well as a political education for the democracy system in Indonesia. Although the role of the conventional media has not been replaced, the existence of social media could be an effective complementary weapon in communicating and forming political brand. Further research after the Jakarta gubernatorial election is needed to measure the success rate.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30752
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yayuk Larasari
"

Penelitian ini adalah analisis terhadap akun Twitter dan Instagram Theresa May yang dijadikan sebagai kanal untuk mengkomunikasikan pendirian politiknya terkait hasil referendum British Exit (Brexit). Alotnya negosiasi hasil referendum terjadi di internal Parlemen Inggris. House of Commons tidak puas dengan rancangan perjanjian pemerintah Theresa May terkait Brexit. Brexit Deal Theresa May telah ditolak sebanyak tiga kali. Meskipun tawarannya telah ditolak, Theresa May tetap yakin bahwa dengan kepimimpinannya yang kuat dan stabil disertai serangkaian skenario yang telah disiapkan, Inggris dapat meninggalkan Uni Eropa dengan lancar. Untuk menyampaikan keyakinan dan optimismenya kepada seluruh pihak, Theresa May menggunakan media sosial Twitter dan Instagram. Di Twitter dan Instagram, Theresa May menciptakan citra personal (personal branding) untuk meyakinkan para pengguna Twitter dan Instagram bahwa dirinya mampu menyukseskan Brexit. Analisis ini menggunakan metode kualitatif dengan mengaplikasikan teori analisis konten Klaus Krippendorff  untuk melihat isi dari unggahan Theresa May pada akun Twitter dan Instagramnya. Unggahan Theresa May di Twitter dan Instagram juga akan dianalisis menggunakan teori personal branding McNally & Speak.  Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Twitter dan Instagram efektif sebagai kanal untuk menyampaikan pandangan politik Theresa May. Aktifitas Theresa May di media sosial juga menunjukkan upaya personal branding yang kuat. Meskipun demikian, Theresa May akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya pada 24 Mei 2019.

 


This research is an analysis of Twitter and Instagram accounts of Theresa May which are used as a channel to communicate her political views regarding the results of the British Exit (Brexit) referendum. The tough negotiations on the results of the referendum took place internally at the British Parliament. The House of Commons was not satisfied with Theresa May's government's draft agreement regarding Brexit. Theresa May's Brexit Deal has been rejected three times. Although her offer has been rejected, Theresa May remains confident that with her strong and stable leadership along with a series of scenarios that have been prepared, the UK can leave the European Union orderly. To convey her belief and optimism to all parties, Theresa May use Twitter and Instagram. On Twitter and Instagram, Theresa May created her personal branding to convince Twitter and Instagram users that they were able to succeed in Brexit. This analysis uses a qualitative method by applying the content analysis theory of Klaus Krippendorff to view the contents of Theresa May's message on her Twitter and Instagram accounts. Theresa May’s existence on Twitter and Instagram is analyzed using McNally & Speak's personal branding theory. The results of this study indicates that Twitter and Instagram are effective platforms to convey Theresa May's political views. Theresa May's activity on social media also shows strong personal branding efforts. Nevertheless, Theresa May finally announced her resignation on May 24, 2019.

 

"
T54118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>