Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62919 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leege, David C.
Jakarta: Yayasan obor Indonesia, 2006
322.1 LEE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leege, David C.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006
291.177 973 LEE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Khaliya
"Korea Selatan di bawah Amerika Serikat mengadaptasi nilai-nilai demokrasi yang juga sengaja diperkenalkan oleh the United States Army Military Government in Korea (USAMGIK). Setelah USAMGIK berhasil menyelenggarakan pemilihan umum di Korea Selatan pada tahun 1948, pemerintahan Korea Selatan dengan sistem demokrasi pun mulai berjalan di bawah kepemimpinan Rhee. Namun, sentimen Rhee Syngman terhadap komunisme menyebabkan rezimnya menjalankan pemerintahan dengan sikap antikomunisme yang sangat kuat. Bahkan, pandangan anti-komunisme tersebut membuat rezim Rhee Syngman sering kali menyalahgunakan nilai-nilai demokrasi untuk menyingkirkan komunis. Oleh karena itu, penelitian ini menjelaskan dan menganalisis bagaimana rezim Rhee Syngman memanfaatkan demokrasi Amerika untuk melanggengkan kekuasaan dan menjalankan anti-komunisme. Dengan menerapkan pendekatan behavioral dan teori kelompok kepentingan, penelitian ini mengungkap tindakan-tindakan politik rezim Rhee Syngman terkait demokrasi Amerika dan berbagai dampak dari tindakannya tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rezim Rhee Syngman telah banyak menyalahgunakan nilainilai demokrasi sebagai alat untuk mempertahankan rezimnya dan melawan komunis sejak awal sampai akhir pemerintahan. Hal tersebut menciptakan konflik internal dengan banyak dampak yang juga muncul sejak awal rezim Rhee Syngman berkuasa dan kemudian menjatuhkan rezim meskipun telah mengubah kabinetnya di akhir periode.

South Korea under the United States adopted democratic values which were also deliberately introduced by the United States Army Military Government in Korea (USAMGIK). After USAMGIK successfully held general elections in South Korea in 1948, the South Korean government with a democratic system began to run under the leadership of Rhee. However, Rhee's sentiments towards communism caused his regime to run a government with a very strong anti-communist stance. In fact, this anti-communism view made the Rhee Syngman regime often misuse democratic ideas to get rid of communism. Therefore, this study explains and analyzes how the Rhee Syngman regime takes advantage of American democracy to perpetuate power and carry out anti-communism. By applying a behavioral approach and interest group theory, this study reveals the political actions of the Rhee Syngman regime regarding American democracy and the various impacts of these actions. The results of the study show that the Rhee Syngman regime has misused democratic ideas as a tool to maintain its regime and fight against communism from the beginning to the end of the government. This created an internal conflict with many impacts that also emerged since the beginning of the Rhee Syngman regime in power and then brought down the regime even though it had changed its cabinet at the end of the period."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Smith, Huston
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999
200 SMI r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Hapsarani
"Ketika Hillary Rodham Clinton memutuskan untuk menjadi presiden, salah satu tantangan terbesarnya adalah mengatasi representasi-representasi negatif tentang dirinya yang beredar di berbagai media di Amerika. Salah satu cara yang ditempuhnya adalah dengan membangun representasi yang baru sebagai seorang tokoh politik perempuan yang berpotensi menjadi pemimpin politik melalui penulisan autobiografinya, Living History (2003). Namun setahun menjelang pemilu 2008, dua biografi tentang Hillary diterbitkan, A Woman in Charge dan Her Way. Kedua teks ini banyak mengacu dan melakukan reinterpretasi terhadap Living History. Dengan memakai analisis framing berperspektif retorika, penelitian ini membandingkan bagaimana Hillary merepresentasikan dirinya dan bagaimana ia direpresentasikan untuk menyingkapkan bagaimana posisi kandidat presiden perempuan dalam tatanan politik Amerika yang bias gender. Analisis framing dilakukan dengan menganalisis diksi, mitos, stereotip gender dan ikatan ganda yang dipergunakan dalam teks. Dari pembingkaian-pembingkaian yang terkumpul ditentukan pola pembingkaian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika membangun representasi dirinya dalam autobiografi, kandidat presiden perempuan harus memperhitungkan dan bernegosiasi dengan beberapa aspek, yaitu konvensi penulisan autobiografi yang bergender karena pola-pola repesentasi dalam autobiografi bersifat maskulin dan jebakan-jebakan ikatan ganda (double binds). Penelitian terhadap representasi Hillary dalam kedua biografi memperlihatkan bahwa bingkai stereotip gender, bingkai standar ganda, bingkai pencitraan dan bingkai karakter negatif dipakai dalam mengisahkan kehidupan Hillary. Dengan pembingkian ini keduanya membangun representasi yang negatif tentang subyek dan menyimpulkannya belum layak dipilih sebagai presiden karena memiliki karakter dan kepribadian negatif. Terlepas dari persoalan-persoalan yang memberatkan Hillary (seperti keinginannya untuk menjadi First Lady non-konvensional, kecurigaan dan ketertutupannya pada media, dan skandal-skandal seks suaminya, serta keputusannya mendukung resolusi Irak Bush dan kejenuhan publik akan pemerintahan suaminya yang penuh intrik), penggunaan stereotip gender, standar ganda, ikatan ganda dalam strategi resistensi terhadap pencalonannya sebagai presiden memperlihatkan bahwa ketidaksetaraan gender masih kuat beroperasi dan masih harus disiasati oleh kandidat presiden perempuan.

When Hillary Rodham Clinton decided to enter the presidential election in 2008, the biggest challenge she had to face was the negative representations circulating in the media. Writing a campaign autobiography, Living History (2003) was one of the ways she chose to portray herself as a potential presidential candidate. A year prior to the election, two biographies on Hillary was published, A Woman in Charge and Her Way. The two texts reread and reinterpreted Living History. By using framing analysis method with rhetorical perspective, the research compares how Hillary represents herself and how she is represented in order to reveal the position of female presidential candidate within American political order. Framing analysis is conducted by analyzing the diction, myths, gender stereotypes, and double binds to identify the patterns of framing used in the texts.
The result of the research indicates that female presidential candidates should consider and negotiate the gendered conventions of autobiographical narratives as well the double binds in gender inequality. The representation of Hillary Clinton in the two biographies indicates the use of particular framings perpetuating gender stereotypes, sexual double standard and double binds. With these framings, the two texts construct negative representations of the subject that lead to a conclusion that the subject has not met the criteria to hold the position as president due to her lack of integrity and capabilities. Despite the fact that Hillary has her own baggage (from her insistence of performing a non-conventional role as first lady, the Whitewater and Travel Office cases, her husband’s sex scandals up to her decision to support Iraq Resolution that lead to Iraq war and Clinton fatigue syndrome), the use of gender stereotypes, sexual double standars and double binds in resisting Hillary’s candidacy as president in 2008 shows that female presidential candidate still have to face gender inequality and discrimination which are entrenched in American politics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
D2001
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mathias Toto Suryaningtyas
"Tesis ini membahas aspek perilaku politik dalam era demokrasi pascareformasi Perilaku politik dalam memilih disebutkan dalam literatur dipengaruhi oleh faktor faktor sosiologis psikologis dan rasional Berbeda dengan klaim bahwa faktor sosiologis dinilai kurang dapat menerangkan perubahan pilihan politik dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa faktor faktor sosiologis masih mempengaruhi perilaku pemilih baik dalam memilih partai politik maupun presiden Bahan yang dipergunakan adalah hasil survei nasional yang dilakukan oleh Litbang Harian Kompas yang dilakukan pada Desember 2012 Juni 2013 dan Desember 2013 Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan analisis faktor faktor secara bivariat dan multivariat hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosiologis memiliki pengaruh dalam skala tertentu terhadap pilihan politik

The focus of this study is the influence of sociological psychological and rational preferences while people were at the ballot to vote It has been stated that sociological factor has influence no more to the nowadays voters Based on three times national survey this survey decline that assumptions The purpose of this study is to understand how sociology psychology and rational motivation influenced and changed peoples political choices and motivation Using quantitative method the researcher suggest that sociological preferences still have quite influence to the political choices and motivation to vote depend on the social circumstances."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sica Harum Dwi Septyani
"Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan arti penting internet oleh pers Amerika dalam diseminasi informasi politik di Amerika. Sebagai studi kasus, pengamatan dilakukan terhadap 99 surat kabar Amerika yang memiliki versi dalam jaringan(on1ine). Penelitian ini menggunakan metodologi analisis kualitatif deskriptif, hasil penelitian menunjukkan internet, khususnya perangkat internet web2.0 mendukung upuya diseminasi informasi oleh pers Amerika dalam komunikasi politik di Amerika.

The focus of this study is intemet use by American Newspaper for political dissemination information in America. As a case study is 99 online American Newspaper. The methodology is descriptive analytic. This study shows that intemet, especially web2.0 intemet based, support American Press for political information dissemination in America."
Jakarta : Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T33824
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rennita Kendra
"Oppenheimer (2023), sebuah film biografi yang disutradarai oleh Christopher Nolan, menampilkan perjalanan Oppenheimer, Sang Bapak Bom Atom, saat ia membantu memimpin Proyek Manhattan dalam meneliti dan mengembangkan senjata nuklir selama Perang Dunia II. Rilisnya film biografi bertema perang pada tahun 2023 membuka diskursus baru mengenai peran Hollywood dan prevalensinya dalam mempertahankan American Exceptionalism. Dalam konteks film bertema perang, film-film Hollywood dulunya memiliki peran informal sebagai alat propaganda Amerika Serikat melalui glorifikasi kebijakan luar negeri, meningkatkan daya tarik internasional, serta menanamkan gagasan bahwa Amerika Serikat adalah negara adidaya yang berlandaskan pada kepercayaan terhadap American Exceptionalism. Seiring dengan perkembangan dunia menuju tatanan dunia kontemporer, intensitas dari glorifikasi Amerika Serikat dalam film-film Hollywood semakin berkurang. Namun, gagasan American Exceptionalism tetap relevan dalam diskusi modern. Diskusi ini berfokus pada bagaimana American Exceptionalism diperbandingkan dalam Oppenheimer (2023), serta mengaitkan karakter Oppenheimer dengan Cognitive Dissonance Theory yang mengungkap perilaku berlawanan dengan sikap yang ia tunjukkan selama pengembangan ciptaannya—bom atom.

Oppenheimer (2023), a biopic directed by Christopher Nolan, showcases the journey of Oppenheimer, the Father of the Atomic Bomb, as he helped in leading the Manhattan Project in researching and developing nuclear weapons during World War II. The release of the biopic that depicts the war setting in 2023 opened up a new discourse in regards to the role of Hollywood and its prevalence in preserving American Exceptionalism. In the context of war-related films, Hollywood movies used to have an informal purpose of being the United States’ propaganda tool—to promote the glorification of their foreign policy and international appeal and instill the idea that the U.S. is a superpower nation which lies in the belief of American Exceptionalism. As the world progresses into the contemporary state of the world order, the portrayal of the aforementioned objective in Hollywood movies has arguably subdued. However, the notion of American Exceptionalism remains relevant in modern-day discussion. This paper deconstructs how American Exceptionalism is showcased and juxtaposed in Oppenheimer (2023), as well as intertwining Oppenheimer’s character with the Cognitive Dissonance Theory that unravels the counter-attitudinal behavior he showcased in regards to the enhancement of his creation—the atomic bomb."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Huntington, Samuel P.
Cambridge, UK: The Belknap Press, 1981
320.973 HUN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>