Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Siswi Hariyani
"Laporan ini dilatarbelakangi isu spasial perkotaan yang berhubungan dengan pengaruh keberadaan kampus terhadap ruang umum di sekitarnya. Kajian spasial dilakukan pada akses-akses masuk kawasan kampus yang berupa penggal jalan. Keberadaan kawasan kampus yang direncanakan terhadap perkembangan kawasan sekitamya, memunculkan proposisi yang berkaitan dengan pembentukan ruang urban di sekitar kawasan kampus. Perkembangan ruang-ruang umum pada penggal jalan di sekitar kawasan kampus diperkirakan terjadi karena tidak ada perencanaan sebelumnya. Dengan mengajukan rumusan permasalahan, metode penelitian yang diterapkan secara umum adalah kualitatif. Dari proses analisis, didapat hasil bahwa keberadaan Kampus UGM berpengaruh terbentuknya ruang urban oleh deretan bangunan yang mengapit akses-aksesnya, tetapi tidak menciptakan karakter enclosure. Rasio ruang yang terbentuk oleh lebar bangunan terhadap tinggi bangunan adalah 1,6:1 hingga 2,5:1. Selain itu karena tidak ada kansep pengembangan kawasan yang jelas terhadap kawasan di sekitar kampus UGM, maka proses pengembangan dan perubahan yang terjadi di ruang-ruang urban menghasilkan ruang urban dengan kualitas ruang yang rendah. Ruang urban yang terbentuk di sekitar kampus UGM memiliki grain halus/kecil. Hal ini dipengaruhi oleh lokasinya yang dekat dengan kawasan kampus sehingga pengguna ruang urban didominasi oleh mahasiswa yang memiliki keterbatasan pendapatan. Dengan demikian gugus bangunan yang terbentuk bukan bangunan besar yang mewadahi bisnis skala besar. Skala yang terbentuk masih memiliki skala yang manusiawi. Hal ini dibuktikan oleh lebar jarak antar bangunan dan tinggi bangunan yang rata-rata memiliki rasio 1,9:1 atau 23 m:12m. Pola ini ditemukan pada penggal jalan yang menjadi akses utama dan akses internal. Namun, ketika pengguna tidak didominasi lagi oleh mahasiswa dan bercampur dengan masyarakat umum, gugus bangunan menjadi bervariasi, besar dan kecil. Hal ini disebabkan karena masyarakat penggunanya memiliki tingkat ekonomi yang bervariasi. Dengan demikian, gugus bangunan yang mewadahi kegiatan komersial mengikuti variasi tersebut. Skala yang terbentuk pada beberapa tempat dengan gugus bangunan yang besar sudah bukan skala manusiawi lagi. Hal ini dibuktikan oleh lebar jarak antar bangunan dan tinggi bangunan yang bisa mencapai lebih dari 1:2. Pala ini ditemukan pads penggal jalan yang menjadi akses umum.

The study background is raised from urban spatial issues, that relates to a campus influence on urban space. The study is about urban space on streets, a street as an access to campus. Propotition of study is the result of urban spaces surround campus is caused by no planning that anticipates development process. Generally, problems solved by qualitative research methode. The findings is UGM campus shapes urban spaces, that surrounds it. Urban spaces is shaped by buildings, which lay between street. The layout of buildings does not create enclosure character, because urban space ratio result is 1,6:1 to 2,5:1. Urban space ratio is distance between buildings related to height of building. There is no concept for development area surround UGM campus, it makes urban space quality result is poor. Urban spaces surround UGM campus, have a fine grain. It is caused by its location near to campus and urban user. The urban user is dominated by students, who has limited income. Thus, urban grain is shaped by small bisnis scale and urban space results human scale. On this case, it is proved by urban space ratio, that result is 1,9:1 or 23 m:12m. This pattern is located on main access and internal access. But, when urban space is used by students and public, urban grain result more varied, big to small. It is caused by variation of income level. Thus, urban grain result is varying. On this case, urban space does not result human scale. It is proved by space scale, that result is more than 1:2. This pattern is located on public access.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Assy Saffa Lazuardiani Sakinah
"ABSTRACT
Often time public spaces are treated as a melting pot where everyone from various background meet within the city. In the other hand, no matter how public a space might be, individuals would naturally appropriate this public space to be the way they personally prefer. It is a human nature for human to domesticate the space they inhabit, especially in a public space where everyone regardless their background meet and flock together. This thesis studies how flocking can be a form of domestication in urban spaces. Flocking provides spatial mechanism that fulfills the necessities of domestication itself. Based on the theoretical analysis and case study conducted in one public space in Central Jakarta, flocking works as a form of domestication when the urban space provides supportive elements to initiate domestication and the users behaviors are able to appropriate the urban space through flocking itself.

ABSTRAK
Seringkali ruang publik diperlakukan sebagai melting pot dimana semua orang dari berbagai latar belakang bertemu di tengah kehidupan di kota. Di sisi lain, tak peduli sepublik apa sebuah ruang, individual akan secara natural menyesuaikan ruang publik tersebut sesuai dengan preferensi personal. Adalah sebuah sifat manusiawi untuk manusia mendomestikasi ruang yang ia tempati, terutama ruang public dimana semua orang tanpa pandang bulu bertemu dan berkerumun bersama. Skripsi ini mempelajari bagaimana berkerumun adalah sebuah bentuk domestikasi ruang publik. Berkerumun menyediakan mekanisme ruang yang memenuhi keperluan domestikasi itu sendiri. Berdasarkan analisis teori dan studi kasus yang dilakukan di salah satu ruang kota di Jakarta Pusat, berkerumun dapat bekerja sebagai bentuk domestikasi ketika ruang publik yang berkesangkutan menyediakan elemen-elemen yang menyokong untuk memulai domestikasi tersebut dan ketika pengguna ruang public mampu menyesuaikan ruang publik tersebut dengan preferensi personal melalui berkerumun itu sendiri."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defta Ina Mustika
"Perempuan cenderung memiliki persepsi aman yang rendah ketika mengakses ruang publik. Hal ini terjadi karena tingginya tindakan kriminal terhadap perempuan, termasuk pelecehan seksual di mana perempuan merupakan korban terbesar. Rasa aman taman sebagai ruang publik dapat diwujudkan melalui desain ruangnya. Faktor personal (seperti pengalaman, frekuensi kunjungan, keberadaan teman, dan presensi orang asing) dan faktor lingkungan (visibilitas, penjagaan, dan pengawasan) membentuk persepsi aman seseorang serta mempengaruhi keputusannya dalam menggunakan ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesiskan persepsi aman pengunjung berdasarkan kondisi lingkungannya, serta mengelaborasi perbedaan persepsi yang ditemukan berdasarkan faktor personal informan. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh melalui observasi lapangan, pemetaan partisipatif, dan wawancara semi terstruktur kepada 16 informan.  Hasil pengumpulan data kemudian diolah berdasarkan tema yang dikembangkan dari konsep rasa aman. Hasil pengolahan data selanjutnya disintesiskan sehingga menghasilkan persamaan dan perbedaan ruang berdasarkan rasa aman sesuai dengan karakteristik faktor personal informan, berupa informasi profil demografi, maupun aktivitas baik pasif maupun aktif yang dilakukan oleh informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi aman dapat mempengaruhi keputusan pengunjung dalam menggunakan ruang untuk beraktivitas. Tingkat keramaian pengunjung serta perbedaan pencahayaan pada pagi/siang dan malam hari memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi aman pengunjung. Pengunjung mengasosiasikan ruang yang memiliki pemicu aktivitas, terbuka, dan terang dengan persepsi aman. Perbedaan faktor personal, khususnya pengalaman dan frekuensi kunjungan  berhubungan dengan keputusan pengunjung untuk menggunakan ruang maupun menghindarinya. Persepsi aman dalam suatu ruang akan berpengaruh terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung, pengalaman yang menyenangkan akan memicu ragam aktivitas pengunjung, sedangkan pengalaman buruk akan membatasi pergerakan dan aktivitas pengunjung dalam ruang tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa desain ruang berpengaruh terhadap rasa aman yang diwujudkan dalam pemilihan ruang untuk beraktivitas.

Women tend to have a low perception of safety when accessing public spaces. This is due to high levels of criminal activity, including sexual harassment where women are the biggest victims. The sense of safety of a park as a public space can be realized through its spatial design. Personal factors (such as experience, frequency of visits, presence of friends, and presence of strangers) and environmental factors (visibility, vigilance, and surveillance) shape person's perception of safety and influence their decisions in using space. This research aims to synthesize visitors' safety perceptions based on environmental conditions and elaborate on differences in perceptions found based on informants' personal factors. This research uses data obtained through field observations, participatory mapping, and semi-structured interviews with 16 informants. The results of data collection are then processed based on themes developed from the concept of feeling safe. The results of data processing are then synthesized to produce similarities and differences in space based on a sense of security in accordance with the informant's personal characteristic factors, in the form of demographic profile information, as well as passive and active activities carried out by the informant. The results of this research indicate that perceptions of safety could influence visitors' decisions in using space for activities. The level of visitor density and differences in lighting in the morning/afternoon and evening have a significant influence on visitors' perceptions of safety. Visitors associate spaces that trigger activity, and are open, and bright with the enhanced perception of safety. Differences in personal factors, especially experience and frequency of visits, are related to visitors' decisions to use or avoid a space. The perception of safety in a space will influence the activities carried out by visitors, a pleasant experience will trigger various visitor activities, while a bad experience will limit visitors' movements and activities in that space. The conclusion of this research shows that space design influences the perception of safety which is manifested in the choice of space for activities."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revianti Oksinta
"Remaja mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dengan kelompoknya dalam mengisi waktu luang mereka. Kelompok remaja yang berkegiatan di kota memiliki tujuan untuk bertemu dengan kelompok remaja lainnya serta masyarakat luas sehingga mereka dapat menunjukkan identitas mereka bersama kelompoknya sekaligus belajar dari masyarakat kota itu sendiri. Kegiatan berkumpul yang dilakukan pada suatu ruang publik kota ini disebut sebagai kegiatan hang out. Umumnya kegiatan hang out ini dilakukan dengan disertai pengekspresian semangat dan ciri budaya populer melalui kegiatan atau ciri yang ditampilkan oleh mereka.
Ruang publik kota yang digunakan dalam melakukan kegiatan hang out mempunyai karakteristik tertentu yang berhubungan dengan kondisi fisik, psikologis dan sosial mereka sebagai remaja. Karakteristik tersebut bisa diklasifikasikan berdasarkan empat aspek, yaitu: aspek ukuran, batas, aksesibilitas dan lokasi, serta dimensi kegiatan. Sebagai studi kasus dilakukan survey untuk menelusuri kondisi pemanfaatan ruang publik terbuka oleh remaja pada tiga ruang publik terbuka di Jakarta, sebagai salah satu kota besar di Indonesia, yaitu ruang luar GOR Bulungan, Taman Situ Lembang dan Taman Surapati.
Berdasarkan hasil survey dan analisis, ketiga tempat tersebut memiliki karakter serta kondisi pemanfaatan yang berbeda satu sama lain. GOR Bulungan merupakan contoh dari ruang publik yang bisa memfasilitasi remaja dalam berkegiatan hang out sekaligus mengekspresikan budaya populer mereka dalam berbagai aktivitas terutama olahraga dan seni sehingga kondisi pemanfaatannya oleh remaja pun bisa dikatakan bervariasi. Sedangkan pada Taman Surapati, sesuai dengan sifatnya sebagai one dimensional space, sangat sedikit dikunjungi. Kondisi yang bertentangan terlihat pada Taman Situ Lembang sebagai one dimensional space yang tidak sesuai dengan karakteristik ruang publik bagi remaja, tetapi justru pada kenyataannya tempat ini ramai dikunjungi oleh kelompok-kelompok remaja.
Dari kondisi yang terjadi pada beberapa ruang publik di Jakarta sehubungan dengan pemanfaatannya oleh remaja, dapat disimpulkan bahwa tidak semua karakteristik dari suatu ruang publik kota bagi remaja mutlak harus dipenuhi supaya menjadi area publik yang ramai oleh remaja.

Teenagers have tendency to crowd around their peer groups during their leisure time. Groups of teenagers who crowd in the city have purpose to meet other peer groups and wide society so they can show their group identity and also learn from the society itself. This kind of gathering activity takes place in the city public space and is called hang out. Generally, in this hang out activity, teenagers do not only gathered, but also express themselves by doing the activity and showing the feature of popular culture.
The city public space that is used by teenagers has several characteristics due to the teenager's physical, psychological and social condition. As a case study, surveys are done to three public spaces in the city of Jakarta, which are outdoor space of GOR Bulungan, Taman Situ Lembang and Taman Surapati.
Based on the surveys and analysis, these three public spaces have different characters and also different condition of the usage by the teenagers. Outdoor space of GOR Bulungan is one example of public space that can facilitate teenagers in hang out activities and the expression of popular culture, especially sport and art, all at once. Meanwhile, Taman Surapati as a one dimensional space, is less visited by the teenagers. In contradiction, Taman Situ Lembang, as a one dimensional space that is not suitable for the characteristic of public space for teenagers, is visited by many of groups of teenagers.
From these conditions, we can conclude that in Jakarta, public space doesn't have to fulfill all of the characteristics of suitable public space for teenagers in order to be a teenager's place for hang out.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Nurul Aini
"ABSTRAK
Kota Tanjungpinang adalah kota pesisir yang terletak di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau yang mengalami fenomena pertambahan penduduk setiap tahunnya yang memicu peningkatan konversi lahan menjadi kawasan terbangun dan penggunaan transportasi. Peningkatan penggunaan transportasi diduga meningkatkan konsentrasi CO2 di udara dan turut meningkatkan suhu udara. Tingginya konsentrasi CO2 di udara dapat diturunkan melalui penyerapan CO2 oleh tumbuhan agar suhu udara kembali normal. Hanya saja, tidak semua jenis tumbuhan dapat menyerap CO2 yang sama banyaknya sehingga perlu memilih jenis tumbuhan penyerap CO2 terbanyak berdasarkan nilai serapan CO2 oleh masing-masing jenis tumbuhan per satuan waktu tertentu yang diestimasi dari volume pohon yang berkaitan dengan ukuran diameter pohon. Hasil riset menunjukkan bahwa vegetasi Taman Pamedan Ahmad Yani dengan variasi ukuran diameter antara 30-185 cm dapat menyerap CO2 yang lebih banyak (391,9 ton/menit/ha) dibandingkan vegetasi Taman Laman Boenda dengan variasi ukuran diameter antara 20-117 cm (22,47 ton C/menit/ha). Walau begitu, serapan CO2 oleh tumbuhan memberikan pengaruh sangat kecil bagi penyejukan udara. Pengembangan tumbuhan berdaun tipis yang berukuran kecil perlu dilakukan karena kondisi fisik tumbuhan tersebut memiliki kemampuan penyejukan udara yang lebih baik.

ABSTRACT
Tanjungpinang is a coastal city in Bintan Island, Riau Island Province that experiences population growth phenomenon each year that raises land conversion activity into built areas and the transportation usage among city inhabitant. The raising of transportation usage was assumed to be the driving factor of high air temperature within city area and needs to be tackled by absorbing CO2 to reduce its concentration in the atmosphere and normalize air temperature. Unfortunately, the CO2 absorption capability of each species is varied, so it is necessary to select some species with the capability of absorbing much CO2 per specific time by estimating the trees volume. The findings indicate that vegetation within Pamedan Ahmad Yani Park (30-185 cm dbh) could absorb much CO2 (391,9 ton/minute/ha) than vegetation within Laman Boenda Park (22,47 ton C/minute/ha). Nevertheless, CO2 absorption by plants provides minor effect on cooling effect. Expanding plantation cover with thin-small sized plants leaves is highly recommend to be employed immediately because it has the better capability of cooling down the air temperature."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Kajian Ilmu Lingkungan, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Widyasrini
"Skripsi ini membahas bagaimana terbentuknya aktivitas ruang terbuka publik atau 'ruang peristiwa' pada koridor distro dan gerai makan di Jalan Tebet Utara Dalam, serta dampaknya terhadap aktivitas pengunjung di jalan tersebut. Skripsi ini merupakan studi kasus dengan pengamatan langsung pada Jalan Tebet Utara Dalam yang terbagi atas lima area pengamatan, dengan rentang waktu pengamatan antara jam 16.00 hingga jam 22.00.
Hasil pembahasan menyarankan perlu adanya ruang terencana dalam pembentukan ruang peristiwa yang baik, sehingga mampu mewadahi aktivitas di dalamnya serta tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan di sekitarnya; pemilihan lokasi untuk ruang peristiwa sebaiknya terjadi pada ruang yang belum digunakan dan berpotensi; serta perlu adanya sarana dan prasarana yang memadai berupa peraturan yang jelas bagi para pihak yang terlibat dengan terbentuknya ruang peristiwa.

The focus of this study is to analyze the formation of activities in public open space mentioned as 'happening space' within distribution outlet and food station corridor of Tebet Utara Dalam street, and the effect of the formation towards visitor activities in that place. This is a study of case that is done by doing an observation at Tebet Utara Dalam street which is divided into five areas with the stretches of time between 4 to 10 p.m..
The researcher suggests that a planned space is needed to form a good happening space so that it could provide a place for the activities and doesn't give bad effect to the environment; the selection of location for happening space should be in unused space and potential; and also it needs sufficient infrastructure, such as clear regulation for all persons who get in charge for the hapenning space formation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1149
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Izzatunnisa
"Fenomena privatisasi ruang publik merupakan topik yang banyak menimbulkan diskusi dan perdebatan dalam literatur. Melalui kajian literatur dan pengamatan, tulisan bertujuan untuk menemukan titik temu dalam mengidentifikasi privatisasi ruang publik dari sudut pandang/persepsi pengguna sebagai aktor terpenting. Aksesibilitas sebagai fitur utama dari ruang publik memiliki keterhubungan dengan elemen pembatas, baik fisik maupun non fisik. Tulisan ini mempertanyakan lebih jauh mengenai apa peran elemen pembatas fisik pada persepsi privatisasi pengguna terhadap ruang publik? Dari hasil studi, ditemukan kesimpulan bahwa penggunaan elemen pembatas fisik menyebabkan penurunan terhadap aksesibilitas fisik ruang publik namun kurang signifikan terhadap penurunan aksesibilitas secara persepsi. Selain itu, keberadaan elemen pembatas fisik didukung oleh penerapan elemen pembatas non fisik dalam menjaga keamanan/membatasi ruang publik. Melalui temuan ini, diharapkan pandangan negatif mengenai penggunaan elemen pembatas fisik pada ruang publik di perkotaan dapat dikaji kembali dalam diskursus di bidang perancangan perkotaan.

The phenomenon of privatization of public space is a topic that creates a lot of discussion and debate in literature. Through literature study and observation, this writing aims to find the middle ground in order to identify privatization from the user's perception as the most important actor in public space. Accessibility as the main feature of public space related to boundary elements, physical or non physical. This writing asks further about what is the role of physical boundary elements in user’s perception of the privatization of public space? From this study, it finds that the use of physical boundary elements causes degradation of physical accessibility but less significance in perception of accessibility. Also, the existence of physical boundary elements is usually supported by non physical boundary elements. From these findings, it is hoped that negative views towards the use of physical boundary elements in urban public spaces can be explored again in urban design discourses."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Wulan Febrianto
"Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia tetapi kebutuhan akan rumah tinggal tidak sebanding dengan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan rumah layak huni sehingga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan peningkatan kawasan kumuh khususnya di kota-kota besar. Untuk memeratakan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan yang layak dengan harga terjangkau oleh daya beli masyarakat sekaligus meremajakan permukiman, pemerintah mendorong pembangunan rumah susun-rumah susun murah.
Pemindahan penghuni, dari rumah horizontal yang lebih individu ke rumah susun tentu diikuti permasalahan baru sehingga penghuni harus melakukan penanggulangan (coping) terhadap kondisi baru tersebut. Dalam disiplin ilmu Psikologi Lingkungan dikenal dua jenis coping, yaitu adaptasi (penyesuaian diri terhadap lingkungan) dan adjustment (penyesuaian keadaan lingkungan terhadap kondisi individu). Adjusment perlu dilakukan oleh penghuni terhadap keterbatasan ruang hunian karena melalui adaptasi saja tidak mungkin dapat menyelaraskan keterbatasan dimensi satuan rumah susun (unit) dengan kebutuhan ideal penghuninya, berupa tuntutan privacy, ruang pribadi dan teritorialitas. Tetapi ternyata adjustment yang dilakukan penghuni, membuat lingkungan menjadi tidak teratur dan kumuh kembali. Karena dilakukan dengan mengambil ruang publik, yang mengakibatkan rusak dan hilangnya ruang-ruang hijau permukiman dan ruang publik lainnya sehingga tidak dapat diakses oleh publik. Karena itu perlu diketahui karakteristik penghuni dan karakteristik hunian yang ada hubungannya dengan adjustment penghuni terhadap ruang publik. Karakteristik penghuni yang dimaksud adalah jumlah penghuni, usia penghuni. struktur keluarga, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengeluaran keluarga. Sedangkan yang dimaksud dengan karakteristik hunian adaiah tipe unit, posisi lantai dan posisi unit pada bangunan. Selain itu juga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola adjustment terhadap ruang publik yang berlangsung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data, dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi untuk melengkapi data-data tersebut. Desain penelitian adalah deskriptif, dengan teknik pengambilan sampel Stratified Random Sampling. Populasi penelitian adaiah penghuni yang bukan penyewa sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 70 responden atau 20% dari populasi, dan disebarkan pada seluruh blok yang ada di RSKK (8 blok).
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapat hasil penelitian berupa karakteristik penghuni yang ada hubungannya dengan adjustment penghuni terhadap ruang publik adalah jumlah penghuni dan struktur keluarga. Sedangkan karakteristik hunian, seluruh sub variabelnya ada hubungan dengan adjustment terhadap ruang publik, yaitu tipe unit, posisi lantai dan posisi unit pada bangunan. Jadi adjustment terhadap ruang publik lebih didorong oleh kesempatan dan potensi tata letak hunian terhadap blok RSKK.
Penelitian ini juga menghasilkan gambaran pola adjustment yang ada terentang antara bentuk melakukan adjustment terhadap ruang publik dan mampu beradaptasi (maladjustment -- well adaptive), tidak melakukan adjustment tetapi mampu beradaptasi (well adjustment - well adaptive), dan melakukan adjustment terhadap ruang publik tetapi tidak beradaptasi (maladjustment-maladaptive).
Jika adjustment tidak diredam dapat mendorong terjadinya konflik sosial berupa perebutan lahan dan terjadinya kekumuhan kembali di wilayah tersebut karena itu perlu diatur mengenai jumlah anggota keluarga dan struktur keluarga yang disesuaikan dengan luas unit, penegakan peraturan mengenai pemanfaatan ruang publik untuk kepentingan bersama jika perlu meremajakan kembali RSKK. Usulan bagi pihak yang terkait dengan rumah susun adalah, sebaiknya unit rumah susun tidak diperjualbelikan melainkan disewakan, sosialisasi kepada para calon penghuni mengenai seluk beluk kehidupan di rumah susun. Usulan dalam mendesain rumah susun selanjutnya adalah, sirkulasi vertikal (tangga) sebaiknya diletakkan di ujung bangunan, hal ini untuk mencegah pengambilan ruang publik di area tersebut, dan lantai dasar digunakan seluruhnya untuk kepentingan umum.
Sebagai bahan diskusi, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai persepsi penghuni terhadap ruang publik yang dikaitkan dengan kondisi hunian mereka sebelum tinggal di rumah susun. Hal ini untuk mempelajari lebih dalam lagi hal-hal yang mendorong mereka mengambil ruang publik. Sehingga diperoleh gambaran yang lebih akurat tentang pengalaman ruang penghuni sebelum menghuni rumah susun.

Housing is the very basic need of people's living necessity; although such need does not necessarily on the same wavelength with their purchasing power, and because of this reason, there has been diminishing quality on public space an ever-increasing worrying growth of slums on almost every corner of the city. To provide and accommodate this particular need of affordable housing and to rejuvenate public residences, the government has set in motion the concept of vertical housing.
The allocation of tenants from a more individual horizontal housing will probably generate new problems as well, which requires new tenants to perform coping to new living conditions. Environmental Psychology recognize 2 categories of coping, which is adapting (individual to environment); and adjustment (modification of environment to individual condition). Adjustment is required to be acted upon by the tenants towards their living space, since adapting alone will not be suffice to harmonize the space limitation in the architectural design of the Vertical Housing Unit to match their ideal living space (such as privacy and territory). The physical alterations done by the tenants prove to have significant consequence to the disorganizing of the environment mentioned above. This occurred due to the adapting and adjusting process usually claims the public space. Therefore, this has cause the loss and diminishing of green area and makes some public space inaccessible.
Therefore, the characters of tenant and housing play major role in the tenants' adjustment on public space. Tenant's characters comprises: the number of family member, age, family structure, genders, education level, expenses. In contrast, housing characters are: unit type, floor position and unit position in the building. The research is conducted to explore the pattern of ongoing adjustment on public space.
The method used in this research is: the quantitative and qualitative method, and also descriptive research design. Data collection is acquired from the utilization of 70 questionnaires, interviews and observation. In which the data obtained is processed using the SPSS 14 analysis program for windows.
Base on analysis results and discussions, the research provide evidence that the number of family members and family structure are the tenant's characters which have direct correlation to tenant's adjustment on public space. While the housing character with all its sub variables that provide direct correlation to the adjustment on public space are: unit type, floor position and unit position in the building. Accordingly, adjustment on public space is driven by the opportunity on the housing design potentials on RSKK block.
This research also provide a clear picture on adjustment pattern that stretched into form of maladjustment - well adaptive, well adjustment - well adaptive, and maladjustment maladaptive. If these adjustments are not restrained, it will generate social conflict such as space dispute and the forming of slums on the area. Therefore, reorganization on the number of family members and family structure is required, which will adjust to the unit size and regulation enforcement on the utilization of public space based on common interest, and also to rejuvenate RSKK. The application of this idea is: to rent the unit instead of selling it. Impose the living rules and customs to new tenants. Next is the proposed ideas on design are: vertical circulation (stairs) are better to be positioned on every corner of the building, hopefully this will help prevent public space invasion on the area, and that ground floor are to be put to better use for public affairs.
For discussion matters, it is necessary to have further research on tenant's perception on public space relevantly to their pre-living conditions. This way, we will be able to delve deep on the things that encourage them to invade public spaces. Therefore, we will have clearer understanding and more accurate picture on the tenant's space experience before living in RSKK.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Isnaini
"Disertasi ini merupakan sebuah studi mengenai representasi relasi kekuasaan yang bertitik tolak dari telaah tata ruang publik kota dalam membentuk identitas sebuah kota. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif eksplanatif dengan menggunakan metode penelitian semiotika sosial. Dengan mengacu pada konsep Representasi dari Stuart Hall dan Episteme dari Foucault, secara umum dapat disimpulkan dua hal penting dalam penelitian ini. Pertama, Alun-alun Kota Tuban adalah sebuah representasi identitas Kota Tuban sebagai kota yang religius dan multikultural. Kedua, perubahan bentuk arsitektur serta lokasi bangunan menandakan bergesernya rezim kepenguasaan yang terjadi dalam konteks wilayah Alun-alun Kota Tuban Kontemporer. Transformasi episteme berupa relasi kuasa tergambar jelas pada kompleks Alun-alun Kota Tuban kontemporer yang menunjukkan dominasi kontrol yang dimiliki oleh diskursus-diskursus tertentu yang dalam konteks penelitian ini berwujud diskursus Islam, Globalisasi, Kapitalisme dan Postkolonialisme, dengan ideologi dominan yang muncul adalah kapitalisme dan postkolonialisme.
Implikasi teoritis penelitian ini menunjukkan, khususnya dalam kaitannya dengan pilihan identitas Kota Tuban, Hall tidak menjelaskan bahwa sebetulnya faktor ekonomi pun berperan terhadap konstruksi akan identitas sekaligus pilihan identitas pada suatu kota baik langsung atau tidak langsung, sama seperti Theodore Adorno yang tidak menyinggung faktor komodifikasi dapat berperan terhadap konstruksi akan identitas. Selain itu, ketika budaya menjadi basis dalam perekonomian kota, maka dalam perekonomian simbolis terjadi reduksi dalam pemaknaan budaya. Budaya yang didefinisikan sebagai shared of meaning dibatasi maknanya sebagai semua image dan simbol yang marketable yang mampu untuk mendorong konsumsi.

This dissertation explores how power relations represented in urban planning of public spaces form the identity of a city. This is a qualitative research study using an explanatory social semiotics method. With reference to the concept of representation by Stuart Hall and Foucault's perspectives on episteme, there are two important things can be concluded from this study. First, Alun-alun Kota Tuban (Tuban's City Square) is a representation of the city's religious and multicultural identities. Second, the changes on architectural landscapes and building sites signify the shift of the regime that has take a place within the context of Contemporary Tuban's City Square. The transformation of power relations episteme is clearly illustrated in the Tuban's Contemporary City Square complex which shows the dominance of control possessed by certain discourses such as Islamic Globalization, Capitalism and Post colonialism discourses, whereas the dominant ideologies that emerge in those discourses are capitalism and post colonialism.
The theoretical implication of this study suggests that, particularly in relation to the selected Tuban's identity, Stuart Hall and Theodore Adorno did not explain that in fact, economic factors also contribute to the construction of identity. In other words, in order to understand the way in which the city's identity is formed we should consider commoditization as a contributing factor to the construction of identity. Furthermore, when culture becomes merely a part of the city's economy or a form of symbolic economy, it reduces the profound meaning of culture making. Culture, which is defined as shared of meaning, has limited meaning as all images and marketable symbols that support people's mode of consumption.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husin
"Untuk menunjang keberlangsungan kehidupan di kota metropolitan, Pemerintah Daerah Khusus lbukota (DKI) Jakarta telah melaksanakan pembangunan di berbagai sektor. Mengingat kondisi dan kawasan yang dimiliki DKI Jakarta maka pembangunan yang dilaksanakan sangatlah kompleks.
Pesatnya pertumbuhan penduduk selain menyebabkan kebutuhan akan ruang sangat tinggi juga menjadikan pembangunan fisik kota tidak terstruktur secara baik sehingga pemanfaatan lahan sebagai sumber daya alam yang terbatas menjadi tidak efisien.
Hal ini juga terjadi pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota Jakarta, tercermin dari banyaknya RTH yang berubah fungsi .menjadi kawasan bentuk lain. RTH mempunyai fungsi yang penting baik bagi lingkungan alam maupun lingkungan buatan dan lingkungan sosial. Pertimbangan dalam penataan dan pengelolaan RTH di kota-kota besar sering kali mempunyai konflik yang tinggi antara upaya pemanfaatan dan kelestarian lingkungannya sehingga diperlukan penataan ruang yang jelas dan terpadu. Dalam pengelolaan RTH sering terjadi tumpang tindih atau konflik antara wewenang dan kepentingan. Konflik wewenang meliputi: perencanaan, pembangunan, pelaksanaan, dan pemeliharaan.

To support the life sustainability in metropolitan city, regional government (pemda) of DKI Jakarta has conducted the development in various sectors. Considering the condition and the area of DKI Jakarta, the development of this region is very complex.
The rapid population growth, besides causing the need of spaces increasing also resulting development of the city is spahaly. So, the land-use as a limited nature resource becomes inefficient.
This is also happened in public space/open space area in Jakarta, which reflected from its functional change which becomes the other form area. The open space area has important functions, for natural environment, urban green space man made environment or cultural environment. Consideration in settlement and management of open space area in big cities frequently has high conflict from the effort of the utility and continuity of the environment. So it is need to have the right and integrated of space management. in management of open space area often happened conflict or overlap between authority and conflict of interest which is caused by the weak of coordination between related institution. Conflict of authority cover: planning, development, and conservancy.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>