Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75761 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ari Wahyudi Hertanto
"Tingkat kecerdasaan suatu bangsa memiliki arti penting dalam pembangunan hukum ataupun penciptaan proses demokratisasi hukum
"
Teropong : Media Hukum dan Keadilan, 2005
TMHK-IV-5-Okt2005-16
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Rosydah Badawy
"Legal assistance to children in Indonesia with references to Indonesian and international laws concerning protection on children's rights; manual for lawyers."
Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2006
345.081 ENN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nesita Anggraini
"ABSTRAK
Since the signature of Law 31/2004 about Fishery and its revision through Law 45/2009, Indonesia had established 10 (ten) Fishery Courts. The first five, embedded in the distric courts of North Jakarta, Medan, Pontianak, Bitung, and Tual, were established on 2007; two, embedded in the distric courts of Tanjung Pinang and Ranai, were established on 2010; and the other three, embedded in the distric courts of Ambon, Sorong, and Merauke, were established on 2014. Originally intended to speed up the proceeding of illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing; thes courts where instead considered taking too long to prosecute the perpetrators. As theresult, many illegal vessels were sunked without trial process. Quoting Susi Pudjiastuti Indonesia's current Maritime and Fisheries Minister it was done to cut the decision-making chain. One of the reasons behind this slow process is there are too many institutions involved in its criminal procedure. Therefore, this paper attempts to explain the regulatory framework of Indonesia fishery court including their procedural law and clarify the scope of authority possessed by each institution in charge of criminal procedure investigation, prosecution, and adjudication. Using secondary data (legal materials, books, dictionary, articles from legal journals, etc.), this paper will give light to the shortcomings of current fisherycourt and criminal procedure in Indonesia which can be used as evaluation materials for future revision."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2016
340 UI-JURIS 6:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Arto Koesoemo
"Dalam undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) tersebut diatur bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kelanjutan pokok ini ialah beban pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dipertanggungjawabkan kepada pihak pencemar dan perusak, sehingga sanksi hukum dipertanggungjawabkan kepada pihak yang mencemari dan rnerusak lingkungan hidup.
Perkembangan korporasi di Indonesia dalam waktu singkat menjadi sangat cepat dan pesat karena sifatnya yang sangat ekspansif menjangkau seluruh wilayah bisnis yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dengan subur dan mendatangkan keuntungan. Hal lain ditandai juga dengan peranan oleh pemerintah melalui peraturan-peraturan yang memberikan kemudahan berusaha dan fasilitas lainnya. Korporasi sebagai pelaku kejahatan dan tindak pidana lingkungan hidup sebagai sebuah delik harus dilihat dalam kerangka pembangunan berkesinambungan.
Fungsi dari UUPLH adalah merupakan "payung" (umbrella provision) yang dalam ketentuannya hanya mengatur hal-hal yang pokok saja, maka sebelum ada peraturan pelaksananya sudah barang tentu dalam penerapannya akan menghadapi hambatan. Dalam kasus perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup terdapat kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Di samping itu, pembuktian unsur hubungan kausal merupakan kendala tersendiri. pencemaran lingkungan hidup sering terjadi secara kumulatif, sehingga sulit untuk membuktikan sumber pencemaran, terutama yang bersifat kimiawi. Selain menyediakan alat bukti, penyidik juga harus cermat dalam menentukan tersangkanya yang ternyata sulit untuk menempatkan korporasi sebagai tersangka. Kesulitan ini dirasakan oleh penyidik pada saat menghubungkan antara tindak pidana dengan bukti-bukti yang mengarah pada suatu pelaku tindak pidana yang notabene adalah fiksi hukum.
Pada tingkat penuntutan kesulitan yang dihadapi oleh Penuntut Umum sebagai pihak yang membawa perkara tersebut di muka pengadilan adalah memenuhi persyaratan formil dan materiil KUHAP khususnya Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Apabila ketentuan pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP tersebut tidak dipenuhi maka pada Pasal 143 ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa surat dakwaan tersebut batal demi hukum. Dihubungkan dengan korporasi sebagai pelaku tindak pidana lingkungan hidup, jaksa harus mempertahankan hasil penyidikan yang disertai dengan bukti-bukti kuat yang nantinya bisa membawa pada putusan final hakim yang menyatakan korporasi bersalah.
Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk mengungkapkan kendala-kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam penanganan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi serta untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh Kepolisian dan Kejaksaan dalam penerapan aturan pidana dalam rangka penuntutan terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia. Pada akhir penelitian, penulis mampu untuk menemukan permasalahan-permasalahan pokok yang menjadi penghambat dalam penuntutan korporasi untuk tindak pidana lingkungan hidup."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Arihta
"Kekerasan terhadap anak di dalam keluarga atau rumah tangga pada saat ini di Indonesia merupakan salah satu masalah yang sedang berkembang dan korbannya terus meningkat jumlahnya. Akan tetapi, kasus tersebut seringkali tidak dilaporkan, sehingga menjadi dark number of crime. Dengan terus meningkatnya jumlah anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, maka masalah ini sudah seharusnya penting untuk diperhatikan dan dicari penyelesaiannya. Kekerasan terhadap anak terdiri dari berbagai bentuk, antara lain: kekerasan fisik, kekerasan psikis atau psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Anak merupakan salah satu subjek hukum, jadi kepentingan anak juga diatur, dijamin, dan dilindungi oleh hukum. Oleh karena itu, produk hukum yang ada di Indonesia, seperti: KUHP, UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, juga mengatur mengenai peranan aparat penegak hukum yang ada dalam melindungi anak yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). UU 23 Tahun 2004 ini tidak hanya mengatur secara materiil, tetapi juga mengatur secara formil, bagaimana kewenangan aparat penegak hukum. Yang dimaksud dengan aparat penegak hukum adalah kesatuan terpadu dari lembaga yang berwenang dalam menangani tindak pidana, atau yang biasa disebut dengan Sistem Peradilan Pidana. Sistem Peradilan Pidana tersebut terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Dalam menjalankan tugasnya, aparat penegak hukum mengalami kendala. Hukum dapat berfungsi dengan baik, apabila dapat digunakan dan sesuai dengan aspek sosiologis dalam masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S26311
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S26307
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Wahyu Bintari
"Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis yang hidup di dalam suatu masyarakat, hukum adat memiliki karakteristik tersendiri, setiap ada pelanggaran adat, maka pemulihannya bertujuan untuk menciptakan keharmonisan kembali lingkungan yang telah tercemar karena pelanggaran adat tersebut. Salah satu daerah yang masih memberlakukan hukum adat adalah Bali, ada beberapa kasus dengan nuansa adat di sidang bukan dengan cara persidangan adat. Hal ini membuat aparat penegak hukum harus lebih berhati-hati dalam menerapkan hukum yang dikenakan terhadap terdakwa.
Pada dasarnya pemberlakuan hukum adat masih berdasarkan pada Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, tentang Tindakan-tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil (LN. Tahun 1951 Nomor 9, TLN. Nomor 81). Namun kedepan dalam rangka Pembaharuan hukum pidana Nasional (khususnya dalam pembaharuan hukum pidana materiil) pada Rancangan KUHP telah dimasukkan pengakuan tentang berlakunya hukum adat, yaitu mengenai masalah pemenuhan sanksi pidana adat.
Aparat penegak hukum setuju akan adanya sanksi pemenuhan kewajiban, dengan alasan dengan dilakukannya sanksi adat, maka keharmonisan antara masyarakat telah dapat terpenuhi. Lembaga yang menangani masalah hukum adat adalah sangkepan atau musyawarah adat, sedangkan aparat penegak hukum yang menjalankan kewajibannya dalam suatu Sistem peradilan pidana nasional baru berjalan setelah sangkepan adat dilaksanakan, dan Para pihak menghendaki adanya ketetapan melalui pengadilan negeri. Namun hal ini hanya berlaku untuk masalah yang menyangkut hak individual."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Karisma
"Putusan perdata nomor 918/PDT.G/2016/PN.Jkt.Sel yang menolak gugatan dari penggugat yang dalam gugatannya menyatakan bahwa Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pemblokiran Rekening Efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa keabsahan pemblokiran yang dilakukan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang dijalankan berdasarkan instruksi dari Bareskrim Polri, serta untuk mengkaji bahwa putusan perkara nomor 918/PDT.G/2016/PN.Jkt.Sel yang tidak membatalkan pemblokiran yang dilakukan oleh KSEI apakah termasuk dalam hukum progresif. Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Bareskrim Polri sebagai satuan tingkat Kepolisian yang berada di atas Kepolisian Daerah memiliki wewenang untuk melakukan pemblokiran dilihat dari kedudukannya. Tindakan hakim dalam menolak gugatan dapat dimasukkan sebagai putusan hukum progresif, karena putusan yang diberikan hakim tersebut masuk ke dalam aliran progresif.

The Verdict Number 918/PDT.G/2016/PN.Jkt.Sel which rejects the lawsuit from a related party who in his lawsuit states that the Criminal Investigation Agency of the Indonesian National Police (Bareskrim Polri) does not have authority to block Securities Accounts as referred to in Article 59 paragraph (3) of Law Number 8 Year of 1995 concerning Capital Markets (UUPM). The purpose of this study is to find out and analyze the validity of the blocking carried out by PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, which was carried out based on instructions from the Bareskrim Polri, and to examine whether the decision in the case number 918/PDT .G/2016/PN.Jkt.Sel that does not cancel the blocking carried out by PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, which was carried out based on instructions from the Bareskrim Polri as a progressive legal step. The results of the study show that the Bareskrim Polri, as a Police level unit which is above the Regional Police has the authority to carry out blocking in terms of its position. The judge's action in rejecting the lawsuit can be included as a progressive legal decision, because the decision given by the judge is included in the progressive stream."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rian Mochtar Aziz Thamrin
"Hukum persaingan usaha merupakan kebutuhan fundamental bagi sebuah negara, hal ini karena hukum persaingan usaha adalah norma hukum yang mengatur perilaku pelaku usaha dalam berbisnis di Indonesia. Tentu hukum persaingan usaha tidak dapat berjalan dengan efektif dan efisien tanpa adanya penegak hukum persaingan usaha yang baik dan berpengalaman. Mengingat bahwa institusi penegak hukum persaingan usaha yakni Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan institusi baru dalam tata hukum negara Indonesia, maka pengalaman atas upaya penegakkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha masih diragukan. Hal ini terbukti dengan berbagai macam kasus yang menujukkan bahwa Komisi tersebut masih kurang terampil dalam menjerat pelaku usaha curang dan memberikan sanksi yang tepat kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran atas hukum persaingan usaha. Oleh karena itu, akan sangat baik, bilamana Komsisi Pengawas Persaingan Usaha dapat belajar kepada Institusi Peneggak Hukum Persaingan Usaha yang ada diluar negeri, terutama di negara maju yang telah berpengalaman dalam mengimplemntasikan hukum persaingan usaha di negaranya. Inggris sebagai negara maju yang memiliki hukum persaingan usaha yang baik dan telah menunjuk Institusi Penegak Hukum Persaingan Usaha yang telah memiliki pengalaman semenjak 1960-an, dapat menjadi pedoman bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Apabila ditinjau dari segi hukum acara, tampaknya Komisi Penegak Persaingan Usaha seringkali menemukan kesulitan-kesulitan yang akhirnya menciderai hak-hak pelaku usaha. Adapun cut throat policy yang menjadi kebijakan KPPU merupakan hal yang akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu ada baiknya bilamana KPPU melakukan studi perbandingan dalam hal proses acara hukum persaingan usaha dengan Office of Fair Trading, selaku institusi penegak hukum persaingan usaha Inggris, dalam proses invesigasi (penyelidikan & penyidikan), proses pembuktian dan proses penetapan pemberian hukuman dan sanksi bagi pelaku usaha yang terbukti melanggar hukum persaingan usaha.

Competition Law is an essential legal product for the economic growth of nations, this is due to the fact that competition law is the governing norm in respect to industries and businesses in today?s market. However, a good conceptualize competition law will become invalidated if there is no governing institution which is assigned by the government to protect and implement the competition law. Hence, the need of a good governing institution for the enforcement of competition law is no doubt fundamental to the success of Indonesia?s economic development. Having established its competition law regime in 1999 and in doing so assigning KPPU to watch over the implementation of competition law in Indonesia, Indonesia has reaped many benefits, which includes the steady incline of foreign capitals and investment going to Indonesia in the successive years. However, in respect to KPPU, the governing institution for competition law in Indonesia, its track record in dealing with complex cases in competition law has been under scrutiny by defendants in cases and from academicians believing that the power of implementation measures by the institutions has not been adequately addressed. Thus, in order to better understand competition law and how to implement the best possible policies, KPPU must study from similar institutions abroad, especially, in countries where the competition law regime has been implemented for many years, in this regard the United Kingdom. In doing so KPPU will better understand how to investigate and find evidence that are circumstantial to the case in hand. Not only that, the KPPU must also learn how to implement necessary policies that are suited to the economic and legal needs of Indonesia, in order to create a lasting competition law regime which will increase the welfare of the Indonesian people."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25106
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>