Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50306 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiyanti Tjendera
"Syarat-syarat yuridis, agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit, adalah adanya utang, yang minimal salah satunya sudah jatuh tempo dan bisa ditagih, adanya Debitur, adanya Kreditur yang jumlahnya lebih dari 1 (satu), pernyataan pailitnya diputuskan oleh Pengadilan Niaga, putusan mana dilaksanakan atas dasar permohonan dari Debitur, 1 (satu) atau lebih Kreditur, Jaksa untuk kepentingan umum, Bank Indonesia jika Debiturnya Bank atau Bapepam jika Debiturnya adalah perusahaan Effek. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan memperoleh kesimpulan bahwa ternyata Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998, tentang Kepailitan tersebut telah memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan Kreditur, Debitur dan Masyarakat luas, tetapi Undang-Undang tersebut masih perlu disempurnakan dan dilengkapi lebih lanjut, antara lain, karena dalam Undang-Undang tersebut belum ada ketentuan yang bersifat preventif disertai pengenaan sanksi-sanksi terhadap Kreditur, agar tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, begitu pula perlu diterapkan azas preseden tehadap kasus-kasus yang serupa, berdasarkan yurisprudensi terdahulu, agar Undang-Undang Kepailitan tersebut dapat dijadikan Sarana Hukum untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil dan berimbang."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T16658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Selamat
"Kepailitan sebagai suatu sarana hukum penagihan dan penyelesaian hutang piutang antara kreditur dengan debitur, memberikan keseimbangan hak dan kewajiban serta kedudukan antara debitur dengan kreditur. Kedudukan bank dalam kepailitan dapat bertindak selaku kreditur tidak seimbang dengan kedudukannya selaku debitur. Bank selaku kreditur dapat bertindak sebagai pemohon pailit, sebagai kreditur lain, sebagai Pihak Pemohon Kasasi meskipun tidak merupakan pihak pada tingkat pengadilan niaga. Sedangkan bank dalam kedudukannya selaku debitur tidak dapat dimohonkan pailit secara langsung oleh krediturnya, undang-undang Kepailitan memberikan hak untuk itu, hanya kepada Bank Indonesia. Walaupun undang-undang Kepailitan dan Undang-undang Perbankan sama-sama mengakui bahwa bank dapat dimohonkan oleh krediturnya dan dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang, akan tetapi Bank Indonesia, tidak pernah menggunakan upaya kepailitan terhadap bank dalam penyelesaian kewajiban hutang-piutangnya, melainkan cenderung menerapkan pencabutan izin operasional dan likuidasi bank yang bersangkutan.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif, yaitu putusan-putusan pengadilan mengenai Kepailitan terhadap bank tersebut dianalisis secara mendalam atas peristiwa, fakta-fakta, pertimbangan hukum dan amar putusannya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa debitur yang menjalankan usaha bank dapat dimohonkan pailit oleh pemohonnya dan pengadilan dapat menyatakan bank pailit. Benerapan kepailitan terhadap bank lebih efektif bila dibandingkan dengan penerapan pencabutan izin dan likuidasi bank. Yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitur yang menjalankan usaha bank ke pengadilan, bukan hanya Bank Indonesia raja, melainkan Krediturnya dan Kejaksaan demi kepentingan umum. Dan debitur yang menjalankan usaha bank tidak dapat mengajukan dan memohonkan pailit atas dan terhadap dirinya sendiri. Apabila Bank Indonesia menolak untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Bank dalam penyelesaian kewajiban hutang-piutangnya, maka krediturnya dapat mengajukan permohonanya tersebut secara langsung ke pengadilan yang berwenang atau kreditur mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara terhadap Bank Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Silvia Yoga
"Salah satu paradigma hukum kepailitan adalah adanya nilai keadilan sehingga hukum dapat memberikan tujuan yang sebenarnya yaitu memberikan manfaat, kegunaan, dan kepastian hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, dalam hukum kepailitan di Indonesia tidak dikenal adanya Insolvency Test terhadap permohonan kepailitan Debitor sehingga besarannya aset tidak dipertimbangkan untuk menolak ataupun menerima permohonan kepailitan, maka perusahaan yang masih solven dapat dipailitkan. Selain itu, Indonesia tidak mengenal adanya pembatasan jumlah nominal utang untuk pengajuan pailit, sedangkan Amerika Serikat, Singapura, dan Hongkong telah diatur pembatasan jumlah nilai nominal utang di dalam pengajuan permohonan pailit sehingga dapat melindungi perusahaan yang masih solven dari kepailitan.. Kedua, dari ketiga kasus, yaitu PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Abdi Persada Nusantara, dan PT Telekomunikasi Seluler yang diputus pailit dapat dilihat melalui putusan Pengadilan Niaga bahwa perusahaan yang solven begitu mudahnya dinyatakan pailit berdasarkan ketentuan syarat pailit yang terdapat pada Undang-Undang Kepailitan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas disarankan sebaiknya perancang peraturan perundang-undangan tentang kepailitan sebaiknya memasukkan Insolvency Test sebelum permohonan pailit diperiksa oleh Hakim dan Hakim dalam memutus perkara kepailitan sebaiknya memperhatikan fakta-fakta hukum dari kedua belah pihak, yaitu Pemohon Pailit dan Termohon Pailit agar putusan yang dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak.

One of the bankruptcy legal paradigms is a sense of justice so a law is able to reach its true purpose, that is, providing a benefit, usefulness, and legal certainty. The result of the research showed that, firstly, in an Indonesian bankruptcy law is not known that there is an Insolvency Test towards debitor?s bankruptcy petition so the asset quantity is not considered to reject or to accept a bankruptcy petition; therefore companies which are still solvents can be stated bankrupt. In addition, Indonesia does not recognize any limit of the nominal total of debts for a bankruptcy petition, while in the USA, Singapore, and Hongkong the limit of the nominal total of the debts has been regulated in the bankruptcy petition so this can protect solvent companies from bankruptcy. Secondly, of the three cases, namely, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Abdi Persada Nusantara, and PT Telekomunikasi Seluler which were verdicted bankrupt can be seen through the verdiction of the Trade Court that the solvent companies were so easily stated bankrupt based on the requirements of being bankrupt which exist in the Law of Bankruptcy).
Based on the research results above it is recommended that the lawmakers on bankruptcy should include the Insolvency Test before a bankruptcy petition is investigated by a judge, and the judge in verdicting a bankruptcy case should take into account of the legal facts of both parties, that is, the creditor as the party that states a company is bankrupt and the debitor as the party whose company needs to be stated bankrupt in order that the verdiction made is able to fulfill a sense of justice among different parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernandez
"Utang pajak memiliki keistimewaan yang membedakannya dengan utang niaga. Dimana utang pajak memiliki Hak Istimewa yang pemenuhannya didahulukan di atas pemenuhan pembayaran utang lainnya. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan utang pajak dalam perkara kepailitan dan bagaimana seharusnya penyelesaian utang pajak atas perusahaan yang pailit. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan peraturan di bidang perpajakan dan peraturan di bidang kepailitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan utang pajak yang memiliki hak mendahulu pada pelunasan utang pajak atas perusahaan yang pailit. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini juga menjelaskan pengaturan utang pajak atas kepailitan yang diterapkan di Jepang dan Singapura. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kitab undang-undang hukum perdata, undang-undang perpajakan, dan undang-undang kepailitan, utang pajak harus didahulukan karena memiliki hak mendahulu dan penyelesaiannya tunduk dengan yang diatur dalam undang-undang perpajakan.

Tax debt has specialties that make it different with commercial debt. Tax debt contains privilege to be fulfilled first than other debts. The main issues that would be discussed in this writing are about the position of tax debt in insolvency case and how it supposed to be settlement by the law. The issues would be analyzed with tax regulations and bankruptcy regulations. The purpose of this research is to know about tax debt position that has privilege in winding up process. Research method that is being used is juridical normative method, which means the research is based on regulation and library research that used secondary data. This research also explain the position of tax claims in Japan and Singapore. Based on the research of civil law, tax regulations, and bankruptcy regulations, tax debt must be fulfilled first because his privilege and winding up procedures based on process in tax regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Calvin Nathanael
"Tulisan ini membahas tentang kepailitan BUMN menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Untuk memahami cara mengajukan pailit pada BUMN di Indonesia, syarat permohonan pailit, jenis-jenis BUMN, karakteristik BUMN dan pihak-pihak yang dapat mengajukan pailit berdasarkan UU KPKPU juga dibahas. Tulisan ini ditulis dengan menggunakan metode penulisan hukum normatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis. Selanjutnya, temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa, kreditor selain Menteri Keuangan berdasarkan Pasal 2 ayat (5) UU BUMN, jika BUMN berbentuk perseroan terbatas, dapat langsung mengajukan kepailitan. Penelitian ini diharapkan mampu memberi jawaban mengenai kepailitan pada BUMN berdasarkan UU KPKPU.

This thesis discusses the bankruptcy of BUMN according to Law no. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. To understand how to file for bankruptcy with BUMN in Indonesia, the requirements for bankruptcy applications, types of SOEs, characteristics of BUMN and parties who can file for bankruptcy under the KPKPU Law are also discussed. This paper was written using the normative legal writing method to produce analytical descriptive data. Furthermore, the findings of this study conclude that creditors other than the Minister of Finance based on Article 2 paragraph (5) of the BUMN Law, if the BUMN is in the form of a limited liability company, can immediately file for bankruptcy. This research is expected to be able to provide answers regarding the bankruptcy of BUMN based on the KPKPU Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Asterea
"Utang pajak memiliki keistimewaan yang membedakannya dengan utang niaga. Dimana utang pajak memiliki Hak Istimewa yang pemenuhannya didahulukan diatas pemenuhan pembayaran utang lainnya. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan utang pajak dalam perkara kepailitan, dan perjanjian perdamaian dalam perkara PKPU yang berhadapan dengan utang pajak. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan peraturan perpajakan dan peraturan kepailitan dan PKPU.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan pajak yang memiliki Hak Mendahulu pada pelunasan utang pajak perusahaan yang dalam proses PKPU. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini juga membahas permasalahan penagihan utang pajak pada kasus PT Inti Mutiara Kimindo dengan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Petamburan c.q. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Departemen Keuangan yang berawal dari tunggakan pajak pada tahun 2000 atas nama PT IMK. Salah satu kreditor PT IMK mengajukan permohonan pailit dengan hasil akhir putusan perjanjian perdamaian melalui proses PKPU yang saah satu isinya menyatakan bahwa utang pajak telah lunas. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam hukum pajak, hukum kepailitan dan hukum perdata, penagihan utang pajak harus didahulukan karena memiliki Hak Mendahulu dalam penyelesaiannya. Namun dalam kasus ini DJP dapat diikutsertakan dalam Perjanjian Perdamaian karena jangka waktu Hak Mendahuluinya telah terlampaui.

Tax debt has specialties that make it different with commercial debt. Tax debt contains privilege to be fulfilled first than other debts. The main issues that would be discussed in this writing are about the position of tax debt in insolvency case and peace agreement in Suspension of Payment case in relation with tax debt. The issues would be analyzed with tax regulations, bankruptcy law, and Suspension of Payment regulations.
The purpose of this research is to know about tax position that has privilege on tax debt settlement that in Suspension of Payment process. Research method that is being used is juridical normative method, which means the research is based on regulation and library research that used secondary data. This research also discusses tax debt collection problem on case between PT Inti Mutiara Kimindo with Tax Office Petamburan eq. Directorate General of Tax Department of Finance that begins by insolvent tax debt of PT Intl Mutiara Kimindo on the year 2000. One of PT Inti Mutiara Kimindo creditor submit insolvency application with the final result of peace agreement through Suspension of Payment process which one of the content is that the tax debt is already been paid. Based on the regulation from tax law, bankruptcy law and civil law, tax debt collection has been given priority because it has privilege on the settlement. But in this case Directorate General of Tax can be involved in the peace agreement because the privilege period is already expired.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Gandakusuma
"Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam kepailitan, dengan studi kasus permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure. Dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) telah diatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Apakah putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure karena perbedaan jumlah utang telah sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU?; 2. Bagaimana penerapan prinsip utang dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure ditinjau dari pembuktian sederhana? Berdasarkan kasus yang dianalisis, pada akhirnya penulis memperoleh kesimpulan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure tidak sesuai dengan UUK-PKPU.

The focus of this thesis is on the summary proof in bankruptcy, with a case study the petition for a declaration of bankruptcy towards of PT. Multi Structure. In Law Number 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts (UUK-PKPU) in article 8 paragraph 4 has been regulated that the petition for declaration of bankruptcy shall be granted if there are facts or circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of bankruptcy as reffered in article 2 paragraph 1 have been met. This research is a normative juridical with a descriptive tipology. Based on the problems, the writer proposed the main issues, which are: 1. Are whether the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi Structure because differences in the amount of debt in accordance with article 8 paragraph 4 UUK-PKPU?; 2. How the application of debt principle in the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi Structure in terms of summary proof? Eventually, the writer came to the conclusion that the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of"
2016
S62734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Gandakusuma
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam kepailitan, dengan
studi kasus permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure. Dalam
Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) telah diatur bahwa
permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Penelitian ini
berbentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1.
Apakah putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak
permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure karena perbedaan jumlah utang
telah sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU?; 2. Bagaimana penerapan
prinsip utang dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang
menolak permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure ditinjau dari
pembuktian sederhana? Berdasarkan kasus yang dianalisis, pada akhirnya penulis
memperoleh kesimpulan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure
tidak sesuai dengan UUK-PKPU

ABSTRACT
The focus of this thesis is on the summary proof in bankruptcy, with a case study
the petition for a declaration of bankruptcy towards of PT. Multi Structure. In
Law Number 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Obligation for
Payment of Debts (UUK-PKPU) in article 8 paragraph 4 has been regulated that
the petition for declaration of bankruptcy shall be granted if there are facts or
circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of
bankruptcy as reffered in article 2 paragraph 1 have been met. This research is a
normative juridical with a descriptive tipology. Based on the problems, the writer
proposed the main issues, which are: 1. Are whether the decision of the Judges of
the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of
bankruptcy towards PT. Multi Structure because differences in the amount of debt
in accordance with article 8 paragraph 4 UUK-PKPU?; 2. How the application of
debt principle in the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial
Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi
Structure in terms of summary proof? Eventually, the writer came to the
conclusion that the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial
Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi
Structure has not in accordance with UUK-PKPU"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rusmy Mustari
"Skripsi ini membahas mengenai insolvensi sebagai syarat pengajuan kepailitan. Dalam hukum kepailitan debitor dapat dimohonkan pernyataan pailit apabila debitor tersebut sudah dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar utang). Keadaan insolven adalah keadaan dimana aset yang dimiliki oleh debitor sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban membayar utang. Syarat Kepailitan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU hanya mensyaratkan terdapatnya lebih dari dua kreditor dan utang yang jatuh tempo tanpa syarat insolvensi. Hal tersebut menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia yang masih solven dipailitkan seperti yang terjadi pada PT. Telkomsel dan PT. AJMI. Pengaturan tersebut jelas berbeda apabila dibandingkan dengan pengaturan kepailitan yang diterapkan di Amerika Serikat, Jepang, dan Belanda. Ketiga negara tersebut mengatur syarat keadaan tidak mampu membayar utang sebagai syarat permohonan pailit. Insolvensi tes merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh pernyataan apakah debitur dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya lagi.

This Thesis is aimed to explain insolvency as a the terms of bankruptcy. Debtor could be filed for a petition of bankruptcy if the debtor is already insolvent (unable to pay the debt). Insolvent is a condition where the assets owned by the debtor are not sufficient to meet the obligation to pay the debt. Terms of bankruptcy stated in Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment only requires more than two creditors and the debt maturity without the insolvency condition. It causes many companies in Indonesia which are still solvent are being bankrupt as in PT. Telkomsel and PT. AJMI. The regulation is clearly different if it is compared with bankruptcy arrangements applied in the United States, Japan, and the Netherlands. The three countries set the term ?unable to pay the debt? as a condition for bankruptcy. Insolvency test is a method used to obtain the statement of whether the debtor is unable to pay its debts again.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alphasiddha Yuliantana
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tinjauan hukum atas penggunaan Sistem Informasi Debitur
Bank Indonesia (SID-BI) oleh Perusahaan Pembiayaan guna pengajuan
kepailitan terhadap debiturnya. Konteks penggunaan SID-BI ini adalah guna
menunjang pemenuhan atas syarat Concursus Creditorium dalam kepailitan
ditengah kendala yang mungkin timbul dalam pemenuhannya. Sebagaimana
terkandung dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa setiap
pengajuan kepailitan harus memenuhi syarat adanya “kreditur lain” yang
kemudian dikenal dengan istilah Concursus Creditorium sebagai syarat pertama
dan utama dalam pengajuan kepailitan. Sebagaimana halnya dengan pranata
kepailitan yang menawarkan terobosan hukum dengan adanya efisiensi waktu
dalam hal jangka waktu pemeriksaan perkara dan upaya hukum yang
diperkenankan, penggunaan SID-BI juga menawarkan efisiensi guna pemenuhan
syarat Concursus Creditorium ditengah minimnya dukungan dari kreditur lain
dikarenakan adanya perbedaan ataupun benturan kepentingan diantara pada
kreditur terhadap debiturnya tersebut sebagaimana yang terjadi dalam perkara
Perkara No. 389 K/Pdt.Sus/2010 Juncto No. 04/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Penulisan tesis ini merupakan penelitian doktrinal sebagai bagian dari metode
penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dengan
menggunakan pendekatan studi kasus (case study). Berdasarkan hasil penelitian
ini diketahui bahwa SID-BI dapat digunakan sebagai sarana pemenuhan syarat
Concursus Creditorium dalam kepailitan. Hal ini dikarenakan informasi dan/atau
data yang termuat dalam SID-BI tidak dapat dikategorikan sebagai Rahasia
Bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, oleh karenanya tidak ada kepentingan debitur yang dirugikan
sehubungan penggunaannya untuk kepentingan kreditur mengingat informasi
dan/atau data yang tertuang dalam SID-BI bukan mengenai simpanan dana
nasabah. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik juga menegaskan diperkenankannya penggunaan informasi
dan/atau data elektronik guna proses pembuktian dalam pemeriksaan perkara di
persidangan.

ABSTRACT
This Thesis written, overview the legal aspect concerning the use of Bank of
Indonesia Credit Information System (SID-BI) by finance company to filed
bankruptcy againts its debtor. The context of using the SID-BI is to fulfill the
terms and condition of Concursus Creditorium on bankruptcy lawsuit in order to
eliminate obstacle which may arise. As contain under the Law Number 37 year
2004 concerning Bankruptcy and debt restructuring, that every Bankruptcy filed
should fullfil the terms of “other creditor” which commonly known as
Concursus Creditorium as the first and main terms on bankruptcy lawsuit.
Bankruptcy norm offers legal breakthrough concerning time eficiency on court
hearing process and procedure allowed. As well as using Bankruptcy norm as a
tool for settle dispute, using SID-BI also offer efficiency in order to fulfill the
terms of Concursus Creditorium in the lack of support from other creditor
caused by conflict of interest among the creditors as happened on case No.: 389
K/Pdt.Sus/2010 Jo. No. 04/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst. This Thesis written is a
doctrinal research as juridical norm methode based on secondary data by using
case study approach. Based on this research know that SID-BI are possible to
use on court to fulfill the Concursus Creditorium term under the bankruptcy
Law because the information or data contain on SID-BI are unable to categorize
as bank secrecy as mentioned under Law Number 7 year 1992 as amended by
the Law Number 10 year 1998 Concerning Banking, further than, there is no
debtor interest which will be harmed with reference of the use of SID-BI for the
interest of its creditor.Under the Law Number 11 year 2008 Concerning
electronic information & Transaction, has been declared that all electronic
information or electronic data are allowed to be used as evidence in court
hearing process."
Universitas Indonesia, 2013
T35403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>