Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Rahayu Eka Setyowati
"Komisi Banding Paten adalah badan khusus yang independen dan berada di lingkungan departemen yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual. Komisi ini bertugas menerima, memeriksa, dan memutus permohonan banding terhadap keputusan penolakan permohonan Paten oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang didasarkan pada hal-hal yang bersifat substantif. Untuk melaksanakan tugasnya ini, Komisi Banding menyelenggarakan fungsi pengadministrasian, pemeriksaan, pengkajian, penilaian, dan penganalisisan, serta pemberian keputusan terhadap permahonan banding. Obyek sengketa dalam permohonan banding paten ini adalah Surat Keputusan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang menolak suatu permohonan paten karena tidak memenuhi persyaratan substantif. Di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Hak Kekayaan lntelektual sebelum masuk ke Pengadilan Niaga, si pemohon wajib untuk melakukan banding terlebih dahulu kepada sebuah Komisi Banding, dalam hal ini Komisi Banding Paten. Walaupun bukan merupakan kompetensi dari PTUN, namun secara teoritis masih merupakan bidang Hukum Administrasi Negara. Permohonan banding seperti ini menurut Hukum Administrasi Negara dapat digolongkan sebagai Upaya Administratif yang disediakan bagi pemohon untuk memperjuangkan haknya. Dalam literatur hukum administrasi dikenal dengan istilah peradilan administrasi semu. Institusi Komisi Banding Paten dapat dikategorikan sebagai institusi peradilan semu, karena ia melaksanakan fungsi peradilan sesungguhnya, namun anggota-anggotanya tidak berkedudukan sebagai hakim. Selain itu, institusi Komisi Banding Paten bukan termasuk institusi peradilan sesungguhnya yang memegang kekuasaan kehakiman. Pengertian peradilan disini tidak semata-mata dilihat dari sesuatu yang bertalian dengan hal memberikan keadilan. Dengan demikian, jika upaya administratif mampu untuk memberikan keadilan kepada pencari keadilan, maka substansi fungsinya akan sama dengan pengadilan. Secara fungsional, Komisi Banding dapat dianggap sebagai salah satu bentuk pengawasan terhadap keputusan-keputusan Ditjen HKI."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Merly Aprilita Matusin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20307
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Auda
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S20864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S35362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Pirngadie
Jakarta: N.V. Endang, 1958
355 RUD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Effendi M.Zein, H.Satria
Jakarta: Panitia Seminar Nasional Pradigna, 1999
347.01 Eff y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Sri Kamaratih
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
S2447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Kadarmo
"Dengan semakin majunya ilmu dan teknologi di dunia di segala aspek kehidupan turut memberikan konsekuensi semakin majunya ilmu kedokteran yang ada di dunia. limu Kedokteran Forensik adalah salah satu dari ilmu kedokteran tersebut. Adapun Ilmu Kedokteran Forensik terdefinisikan sebagai salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran dan bermanfaat untuk membantu penegakkan hukum dan masalah-masalah hukum. Pada mulanya ilmu kedokteran forensik hanya diperuntukkan bagi kepentingan peradilan, namun perkembangan jaman mengakibatkan pemanfaatannya juga di bidang-bidang yang bukan peradilan.
Pada masyarakat kita, pemanfaatan ilmu kedokteran forensik Iebih banyak dikenal dalam pelayanan pembuatan visum et repertum yakni melalui pemeriksaan mayat atau bedah mayat. Meskipun sebenarnya masih banyak pelayanan yang bisa diberikan dari ilmu kedokteran forensik, seperti pemeriksaan korban perkosaan, pencabulan, paternitas dan lain sebagainya, namun sepertinya hal tersebut masih belum "familiar" atau karena memang belum dikenal. Jika boleh dikatakan saat ini masyarakat Iebih cenderung memberikan istilah dari ilmu kedokteran forensik adalah lama halnya dengan "ilmu bedah mayat" dan dokter forensik adalah "dokter mayat" atau "dokter bedah mayat", atau istilah-istilah semakna lainnya.
Di Indonesia, sejak abad 19 pemanfaatan kedokteran forensik sudah dilakukan oleh dokter Belanda untuk kepentingan peradilan dan Iebih banyak dikenal berkaitan dengan bedah mayat atau pelayanan otopsinya saja. Sedangkan pemanfaatan pembuatan visum untuk orang hidup nampaknya belum lama dikenal oleh masyarakat atau konsumen pemintanya (penyidik).
Dengan semakin majunya negara, akan menimbulkan konsekuensi meningkatnya kompleksitas pada setiap bidang kehidupan. Di negara berkembang kompleksitas ini mengakibatkan persaingan yang masingmasing berusaha untuk dapat mempertahankan kehidupannya, sehingga akhirnya mengakibatkan meningkatnya angka kriminaiitas. Sebagai gambaran maka jumlah kasus kejahatan di Indonesia terhadap tubuh dan jiwa manusia berfluktuasi sekitar 10.000 per tahunnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pensra
"Penelitian ini akan mengkaji pemberlakuan pidana mati ditinjau dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, dimana di Indoensia pidana mati masih diberlakuakan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang - Undang lain serta RUU KUHP yang memuat pidana mati. Pada sisi lain Indoensia pun telah merativikasi peraturan internasional yang menerapkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan telah memberlakuakan UU No 39 tahun I999 juga termuat dalam Pasal 28 A sampai dengan 283 Amandemen UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, Hal ini pun terjadi perbagai pendapat balk yang pro maupun yang kontra terhadap pemberlakuan pidana mati itu sendiri.
Dengan demikian Masalah yang akan dibahas adalah :
- Apakah double sanction yang dialami terpidana coati melanggar Hak Asasi Manusia dan - Apakah telah terjadi pergeseran dari sistem hukum pidana di Indonesia mengenai pidana mati menurut RUU KUHPidana Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan.
Berdasarkan studi pustaka, akan digambarkan perkembangan Konsep HAM dalam perlindungan terhadap terpidana mati dalam hukum positif nasional dan hukum positif internasional. Penelitian ini menggunakan teori tentang Hak asasi Manusia, teori Tujuan Hukum ( teori Keadilan dan teori Utilistis atau teori Kemanfaatan ) dan Teori Pembebasan. Teori Ham digunakan untuk melihat lebih mendalam dari sisi HAM terpidana sementara Teori tujuan Hukum digunakan peneliti untuk melihat tujuan dari pemedinaan terhadap pidana mati sementara teori pemidanaan bertujuan "pembebasan". Pembebasan yang dimaksud adalah bukan dalam pengertian fisik. Tapi dalam keterbatasan ruang gerak terpidana, terpidana dibebaskan secara mental dan spiritual. Dengan tujuan bukan saja untuk melepaskan cara dan gaya hidup yang lama, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk membebaskan kesalahan terpidana dan keluarga dari kesalahan yang telah dilakukan dengan mengacu pada Pancasila.
Penelitian yang telah dilakukan ini memaparkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM terpidana dalam menjalani hukuman mati dimana terpidana dalam menunggu pelaksanaan eksekusi mati dipenjara maka telah terjadi dua kali hukuman yaitu hukuman penjara dan hukuman mati. Dengan adanya perubahan dalam RUU KUHP yang memuat pidana mati dengan ancaman hukuman secara alternatif maka telah terjadi pergeseran hukum sebagai wacana dalam pemberlakuan pidana mati di Indonesia

The research means to find out the implementation of Death Penalty from Human Rights Perspective while in Indonesia still uses Law Crimes and the designing of Law Crimes which concern with Death Penalty. On the other hand Indonesia has ratified International laws which implemented the protection of Human Rights to the implementation of Laws Number 39 1999, in the Principles 28 until 28 J. Constitution 1945 and Pancasila as the basic principles of Indonesian. Therefore, there is pro and contra for the implementation of death penalty. The problems of the research is to find out whether double sanction can be categorized as human rights violations for the prisoner and to find out whether there is changing in law crimes system.
The research uses qualitative method which emphasizes primary data by in depth interview and secondary data by library research. The theories that implemented in the research are human rights theories, the aims of Law theories, and freedom theories. Human rights theories are used to see prisoners from human rights perspectives in depth.
The Purpose Law theories is used to see the penal of death penalty while the penal theories means to give freedom, The freedom doesn't mean for only physically but also spiritually and mentally.
The research describes that there is human rights violation for the prisoners during death penalty process. Dual sanctions become the problem for the prisoners. The improvement in the designing of Criminal Code with alternative punishment seems bring the changing in the implementation of death penalty in Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>