Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2425 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endriartono Sutarto
Jakarta: Pusat Penerangan TNI , 2005
355.095 98 END k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996
355.007 11 LAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastomo
Jakarta: Kompas, 2000
923.259 8 SUL k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Seta Aji
2011
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aluisius Ari
"ABSTRAK
Sejak tahun 1970 , banyak sekali bantuan asing masuk ke Indonesia dari berbagai Negara-negara asing maupun dari lembaga-lembaga asing. Bantuan asing tersebut tentu membawa kendaraan bermotor sebagai operasional pelaksanaan dari proyek lembaga maupun Negara asing tersebut di Indonesia. Setelah berakhirnya proyek pihak Negara maupun lembaga asing tersebut umumnya menghibahkan kendaraan proyek tersebut kepada pemerintah Indonesia yang diwakili oleh departemen ataupun instasi yang terkait. Sejak tahun 2006 Badan Pangan dan pertanian perserikatan bangsa-bangsa atau disebut dengan UNFAO memberikan bantuan untuk penanganan Flu burung kepada Indonesia yang bekerjasama dengan departemen pertanian, sejak tahun 2011 proyek FAO akan segera berakhir , pihak UNFAO sendiri akan menghibahkan kendaraan bermotor dari proyek UNFAO kepada departemen pertanian yang mewakili pemerintah Republik Indonesia.
Sejak pemberlakuan Undang undang pabean no 17 tahun 2006, semua barang khususnya kendaraan bermotor wajib dikenakan bea masuk, ppn, ppnbm, dan pph pasal 21, namun menurut pasal 25 khusus badan asing maupun perwakilan asing dibebaskan dari bea masuk, ppn, ppnbm, dan pph pasal 21. Ketika proyek tersebut berakhir, pihak asing akan menghibahkan kendaraan bermotor tersebut kepada departemen pertanian , dengan perubahan status kepemilikan , maka secara otomatis bea masuk, ppn, ppnbm, dan pph pasal 21 akan muncul dan wajib dibayarkan oleh pihak departemen pertanian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah departemen pertanian dapat tidak membayarkan bea masuk, ppn, ppnbm, dan pph pasal 21 sesuai undang-undang pabean no 17 tahun 2006 , mengingat begitu besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh departemen pertanian untuk melakukan pembayaran bea masuk, ppn, ppnbm, dan pph pasal 21 tersebut. Terlebih lagi biaya bea masuk, ppn, ppnbm, dan pph pasal 21 sama bahkan lebih tinggi daripada nilai jual objek pajak kendaraan bermotor tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris, yaitu dengan melakukan inventarisasi hukum positif yang mengatur dan berkaitan dengan undang-undnag no 17 tahun 2006, sedangkan data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif , yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari berbagai literatur, dan peraturan perundang-undangan, serta data primer yang diperoleh dari wawancara, kemudian dianalisis dengan undang-undang, teori dan pendapat pakar yang relevan, sehingga didapat kesimpulan tentang pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan

Abstract
Since 1970, many foreign aid coming to Indonesia from various foreign countries and from foreign institutions. Foreign aid would bring the motor vehicle as the operational implementation of projects and institutions of foreign countries in Indonesia. After the end of the project the State as well as foreign institutions are generally donated vehicles to the government of Indonesia project represented by departments or related institution. Since 2006 the Food and agricultural associations or nations called UNFAO provide assistance to the handling of bird flu to Indonesia in cooperation with the department of agriculture, since 2011 FAO project will soon be over, the UNFAO itself will donate vehicles to the department of project UNFAO agriculture representing the government of the Republic of Indonesia
Since the implementation of the Customs Act No. 17 of 2006, all goods, especially motor vehicle shall be subject to import duties, VAT, luxury sales, and article 21 pph, but according to the article 25 specific foreign or foreign representative bodies exempted from import duties, VAT, luxury sales, and pph Article 21. When the project ended, the foreign party will be donated the motor vehicle to the department of agriculture, which is a change in ownership status, it will automatically payment the VAT, luxury sales, and pph Article 21 will appear and must be pay by departemen agriculutre.
The purpose of this study was to determine whether the department of agriculture cannot pay the customs duties, VAT, luxury sales, and article 21 pph appropriate customs law No. 17 of 2006, given the amount of fees to be paid by the agricultural department to make payment of customs duties, VAT , luxury sales, and the article 21 pph. Moreover the cost of import duties, VAT, luxury sales, and article 21 pph at even higher than the selling value of the object of that motor vehicle tax
This study uses an empirical approach, juridical, to conduct an inventory of the positive law governing and pertaining to legislation No. 17 of 2006, while the data in this study were analyzed qualitatively, the secondary data in the form of the theory, the definition and
ix UNIVERSITAS INDONESIA
substance of the literature, and legislation, as well as primary data obtained from interviews, then analyzed with the laws, theories and opinions of relevant experts, in order to get conclusions on the implementation of corporate social responsibility
"
2012
T31263
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Putranto
"ABSTRAK
Untuk menutup risiko kurs atas kewajiban dalam valas, pengusaha dapat melakukan lindung nilai (hedging) dengan menggunakan instrument-instrumen lindung nilai. Namun instrumen lindung nilai yang ada sekarang tidak dapat digunakan oleh pengusaha muslim dikarenakan mengandung unsur bunga, oleh karena itu diperlukan instrumen lindung nilai yang tidak menggunakan unsur bunga.
Menurut fatwa DSN-MUI jenis transaksi valas yang sesuai syariah adalah transaksi spot dan forward agreement. Transaksi valas dengan skim forward agreement adalah sarah satu skim transaksi yang juga digunakan sebagai instrumen lindung nilai, yaitu forward exchange contract (FEC). Selisih antara delivery rate dengan spot rate pada FEC merupakan representasi dari kenaikan kurs maksimum yang dapat terjadi selama jangka waktu perjanjian. Oleh karena itu, perhitungan delivery rate dapat pula dilakukan dengan menggunakan nilai dari risiko kurs itu sendiri. Dengan menggunakan nilai risiko yang dihitung dengan pendekatan Extreme Value Theory (EVT), selanjutnya dilakukan perhitungan delivery rate dan hasilnya dibandingkan dengan perhitungan pada instrumen lindung nilai yang ada sekarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhitungan delivery rate dengan menggunakan nilai risiko valas, dapat memberikan manfaat yang setara dengan yang menggunakan unsur bunga. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pengusaha muslim dalam menutup risiko kurs, dapat menggunakan instrumen FEC yang ada sekarang dengan mengganti unsur bunga dalam perhitungan delivery rate dengan nilai risiko kurs.

ABSTRACT
The problem of foreign exchange's (forex) risk is the problem of all companies having debt in foreign currency. Most companies use hedging instruments to manage the risk on forex, except for the sharia company since the available instruments are not free from interest. Therefore, the sharia company shall look for an alternative hedging instrument which in the light of Islamic norms of financial ethics.
According to the fatwa issued by the National Sharia Board (DSN-MUI), transactions on forex should be carried out in the form of spot or forward agreement type of transactions. Transactions under the forward agreement scheme, is commonly used for hedging purposes i.e. forward exchange contract (FEC). In the FEC two parties undertake a complete transaction at a future date but at a price/rate determined today. The determined price/rate or delivery rate can be interpreted as the highest increment of the foreign exchange rate within a specific time period or risk on forex rate. Furthermore, the delivery rate can be calculated using the value of the risk itself. Extreme Value Theory (EVT) is a calculation approach that can be used to estimate the risk solely based on the increments of the forex rate. The delivery rate calculated using the risk's figure is compared to the rate under the available hedging instruments. Our empirical result showed that the use of interest in the available hedging instruments can be replaced by the risk's figure and gained an equal financial benefit. Therefore, the sharia company can use the current FEC as a hedging instrument by replacing the interest with risk's figure in the calculation of delivery rate.
"
2007
T20735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Deasy Setiasari
"Dari suatu perkawinan akan lahir anak yang merupakan keturunan yang sah dari mereka yang mengikatkan diri dalam suatu perkawinan tersebut, sehingga perkawinan menimbulkan akibat hukum bagi hubungan suami-istri dengan anak yang dilahirkan dimana orang tua bertanggung jawab memelihara, mendidik, dan memberi nafkah pada anak sampai anak tersebut dewasa, dan kewajiban itu berlaku terus meskipun perkawinan tersebut terputus. Hal ini ditegaskan dalam Hukum Islam dan juga dalam Pasal 105 dan Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam. Pada umumnya hak pemeliharaan anak jatuh pada pihak istri dan kewajiban pemberian nafkah anak jatuh pada suami. Dalam praktek, walaupun sudah ada putusan Pengadilan yang memerintahkan suami untuk memberi biaya pemeliharaan anak, suami tidak melaksanakan kewajibannya tersebut sehingga putusan pengadilan itu hanyalah hitam di atas putih saja, dan merugikan pihak istri.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari bahanbahan kepustakaan, seperti Undang-Undang, yurisprudensi, buku-buku, majalah, serta tulisan-tulisan ilmiah yang berhubungan dengan obyek yang diteliti. Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait, yaitu hakim, ulama, dan pihak yang mengalami, karena masih sering terjadi kasus ayah tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, seperti yang telah diputuskan oleh Pengadilan, yang disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kurangnya kesadaran hukum suami mengenai tanggung jawabnya terhadap anak, faktor budaya, kurang sempurnanya Undang- Undang, dan lain-lain. Akibatnya anak menghadapi masa depan yang suram dan tidak menentu. Untuk mengatasi masalah tersebut, pihak istri dapat mengajukan permohonan untuk meminta kepada Pengadilan Agama yang memutuskan proses perceraiannya untuk mengeluarkan surat perintah sita eksekusi. Dan seharusnya ketentuan dalam KHI dan PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, pelaksanaannya dikaitkan dengan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menentukan sanksi pidana penjara dan/atau denda bagi mereka yang menelantarkan anak.

A red line between parents and their child remain eternally. A beloved child that emerges from this matrimony brings husband and wife responsibility to raise their child for his or her future to come. It is the parents obligation to take care of their child, to give fine education, fulfill his or her needs financially so he or she will be set for life. Such consequences linger even the marriage has been broken. The parents are obligated until the child has grown up. This is clearly stated in Islamic Mandate and Commandment and also in Paragraphs 105 and 156 of Islamic Sharia Compilation. In general, the mother has the right to stay with the child, while the father provides the life support for the child. However, many times this is just words written on papers; the father does not provide any life support for the child even though there’s a court’s order.
In this thesis, the methodologies that the writer uses are collecting data and reference study such as constitution and jurisprudence, books, magazine and scientific articles which related to the object. Other than that, the writer also conducts some interviews with related parties which are judges, a spiritual leader, and the people who go through this household case like above. The writer comes to many case of misdemeanor from father side due to several factor; lack of responsibility from father side, family custom and cultural stereotype, flawed regulation, etc. Hence, many children are facing perplex and uncertain future. To overcome these issues, the wife could insinuate the court to issue an execution letter. However the KHI and PP No.10 Year 1983 that is regarding to marriage and divorce policy for government officer should be related to UU No. 23 year 2002 in regards to child’s protection which conclude the jail sentence and/or fine for those who abandon their children.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22229
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
U. U. Hamidy
Pekan Baru: Pustaka A.S, 1981
499.224 4 HAM b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Harjono
Jakarta: Dewan Dakwah Islam Indonesia, 1997
373.092 79 ANW d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Santosa
"Dalam beberapa belakangan setelah berakhirnya Perang Dingin, masalah terorisme telah menjadi ancaman yang semakin mengkhawatirkan bagi kebanyakan orang di negara maju. Serangan terorisme ke Amerika Serikat (AS) pada tanggal 11 September 2001 pada gilirannya telah menandai perkembangan baru gerakan terorisme, yang membawa implikasi terhadap perspektif keamanan global dan kawasan. Di tengah sistem dunia yang unipolar dan kebijakan unilateralise AS dalam perang terhadap terorisme, PBB mengeluarkan Resolusi DK PBB no. 1373 (2001) secara relatif dapat dikatakan sebagai multilateralisasi kepentingan AS dalam penanganan terorisme. Terlepas dari terorisme tersebut merupakan ancaman bersama, bobot isi resolusi tersebut, dapat diartikan sebagai wadah bagi kepentingan nasional AS. Resolusi DK PBB no. 1373 (2001) ini secara garis besar mewajibkan negara-negara anggota PBB untuk bekerjasama, antara lain lewat pengaturan serta perjanjian bilateral dan multilateral, mencegah serangan teroris, mengambil tindakan untuk melawan pelaku aksiaksi tersebut, dan secepat mungkin menjadi pihak pada konvensi-konvensi internasional serta protokol-protokolnya yang berkaitan dengan terorisme.
Resolusi juga memutuskan untuk membentuk suatu Komite di Dewan Keamanan PBB, yang kemudian dikenal dengan Hama Counter Terrorism Committee (CTC). CTC ini menyerukan kepada semua negara untuk melapor kepada Komite tidak lebih dari 90 hari sejak tanggal resolusi ditetapkan dan setelah itu sesuai dengan jadwal harus diajukan kepada Komite guna penetapan langkah-langkah untuk mengimplementasikan resolusi tersebut. Pemenuhan kewajiban di Counter Terrorism Committee (CTC) memperlihatkan adanya keseriusan Pemerintah Indonesia dalam rangka pemberantasan terorisme khususnya melalui kerangka kerjasama multilateral. Keseriusan ini dapat dinilai dari waktu penyampaian laporan yang dilaksanakan sebelum batas waktu yang ditentukan. Keseriusan lain adalah isi laporan yang disusun berdasarkan masukan-masukan dari departemen terkait. Pencapaian ini jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara anggota PBB lainnya. Pemenuhan kewajiban di CTC oleh Pemerintah Indonesia terlihat agak berbeda dengan opini yang ada di masyarakat Indonesia. Terlebih lagi opini yang berkembang di masyarakat ini sepertinya didukung pendapat atau pernyataan yang dikemukakan oleh pejabat tinggi negara, tokoh masyarakat, partai politik dan lain-lain. Opini yang berkembang di masyarakat cenderung menyatakan bahwa mereka tidak setuju dengan upaya pemberantasan terorisme yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia karena mereka menganggap sasaran akhir dari opini dunia yang sedang dibangun oleh negara-negara barat dalam rangka pemberantasan teroris adalah umat Islam.
Teori-teori utama yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kebijakan luar negeri dari W.D. Coplin, yang didukung oleh teori struktur politik dari Kenneth Waftz, Teori Rejim Keamanan dari Robert Jervis. Pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah mengapa Indonesia memenuhi kewajibannya di CTC sebagai langkah pemberantasan terorisme internasional. Dengan menggunakan penelitian deskriptif analitis, dapat dikatakan bahwa di tingkat ekstemal, unipolarisme dalam struktur sistem internasional saat ini tercermin dalam dominasi peran AS di PBB. Banyak negara, termasuk Indonesia tidak mempunyai ruang manuver yang cukup luas di forum multilateral untuk menentukan sendiri kebijakan luar negeri yang sesuai dengan aspirasi domestik yang sering kali berseberangan dengan kecenderungan pengambilan keputusan di forum PBB. Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh Indonesia dalam forum multilateral adalah untuk mengantisipasi kebijakan negara lain atau posisi mayoritas yang mengemuka dalam masalah tersebut. Upaya Indonesia dalam CTC dilakukan dalam rangka memperkuat leverage posisi Indonesia nantinya. Hal ini dilakukan mengingat keterkaitan antara situasi domestik dengan kebijakan luar negeri tidaklah seerat dan seintensif keterkaitan posisi Indonesia di CTC dengan struktur sistefn internasional yang melingkupinya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>