Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127777 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yani Suryani
"Perjanjian perkawinan pisah harta merupakan suatu bentuk penyimpangan dari terjadinya percampuran harta perkawinan yang oleh undang-undang dimungkinkan diadakan oleh calon suami isteri dan perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan dengan ketentuan bahwa selama perkawinan berlangsung perjanjian perkawinan itu tidak dapat diubah, kecuali bila ada persetujuan suami isteri yang membuatnya untuk dirubah, yang didasari juga pasal 1338 KUHPerdata, namun dengan tidak merugikan pihak ketiga termasuk kreditor, dan tidak bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan.
Sebagai pokok permasalahan, agar pihak ketiga tidak dirugikan, atas suatu perubahan harus ada upaya perlindungan terhadap pihak ketiga, karena apabila dirugikan, maka perubahan dapat tidak diberlakukan terhadap pihak ketiga terbatas hanya atas kepentingannya yang dirugikan saja, sedangkan untuk selebihnya perubahan perjanjian perkawinan tersebut berlaku penuh. Metode penelitian hukum normatif yang bersifat eksplanatoris kiranya cocok dalam mencermati dan meneliti masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan perjanjian perkawinan tersebut.
Pentingnya perlindungan bagi pihak ketiga atas perubahan perjanjian perkawinan menuntut peran dan tanggung jawab notaris dalam membuat setiap akta yang berhubungan dengan perubahan akta perjanjian perkawinan yang sebaiknya mempelajari isi perjanjian perkawinan dengan teliti, serta memasukkan pasal maupun klausula-klausula yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak termasuk pihak ketiga/kreditor ke dalam perubahan aktanya, dan meminta perubahan dilaporkan dan didaftarkan pada instansi yang berwenang.
Dapatlah diambil kesimpulan bahwa perubahan atas perjanjian perkawinan dimungkinkan untuk dibuat oleh suami isteri atas dasar kesepakatan diantara mereka, dan perubahan tersebut disamping tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan, juga tidak boleh merugikan pihak ketiga/kreditor. Untuk itu, notaris memegang peranan yang penting dalam menciptakan perlindungan dan kepastian hukum bagi semua pihak termasuk pihak ketiga/kreditor atas setiap akta yang dibuatnya, termasuk akta perubahan perjanjian perkawinan."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Yonalisa
"Perkawinan lahir dari kesepakatan antara calon suami istri, dimana undang-undang menetapkan apabila mereka melangsungkan perkawinan maka segala harta benda yang diperoleh dalam masa berlangsungnya perkawinan tersebut menjadi harta bersama. Namun sebelum perkawinan berlangsung undang-undang memungkinkan calon suami-istri untuk membuat perjanjian perkawinan yaitu suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri selama perkawinan mereka yang menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab VII pasal 139 - pasal 167 adalah perjanjian yang dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung dan mulai berlaku sejak saat perkawinan ditutup sedangkan mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri dan tidak dapat diubah selama perkawinan berlangsung. Sedangkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menyatakan perjanjian perkawinan dibuat sebelum atau pada saat perkawinan melalui akta tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan dan dapat diubah berdasarkan persetujuan suami istri sepanjang tidak merugikan pihak ketiga. Melalui metode penelitian kepustakaan dan wawancara penulis menguraikan pembahasan dari permasalahan hukum yang timbul dalam praktek khususnya bagi notaris sebagai pejabat urnum yang berwenang membuat akta akibat dimungkinkan dilakukannya perubahan akta tersebut oleh undang-undang, Seperti bagaimana notaris mentafsirkan batasan kerugian pihak ketiga dalam perubahan perjanjian perkawinan tersebut, mengingat bentuk harta perkawinan serta kepengurusan harta tersebut ditentukan berdasarkan ada tidaknya akta perjanjian perkawinan tersebut di awal perkawinan."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Sugeng Fajar
"Perkawinan merupakan suatu peristiwa hukum yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ketentuan mengenai perkawinan yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat, hukum Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan mempunyai akibat hukum terhadap harta kekayaan suami isteri yaitu sejak perkawinan dilangsungkan akan terbentuk harta bersama. Terhadap ketentuan mengenai harta bersama, suami isteri dapat melakukan penyimpangan dengan membuat perjanjian perkawinan. Ketentuan mengenai perjanjian perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Agar dapat berlaku bagi pihak ketiga, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mewajibkan perjanjian perkawinan untuk didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mewajibkan perjanjian perkawinan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan di Kantor Catatan Sipil bagi golongan masyarakat yang tunduk kepada Hukum Perdata Barat atau oleh Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama bagi golongan Indonesia asli. Tesis ini membahas apakah perjanjian perkawinan yang dibuat setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dapat berlaku terhadap pihak ketiga serta apa akibat perjanjian perkawinan terhadap pihak ketiga? Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, ketentuan hukum mengenai perkawinan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, perjanjian perkawinan yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga. Dengan pendaftaran perjanjian perkawinan sesuai ketentuan yang berlaku, perjanjian perkawinan membawa akibat hukum bagi pihak ketiga yaitu dalam melakukan perbuatan hukum pihak ketiga hanya terkait dengan harta salah satu pihak dari suami isteri tanpa melibatkan harta pasangannya. Pemerintah perlu mensosialisasikan ketentuan mengenai pendaftaran perjanjian perkawinan untuk menghindari kesimpangsiuran yang terjadi di masyarakat."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S17876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hauna Nur Azizah
"Tesis ini membahas mengenai keabsahan perjanjian perkawinan dibawah tangan yang disahkan oleh notaris terhadap pihak ketiga dan harta perkawinan dalam perkawinan campuran dengan Studi Putusan Pengadilan Tinggi DKI. Jakarta Nomor 477/PDT/2019/PT.DKI. Putusan tersebut menyatakan bahwa pengesahan perjanjian perkawinan tidak berlaku terhadap pihak ketiga dan harus dikesampingkan, oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas dalam tesis ini mengenai akibat hukum terhadap pihak ketiga yang tersangkut serta mengenai keabsahan dari harta perkawinan yang diperoleh selama perkawinan tersebut. Untuk menjawab pemasalahan tersebut digunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Adapun analisis data dilakukan dengan pendekatan undang-undang (statute apprach) dan pendekatan kasus (case approach). Berdasarkan hasil penelitian ini perjanjian perkawinan dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak sah dan mengikat para pihak dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, yang memperbolehkan dibuatnya dalam bentuk dibawah tangan dan ketentuan diadakan setelah perkawinan dapat dibenarkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 tertanggal 27 Oktober 2016, perjanjian perkawinan tidak dimaknai sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga dapat dibuat setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement). Oleh karena Para Pihak yang ternyata sudah bercerai, maka akta pengesahan perjanjian kawin dibawah tangan yang disahkan Notaris (akta authentik) menjadi “tidak mempunyai nilai pembuktian dan harus dikesampingkan”. Adapun Perjanjian Kawin dibawah tangan tersebut tidak didaftarkan ke Pegawai Pencatat Perkawinan sehingga hanya berlaku secara intern (suami-istri) dan selama belum didaftarkan terhadap pihak ketiga beranggapan perkawinan itu masih sah dengan kebersamaan harta perkawinan. Adanya kebersamaan harta dalam perkawinan campuran, WNI yang menikah dengan WNA tidak diperbolehkan memiliki Hak Milik atas tanah berdasar ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

This thesis discusess about the legal validity of a prenuptial agreement under-hand which was ratified by a Notary to a third party and marital asset in intermarriage based on DKI Jakarta High Court Judgement case number 477/PDT/2019/PT.DKI. The decided that the legalization of the marriage agreement does not apply toward a third party and must be ruled out, therefore the autor is interested in discuss the legal consequences of the third party involved and the validity of the marital asset that is obtained during the marriage. To solve these problems, a normative juridical method with a typology of descriptive analytical was used. The data analysis was carried out using a statute approach and a case approach. Based on the result of this research show that an under-hand marriage agreement made by legitimate parties and binds the parties with the condition of section 29 subsection (1) of the Marriage Law, which allows it to be made under hand and provisions to be held after marriage can be justified based on the Constitutional Court Decision Number 69 / PUU-XII / 2015 dated 27 October 2016, where the marriage agreement is not interpreted as an agreement made before marriage (prenuptial agreement) but can also be made after the marriage takes place (postnuptial agreement). Because the parties are already divorced, the deed of ratification of the marriage agreement under-hand of a Notary (authentic deed) become “.. doesn’t have the value of evidentiary and must be ruled out”. The marriage agreement under-hand is considered not validated by a marriage registrar or a notary that is only valid internally (husband-wife) and as long as it has not been registered with a third party it is consider that the marriage is still valid with togetherness of marital assets. The existence of togetherness of assets in intermarriages means that Indonesian citizens who are married to foreigners are not allowed to have ownership rights to land based on the provisions of the Basic Agrarian Law (UUPA)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beby Humaira
"ABSTRACT
Pada praktiknya, perjanjian perkawinan mengatur mengenai harta dalam perkawinan, yakni mengenai pemisahan harta. Persyaratan perjanjian perkawinan diatur dalam Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974, yakni perjanjian perkawinan harus didaftarkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Kantor Urusan Agama. Namun pada kenyataannya, masih banyak para pihak suami isteri yang membuat perjanjian perkawinan tetapi tidak didaftarkan. Hal ini mengakibatkan perjanjian perkawinan tersebut hanya berlaku bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian, tidak berlaku bagi pihak ketiga. Penulis tertarik meneliti masalah perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan ini apabila harta dalam perkawinan dipindahtangankan secara sepihak (oleh salah satu pihak suami atau isteri saja) kepada pihak ketiga melalui jual beli. Untuk mencari solusi dari masalah ini penulis melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif, perundang-undangan, dan analitis. Karya ilmiah ini menggunakan kajian ilmu hukum normatif dan tipe berdasarkan sifatnya merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan ialah tidak berlakunya atau mengikatnya perjanjian perkawinan tersebut terhadap pihak ketiga, sehingga harta yang diperjualbelikan bagi pihak ketiga masih merupakan harta bersama. Oleh karena itu, maka dalam proses jual beli harta bersama tersebut pihak ketiga harus mendapat persetujuan kedua belah pihak suami isteri. Apabila dilakukan dengan tanpa persetujuan salah satu pihak suami isteri, maka pihak tersebut dapat mengajukan pembatalan jual beli harta bersama tersebut. Mengenai perlindungan terhadap pihak ketiga, perlindungan hanya dapat dilakukan apabila pihak ketiga beritikad baik pada saat proses jual beli harta bersama tersebut.

ABSTRACT
In practice, marriage agreements usually regulate property in marriage, namely regarding the separation of assets. The requirements of the marriage agreement are regulated in Article 29 of Law No. 1 of 1974, as the marriage agreement must be registered with the Department of Population and Civil Registration or the Office of Religious Affairs. But in the reality, there are still many spouses that make marriage agreements but not registered. That caused the marriage agreements are only valid for both parties who making the agreement, but not for third parties. The author is interested in examining the issue of marriage agreements that are not registered if the assets in marriage are unilaterally transferred (by one of the husband or wife) to a third party through buying and selling. To find a solution to this problem, the author conducted there search with a qualitative, legislatif, and analytical approach. This scientific work uses the study of legal science and type based on its nature which is descriptive research. The results of the study indicate that the legal consequences of the marriage agreement that is not registered are the non-valid or attachement of the marriage agreement to a third party, so that the traded asset by the third party is still considered as a joint asset. Therefore, in the process of buying and selling shared assets, the third party must obtain the approval of both husband and wife parties. If it is carried out without the consent of one of the husband and wife parties, then the party may submit a cancellation of the sale of the joint assets. Regarding the protection of third parties, protection can only be done if the third party has good intentions during the process of  buying and selling of the joint assets."
Lengkap +
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathimah Az-Zahra
"Dalam suatu perkawinan campuran, penting untuk diadakannya perjanjian kawin untuk memisahkan harta kekayaan pasangan suami istri dalam perkawinan mereka. Perjanjian kawin, menurut Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan harus dibuat pada saat atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Kasus yang digunakan dalam penelitian ini bertitik pada perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan tetapi sebelum perkawinan tersebut dicatatkan di kantor catatan sipil. Permasalahan yang dibahas mengenai keabsahan perjanjian kawin tersebut dan dampaknya terhadap harta bersama pasangan suami istri tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif, dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen yang ditunjang oleh wawancara dengan narasumber, dan data tersebut dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai pengetahuan bagi Notaris dalam pembuatan perjanjian kawin dan pentingnya pencatatan perkawinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian kawin adalah tetap sah sepanjang dibuat sebelum dilakukannya pencatatan perkawinan dan dengan sah serta berlakunya perjanjian kawin tersebut maka tidak terdapat harta bersama di antara suami dan istri.

In a mixed marriage, it is necessary to make a prenuptial agreement to separate the property of a married couple in their marriage. Prenuptial agreement, according to Article 29 paragraph (1) of the Marriage Law must be made at the time or before the marriage takes place. The case that is used in this journal is about prenuptial agreement that was made after the marriage took place but before the marriage was registered in the registry office. The problems here are regarding the validity of the prenuptial agreement and its impact on their shared property. This research uses a juridical- normative research method, with secondary data that is collected through document studies which is supported by interviews with interviewees, and the data is analyzed by using a qualitative approach. The benefits of this research are as knowledge for Notaries in making prenuptial agreements and the importance of marriage registration. This research shows that the prenuptial agreement is valid as long as it is made before the marriage registration and with the validity and enactment of the prenuptial agreement, there is no shared property between the husband and wife."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Damanhuri
Bandung: Mandar Maju, 2007
346.016 DAM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmah Wahyuni
"Saat ini pergaulan sudah menjadi sangat majemuk dan mendunia, tidak hanya terbatas pada pergaulan lintas agama atau ras saja tetapi juga lintas negara, sehingga bukan suatu hal yang aneh lagi kalau fenomena perkawinan campuran antara Warga. Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing banyak terjadi. Untuk melindungi kepentingan perempuan Indonesia yang menikah dengan warga asing maka dibuatlah perjanjian perkawinan. Hal inilah yang rmendasari penulis untuk mengangkat pembahasan mengenai perjanjian perkawinan sebagai suatu bentuk perlindunqan hukum bagi isteri Warga Negara Indonesia dan akibat hukum yang terjadi apabila terjadi perceraian dalam perkawinan campuran dengan dibuatnya perjanjian perkawinan tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah nmtode kepustakaan untuk mencapai hasil yang bersifat evaluatif analitis. Anggapan sebagian masyarakat bahwa apabila menikah dengan Warga Negara Asing dapat memperbaiki tingkat ekonomi seseorang tidak selamanya benar, karena mungkin saja orang asing tersebut yang hendak memanfaatkan orang Indonesia untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu yang nwmang hanya dapat diperoleh apabila menikahi orang Indonesia, maka untuk melindungi kepentingan wanita Warga Negara Indonesia perjanjian perkawinan menjadi sangat membantu dalam hal pengelolaan harta kekayaan, karena dengan dibuatnya perjanjian perkawinan pisah harta hak isteri Warga Negara Indonesia menjadi semakin kuat perlindungannya, salah satunya untuk tetap dapat memperoleh hak milik atas tanah. Selama perkawinan campuran tersehut berlangsung dengan damai dan bahagia maka tidak akan menjadi masalah, masalah baru akan timbul apabila perkawinan campuran tersebut berakhir dengan sebuah perceraian, sehingga salah satu akibat hukumnya yaitu harus ada pembagian harta kekayaan diantara suami isteri tersebut, tetapi dengan dibuatnya perjanjian perkawinan sehelum perkawinan tersebut berlangsung pembagian harta kekayaan akan menjadi lebih mudah karena harta sudah tercatat atas nama masing-masing begitu pula hak milik atas tanah yang dipunyai isteri Warga Negara Indonesia tersebut, sehingga para pihak hanya tinggal membuktikan kebenarannya di muka Pengadilan."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marshella Laksana
"Seorang pria dan seorang wanita yang hendak melangsungkan perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan harus dibuat dalam bentuk tertulis dan selanjutnya disahkan pada pegawai pencatat perkawinan. Akan tetapi dapat terjadi perjanjian perkawinan yamg dibuat oleh suami isteri tidak didaftarkan pada pegawai pencatat perkawinan. Permasalahan yang dikemukakan pada tesis ini adalah apakah dimungkinkan pengesahan perjanjian perkawinan setelah perkawinan berlangsung serta apakah konsekuensi dari perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan pada pencatat perkawinan. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Pokok hasil dari penelitian dalam tesis ini adalah bahwa perjanjian perkawinan antara suami isteri dimaksudkan untuk menentukan bagian harta kekayaan masing-masing yang dibuat dalam klausula perjanjian dengan tujuan untuk menyelamatkan harta salah satu pihak apabila pihak yang lain dinyatakan pailit. sedangkan akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak dimintakan pengesahan pada pegawai pencatat perkawinan bagi suami isteri dan pihak ketiga, adalah perjanjian perkawinan tersebut tetap sah tetapi tidak berlaku bagi pihak ketiga, sehingga pihak ketiga dapat menganggap dalam perkawinan tersebut tidak terjadi pisah harta.

Man and a woman who wanted to establish a marriage can make a marriage aggrement. Marriage aggrement must be made in writing and subsequently passed in marriage registrar officer. But can occur marriage aggrement made by the husband and wife are not registered with the civil registrar of marriage. Issues raised in this thesis is whether the possible ratification of a treaty of marriage after the marriage took place and whether the consequences of the marriage aggrement is not registered with the registrar of marriage. Research used in this thesis are the type of normative research, namely a study of primary legal materials and secondary legal materials.
Principal results of the research in this thesis is that the marriage aggrement between husband and wife are meant to determine the assets of each clause in the agreement made with the goal to save one party property if the other party is declared bankrupt. while the legal consequences of marriage aggrement don't have approval from the marriage registrar officer the marriage aggrement is still valid but it does not apply to any third party, that third parties can assume the marriage aggrement is doesn't exist.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31594
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>