Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4937 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amsori
"Ganti kerugian bagi korban perkosaan merupakan salah satu pemenuhan/perwujudan dari hak asasi manusia dan perlindungan hukum. Arti penting pemberian ganti kerugian bagi korban perkosaan juga mengingat bahwa pada umumnya mereka (korban) berasal dari golongan yang lemah mental, fisik dan sosial. Ilmu yang mengkaji permasalahan korban adalah viktimologi. Pandangan-pandangan ajaran viktimologi perlu mendapat perhatian dari para pihak yang terlibat baik dalam sistem dan proses peradilan pidana maupun perdata yaitu, polisi, jaksa penuntut umum, hakim dan advokat, karena dengan adanya persamaan pandangan tentang kepentingan korban dan keinginan untuk memperjuangkannya, akan dapat mewujudkan pemenuhan pemberian ganti kerugian tersebut. Adapun bentuk ganti kerugian yang diberikan kepada korban dapat berupa kompensasi (pemberian ganti kerugian yang dilakukan oleh pemerintah) dan restitusi (pemberian ganti kerugian yang dilakukan oleh pelaku). Dalam kenyataan praktik peradilan masih jarang korban perkosaan mengajukan permohonan ganti kerugian disebabkan karena tidak tahu akan haknya, tidak tahu prosedur hukum, karena malu dan berbagai faktor lain. Pemberian ganti kerugian dalam perkara pidana telah diatur dalam Pasal 98 KW-1AP mengenai penggabungan gugatan ganti kerugian dengan perkara pidana. Meskipun KUHAP telah memungkinkan bagi korban perkosaan untuk mengajukan ganti kerugian dengan penggabungan perkara, namun ada diantaranya yang mengajukan permohonan ganti kerugian melalui gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata karena dianggap prosesnya sering lambat dan hanya dapat diberikan berupa ganti kerugian materil. Mengingat perlunya ganti kerugian bagi korban perkosaan, seyogianya KUHAP perlu disempurnakan, sehingga ada landasan yuridis yang kuat untuk memperjuangkan hal tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20861
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S21616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siburian, Riskyanti Juniver
"Korban tindak pidana adalah pihak yang mengalami penderitaan fisik, mental, maupun kerugian ekonomi. Namun dalam sistem hukum pidana yang berlaku saat ini, korban tindak pidana dihadirkan dalam persidangan sebagai alat bukti. Dalam hal ini, perlu diketahui: 1) pengaturan perlindungan korban tindak pidana dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia, 2) mekanisme ganti rugi bagi korban tindak pidana, dan 3) regulasi mengenai upaya pengembalian kerugian bagi korban tindak pidana di masa mendatang. Penelitian ini bersifat normatif. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Indonesia sudah memiliki beberapa undang-undang yang memuat perlindungan bagi korban tindak pidana. Namun perlindungan tersebut belum mencakup pemberian peran dan kesempatan yang adil bagi korban tindak pidana dalam persidangan; 2) Korban tindak pidana bisa mendapatkan ganti kerugian melalui mekanisme peradilan perdata, penggabungan perkara gugatan ganti kerugian, serta restitusi dan kompensasi yang dalam mekanismnya, terdapat ketergantungan dengan penuntut umum; 3) Regulasi masa mendatang dapat mempertimbangkan untuk menyisipkan Victim Impact Statement di dalam prosedur peradilan pidana, memberntuk aturan mengenai prosedur lanjutan tersendiri untuk pidana tambahan pembayaran ganti kerugian (Pasal 66 ayat (1) RKUHP), serta memberikan kompensasi bagi korban tindak pidana yang tidak terbatas pada tindak pidana pelanggaran HAM berat dan terorisme.


A victim of crime is a person who suffers from physical pain, mental suffering, and/or financial loss. However, based on the criminal law system (i), a victim is presented in a trial as an evidence. Therefore, the purposes of this research are: 1) to know the protections given for a victim based on regulations that applies in Indonesia; 2) to understand the mechanism of compensation for victims of crime; and, 3) to discover how the regulation of returning the loss on account from a criminal act should be in the future. This research is a normative reasearch. From this research, it is known that: 1) Indonesia already has some regulations that accommodate criminal victim protection. Nonetheless, the protection to give criminal victim a much fair and appropriate place in a trial is still not covered, 2) A victim has the chance to get the return of losses happened because of the criminal act by making a sure through a civil law procedure, the merger of lawsuit in a criminal case, and also restitution and state compensation which theres a dependency towards public prosecutors roles; 3) future legislation might  considered to input Victim Impact Statement into the criminal justice procedure, establish specific arrangement relating to the continuation of how restitution as additional criminal sanction (Article 66 section (1) RKUHP) implemented, along with providing state compensation that isnt limited for victims of gross violation of human rights and terrorism."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Gosita
Jakarta: Akademika Pressindo, 1986
345.05 ARI v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Putusan Nomor 33/Pid.B/2013/PN.Kdl adalah mengenai
kasus perkosaan yang melibatkan korban seorang
perempuan tuna rungu berinisial SW. Berdasarkan
salinan putusan, SW tidak mendapatkan penerjemah
selama proses persidangan. Dari beberapa permasalahan
yang ditemui, penelitian ini mengulas tiga rumusan
masalah. Pertama, apakah kerugian dari hasil peradilan
yang diterima SW terkait akses atas keadilan? Kedua,
bagaimanakah perlakuan yang seharusnya diterapkan
bagi korban difabel seperti SW? Ketiga, apa yang
harus dilakukan negara untuk menjamin proses
peradilan affirmative bagi kaum difabel? Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
data sekunder dan analisis kualitatif. Hasil penelitian
memberikan beberapa kesimpulan. Pertama, tanpa
adanya penerjemah atau bahkan pendamping, kerugian
berkaitan hak akses atas keadilan yang dialami SW
menyebabkan korban tidak bisa memanfaatkan jaminan
keuntungan formil dari ketentuan Pasal 98 ayat (1)
KUHAP. Kedua, perlakuan khusus dalam proses peradilan
yang dibutuhkan difabel adalah proses affirmative.
Proses ini bertujuan menghilangkan diskriminasi bagi
kaum difabel. Ketiga, dalam merealisasikan jaminan
perlakuan affirmative bagi kaum difabel, harus terdapat
revisi terhadap peraturan hukum terkait dan penajaman
wawasan penegak hukum mengenai isu difabilitas."
JY 8:3 (2015) (2)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Manu
"Gagasan Fungsionalisasi Lembaga Ganti Kerugian melalui peradilan pidana untuk perlindungan korban penganiayaan berat, telah memiliki satu argumentasi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, sosiologis, filosofis/ ideologis, dan humanis atau hak asasi manusia. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek yuridis, bertolak dari pemahaman bahwa anti kerugian merupakan salah satu sarana yang tepat untuk melindungi dan melayani hak-hak pihak korban secara proporsional, demi tegaknya hukum dan keadilan. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek sosiologis, bertolak dari pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu instrument sosial yang handal untuk melindungi masyarakat, membangun solidaritas sosial, memperkuat sistem kontrol sosial, mengembangkan tanggung jawab sosial, mencapai prevensi sosial, membina sikap toleransi dan kepedulian scsial terhadap sesamanya dalam masyarakat. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek filesofis/ideologis, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu bentuk aplikasi konkrit nilai-nilai luhur kehidupan, yang berakar pada nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan/Demokrasi, dan nilai Keadilan Sosial. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek humanis atau hak asasi manusia, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan wujud dari suatu tuntutan moral (moral claimed) atas perlunya suatu pengakuan terhadap hak-hak dasar manusia untuk memiliki hidup dan hak menjalani kehidupan secara bebas dan bertanggung jawab dalam batas-batas kebebasan orang lain.
Pemberdayaan lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana dapat dilakukan melalui tiga model/cara kerja, yaitu : Pertama, penerapan "denda damai" oleh polisi kepada pelaku penganiayaan berat untuk mengganti kerugian korbannya lewat penyelesaian perkara di luar sidang pengadilan, dalam rangka pelaksanaan fungsi "police disceretion" sebagai pejabat fungsional penegak hukum dan keadilan, serta sekaligus pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua, penerapan suatu "restitusi" oleh hakim kepada terpidana melalui suatu prosedur penggabungan perkara atas permohonan korban kepada hakim ketua sidang untuk menggabungkan tuntutan ganti-kerugian pada perkara pidana yang bersangkutan, yang diputus bersama secara kumulatip dengan sanksi pidana penjara, sebagai upaya untuk menghematkan waktu dan biaya. Ketiga, penerapan perintah hakim kepada terpidana bersyarat untuk dalam waktu yang lebih pendek/singkat dari masa percobaan membayar ganti kerugian kepada pihak korban, sebagai pelaksanaan "syarat khusus" pidana bersyarat, dalam hal dijatuhkan pidana penjara tidak lebih dari satu tahun.
Terdapat hubungan yang asimetris antara ganti kerugian sebagai salah suatu "alat/sarana" yang efektif di satu pihak dan perlindungan serta pemulihan hak-hak dan kesejahteraan pihak korban di pihak lain, sebagai "tujuan" yang ingin dicapai dengan upaya fungsionalisasi lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana. Hal ini dapat dilihat dari segenap manfaat yang diperoleh melalui penerapan ganti kerugian dimaksud, baik bagi kepentingan korban, kepentingan masyarakat, kepentingan terpidana, dan kepentingan negara atau praktek peradilan pidana itu sendiri.
Untuk meningkatkan perlindungan dan pelayanan terhadap korban maka, selain diperlukan pengkajian ilmiah secara mendalam mengenai masalah korban kejaratan, juga diperlukan kebijakan legislasi nasional perlindungan korban dalam satu undang-undang supaya segenap tindakan yang diambil memiliki unsur kepastian hukum, dan kegunaan hukum demi mencapai kebenaran dan keadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Gosita
Jakarta: Akademika Pressindo, 1987
346.03 ARI v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lizrin Alif
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S25195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S7232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>