Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Purwaningsih
"Kesadaran bela negara merupakan satu hal yang esensial dan harus dimiliki oleh setiap warga negara, sebagai wujud penunaian hak dan kewajibannya dalam upaya bela negara. Kesadaran ini menjadi modal sekaligus kekuatan bangsa, dalam rangka menjaga keutuhan, kedaulatan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia. Harus disadari pula bahwa integrasi pada dasarnya merupakan proses panjang dan sulit, yang artinya bahwa integrasi merupakan suatu proses uji coba secara terus menerus, berdasarkan suatu keberhasilan menuju keberhasilan berikutnya. Berkaitan dengan kedua hal tersebut, maka pembinaan kesadaran bela negara sebagai sebuah upaya untuk mewujudkan warga negara Indonesia yang mengerti, menghayati serta yakin untuk menunaikan hak dan kewajibannya dalam upaya bela negara, merupakan upaya yang harus terus menerus dilakukan guna menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengetahui dan mengkaji kecenderungan persepsi masyarakat, birokrat dan aparat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang kesadaran bela negara merupakan masalah yang penting untuk dilakukan. Karena kesamaan persepsi dan sinergi diantara ketiga komponen tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan pembinaan kesadaran bela negara di Nanggroe Aceh Darussalam. Mengingat upaya tersebut memang membutuhkan koordinasi instansional yang erat, agar dalam jalur dan fungsinya dapat memberikan kontribusi yang optimal. Begitupun dengan pengkajian tentang metode yang digunakan dalam upaya tersebut di masa depan, merupakan salah satu faktor yang menentukan bagi keberhasilan pembinaan kesadaran bela negara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-analitis, yang didukung data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada masyarakat (alumni pembinaan kesadaran bela negara), birokrat dan aparat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta hasil wawancara, pengamatan langsung dan dokumentasi dari berbagai instansi terkait. Analisis hasil perhitungan dan pengolahan jawaban responden disusun dalam matriks berpasangan antar kriteria dan sub kriteria yang berpengaruh, dengan menggunakan teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) dari Thomas L. Saaty.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam rangka mencegah terjadinya disintegrasi bangsa, harus ada terlebih dahulu kesamaan persepsi tentang kesadaran bela negara di lingkungan masyarakat, serta birokrat dan aparat yang berperan dalam menunjang keberhasilan pembinaan kesadaran bela negara. Persepsi masyarakat, birokrat dan aparat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang bela negara sesungguhnya konsisten dengan konsep yang telah ada, bahwa kesadaran bela negara merupakan sikap dan perilaku warga negara yang dilandasi oleh kecintaannya kepada tanah air Indonesia, yang didukung oleh keyakinan pada Pancasila sebagai ideologi negara, kesadaran berbangsa dan bernegara serta kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara. Sedangkan metode yang efektif digunakan dalam pembinaan ini di masa depan adalah melalui pendidikan, baik pendidikan formal, non formal maupun informal.

The awareness to defend state is very essential and should be possessed by every citizen, as a manifestation of the realization of our rights and obligations in the effort to defend state. This awareness becomes an asset and strength of nations for safeguarding the integrity, sovereignty, and sustainability of the nation and the state of Indonesia. We also have to realize that integration basically constitutes a complex and long process, it means that integration constitutes a continuous test case process, from one success to another success. Related to both of aspect, management of the awareness to defend state as an effort to create Indonesian citizens who understand, are involved and convinced to carry out their tights and obligations in effort to defend state, constitutes an effort which should be made continually in safeguard the integrity and sustainability of the nation and the Unitary State of the Republic of Indonesia.
Knowing and studying the tendency of the community perception, bureaucrat and the apparatus in Province of Nanggroe Aceh Darussalam about the awareness to defend state are important task to do. The similarity perception and synergy among the three components will determine the rate of success in management of the awareness to defend state in Nanggroe Aceh Darussalam. Considering that the effort requires coordination among agencies in order that they can offer optimal contribution. Likewise, the study on used methods for this effort in the future is one of determine factors for the successful of management of awareness to defend state in Province of Nanggroe Aceh Darussalam as one of effort to prevent nation's disintegration.
This research using descriptive and analytical approach which is supported by the data that gathered from questionnaire to society (the alumni of awareness to defend state management), bureaucrats and apparatus in Province of Nanggroe Aceh Darussalam, and also from interview, direct observation and documentation from various related institutions. Calculating analysis processing from respondents are arranged in coupled matrix between influencing criteria and sub criteria with using Analytical Hierarchy Process (AHP) technique from Thomas L Saaty
The finding of this research indicate that in order to prevent nation's disintegration, previously there should have the same perception about awareness to defend state in the community, also the bureaucrats and apparatus that play an important role to support the management of awareness to defend state. The perception of the community, bureaucrats and the apparatus in Province of Nanggroe Aceh Darussalam about defend state is actually consistent with existing concepts, that awareness to defend state is the behavior and attitude of the citizens based on their love of Indonesian fatherland, that supported by the belief in the Five Principles (Pancasila) as the state ideology, awareness to live together as a nation and a state, and also the willingness to sacrifice for nation and state. An effective method to be used for management of the awareness in the future is through education, in formal, nonformal and informal education.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2009
910SINP010
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Fianti
"ABSTRAK
Bullying (perundungan) masih terjadi didunia pendidikan Indonesia, khususnya di kalangan pelajar usia 12-17 tahun. Menyikapi hal ini, Kemeterian Pertahanan melakukan upaya pencegahan dan penanganan bullying dengan menitikberatkan pentingnya penerapan kurikulum bela negara. Dalam penelitian kualitatif ini, teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri atas wawancara dan observasi, dalam pengumpulan data ini, peneliti melakukan observasi dan penyebaran angket kepada para siswa SMK Negeri Yogyakarta dan SMK Piri 1 Yogyakarta. Bedarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa implementasi Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) dalam dunia pendidikan sebenarnya sudah dikomunikasikan denagan baik."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI, 2019
355 JIPHAN 5:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Taletting Langi
"Penelitian ini berfokus pada tiga aspek yaitu pendidikan dan hak atas pendidikan, anak dan pengungsi anak, dan Aceh itu sendiri. Pendidikan dan anak merupakan hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Konflik, gempa, dan tsunami telah merusakkan sarana dan prasarana di Aceh termasuk pendidikan. Bencana tersebut mempengaruhi proses pendidikan terhadap anak di aceh. Anak yang terkena dampak ini mengalami extreme stressor atau kesaksian yang lebih besar terhadap bencana dan sesudahnya, dan mereka kurang memiliki dukungan keluarga dan teman sebaya. Pasca konflik dan bencana alam terlihat bahwa pendidikan di aceh lebih terarah.
Penulisan tesis ini pada umumnya telah menggunakan metode penelitian yang bersifat socio legal yang bertujuan untuk memperoleh gambaran atas konsep yang abstrak diwujudkan dalam prakteknya serta mendapatkan penjelasan bermakna tentang gejala hukum yang diinterprestasikan secara faktual. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan juga dengan studi kepustakaan serta dokumentari. Analisis dilakukan dengan merujuk pada sumber data dan informasi, beberapa pendekatan dilakukan, bisa secara satu persatu atau secara bersamaan, tergantung konteks yang ingin dibahas.
Dari analisis ini disimpulkan bahwa: 1) konflik dan bencana telah mempengaruhi pencerdasan masyarakat terutama anak dalam masalah pendidikan; 2) Dari bencana perang dan bencana alam menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana khususnya pendidikan di Aceh; 3) Setelah Gempa, Tsunami, dan Perdamaian di Aceh terjadi, Pendidikan di Aceh lebih terarah; 4) Pihak-pihak seperti Pemerintah, Masyarakat, LSM, serta Donatur ikut bertanggung jawab terhadap pemenuhan Hak atas pendidikan Pengungsi Anak di Aceh. Hasil penelitian menyarankan bahwa untuk masa depan betapa pentingnya menjaga perdamaian di Aceh sehingga tidak menimbulkan konflik yang menghambat proses pendidikan; penanggulangan konflik dan bencana yang lebih terencana berpedoman pada UU sehingga tidak menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan sektor pendidikan di Aceh; Perlunya analisis sosiologis masyarakat setempat terlebih dahulu; Peran serta Pemerintah dan Masyarakat untuk lebih aktif dalam membantu meningkatkan mutu pendidikan di Aceh.

The focus on this study is Education and its rights, child and children refugee, and Aceh itself. Education and child are things which could not be separated. Conflict and natural disaster have been devastating infrastructure and superstructure of education in Aceh. The tragedy has been influence education system process to the child in Aceh. The minor, who have got the impact, experienced extreme stressor and they were lack of support from their family and college. Post disaster could be seen that education start to get priority and more increasing in Aceh.
The thesis writing in generally had been using research method of socio legal. It aimed to get description on abstractly concept which is practically concreted. Moreover, it was to get explanation on legal syndrome which is factually interpreted. Data gathering conducted with interview as well as with study library and documentary. The analysis conducted with using reference from data and information. Some approaches conducted rather than one by one or collectively but it does depend on which content want to discuss.
From the analysis could be concluded that: 1) conflict and natural disaster have been influence the society intelligent mainly to the children in education issues. 2) from the tragedy had caused distressing of infrastructure and superstructure on education in Aceh. 3) post disaster and peace in Aceh, education got priorities 4) the party such as government, society, NGOs and Donors got feel responsible to the education rights fulfillment for children refugee in Aceh. The research result suggested in the future how important to keep peace in Aceh in order to eliminate conflict which barrier education system process; conflict and disaster should be planned and it?s according to constitution otherwise it will not raise obstacle in order to implement the education for children in Aceh; Sociology Analysis is needed for society; government and society roles to be more active in order to help improvement the quality of education in Aceh."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Basyir
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan Program Gema Assalam termasuk hambatan-hambatan dan upaya untuk mengatasinya. Program Gema Assalam muncul karena belum ada kebijakan yang melihatkan wanga masyarakat dalam perencanaan untuk masa depannya (perencanaan dan bawah/bottom up planning) serta merupakan pengembangan lebih lanjut dan program pembangunan gampong masa sebelumnya dalam penanggulangan kemiskinan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka Mukim Bano terpilih menjadi tempat dilaksanakannya Program Gema Assalam di Kabupaten Simeulue. Program Gema Aasalam merupakan program pemberdayaan masyarakat, yang dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat agar mampu mengatasi permasalahan hidup sehingga mereka keluar dan lilitan kemiskinan.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang melalui proses studi lapangan, wawancara dengan informan, dan pengamatan secara langsung di lapangan. Sementara itu terhadap pemilihan informan dilakukan secara Snowball Sampling, dengan lingkup informan yang mencakup Camat Simeulue Tengah / aparat pemerintahan Mukim Bano,Petugas lapangan,Tokoh masyarakat, Masyarakat kelompok sasaran,LSM Monitoring. Hasil penelitian ini dianalisis dengan mengaitkan kemiskinan, pembangunan daerah, pengembangan masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan kebijakan Program Gema Assalam.
Dari hasil peneiitian dapat dilihat bahwa proses pemberdayaan masyarakat dalam program ini dilakukan melalui beberapa tahap dari sosialisasi sampai dengan tahap pelaksanaan kegiatan, belum mencakup tahap pengendalian dan pelestarian kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program mulai terlihat sejak perencanaan kegiatan sampai pelaksanaan. Petugas yang terlibat langsung dilapangan adalah Fasilitator Mukim (FM) dan lmum Mukim yang berperan untuk melakukan pendampingan dan memfasilitasi setiap kegiatan yang dilakukan warga masyarakat sebagai anggota kelompok penerima dana bergulir.
Pelaksanaan program Gema Assalam mencakup kegiatan, Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif, Pembangunan Sarana dan Prasarana, dan Penguatan Kelembagaan Mukim. Mengingat dana yang tersedia terbatas maka kegiatan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif dilaksanakan berupa bantuan dana bergulir dengan penyertaan modal usaha penangkapan ikan/udangPenyertaan modal budi daya ikan/udang di air payau (tambak rakyat). Pelaksanaan proses pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam suatu kelompok berdasarkan kesamaan mata pencaharian. Pembentukan kelompok ini dilakukan untuk mempermudah proses pemberdayaan kepada warga masyarakat.
Dari hasil penelitian menunjukkan proses pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan Program Gema Assalam sesuai dengan petunjuk teknis operasional Gema Assalam, namun terdapat beberapa hambatan dan kendala, pertama. Kondisi Geografis Mukim Bano yang memiliki topografi yang berbukit-bukit dan terletak di daerah yang terpencil di pinggir laut. kedua, Perilaku masyarakat, yang belum terbiasa disatukan dalam suatu kelompok kerja. Selama ini mereka bekerja terbiasa sendiri, ketiga, sumber daya masyarakat yang rendah yang berdampak sulitnya mereka memahami penjelasan yang disampaikan oleh Fasilitator dan masih ada sebahagian yang tidak Iancar menggunakan bahasa Indonesia. Keempat, Iemahnya fungsi koordinasi antar sesama pelaku program. Kendala dan hambatan ini diharapkan menjadi perhatian dan semua pihak yang terkait, dalam rangka melakukan perubahan dan perbaikan pelaksanaan program pada masa yang akan datang yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zul Husni
"Penelitian dengan judul tersebut di atas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi kesehatan ibu dan anak pada periode konflik, serta bagaimana dampak konflik dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Ulee Kareng.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pada data primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan 5 informan yang terdiri dari 2 informan petugas kesehatan dan pejabat pemerintahan, serta 3 informan dari tokoh masyarakat. Teknik pemilihan informan ini dilakukan dengan purposive sampling.
Dari temuan lapangan dan ungkapan-ungkapan 5 orang Informan Penelitian diketahui bahwa, kondisi kesehatan ibu dan anak, arah kebijakan pembangunan kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan ibu dan anak, penyediaan obat dan sarana kesehatan ibu dan anak, peran petugas dalam pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak, partisipasi warga masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan ibu dan anak, diperoleh kesimpulan bahwa kondisi kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh belurn sepenuhnya mencapai sasaran pelayanan kesehatan. Teknis pelayanan kesehatan pun belum optimal karena terbatasnya tenaga kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan di Kecamatan Ulee Kareng. Disamping itu, belum optimalnya kondisi kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Ulee Kareng diketahui dari data masalah kesehatan di sebagai berikut :
Pertama, Masih tingginya angka ibu hamil resiko tinggi yang mencapai 73 ibu atau melebihi dari sasaran awal yang ditetapkan sebanyak 36 ibu hamil ; Kedua, Capaian imunisasi balita dan anak usia sekolah rata-rata tidak mencapai 75 persen dari populasi sasaran pelayanan imunisasi ; Ketiga, Hanya ada 3 Puskesmas Pembantu di 9 desa yang ada di wilayah Kecamatan Ulee Kareng, dan hanya ada 2 orang dokter di Kecamatan Ulee Kareng ; Keempat, Jumlah kematian kasar pada tahun 2001 mencapai 0,40 persen dari populasi 14.759 penduduk, dan pada tahun 2001 jumlah kematian kasar mengalami peningkatan hingga mencapai 0,44 persen dari populasi 15.891 penduduk.
Menurunnya intensitas pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kecamatan Utee Kareng pada pasca konflik tidak hanya disebabkan oleh rendahnya partisipasi masyarakat, keterbatasan pembiayaan, keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan, dan keterbatasan tenaga kesehatan, namun disebabkan juga oleh dampak konflik yang terjadi di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Situasi konflik ini diketahui dari ungkapan-ungkapan 5 orang Informan Penetitian mengenai hubungan lembaga masyarakat dengan lembaga pemerintah, situasi kehidupan sosial masyarakat, pandangan dan harapan masyarakat terhadap konflik. Situasi konflik ini tercermin dari adanya perasaan kurang aman di kalangan petugas kesehatan, kurang harmonisnya kerjasama lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, dan besarnya harapan masyarakat agar konflik tidak ada lagi.
Situasi konflik tidak sampai menghambat pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, karena terbukti berbagai program pelayanan kesehatan ibu dan anak tetap terlaksana. Keadaan ini berlangsung karena kesehatan ibu dan anak dipandang sebagai kepentingan dan kebutuhan semua pihak, terutama kebutuhan warga masyarakat Kecamatan Ulee Kareng itu sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T2517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Imran
"Di negara berkembang termasuk Indonesia penyakit malaria ini merupakan masalah kesehatan masyarakat, telah menimbulkan banyak korban, biaya perawatan medis, dan kehilangan kerja. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bahwa jumlah penderita penyakit malaria diketahui bahwa Annual Malaria Incidence (AMI) untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebesar 2,43 per seribu penduduk. Dari data tersebut proporsi terbesar terjadi di Kota Sabang dengan jumlah 32,2 per seribu penduduk. Dengan tingginya kasus malaria di Kota Sabang dan belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria di Kota Sabang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), maka perlu dilakukannya suatu studi yang dapat memberikan gambaran terhadap perilaku masyarakat Kota Sabang terhadap pemberantasan penyakit malaria dan faktor-faktor yang mempenggaruhinya.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 201 rumah tangga di 4 kelurahan yang masuk dalam kategori High Prevalence Area (PR > 3 ) dalam Kota Sabang. Variabel yang diteliti adalah faktor predisposisi yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap. Faktor yang kedua adalah faktor pemungkin yang mencakup sarana dan keramahan tenaga kesehatan dan faktor penguat yang dilihat dari sikap tokoh masyarakat. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan yang sesuai (uji t untuk variabel dengan 2 kategorik, uji anova untuk variabel independen yang mempunyai lebih dan 2 kategori dan uji korelasi regresi untuk variabel independennya numerik) pada derajat kepercayaan 95 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku masyarakat Kota Sabang terhadap pemberantasan penyakit malaria yang masuk dalam kategori kurang sebanyak 45,8 % dan kategori baik 54,2 %. Berdasarkan analisis bivariat dengan untuk variabel jenis kelamin tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin lakilaki dengan jenis kelamin perempuan terhadap perilaku pemberantasan penyakit malaria. Untuk variabel tingkat pendidikan menunjukan adanya perbedaan rata-rata yang bermakna antara tingkat pendididikan dengan perilaku pemberantasan penyakit malaria. Sedangkan untuk variabel umur, pengetahuan, sikap responden dan sikap tokoh masyarakat menunjukkan adanya hubungan antara variabel tersebut dengan perilaku, sarana dan sikap petugas kesehatan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna setelah diuji dengan mengunakan uji korelasi regresi. Hubungan umur dengan perilaku menunjukkan hubungan yang lemah, hubungan pengetahuan dan sikap serta sikap tokoh masyarakat dengan perilaku menunjukkan hubungan yang sedang. Kemudian hubungan sarana dan keramahan tenaga kesehatan dengan perilaku tidak adanya hubungan.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan bagi Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam perlu memberikan dukungan perhatian terhadap upaya pemberantasan penyakit malaria di Kota Sabang. Bagi Dinas Kesehatan Kota Sabang agar menjadikan program pemberantasan penyakit sebagai program utama. Bagi Puskesmas perlu ditingkatkan penyuluhan dan penyebaran informasi kepada masyarakat terutama cara pemberantasan penyakit malaria dengan mengunakan bahasa lokal agar mudah dipahami dengan melibatkan tokoh masyarakat.
Bagi Pemerintah Daerah Kota Sabang perlu mengadakan program khusus karena prevalensi penyakit malaria masih tinggi. Bagi Masyarakat perlu meningkatkan pengetahuan dan pendidikan. Untuk peneliti diharapkan melakukan penelitian dengan rancangan yang berbeda yang meliputi keseluruhan variabel.

Factors Which Are Related to the People Behavior in an Effort to Eradicate the Malaria Disease in Sabang City of Nanggroe Aceh Darussalam, Year 2003In the developing country including Indonesia, the malaria disease is a health problem of the people, that have taken many victims, medical expenses, and loss of employment. Based on the data from the Health Office of Nanggroe Aceh Darussalam Province that the number of malaria patients or the Annual Malaria Incidence (AMI) for Nanggroe Aceh Darussalam Province is 2.43 percent per one thousand people. With the high incidence of malaria in Sabang City and the unidentified factors related to the people behavior in eradicating the malaria disease in Sabang city of Nanggroe Aceh Darussalam (NAB), a study needs to be done which can give a description towards the behavior of the people of Sabang city towards the eradication of malaria disease and factors which affect it.
The research design used is cross sectional with the number of sample 201 of households in 4 sub-district which is included as High Prevalence Area (PR>3) in Sabang City. The Variable surveyed was the predisposition factor which includes sex, age, education level, knowledge and attitude. The second factor is the enabling factor which includes facilities and attitude of the health personnel and the encouraging factor which can be seen from the attitude of the public figure. The data analysis is done with univariate and bivariate method by using suitable one (t test for variable with 2 categories, anova test for independent variable that has more than 2 categories and regression correlation test for numeric independent variable) at the confidence level 95%.
The results of the survey indicate that the behavior of Sabang City people towards the malaria eradication which is included in the less sufficient category is 45.8% and good category is 54.2%. Based on the bivariate analysis with the sex variable does no indicate a significant difference between the man and the woman sex towards the malaria disease eradication. For the education level variable there is average significant difference with the malaria disease eradication. While for age variable, the knowledge, respondent attitude and the public figure attitude, it indicates a relationship between that variable and the attitude, facilities and the attitude of the health personnel does not indicate a significant relationship after it was tested by using regression correlation.
Based on the results of research it is suggested that the Office of Health of Nanggroe Aceh Darussalam needs to give attention towards the efforts to eradicate the malaria disease in Sabang City. It is suggested for the Health Office of Sabang City to make the disease eradication as its major program. It is suggested for the Community Health Centers that they must increase the counseling and dissemination of the information to the people especially the method of malaria disease eradication by using the local language in order to be understood easily by involving the public figures.
For the Government of Sabang City it is suggested that it needs to make a special program because the malaria diseases prevalence is still high. The people need to increase their knowledge and education. For the researchers, it is expected that different design of the research which include the whole variables.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12698
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Feroza
"Pelaksanaan hukuman cambuk merupakan implementasi disahkannya sistem pemerintahan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Hukuman cambuk dipandang sebagai hukuman yang sebanding untuk menjalankan roda pemerintahan syariat Islam, karena bernuansa islami dan sesuai dengan aturan agama Islam. Hukuman cambuk dijatuhkan bagi tindak pidana tertentu yang diatur dalam Qanun Nomor 12 tentang Minuman Khamar (minuman keras) dan sejenisnya, Qanun Nomor 13 tentang Maisir (perjudian) dan Qanun Nomor 14 tentang Khalwat (mesum). Tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya pendapat pro dan kontra terhadap pelaksanaan hukuman cambuk. Hukuman cambuk dianggap melanggar Hak Asasi Manusia serta merupakan hukuman yang kejam.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan suatu keadaan di dalam masyarakat dan didukung oleh data-data di lapangan serta studi kepustakaan.
Penelitian ini berpegang pada 2 teori inti, yaitu teori detterence (teori yang menekankan pada tujuan untuk mempengaruhi atau mencegah orang lain agar tidak melakukan kejahatan) dan teori stimulus and respond (teori yang mengembangkan proses pengekalan untuk membentuk perilaku).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukuman cambuk telah membawa perubahan pada sistem peradilan pidana. Hal ini ditunjukkan dengan adanya lembaga baru yaitu Dinas Syariah yang bertugas sebagai lembaga pengawas dan eksekutor hukuman cambuk. Hukuman cambuk menjadi hukuman alternatif prioritas dengan tetap mempertahankan hukuman penjara bagi kejahatan yang telah diatur di dalam KUHP. Hukuman cambuk hanya diberikan bagi masyarakat yang beragama Islam, sedangkan masyarakat di luar Islam tetap berpegang pada ketentuan KUHP.
Pelaksanaan hukuman cambuk menunjukkan bahwa hukuman ini dapat meminimalisasi pelanggaran HAM dan jauh dari kesan kejam dibandingkan pidana lainnya. Hukuman cambuk bertujuan memberikan penjeraan melalui efek malu karena pelaksanaannya dilakukan di depan umum. Selain menunjukkan transparansi dalam penegakan hukum, hukuman ini juga bersifat tunai dan langsung. Pembuat peraturan harus dapat memberikan kepastian hukum untuk mendukung pelaksanaan qanun sehingga tidak menimbulkan dualisme hukum di Nanggroe Aceh Darussalam.

The implementation of caning punishment was establishing the system of Islamic Law in the Government system of Nanggroe Aceh Darussalam. Caning punishment is declare as a worthy punishment due to the Islamic flair and accordance to the Islamic laws it self. It was sentenced to some certain crime which is order to Qanun Number 12 about Khamar (alcoholic), Qanun Number 13 about Maisir (Gambling) and Qanun Number 14 about Khalwat (immoral acts). The background of this research comes from community's pro and contra statement's about implementation of caning punishment, which is indulged as human rights violations and as a cruel punishment.
The research is using qualitative method with descriptive analytical approach which is describe a society condition and supported by field data and library research.
The research complied with two main theories, the theory of deterrence (a theory that stresses the purpose to influence or deter someone from committing crime) and the stimulus and respond theory (a theory that develop the process of deterrent in forming behavior).
The result of this research shows that caning punishment had given a change to the criminal justice system. It was established by the new institution named "Dinas Syariah", who acted both as a watch institution and the executor for caning punishment. Furthermore this punishment becomes a priority alternative within stick to prison as priority punishment in KUHP. The caning punishment was confected to Islamic criminals only.
By the caning punishment, the human right violation could be minimize and categorize as an un-cruel punishment. The caning punishment is aimed to teach offenders a lesson by embarrassing them in public as the punishment carried out by displaying to the public. Hence to show transparency in upholding law, this punishment also deemed instant and immediately. Therefore the lawmaker should give an assurance to the law of the Qanun implementation, so it won't make any law dualism.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafrawi
"Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami (PKNI) telah dicanangkan oleh Gubernur Provinsi NAD pada tanggal 25 April 1998 yang merupakan tindak lanjut dari hasil Muzakarrah anlara Majelis Ulama Indonesia dengan Dinas Kesehalan Provinsi NAD. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang no. 44 tahun 2002 tentang Keistimewaan Nanggroe Aceh Darussalam., maka luntutan akan rnulu pelayanan Kesehatan yang spesifik daerah merupakan hal yang harus dilakukan dan hal ini juga mempakan salah satu hal yang dihasilkan pada Rapat Kerja Kesehatan Daerah Provinsi NAD tahun 2002 yang merekomendasikan bahwa "Pelayanan Kesehatan yang Bernuansa Islami" selanjutnya menjadi "Pelayanan Kesehatan yang lslami" yang sesuai dengan visi Dinas Kesehatan Provinsi NAD yaitu "Aceh Sehat 1010 yang Islami". Hasil penelitian pada Puskesmas Syiah Kuala Banda Aceh tahun 2001 diperoleh hasil bahwa 85% responden menghendaki agar pelayanan Kesehatan bernuansa Islami dapat diterapkan dimanapun petugas bekerja. Oleh sebab itu diperlukan suatu konsep tentang pelayanan Kesehatan yang Islami yang selanjutnya akan menjadi model pelayanan Kesehatan yang Islami dan instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi serta hasil evalusi terhadap penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran konsep yang akan menjadi model pelayanan Kesehatan Islami dan diperolehnya instrumen serta hasil evaluasi tentang penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang ada. Desain penelitian adalah cross sectional yang bersifat kualitatif dan kuantitatiif Proses yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu proses mencari konsep pelayanan Kesehatan yang Islami melalui studi literature dan indepth interview (dengan pakar/praktisi agama, adat, sosial budaya, Kesehatan, pengguna pelayanan Kesehatan, akademisi sebanyak I5 orang) dan proses pengembangan instrumen budaya lslami dalam pelayanan Kesehatan melalui studi literature, kuesioner pendahuluan sebanyak 40 orang, Fokus Group Diskusi sebanyak 15 orang dan Uji Coba Kuesioner (pada petugas dan masyarakat masing-masing 510 orang) yang dilakukan dalam wilayah Provinsi NAD baik( pada Dinas Kesehatan (Provinsi dan Kabupaten) maupun institusi pelayanan (Rumah Sakit dan Puskesmas). Waktu penelitian mulai bulan September - November 2003.
Dari penelitian ini didapatkan hasil adalah : melalui indepth interview diketahui bahwa pelayanan Kesehatan yang diterapkan pada saat ini tidak memuaskan dan sama sekali belum sesuai dengan syariat Islam dan keinginan dari informan agar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan syanat Islam secara menyeluruh. Adapun konsep yang ditemukan dalam pelayanan Kesehalan yang Islami adalah meneakup 5 aspek yaim : sikap/perilaku petugas yang Islami, fasililas/sarana pelayanan Kesehalan yang Islami, prosedurftata cara/mekanisme pelayanan kesehatan yang Islami, suasana pelayanan Kesehatan yang Islami dan pembiayaan pclayanan Kcsehalan yang Islami. Namun aspek yang terpenting dilaksanakan terlehih dahulu adalah sikap/perilaku pelugas dan prosedurftatacara yang pelayanan Kesehatan yang Islami. Pengembangan instmmen budaya Islami dalam pclayanan Kesehatan sebagai pencenninan dari budaya organisasi Islami dalam pelayanan Kesehalan yang terdiri dari 3 dimensi yaitu nilai dan pcrilaku individu (36 variabcl), nilai dan perilaku antar individu (14 variabel), serta nilai dan perilaku kepemimpinan (15 variabel). Keseluruhan kuesioner akhir mencakup 65 variabel dan terdiri dari 269 pemyataan.
Perhimngan validiras konstruk kedua kuesioner (bagi pelugas dan masyarakat) mcnunjukkan bahwa validitas tiap butir pernyataan berada pada kategori cukup dan dan agak rendah menurut klasifikasi Praseryo (2000). Analisis Anova dan T-test independent pada kuesioner petugas menunjukkan bahwa ada pcrbedaan bermakna rata-rata skor beberapa variable budaya Islami pada kelompok jenis kelamin, umur, institusi, lama bekelja, tingkat pendidikan dan jabatan . Pada kuesioner masyarakat diperoleh bahwa ada perbedaan berrnakna rata-rata skor bebempa variable dengan kelompok masyarakat berdasarkan institusi yang dikunjungi, status bekerja, tingkat pendidikan, dan umur tetapi jenis kelamin tidak mempunyai hubungan bermakna.
Perhitungan reabihras kedua kuesioner (petugas dan masyarakat) menunjukkan bahwa reabilitas tiap variable dalam kuesioner ini seluruhnya berada dalam kategori tinggi menurut klasilikasi Danim (2001). Analisis korelasi pada kedua kuesioner menunjukkan hubungan yang sangat kuat antar 3 dimensi budaya organisasi Islami diatas. Analisis regresif pada kedua kuesioner menunjukkan 3 dimensi budaya (Perilaku individu, perilaku antar individu dan perilaku kepemimpinan) benar-benar dapat menjelaskan terjadinya variasi budaya Islami dengan sangat baik. Hasil regresi juga menunjukkan bahwa skor perilaku individu paling baik digunakan untuk meramalkan budaya organisasi Islami dari suatu institusi Kesehatan. Persepsi petugas dan masyarakat berada pada titik yang sama yaitu tidak sesuai atau pada kategori sedang. Artinya pelayanan Kesehatan di Provinsi NAD tidak/belum sesuai dengan budaya Islami. Variabel yang tidak sesuai menurut petugas dan masyarakat adalah : tawadhlu, harga diri, berpenampilan sederhana, sopan, Ufah, istikharah dan muthmainah.
Dari penelitian ini dapat disarankan dan direkomendasikan perlu dilibatkannya para pakar organisasi dan pakar bahasa untuk dapat merumuskan konstruksi yang lebih sempurna tentang budaya organisasi Islami. Intervensi yang dilakukan diutamakan pada perilaku individu petugas, karena terbukti perilaku mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam menentukan/meramalkan budaya Islami dalam pelayanan Kesehatan Para pimpinan melalui pertemuan berkala, memotivasi pegawai agar dapat berprilaku sesuai dengan budaya Islami. Perlu dilakukan evaluasi penerapan budaya Islami dalam pelayanan Kesehalan di semua institusi Kesehatan. Perlu disusun buku panduan sebagai pegangan pegawai dalam berperilaku dan perlu diterapkannya muatan local budaya Islami di institusi pendidikan Kesehatan dalam provinsi NAD. Selanjutnya disarannkan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan konsep dan instrumen pelayanan kesehatan Islami.

Islamic nuance health service (PKNI) was declared by the governor NAD province on 25 April 1998 as a continuation action of results of muzakarrah meeting between MUI (Indonesian Council of Religious Scholars) and provincial health Office of NAD. It is along with regulation no. 44 year 2002 on peculiarity of NAD province. Therefore, the demand of health service quality according to local medical cases is needed to be released. It is along with results of meeting forum of regional health of NAD province 2002, which consists of a recommendation of Islamic nuance health service (Pelayanan Kcsehatan yang Islami) to'lslamic Health Service (Pclayanann Kesehatan Islami) suit to visions of provincial health office of NAD province; Islamic Healthy Aceh 2010. Based on results of research at Syiah Kuala Banda Aceh health center, 85 % of respondents demand medical employees to implement Islamic health service at any health facilities they visiting. Therefore, it is needed a concept of Islamic health service and instrument to be used for evaluation results of implementing Islamic culture in health service which using available instrument.
Objectives of the research is to obtain a concept to be a model of Islamic health service, to obtain instrument and evaluation results On implementation of Islamic eulturc in health service using available instrument. Research design is qualitative and quantitative with cross sectional approach. The research went through two processes; firstly, searching for concepts of Islamic health service using literature study and in-depth interview to religious scholars, custom, social-culture and experts, health provider and 15 academicians. Secondly, developing of Islamic culture instrument in health service refer to literature study and introduction questionnaire to 40 respondents, Focus Group Discussion to 15 respondents and try out questionnaire to 510 respondents of provider and patient who come to health facilities members in NAD Province. The research started in September and ended in November 2003.
The results obtained are; through in-depth interview, it is found that the service implemented is not satisfying. The' respondents demanded to have health service an Islamic nuance. The concepts found for Islamic health service covers five aspects: Attitude of health provider, health facilities, health services procedure, environtment and health budgeting. But, the most important aspect to be implemented is attitude of health provider and lslamic procedure of the service. The development of Islamic culture instrument in the service is a reflection of Islamic culture organization. The Islamic culture organization consists of three dimensions; value and individual attitude ( 36 variables), value and inter individual attitude (I4 variables), and value and leadership attitude (15 variables).
The questionnaire, which consists of 269 questions, covers.65 variables. Based on construct validity test of the two questionnaire to health provider and patient , the data shows that the validity of each question is placed on fair low category,(Prasetyo classification;2000). Applying Anova analysis and independent T-test to provider’s questionnaire, the data shows that there is significant different average score at some variables on group of sex, age, institutions, length of working, educational background and positions. An there is also significant different average score of some variables with group of patients who had visited health facilities, working status, educational background and age. Reability test to the two questionnaires shows that every available is at 'high category (Danim classilication 2001).
Correlation analysis to the questionnaires shows strong relations among the three dimensions of Islamic culture organization. While Regression analysis shows that the three dimensions could describe well Islamic culture variation. The regression results shows that best individual attitude is used to predict Islamic culture organization of health facilities. Responses of health provider and patient are placed at average category. It means that health service in the province have not reffer to Islamic culture yet. Variable, which according to provider and patient have not been along yet with lslam are humble, self respect, simple appearance, polite, iffah, istikharah, and muthmainnah:
It is suggested to involve organization and language experts to formulate a more complex construct on culture of Islamic organization. The intervention should be focused on individual attitude of provider, because the attitudes are proved to determine Islamic culture in the service. Through periodically meeting, leaders support and motivate the health provider to works in Islamic behavior. It is needed to evaluate the implementing of Islamic culture in health service at any health facilities. And it is also needed to reward those provider applying the service such as becoming TKHI ( Indonesian Hajj Official), having further education, ete. Then, compiling a guidance book as guides for' the provider and subscribing Islamic culture subject at any health educational institution in NAD province are considered important.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T32865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah salah satu institusi panting dalam wilayah pelabuhan. Tugasnya adalah mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular tertentu melalui kapal laut/pesawat udara, memelihara dan meningkatkan sanitasi lingkungan di pelabuhan/bandara, di kapal laut/pesawat udara dan pelabuhan lintas batas. Tugas lainnya adalah memberikan pelayanan kesehatan terbatas di pelabuhan laut/bandara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beban kerja Kantor Kesehatan pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dirasakan amat tinggi untuk dilaksanakan oleh jumlah pegawai yang tersedia. Faktor keamanan adalah kendala utama dalam pelaksanaan tugas. Kedisiplinan sangat diperlukan dalam penyelesaian tugas tanpa mengeyampingkan Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan.
Penelitian ini dilakasanakan untuk mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan di Banda Aceh dan Lhokseumawe. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Jumlah sampel terdiri atas 42 orang. Variabel yang diteliti adalah faktor individu yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja, pendidikan dan tingkat pengetahuan. Faktor organisasi mencakup kepemimpinan, imbalan, struktur, dan supervisi serta faktor psikologis yang meliputi persepsi dan motivasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan sebesar 81,0% berkategori baik. Hasil analisis bivariat memperlihatkan bahwa faktor individu signifikan yang berhubungan dengan kinerja adalah variabel status perkawinan, dengan nilai p = 0,029, OR 2,00 (95% CI: 1,44-2,77). Faktor organisasi dengan variable struktur organisasi memiliki nilai p= 0,029, OR 5,20 (95% CI : 1,36-19,77), sedangkan faktor psikologis adalah variabel persepsi dengan nilai p =0,04I, OR 4,71 (CI: 1,25-17,71).
Dari hasil penelitian ini, disarankan kepada pihak Pemerintahan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk memperhatikan dan mengambil langkah-langkah pembinaan, pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan kepada pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pimpinan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disarankan untuk menekankan tugas dan tanggungjawab terhadap pekerjaan kekarantinaan kepada pegawai melalui pertemuan berkala. Pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan disarankan untuk terus mempertahankan kerja sama dalam pelaksanaan tugas.
Penulis menyadari keterbatasan dalam rancangan penelitian dan variabel penelitian ini, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan yang meliputi variabel yang lebih lengkap serta instrumen pengukuran kinerja yang lebih spesifik dan akurat di masa akan datang.

The works of Port Health Office in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam is overloaded to carry by the number of available staffs. Security factors is one of the main constraints in carrying out the work. Discipline is really necessary in completing the task, without putting Standard Operational Procedure (SOP) aside.
This research is conducted in order to know the determinant factors to the work performance of Port Health Office staffs in Banda Aceh and Lhokseumawe. The design of the research is cross sectional study. Samples are 42 respondents. The variable observed are individual factor (age, sex, marriage status, work period, education and level of knowledge), organizational factor (leadership, reward, structure, and supervision), and psychological factor (perception and motivation).
The result of the study showed that the performance of the Port Health Office staffs, as much 81.0 % is in good category. The result of bivariat analysis showed that individual factor which is significantly related to the work performance is marriage status variable, with p value = 0.029, OR 2,00 (95 % CI: 1,44-2,77). Organizational factor is significantly related to the work performance is the organization structure variable, with p value = 0,029, OR 5,20 (95 % CI: 1,36-19,77), while psychological factor is perception variable with p value= 4,041, OR 4,71 (CI: 1,25-17,71)
From the result of the study, it is suggested to the Provincial Government of Nanggroe Aceh Darussalam through Provincial Health Authority to pay attention and take certain measures in continual guidance, education, and training to the staffs of Port Health Office staffs. The Head of Provincial Health Authority of Nanggroe Aceh Darussalam is suggested to emphasize the responsibility and quarantine works to the staffs in periodical meeting. The staffs of Port Health Office are suggested to preserve the corporation among the staffs in carrying the work.
The writer, however, feels there are limitations in the research?s methodology and variables. Therefore, it is necessary to conduct further studies that have more complete variables and more specific and accurate measure instrument of work performance.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>