Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yonita Lydia
"ABSTRAK
Batas Usia Dewasa Sebagai Bentuk Kemampuan Bertindak Dalam Hukum Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Di samping itu, juga untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai batas usia dewasa untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Karena di dunia ini, mengenai hukum perdata terdiri dari berbagai macam sistem hukum negara nasional sehingga tidak ada keseragaman dalam pengaturan batas usia dewasa. Begitu juga di Indonesia, di mana Hukum Perdatanya bersifat pluralistik, tidak ada keseragaman dalam pengaturan batas usia dewasa bagi seseorang seperti halnya menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Perkawinan. Pada hakikatnya, dalam semua sistem hukum seseorang dianggap mampu untuk bertindak dalam hukum apabila ia sudah dewasa. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat hukum normatif. Karena Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dan Yurisprudensi telah menentukan batas usia dan kemampuan bertindak dalam hukum adalah 18 tahun, maka hal itu haruslah diterima sebagai ketentuan/patokan umum (ius generalis) tentang batas usia dewasa dalam hukum perdata.
Sedangkan dengan perundang-undangan khusus (ius specialis) dapat ditentukan batas usia dewasa lain sebagai pengecualian, misalnya batas usia ikut pemilihan
umum, memperoleh kewarganegaraan, untuk melakukan perkawinan atau tindakan hukum tertentu menurut Undang-Undang. Tetapi untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat di Indonesia apabila menghadapi perjanjian dengan orang asing, maka ia dianggap mempunyai kemampuan hukum atau kemampuan hukum terbatas sepanjang menurut hukum Indonesia ia dianggaplah demikian.

"
2006
T16382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Mayrizal Amir
"Anak-anak yang dilahirkan dari orang tuanya yang tidak terikat dalam suatu perkawinan disebut anak-anak luar nikah atau dalam hukum Islam biasa disebut dengan anak hasil zina. Secara biologis anak tersebut memang mempunyai hubungan darah dengan kedua orang tuanya, namun yang menjadi masalah adalah apakah anak tersebut juga mempunyai hubungan hukum dengan orang tuanya dan bagaimana kedudukan anak luar nikah tersebut bila diangkat anak oleh orang lain, mengingat pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah mengatur mengenai masalah pengangkatan anak yang hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.
Penelitian ini dianalisis secara deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dari hasil penelitian ternyata kedudukan anak luar nikah sebagai anak angkat menurut peraturan perundang-undangan dan hukum Islam adalah samasama tidak mempunyai hubungan perdata/nasab dengan orang tua angkatnya. Anak luar nikah hanya mempunyai hubungan perdata/nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Children who are born from parents that are not related in any marriage are called children outside marriage or in Islamic law usually known as children resulted from zina. Biologically these children has blood relation with both parents, but what becomes the issue is do these children have relation by law with their parents and how are the placement of these outside of marriage kids if they were adopted by someone, considering government through Law number 23 Year 2002 pertaining Child Protection has governed regarding child adoption which can only be done for the childs best interest.
This research was analysed descriptively by using normative juridical approach. From the result of the research it turns out the position of outside marriage children as adopted child by Law dan islamic Law is that it equally does not have civil/nasab relation with the step parents. Outside of marriage children only have relation civil/nasab with their mother and family from the mother's side.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Esha Satya Satwika
"Anak merupakan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita jaga dengan baik karena mereka menjadi generasi penerus bangsa dan negara ini. Karena hal tersebut sangatlah penting maka dibutuhkan perhatian dari seluruh unsur bangsa, tidak hanya keluarga namun pemerintah, jaminan hukum, serta masyarakat. Dalam hal ini adalah jaminan di bidang hukum yang diharapkan dapat menjamin kesejahteraan, perlindungan, dan keadilan baginya, khususnya anak nakal atau anak yang berkonflik dengan hukum. Selain itu, dibutuhkan pula suatu lembaga yang khusus bertugas untuk melaksanakan perlindungan hukum terhadap anak sebagaimana yang diamanatkan kepadanya, lembaga tersebut adalah KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).
Tulisan dengan judul Peranan KPAI Dalam Mewujudkan Keadilan Restoratif Sebagai Usaha Penegakan Hukum Terhadap Anak Nakal/Berkonflik Dengan Hukum merupakan suatu hasil analisa dengan metode normatif-empiris tentang upaya-upaya KPAI dalam mewujudkan keadilan restoratif yang dihubungkan dengan praktek SPP Anak. Sesuai dengan amanat Pasal 76 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, KPAI memiliki tugas untuk melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Dengan adanya UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dinilai lebih menjamin keadilan dan perlindungan anak dengan diaturnya konsep diversi yang mencerminkan keadilan restoratif maka KPAI diharapkan dapat lebih optimal dalam melakukan perlindungan anak dan membantu aparat penegak hukum khususnya Kepolisian. UU SPP Anak ini memiliki keragaman sanksi yang lebih daripada UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Selain itu, tantangannya adalah merubah stigma masyarakat yang lebih condong pada sanksi retributif, khususnya anak yang berkonflik dengan hukum.
Munculnya teori atau konsep keadilan restoratif diharapkan dapat menghindarkan anak dari SPP karena ditakutkan akan mempengaruhi pertumbuhannya, khususnya mental anak. Dibutuhkan kemampuan penegak hukum yang lebih dalam perlindungan anak dan pelibatan masyarakat guna tercapainya perlindungan anak secara hukum yang berujung pada kepentingan terbaik bagi anak. Memang sejumlah kendala menjadi hambatan penerapan ini seperti masih kurangnya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, keterbatasan dan kurangnya pemahaman perlindungan anak oleh penegak hukum, serta keterbatasan KPAI dalam melaksanakan tugasnya. Dengan konsep keadilan restoratif yang dicerminkan pada UU SPP Anak, diharapkan KPAI dapat lebih berperan serta dan lebih meningkatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam perlindungan anak khususnya anak nakal/anak yang berkonflik dengan hukum.

A child is a gift from The god that we need to take care of because they will become the successor of the next generation of the nation and the country. Because it is incredibly important it is required attention from the all elements of the nation, not only the family but the government, law protection, and society. In this point is a guarantee in law that is expected to ensure the welfare, protection, and justice for them, especially a juvenile delinquent or a child in conflict with the law. Besides, also needed an institution which specifically on duty to implement legal protection against children as entrusted to him, this institution is KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia-Indonesia Child Protection Commission).
The title of The Post-graduate thesis is The Role of KPAI In Implementing The Restorative Justice as Effort of The Law Enforcement on Juvenile Delinquenct/Child Were in Conflict With The Law is an analysis with normative-empirical method research of KPAI efforts in realizing the restorative justice connected with the practice of the Indonesian Juvenile Criminal Justice System. As mandated in Act No. 23 of 2002 regarding the protection of children article no. 76, KPAI have a task to socialize all regulations legislation relating to the child protection, data and information collection, receiving a complaint from society, exploring, monitoring, evaluation, and supervision over the child protection, provide reports, advise- feedback, and consideration to the President in order of child protection.
By the presence of the Act No.11 of 2012 regarding the juvenile criminal justice systems, child who is considered more ensuring justice and the protection with the arrangement of the diversion concept that reflects restorative justice then KPAI is expected to be more optimal in doing the protection of children and help the law enforcement officials especially police. The Juvenile Criminal Justice System Act has a diversity of children penal than the Act No. 3 of 1997 Concerning juvenile court. In addition, the challenge is to change the stigma that society is leaning more on retributif sanctions, particularly children in conflict with the law.
The rise of theory or concept of restorative justice is expected to prevent the child from the Criminal Justice System because of feared would affect its growth, especially mentally. It takes the ability of the law enforcement agencies in child protection and the involvement of the community in order to achieve the protection of the child by law that resulted in the best interest for the child. Indeed a number of barriers to implementation is occured such as still lack of facilities provided by the Government, limitations and a lack of understanding of child protection by law enforcement agencies, as well as the limitations of KPAI in doing their tasks. With the concept of restorative justice which is reflected on Juvenile Criminal Justice System Act, KPAI would be more expected to participate and improve their coordination with the law enforcement agencies in the protection of children particularly juvenile delinquent/child who were in conflict with the law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manggala, Rita
"Permasalahan kedudukan hukum anak luar kawin terhadap bapak dan/atau ibunya merupakan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena anak luar kawin didiskriminasi baik dalam kedudukan hukumnya maupun di dalam lingkungan masyarakat. Di dalam Undang-undang Perkawinan dan K.U.H.Perdata seorang bapak biologis dari anak luar kawin yang tidak diakuinya, tidak memiliki kewajiban apapun terhadap anak tersebut. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah mengapa anak biologis yang tidak diakui oleh bapaknya mendapatkan ganti rugi berupa nafkah dari bapaknya, khususnya dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 935 K/Pdt/1998 dan apakah yang menjadi pertimbangan Mahkamah Agung dalam menyatakan anak biologis yang tidak diakui bapaknya mendapat ganti rugi berupa nafkah khususnya dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 935 K/Pdt/1998. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif. Bapak biologis yang tidak mau mengakui anak luar kawin biologisnya secara yuridis, menimbulkan kerugian baik secara materil maupun imateril bagi ibu dan anak tersebut. Perbuatan tidak mau mengakui anak luar kawin oleh bapaknya yang sudah ternyata dengan jelas adalah anak biologisnya menurut Mahkamah Agung Republik Indonesia termasuk perbuatan melawan hukum sehingga dapat ditetapkan untuk memberikan ganti rugi berupa pemberian nafkah bagi pihak yang dirugikan. Perlu dibuat suatu penegasan di dalam Peraturan Pemerintah yang akan mengatur lebih lanjut mengenai anak luar kawin khususnya bagi anak luar kawin yang tidak diakui oleh bapaknya secara yuridis, bahwa seorang bapak dari anak luar kawin tersebut tetap harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan, perawatan, pengasuhan dan memberikan bimbingan berdasarkan kasih sayang hingga anak tersebut dewasa. Karena seorang anak(tanpa melihat apakah ia anak sah atau anak luar kawin) berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan."
2006
T16497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pribadi, Sulistyo
"Perkawinan merupakan suatu lembaga penting dalam kehidupan manusia. Lembaga ini diatur di Undang-undang nomor 1 tahun 1974. Faktor keagamaan adalah hal yang sangat penting dalam undang-undang ini, sehingga bagi yang beragama Islam diberikan ketentuan yang mengatur secara khusus yakni dalam Kompilasi Hukum Islam. Syarat-syarat perkawinan dalam kedua ketentuan tersebut seringkali dilanggar hanya untuk kepentingan sesaat. Hal ini dapat dijadikan alasan dalam suatu perselisihan perkawinan. Permasalahan mengenai pembatalan perkawinan seringkali timbal dari suatu perkawinan antara seorang pria dan wanita yang sebelumnya sudah mempunyai potensi konflik. Potensi konflik tersebut bisa dikarenakan si suami maupun si istri tidak bisa memenuhi rukun maupun syarat perkawinan. Setelah perkawinan berlangsung kemudian para pihak membatalkan perkawinan untuk berusaha mengembalikan hubungan hukum perkawinan menjadi seperti tidak pernah ada. Hal ini menimbulkan kerugian terhadap pihak-pihak yang terkait, misalnya anak yang telah lahir atau ikatan hukum dengan pihak ketiga. Pembatalan dapat dilakukan apabila perkawinan tersebut dianggap pernah ada. Dengan metode penelitian kepustakaan dan wawancara penulis berusaha menguraikan dan menganalisanya. Permasalahannya adalah bagaimana akibat hukum terhadap perkawinan yang dibatalkan tersebut, siapa yang menjadi wall anak yang lahir dalam perkawinan yang dibatalkan tersebut, dan bagaimana tanggung jawab para orangtua terhadap anak yang masih dibawah umur tersebut. Pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat nomor 090/Pdt.G/2005/PA.JP yang kemudian dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tinggi nomor 76/Pdt.G/2005/PTA.JK., menurut hemat penulis adalah sudah benar yakni dengan membatalkan perkawinan karena tidak terpenuhinya beberapa syarat dan rukun perkawinan. Namun pada Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 87/Pdt.P/2006IPN.Jak.Sel terdapat kekeliruan yakni menetapkan bahwa si anak tidak ada hubungan hukum dengan ayahnya dan tidak berhak menyandang nama ayahnya atau keluarga ayahnya. Karena balk menurut UU no. 1 tahun 1974 pasal 28 maupun Kompilasi Hukum Islam pasal 75, pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak yang telah lahir dalam perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T18678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Perindha Novera
"Dalam sistem peradilan pidana anak dikenal suatu proses peralihan penyelesaian perkara anak keluar sistem peradilan pidana yang disebut dengan diversi. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi memperoleh kedudukan resmi dalam sistem peradilan anak. Dalam undang-undang tersebut, pengaturan diversi bagi anak yang belum berumur 12 tahun hanya diberikan dalam satu pasal, yaitu pasal 21. Sementara pasal tersebut beserta penjelasannya tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana konsep diversi yang dimaksud oleh undang-undang bagi anak yang belum berumur 12 tahun tersebut.
Skripsi ini membahas bagaimana pandangan Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, serta Pekerja Sosial terhadap pasal tersebut, beserta kendala yang berpotensi terjadi dan antisipasi yang diterapkan. Penelitian ini dilakukan mengingat praktek diversi telah diterapkan dalam sistem peradilan anak sebelum Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak berlaku, sehingga aparat penegak hukum beserta lembaga-lembaga yang terlibat tentunya telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai diversi.

In the juvenile justice system recognized a settlement transitioning children out of the criminal justice system called diversion. With the enactment of Law No. 11 of 2012 on the Children Criminal Justice System, diversion obtain an official position within the juvenile justice system. In the law, regulation of diversion for children under12 years old only given in one article, namely article 21. Whilst the article and the explanation is not enough to explain how the concept of diversion is meant by the law for children who have not aged 12 years.
This thesis discusses how the Investigator, Probation Officer, and Social Workers viewof the article, as well as obstacles that could potentially occur and anticipation are applied. This research was carried out considering the practice of diversion has been applied in the juvenile justice system before the Children Criminal Justice SystemLaw applies, so that law enforcement officers and the agencies involved must have had considerable knowledge of diversion.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Doris Gokdo Ria
"Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Namun pada kenyataannya banyak pasangan suami istri yang bercerai. Korban perceraian selain suami istri yang bercerai, tetapi termasuk juga keturunannya. Meskipun terjadi perceraian, tanggung jawab orangtua kepada anaknya dan hak anak harus tetap dipenuhi. Setelah terjadinya perceraian, pengasuhan anak pada umumnya diberikan kepada ibu. Apabila si ibu yang bercerai menikah lagi dengan pria asing, maka bagaimana status hukum anak-anaknya dan apakah diperlukan surat keterangan mengenai status anak dalam hukum Jepang? Metodologi yang dipakai untuk menganalisa kedua masalah tersebut adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif serta wawancara dengan nara sumber mengenai kasus yang ada. Status hukum anak akibat perceraian yang ibunya menikah lagi dengan pria asing tetap menjadi WNI karena tidak adanya unsur asing dan pengasuhan terhadap anak akibat perceraian orangtuanya diberikan kepada ibunya. Mengenai pengasuhan anak oleh orang asing sebenarnya dapat dilakukan dengan cara pengangkatan anak sesuai dengan prosedur pengangkatan anak yang telah ditetapkan lembaga yang berwenang. Pengangkatan anak dapat menyebabkan putusnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orangtua biologisnya. Selain pengangkatan anak, untuk mengasuh, memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak bagi seorang anak juga dapat dilakukan dengan menjadi orangtua asuh. Hubungan anak asuh dengan orangtua biologisnya tidak menjadi putus. Surat Keputusan Pengadilan tentang pengangkatan anak dalam hukum Jepang memang diperlukan, tetapi dalam kasus ini hanya diperlukan surat pernyataan orangtua biologis si anak yang menyatakan persetujuannya atas pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya yang dilakukan oleh suami mantan istrinya. Pengawasan oleh pemerintah terhadap Perkawinan Campur terutama yang dilakukan di luar negeri hendaknya mendapat perhatian khusus. Perwakilan Indonesia diluar negeri lebih memantau WNI terutama perempuan Indonesia yang menikah dengan WNA. Selain itu, dibutuhkan adanya kesadaran WNI yang ada diluar negeri untuk lapor diri kepada Perwakilan Indonesia setempat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Erliyana
Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2017
362.76 ANN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Herliani
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan pengangkatan anak dalam situasi darurat dan dilakukan oleh orang tua tunggal di Indonesia, termasuk bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak tersebut, akibat hukum terhadap hukum keluarga dan hukum harta kekayaan bagi anak angkat dengan orang tua angkatnya, serta sanksi yang diberikan apabila terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak, kemudian dibandingan dengan ketentuan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal yang berlaku di India. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam hukum pengangkatan anak oleh orang tua tunggal antara Indonesia dengan India. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk Yuridis-normatif dan didukung dengan data sekunder berupa bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder berupa buku-buku, dan bahan hukum tertier berupa artikel dari internet. Penelitian ini menggunakan metode analisis data secara kualitatif karena data yang didapat berupa data deskriptif dari hasil wawancara dan studi literatur. Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal merupakan upaya alternatif sebagai bentuk pemenuhan kesejahteraan anak sepanjang memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa Indonesia perlu membentuk undang-undang khusus mengenai pengangkatan anak yang lebih komprehensif dan efektif untuk melindungi dan mewujudkan kepentingan terbaik bagi anak.

The aim of this essay is to understand the clause of child adoption in emergency situations and conducted by single parents in Indonesia, including the surveillance of the adoption process and the consequence regarding the family law and wealth law for the adopted child with their foster parents. Another aim is to understand penalties regarding any deceptions in the adoption process, also comparisons with the child adoption by single parents in India. This study explains the difference and equalities regarding child adoption law in Indonesia and India. This study is normative juridical in form and supported by secondary data such as primary law material (legislation law) and secondary law material (books), tertiary law material (articles from the internet). The method used in this study is qualitative data analysis, because the data obtained in this research is descriptive data from interview and literature study. Child adoption is another alternative to fulfilling the childs welfare based on the terms and conditions applied. This result of this study stems an advice to reconsider in creating a specific law regarding child adoption, which can be more comprehensive and effective to protect and actualize the childs basic needs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Hendrawan Dwi Saputra
"Penelitian ini Membahas mengenai Kewenangan Bertindak dari Orang Asing sebagai Pihak dalam Akta Perjanjian Mengulangsewakan. Penting bagi Notaris untuk memperhatikan dan mengetahui Kewenangan bertindak bagi Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia sebagai Pihak dalam Akta. Hal ini disebabkan kelalaian atau ketidaktahuan Notaris terhadap hal tersebut akan mengakibatkan kewenangan Orang Asing sebagai pihak dalam Akta menjadi tidak sah, sehingga membuat Akta Perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan tidak memiliki kekuatan hukum. Adapun Permasalahan yang diangkat dalam Penelitian ini adalah mengenai Kewenangan bertindak Orang Asing sebagai Pihak dalam Akta Perjanjian Mengulangewakan Tanah. Permasalahan yang diangkat dalam Penelitian ini, peneliti akan meninjau dari Peraturan Perundang-Undangan terkait beserta menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 2099 K/Pdt/2017.
Hasil Penelitian ini menjelaskan bahwa pentingnya Notaris untuk mengetahui Kewenangan Bertindak Orang Asing sebagai Pihak dalam Pembuatan Perjanjian Mengulangsewakan Tanah dengan melihat kegiatan dari Orang Asing tersebut berada di Indonesia serta memperhatikan Hukum Pertanahan dan Izin Tinggal Keimigrasiannya. Akibat Hukum dari ketidakwenangan Orang Asing sebagai Pihak dalam Perjanjian yang merupakan pelanggaran terhadap syarat subyektif sahnya suatu perjanjian maka dari itu Perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Berkaitan dengan Hubungan Hukum antara Pemilik Tanah dengan Penyewa dari Perjanjian Mengulangsewakan sebagai akibat dari lahirnya Perjanjian Mengulangsewakan, bahwa keduanya tidak ada hubungan dalam perjanjian tersebut. 

This research discussed the issue of Competence to take action from a foreigner as the party in the deed re-rent agreement. Important for a Notary to consider and knows competence the act for foreigner when domiciled in Indonesia as parties in the deed. This caused forgetfulness or ignorance to this will result in a notary and the competence to foreigner as parties in the deed to be illegitimate, so as to make the agreement can be undone and do not have the force of law. As for the problems raised in this research was regarding the Competence to act foreigner as parties in deed re-rent agreement the land. The problems raised in this research, researchers will review of laws and regulations related to and analyze decisions of the supreme court number 2099 K/Pdt/2017.
The result of this research explained that the importance of notary to know competence to act foreigners as parties in making re-rent agreement the land with see activity and purposes of foreigner is domiciled in Indonesia  to notice law of land and imigration a residence permit. That as a consequence the law of not competence for foreigner as parties in the agreement which is a violation of the validity of the subjective requirements an agreement therefore that the agreement can be undone. And legal relationship between the landowner and  the tenant of the re-rent agreement as a result of the re-rent agreement is do not have a legal relationship.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>