Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2403 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penatalaksanaan kanker payudara mungkin merupakan suatu hal yang amat kontrovesial dan telah mengalami perubahan luarbiasa dengan berjalannya waktu."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penatalaksanaan kanker payudara mungkin merupakan suatu hal yang amat kontroversial dan telah mengalami perubahan luarbiasa dengan berjalannya waktu. MRI dengan kontras muncul sebagai alat diagnostik pencitraan yang paling efisien. Pendekatan yang mutakhir untuk biopsi kanker payudara yang tidak sesuai untuk pembedahan, ditujukan untuk mendapatkan sampel jaringan yang cukup untuk keperluan diagnostik namun meminimalkan penyebaran dan resiko komplikasi. Penanganan regional yang dilakukan Halstead secara ketat, walaupun berhasil mengendali lokal regional secara bermakna, namun tidak berhasil meningkatkan kesintasan (survival) jangka panjang. Dengan berjalannya waktu, orang telah memahami disposisi sistemik penyakit ini dan pentingnya menggabungkan terapi sistemik bahkan sejak tahap dini dan melengkapi teknik ablatif surgikal. Peranan terapi sistemik primer dalam manajemen kanker payudara dengan cepat muncul sebagai suatu pilihan yang vital. Pada pasien dengan ekspresi berlebih gen HER 2/neu, tambahan ?transtuzumab? pada pengobatan sistemik menghasilkan peningkatan yang jelas pada kesintasan secara keseluruhan.

Abstract
The management of breast cancer is perhaps the most controversial of all and has evolved a sea change over the years. Contrast enhanced MRI imaging is emerging as the most efficient imaging diagnostic tool. Newer approaches for the biopsy of inoperable breast cancer are aimed at obtaining diagnostically adequate tissue samples while minimizing invasiveness and the risk of complications. The regional vigour that Halsted followed rigorously, albeit, achieved significant locoregional control, could not lead to improved long-term survival. With the passage of time, people have understood the systemic nature of the disease and the paramount need to incorporate systemic treatment even in relatively earlier stages and curtain surgical ablative techniques. The role of primary systemic therapy in the management of breast cancer is fast emerging as a vital option. In HER 2/neu gene overexpressed patients, addition of trastuzumab to the systemic treatment is a distinct improvement in overall survival. "
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Department of Radiotherapy, Regional Institute of Medical Sciences, India], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Lesmana
"ABSTRAK
Pendahuluan. Kanker adalah suatu pertumbuhan tidak terkendali dari suatu sel, salah satu yang terbanyak terjadi, terutama pada wanita adalah kanker payudara. Berbagai cara banyak ditempuh oleh para peneliti untuk menemukan cara terbaik untuk penanganan kanker payudara, termasuk melalui bahan-bahan alamiah, yakni rumput laut. Eucheuma cottoniidan Eucheuma spinosum menjadi sasaran dalam studi eksperimental ini untuk mengetahui struktur fitokimia masing-masing spesies ini dan mengetahui efek antikanker yang dapat dihasilkan oleh kedua spesies ini. Metode. Kedua spesies makroalgadipanen dari Kawasan Pantai Labuan Aji di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia yang kemudian dibersihkan, dikeringkan, serta ditimbang. Sampel kemudian melalui proses ekstraksi dan fraksinasi, melalui proses uji kromatografi lapis tipis, uji fitokimia, dan uji antikanker dengan metode MTT assaydengan 6 konsentrasi yang berbeda.Hasil.Eucheuma cottoniimemiliki kandungan flavonoid dan triterpenoid pada keseluruhan ekstrak, kandungan alkaloid pada ekstrak n-heksana dan etil asetat, dan kandungan tannin pada ekstrak etanol. Pada Eucheuma cottoniiyang memiliki efek antikanker tertinggi dengan nilai IC5014,589 g/mLadalah ekstrak n-heksana, diikuti dengan ekstrak etil asetat, etanol, dan klorofom (15,987 g/mL, 18,449 g/mL, dan 25,205 g/mL), sedangkan pada Eucheuma spinosumyang memiliki efek antikanker terbaik dengan nilai IC50terendah adalah ekstrak n-heksana juga dengan IC5033,841 g/mLdiikuti dengan etil asetat, etanol, dan kloroform (37,328 g/mL, 41,523 g/mL, dan 51,981 g/mL). Setelah didapatkan nilai IC50, dilakukan uji normalitas yang menunjukkan bahwa data memiliki sebaran normal. Uji one-wayANOVA yang kemudian dilakukan untuk melihat hasil komparatif perbedaan pada masing-masing IC50menunjukkan nilai yang tidak signifikan pada masing-masing kedua spesies. Kesimpulan. Eucheuma cottoniidan Eucheuma spinosumkeduanya memiliki efek antikanker pada masing-masing ekstrak di semua konsentrasi yang bersifat concentrationdependent hingga mencapai konsentrasi 50 g/mL.Meskipun begitu, perbedaan kemampuanantikankerdari berbagai ekstrak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Kedua jenis rumput laut ini merupakan makroalgayang menjanjikan untuk diteruskan penelitiannya hingga dapat menghasilkan suatu produk antikanker.

ABSTRACT
Introduction. Cancer is an uncontrollable and rapid deployment of cells. One of the most common cancer happened especially in women nowadays isbreast cancer. Many of ways have been tried and searched by researchers in order to find the best way possible for the treatment of breast cancer, through advanced technologies as well as natural resources, which one of those is seaweed. In this experimental study, we are using Eucheuma cottonii and Eucheuma spinosum to find out theirphytochemical components and to discover theiranticancer effect thoroughly. Methods.Both species of macroalgae wereharvested in Labuan Aji Beach Area in Lombok Island, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Macroalgaewere then cleaned, dried and weighed. Through extraction and fractionation, these species were then separated into four extracts which are n-hexane, chloroform, ethylacetateand ethanol. After that, they went through thin layer chromatography procedure, phytochemistry test and finally were proved its anticancer activity with MTTassay procedure with six different concentrations. Results.Eucheuma cottonii were proved to containflavonoid and triterpenoid in all of its extracts, the alkaloid in n-hexane and ethylacetateextracts, and tannin in ethanol extract. Data shown that N-hexane extract hadthe highest anticancer activity with IC5014,589 g/mL, followed by ethylacetate, ethanol and chloroform respectively (15.987 g/mL, 18.449 g/mL, dan 25.205 g/mL). Surprisingly, in Euchema spinosum, extract with most potent anticancer activity with lowest IC50wasalso n-hexane with IC5033.841 g/mL followed by other extracts, ethylacetate, ethanol and chloroform (37.328 g/mL, 41.523 g/mL, dan 51.981 g/mL). Subsequently, a normality test to IC50data were provednormally. Afterward, to identify its significance, one-way ANOVA test wasperformed and the output showedinsignificant scores in both species. Conclusion.Both Eucheuma cottonii and Eucheuma spinosum exhibitedanticancer activity fromeach extractinevery different concentration. The more concentrated the extract, the more potent its anticancer activity is. Nonetheless, there wereno significant differences towards all the extracts tested. Both of these macroalgae showeda promising potentialthrough further research towards finding cures for breast cancer. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilman Syarif
"Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan intervensi fungsi memori dan eksekutif (LFME) dan mengevaluasi efektivitasnya pada penyintas kanker payudara dengan chemobrain. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap fungsi memori dan eksekutif dengan jumlah responden 243 orang di RSUP Fatmawati, Jakarta dan RSUP Hasan Sadikin, Bandung. Tahap kedua, intervensi dan modul dikembangkan berdasarkan sintesis dari hasil penelitian tahap identifikasi masalah dan studi literatur, serta divalidasi berdasarkan pendapat pakar. Tahap ketiga, uji coba intervensi menggunakan kuasi eksperimen dan desain pretest-postest pada penyintas kanker payudara pascakemoterapi di RS Kanker Dharmais, terdiri dari 39 responden pada kelompok intervensi dan 40 responden pada kelompok kontrol. Hasil penelitian tahap identifikasi masalah; variabel yang berkontribusi pada fungsi memori serta odd ratio dan 95% confidence interval adalah kualitas tidur (8,993; 2,592-31,196), stres (3,711; 1,502-9,168), dan klasifikasi responden (1,771; 1,00-3,136). Variabel yang berkontribusi pada fungsi eksekutif adalah usia (3,024; 1,568-5,833), lama pendidikan (4,076; 1,744-9,528), klasifikasi responden (2,814; 1,047-4,183), status menopause (2,093; 1,138-4,378), kadar Hb (2,232; 1,232-4,663) dan stres (2,397; 1,769-4,477). Hasil tahap penyusunan intervensi adalah terbentuknya paket intervensi dan modul LFME yang telah diuji validitasnya. Hasil penelitian tahap uji coba intervensi menunjukkan LFME efektif meningkatkan fungsi memori, perbandingan rerata kenaikan skor HVLT dari praperlakuan sampai bulan pertama perlakuan antara kelompok perlakuan dan kontrol berbeda bermakna secara statistik (p <0,001). Perbandingan rerata kenaikan skor TMT dari praperlakuan sampai bulan pertama perlakuan antara kelompok perlakuan dan kontrol berbeda bermakna secara statistik (p <0,001). Kesimpulan, LFME efektif untuk meningkatkan fungsi memori dan eksekutif pada penyintas kanker payudara pascakemoterapi. Saran, agar intervensi LFME dipertimbangkan menjadi bagian dari pelayanan asuhan keperawatan penyintas kanker payudara pascakemoterapi.

The objective of this study were to develop intervention memory and executive function exercise (MEFE) and to evaluate it effectivity toward cognitive function on breast cancer survivors with chemobrain. This study consisted of three stage. Stage 1, to identify the influencing factors toward memory and executive function on 243 respondents in Fatmawati hospital, Jakarta and Hasan Sadikin hospital, Bandung. Stage 2, intervention and modules were developed based on synthesis of stage 1 study results, literature review, and was validated based on expert judgement. Stage 3, trial of intervention using quasy-experiment and pretest-posttest design on postchemotherapy breast cancer survivors in Dharmais Cancer Hospital, consisted of 39 respondents in intervention group and 40 respondents in control group. Contributing variables on memory function were sleep quality (8,993; 2,592-31,196), stress (3,711; 1,502-9,168), and respondents classification (1,771; 1,00-3,136). Contributing variables on executive function were age (3,024; 1,568-5,833), duration of education (4,076; 1,744-9,528), respondents classification (2,814; 1,047-4,183), menopausal status (2,093; 1,138-4,378), haemoglobin level (2,232; 1,232-4,663) and stress (2,397; 1,769-4,477). Developing of intervention stage shown intervention and modules that have been validated. Results of trial stage shown MEFE was effective to increase memory and executive function. The comparison of increasing mean of HVLT score from before intervention to one month after intervention between intervention group and control group was significantly different (p <0,001). The comparison of increasing mean of TMT B score from before intervention to one month after intervention between intervention group and control group was significantly different (p <0,001). Conclusion, MEFE was effective to increase memory and executive function on postchemotherapy breast cancer survivors. Recommendation, intervention of MEFE considerated as a part of nursing care services for group of postchemotherapy breast cancer survivors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
D2684
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mindyarina
"Faktor karakteristik usia, stadium kanker, jenis terapi, dan dukungan suami diprediksi telah memengaruhi timbulnya beragam permasalahan psikoseksual pada pasien kanker ginekologi dan kanker payudara. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya hubungan karakteristik usia, stadium kanker, jenis terapi, dan dukungan suami dengan masalah psikoseksual pada pasien kanker ginekologi dan kanker payudara pasca terapi. Jenis penelitian yang digunakan yaitu cross sectional dengan desain penelitian korelatif dan dengan pendekatan analitis kategorik. Sebanyak 61 responden dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara jenis terapi dengan masalah psikoseksual (p= 0,049; α= 0,05). Namun, hasil menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara usia (p= 0,368; α= 0,05), stadium kanker (p= 0,636, α= 0,05), dan dukungan suami (p=0,172, α= 0,05) dengan masalah psikoseksual. Hasil penelitian menyarankan diperlukan pembahasan/penelitian dengan studi kohort lebih lanjut mengenai hubungan faktor karakteristik dengan masalah psikoseksual.

Characteristic factors of age, cancer stage, types of treatment, and partner support has predicted influences psychosexual problems in patients with gynecological and breast cancer. This study aims to identify the assosiation of characteristics of age, stage of cancer, types of treatment, and partner support with psychosexual problems in post treatment gynecological and breast cancer patients. Cross-sectional study was used in this study. Study sample included 61 sample as respondents wich selected by consecutive sampling technique. The results showed that there was significant assosiation between types of treatment and psychosexual problem (p= 0.049; α= 0.05). But, there was no significant assosiation between age (p= 0.368, α = 0.05), cancer stage (p= 0.636, α= 0.05), and partner support (p= 0.172, α = 0.05) with psychosexual problem. Our findings suggest a need for cohort study to discusse later about the assosiation between the characteristics and psychosexual problems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Tania Aprianty
"Karya ilmiah akhir ini merupakan kumpulan dari laporan praktik residensi medikal bedah yang terdiri dari laporan kasus kelolaan, penerapan penggunaan foam dressing untuk mencegah luka tekan berdasarkan evidence based nursing dan laporan inovasi tentang pelatihan pengkajian ESAS dan penatalaksanaannya. Praktik ini menerapkan asuhan keperawatan pada pasien kanker dengan menggunakan pendekatan Peaceful end of life. Hasil analisis praktik menunjukkan bahwa Peaceful end of life theory sesuai diterapkan pada pasien kanker. Penggunaan foam dressing dalam pencegahan luka tekan efektif sehingga tidak terjadi luka tekan. Pelatihan perawat dapat meningkatkan kemampuan mengkaji ESAS dan memberikan penatalaksanaannya. Peaceful end of life theory, penggunaan foam dressing dan pelatihan pengkajian ESAS dan penatalaksanaannya dapat diaplikasikan pada tatanan klinik untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.

This final report is a compilation of Medical Surgical Nursing internship consist of case report, the use of foam dressing to prevent pressure ulcer and innovation report on training ESAS (Edmonton Symptom Assessment System) and it's treatment and implementation of Peaceful End of Life Theory approach on caring for breast cancer. There is evidence that is theory can be applied in nursing care of cancer patient. Foam dressing as a barrier to prevent pressure ulcers is effective technique. Training for nurse to assess patient using ESAS and its treatment will increase nurses knowledge to assess their patient. Peaceful end of life theory, foam dressing and ESAS can be implemented for increasing nursing care quality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Adis, 2015
571.978 MUL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Moule, Terry
London: Kyle Cathie , 2000
616.994 MOU c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Pasien dengan kanker payudara banyak yang mengalami gangguan dan hampir seluruhnya mengalami depresi yang dapat memperberat gejala fisik, meningkatkan gangguan fungsional, dan membuat kepatuhan berobat menjadi rendah. Kami melakukan tinjauan pustaka yang tersedia di PubMed tentang prevalensi, besar gangguan, kemampuan coping, dan metode penatalaksanaan depresi berat pada wanita dengan kanker payudara dari tahun 1978 sampai 2010. Diagnosis dan penatalaksanaan episode depresi pada wanita dengan kanker payudara merupakan tantangan karena gejala yang tumpang tindih dan kondisi penyerta. Depresi berat sering disepelekan dan penatalaksanaan tidak adekuat pada pasien kanker payudara. Tinjauan ini menekankan pada masalah dalam identifikasi dan pengelolaan depresi pada pasien kanker payudara dengan latar klinis.

Abstract
Many of breast-cancer patients experience distress and most of them experience depression which may lead to amplification of physical symptoms, increased functional impairment, and poor treatment adherence. We did a review on available literature from PubMed about prevalence, distress magnitudes, coping styles, and treatment methods of major depression in women with breast cancer from 1978 to 2010. Diagnosis and treatment of depressive episodes in women with breast cancer is challenging because of overlapping symptoms and co-morbid conditions. Major depression is often under-recognized and undertreated among breast cancer patients. This review highlighted the issues on identifying and managing depression in breast cancer patients in clinical settings."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Regional Institute of Medical Sciences, Imphal, India. Department of Psychiatry], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia
"Latar Belakang: Proktitis radiasi merupakan komplikasi yang sering dijumpai akibat terapi radiasi pada pasien keganasan pelvis. Berbeda dengan proktitis radiasi akut yang umumnya self-limiting, proktitis radiasi kronik (PRK) dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup dan meningkatnya biaya kesehatan, morbiditas, dan bahkan mortalitas pasien.
Tujuan: Mengevaluasi insidens dan faktor-faktor risiko terjadinya PRK pada pasien kanker leher rahim (KLR) yang mendapatkan terapi radiasi.
Metode: Dilakukan analisis retrospektif pada pasien-pasien KLR yang mendapatkan terapi radiasi di Departemen Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta selama kurun waktu 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010. Data mengenai pasien, faktor yang berhubungan dengan terapi radiasi, dan PRK akibat komplikasi lanjut dari terapi radiasi dikumpulkan dari catatan medik pasien.
Hasil: Selama periode tersebut, terdapat 234 pasien yang memenuhi kriteria penelitian. Dengan median follow-up selama 30 bulan, didapatkan 12 pasien [5,1% (IK 95% 2,28-7,92%)] mengalami PRK (6 proktitis, 6 proktosigmoiditis). PRK terjadi pada 7-29 bulan setelah terapi radiasi selesai (median 14,5 bulan) dan 87% dari seluruh PRK terjadi dalam 24 bulan pertama setelah terapi radiasi. Dengan analisis multivariat Cox regresi, didapatkan hubungan bermakna antara dosis total radiasi yang diterima rektum >65 Gy (HR 7,96; IK 95% 2,30-27,50; p=0,001) dan usia ≥60 tahun (HR 5,42; IK 95% 1,65-17,86; p=0,005) dengan terjadinya PRK. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara teknik radiasi 2 dimensional external radiation therapy (2D-XRT) (HR 1,36; IK 95% 0,41-4,51; p=0,616), riwayat histerektomi (HR 1,14; IK 95% 0,34-3,79; p=0,83), dan indeks massa tubuh (IMT) <18,5 kg/m2 (HR 2,34; IK 95% 0,51-10,70; p=0,265) dengan terjadinya PRK.
Simpulan: Insidens kumulatif PRK selama 3 tahun pada pasien KLR yang mendapatkan terapi radiasi adalah 5,1% (IK 95% 2,28-7,92%). Dosis total radiasi yang diterima rektum >65 Gy dan usia ≥60 tahun merupakan faktor risiko potensial terjadinya PRK pada pasien KLR yang mendapatkan terapi radiasi. Teknik radiasi 2D-XRT, riwayat histerektomi, dan IMT <18,5 kg/m2 belum dapat dibuktikan sebagai faktor risiko terjadinya PRK pada pasien KLR yang mendapatkan terapi radiasi.

Background: Radiation proctitis is frequently occured as a complication of radiotherapy for pelvic malignancies. Unlike acute radiation proctitis that is usually self-limiting, chronic radiation proctitis (CRP) can impact on quality of life and increase health cost, morbidity, and even mortality of the patients.
Aims: To evaluate the incidence and risk factors of CRP after radiotherapy in patients with cervical cancer (CC).
Methods: A detailed retrospective analysis was performed on CC patients who had radiotherapy at the Department of Radiotherapy Faculty of Medicine, The University of Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta from 1st January to 31st December 2010. Data on patient, treatment-related factors, as well as CRP as late complication of radiotherapy were collected from patients’ medical records.
Results: During that period of time, 234 patients met the criteria for this study. With a median follow-up of 30 months, 12 patients [5,1% (CI 95% 2,28-7,92%)] developed CRP (6 proctitis, 6 proctosigmoiditis). CRP occured 7-29 months after completion of radiotherapy (median 14,5 months) and 87% of all CRP occured within 24 months after radiotherapy. Multivariate Cox regression analysis demonstrated significant association between the total rectal-received dose >65 Gy (HR 7,96; CI 95% 2,30-27,50; p=0,001) and age ≥60 years (HR 5,42; CI 95% 1,65-17,86; p=0,005) and the occurrence of CRP. There was no significant association between 2 dimensional external radiation therapy (2D-XRT) technique (HR 1,36; CI 95% 0,41-4,51; p=0,616), history of hysterectomy (HR 1,14; CI 95% 0,34-3,79; p=0,83), and body mass index (BMI) <18,5 kg/m2 (HR 2,34; CI 95% 0,51-10,70; p=0,265) and the occurrence of CRP.
Conclusions: The 3 years cumulative incidence of CRP after radiotherapy in patients with CC is 5,1% (CI 95% 2,28-7,92%). The total rectal-received dose >65 Gy and age ≥60 years are the potential risk factors of CRP after radiotherapy in CC patients. The 2D-XRT technique, history of hysterectomy, and BMI <18,5 kg/m2 have not been proven as the risk factors of CRP after radiotherapy in CC patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>