Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2626 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian kegunaan makrolid pada asma eksaserbasi menunjukkan bahwa di samping memiliki efek antimikroba,makrolid juga memiliki aktivitas sebagai imunomodulator."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian kegunaan makrolid pada asma eksaserbasi menunjukkan bahwa di samping memiliki efek antimikroba, makrolid juga memiliki aktivitas sebagai imunomodulator. Penelitian ini bersifat kuasi-eksperimental untuk menilai efek klaritromisin yang diberikan secara intravena dilanjutkan terapi oral klaritromisin pada 37 pasien asma eksaserbasi akut yang disebabkan infeksi saluran napas selama periode Januari sampai dengan Desember 2005. Pasien asma akut ringan dan sedang yang memenuhi kriteria diberikan klaritromisin intravena 2 x 500 mg selama maksimal 5 hari dilanjutkan klaritromisin oral 2 x 500 mg selama 7 hari. Dilakukan evaluasi perbaikan klinis sesuai skor serangan asma, dan arus puncak ekspirasi (APE). Sesudah 10 hari, hasil pengobatan menunjukkan perbaikan signifikan perbaikan skor serangan asma dan APE pagi dan sore sebelum dan sesudah pengobatan pada 35 subjek yang diteliti, sedangkan hari sulih didapatkan kurang dari 3 hari pada 21 subjek dan 3-5 hari pada 14 subjek. Kuman yang paling banyak ditemukan adalah golongan S. β-haemolyticus dan Streptococcus sp. Disimpulkan bahwa pengobatan dengan klaritromisin intravena yang dilanjutkan secara oral dapat memberikan perbaikan gejala klinis dan nilai APE pada eksaserbasi asma akibat infeksi saluran napas.

Abstract
n addition to its antimicrobial activity, macrolides have an immunomodulatory effect that may be beneficial to patients with asthma. This quasi-experimental study aimed to determine the effect of intravenous clarithromycin followed by oral administration in 37 patients with acute exacerbations asthma caused by respiratory tract infection during January - December 2005. Patients with mild to moderate exacerbations of asthma with respiratory tract infection meeting the inclusion and exclusion criteria were given intravenous clarithromycin 2 x 500 mg/day for not more than 5 days and followed by oral clarithromycin 2 x 500 mg/day for 7 days. Outcome variables were improvement of clinical symptoms according to the asthma exacerbation score and peak expiratory flow rate (PEFR). After 10 days, treatment resulted significant improvement in total asthma exacerbation score and morning PEFR in 35 patients enrolled this project. Based on clinical improvement and laboratory findings, the number of days required for intravenous clarithromycin was less then 3 days for 21 subjects, 3-5 days in 14 subjects. The most common causative pathogens were S. β-haemolyticus and Streptococcus sp. It was concluded that clarithromycin improved clinical symptoms and PEFR in exacerbation of asthma caused by respiratory tract infection. "
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Al-Jibouri, Yasin T.
Jakarta: Al-Huda, 2003
297.211 2 JIB at (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Zumartini
"Alergen menyebabkan penyakit alergi,. Alergen yang terpenting ialah tungau Dermatophag oides pteronyssinus. Masalah dalam penelitian ini ialah adanya penemuan bahwa kadar igE total dan IgG- total yang kontroversial, pada penderita alergi atopik dan orang yang tidak menderita alergi. Tujuan penelitian ini ialah untuk meneliti kadar IgE total dan IgG total penderita asma bronkial dan/atau rinitis atopik yang rentan terhadap D. pteronyssinxis, dan belum mendapat pengobatan secara disensibilisasi. Penentuan kadiar IgE total dilakukan dengan teknik ELISA ("Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay"), dan IgG total dengan teknik RID ("Radial Immuno Diffusion"). Dari u^i Mann-Whitney pada "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Sulaiman Al-Asyqar
Jakarta: Qisthi Press, 2007
297.312 ALA at
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengobatan penyakit kronik tidak hanya membutuhkan ketersediaan obat dan petugas kesehatan yaitu dokter, tetapi juga tiga faktor yakni kepatuhan (compliance), aderensi (adherency), dan konkordansi (concordance). Ketiga faktor tersebut sangat penting dalam upaya penanganan penyakit kronik, termasuk tuberkulosis (TB) paru, hipertensi, dan asma. Untuk mewujudkan sikap konkordansi, dibutuhkan komunikasi efektif antara dokter dan pasien. Komunikasi yang terjalin efektif akan meningkatkan pemahaman dan motivasi dalam diri pasien untuk mengikuti nasihat dari dokter. Adapun penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka penderita dan angka kegagalan berobat (drop out) pasien tuberkulosis paru, hipertensi, asma di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan komunikasi dokter dan karakteristik pasien dengan sikap konkordansi pasien. Penelitian dengan desain studi potong lintang ini dilakukan terhadap 174 pasien TB paru, hipertensi, dan asma sebagai responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan, pengeluaran, dan komunikasi merupakan variabel yang berhubungan dengan sikap konkordansi pada pasien TB paru, hipertensi, dan asma. Rekomedasi tindak lanjut dari penelitian ini adalah peningkatan fasilitas ruangan untuk meningkatkan kenyamanan komunikasi pasien dan dokter, penyelenggaraan program pengembangan kemampuan komunikasi dokter, dan survei berkala untuk menilai proses komunikasi dokter-pasien.

The therapy of chronic diseases is not only needed drugs supply and health staff, that is physician, but also three factors such as compliance, adherence, and concordance. The three of factors are crucial in the handling of chronic diseases like lung tuberculosis, hypertension, and asthma. To accomplish a concordance attitude is needed an effective communication between physician and patient. The effective communication may increase the understanding and motivation of patients to comply the physician?s advice. The research is based on the high prevalence rate and drop out rate of the patients of lung tuberculosis, hypertension, and asthma at Mataram City General Hospital. This research is proposed to show the association of the effectiveness of physician communication and characteristics of patients to the concordance attitude of patients. Cross sectional design was employed in this study with 174 patients of lung tuberculosis, hypertension, and asthma as respondents. The results of this study indicate that education, expenditures, and communication are variables related to concordance in TB, hypertension and asthma patients. It is recommended to maintain room facilities so that patient and doctor feel comfortable to communicate and to conduct a doctor communication skill development program as well as a regular survey of patient-doctor communication process."
Mataram: Rumah Sakit Umum Daerah Mataram Nusa Tenggara Barat, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Al-Jibouri, Yasin T.
Jakarta: Al-Huda, 2003
297.211 YAS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Marina Hamadian
"Tujuan dan metode penelitian: Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus jeruk siam bersama klaritromisin terhadap bioavailabilitas klaritromisin. Dilaporkan bahwa jus jeruk jika diminum bersama obat-obat tertentu dapat menurunkan bioavailabilitas obat-obat tersebut secara drastis karena jus jeruk merupakan penghambat paten transporter influks/uptake yang terdapat di brush border usus halus yaitu organic anion transporter polypeptide (OATP), dan obat-obat tersebut merupakan substrat OATP. Klaritromisin seringkali digunakan untuk pengobatan infeksi saluran napas, dan pasien yang menderita infeksi ini juga sering minum jus jeruk untuk tambahan vitamin C dan untuk rasa segar. Klaritromisin merupakan substrat/penghambat transporter efluks yang juga terdapat di brush border usus halus yaitu P-glycoprotein (P-gp). Terdapat tumpang tindih antara substrat/penghambat P-gp dan OATP. Penelitian ini merupakan studi menyilang dua kali pada 13 sukarelawan sehat. Klaritromisin dosis tunggal diminum bersama air dan bersama jus jeruk dengan urutan acak selang 2 minggu. Sampel darah diambil pada jam jam tertentu sampai dengan 12 jam, dan kadar klaritromisin dalam serum diukur secara mikrobiologis. Parameter bioavailabilitas yang dinilai adalah AUC0_12jam (area di bawah kurva kadar klaritromisin terhadap waktu dari 0-12 jam), Cmax (kadar puncak klaritromisin dalam darah) dan tmax (waktu untuk mencapai Cmax). Ketiga parameter tersebut dibandingkan antara klaritromisin yang diminum dengan air dan yang diminum dengan jus jeruk.
Hasil dan kesimpulan: Perbandingan bioavailabilitas (AIJCo-lz jam) tablet Abbotic® mengandung klaritromisin 500 mg, yang diminum bersama 200 ml jus jeruk siam dengan yang diminum bersama air, berkisar antara 20.6% sampai 527.4% dengan rata-rata 124.9%; peningkatan ini tidak bermakna secara statistik. Berdasarkan kriteria bioekivalensi jus jeruk siam dinyatakan tidak mempengaruhi bioavailabilitas klaritromisin jika perbandingan bioavailabilitas klaritromisin bersama jus jeruk berkisar antara 80-125% bioavailabilitasnya bersama air. Dari 13 subyek penelitian ini, jus jeruk siam tidak mempengaruhi bioavailabilitas klaritromisin pada 5 orang subyek. Jus jeruk siam menurunkan bioavailabilitas klaritromisin pada 4 subyek dan meningkatkan bioavailabilitas klaritromisin pada 4 subyek. Kadar maksimal klaritromisin dalam serum (Cmax) dari tablet klaritromisin yang diminum bersama 200 ml jus jeruk siam berkisar antara 15.6% sampai 429.8% dengan rata-rata 136.6% dibandingkan jika tablet tersebut diminum bersama air, tetapi peningkatan ini tidak bermakna secara statistik, Waktu untuk mencapai kadar maksimal klaritromisin dalam serum (tmax) dari tablet klaritromisin yang diminum bersama 200 ml jus jeruk siam secara rata-rata tidak berubah dibandingkan jika tablet tersebut diminum bersama air (2.08 jam dengan jeruk dan 2.04 jam dengan air). Waktu paruh eliminasi (t112) tablet klaritromisin yang diminum bersama 200 ml jus jeruk siam sedikit memanjang dibandingkan jika tablet tersebut diminum bersama air (rata-rata 5.43 dan 4.70 jam), tetapi tidak bermakna secara statistik.

Interaksi Klaritromisin Dengan Jus Jeruk Field and methodology: Orange juice can drastically decrease bioavailability of some medications that are taken together with orange juice because orange juice is a potent inhibitor of organic-anion transporting polypeptides (OATP), the uptake/influx transporter expressed on the enterocyte brush border and the medications are substrates of OATP. Clarithromycin is a substrate and an inhibitor of P-glycoprotein, the efflux transporter also expressed on the enterocyte brush border. There is an extensive overlap between substrate/inhibitor of OATP and P-gp. Clarithromycin is often used in the treatment of respiratory tract infections, and patients suffer from these infections often drink orange juice for extra vitamin C and roborants. The present study was performed to find out the effects of a local orange juice (slam orange) on the pharmacokinetics of clarithromycin. An open-label, randomized, 2-way crossover study was performed with an interval of 2 weeks. Thirteen healthy volunteers received 500 mg clarithromycin with both water and orange juice in a random order. Serum concentrations of clarithromycin were measured by simple microbiologic method.
Results and conclusions: Bioavailability (AUCo.12 hours) of Abbotic® tablet containing 500 mg clarithromycin which was taken with 200 ml orange juice ranged from 20.6% to 527.4% with an average of 124.9% compared to that which was taken with water; this increase was not statistically significant. Based on the bioequivalence criteria, orange juice did not affect clarithromycin bioavailability if clarithromycin bioavailibility ranges from 80-125% of its bioavailability with water. Among 13 volunteers, only in 5 volunteers orange juice did not affect clarithromycin bioavailability. Orange juice decreased clarithromycin bioavailability in 4 subjects and increased clarithromycin bioavailability in 4 volunteers. Peak concentration (Cmax.) of clarithromycin with orange juice ranged from 15.6 to 429.8% with an average of 136.6% compared to that with water, and this increase was not statistically significant. Clarithromycin tmax was not changed by orange juice (averages 2.08 hours with orange juice and 2.04 hours with water), while tip of clarithromycin was slightly prolonged by orange juice (averages 5.43 hours with orange juice and 4.70 hours with water) but not statistically significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T2740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemberian jus jeruk dengan feksofenadin telah ditemukan menurunkan bioavailabilitas feksofenadin sampai kurang dari 30% melalui hambatan organic-anion transporting polypeptide (OATP), suatu polipeptida yang mentransport obat ke dalam sel dan terdapat pada organ-organ seperti hati, ginjal dan usus. Eritromisin dan klaritromisin adalah substrat dan penghambat CYP3A4, suatu enzim pemetabolisme obat di hati dan usus, dan P-glikoprotein (P-gp), protein yang mentransport obat ke luar dari sel. Karena terdapat tumpang tindih antara substrat dan penghambat CYP3A4, P-gp dan OATP, kami ingin meneliti apakah pemberian bersama jus jeruk lokal (jeruk Siam) akan mempengaruhi bioavailabilitas ke-2 antibakteri tersebut di atas. Kami melakukan 2 studi menyilang, satu studi untuk setiap antibakteri (500 mg), yang diberikan bersama jus jeruk (200 ml) dan bersama air pada 12-13 sukarelawan sehat per studi. Kadar serum antibakteri diukur dengan cara mikrobiologik. Rasio rata-rata (kisaran) AUC0-t dengan jus jeruk / dengan air adalah sbb.: eritromisin : total (n=13) 81.7 (9.7-193.8)%, tidak berubah (n=4) 96.4 (80.5-107.9)%, menurun (n=6) 31.9 (9.7-49.0)%, meningkat (n=3) 161.8 (134.6-193.8)%; klaritromisin : total (n=12) 91.4 (20.6-158.3)%, tidak berubah (n=5) 103.1 (80.9-123.0)%, menurun (n=4) 34.8 (20.6-64.3)%, meningkat (n=3) 147.2 (132.9-158.3)%. Disimpulkan bahwa pemberian eritromisin atau klaritromisin bersama jus jeruk Siam menghasilkan efek yang tidak konsisten terhadap bioavailabilitas ke-2 antibakteri ini pada masing-masing subyek, dengan penurunan yang besar pada hampir separuh dari subyek, meskipun secara total efeknya tidak bermakna secara statistik. (Med J Indones 2004; 14: 78-86)

Concomitant administration of orange juice with fexofenadine has been found to decrease the bioavailability of fenofenadine to less than 30% via inhibition of organic-anion transporting polypeptide (OATP), a drug uptake transporter expressed in organs such as liver, kidney and intestine. Erythromycin and clarithromycin are substrates and inhibitors of CYP3A4, a drug metabolizing enzyme in the liver and enterocytes, and P-glycoprotein (P-gp), a drug efflux transporter expressed in the same organs as OATP. Since an extensive overlap exists between substrates and inhibitors of CYP3A4, P-gp and OATP transporters, we want to study the effect of coadministration of our local orange (Siam orange) juice on the bioavailability of the above antibacterials. We conducted two 2-way cross-over randomized studies, one study for each antibacterial (500 mg), crossed between administration with orange juice (200 ml) and with water, in 12-13 healthy subjects per study. The serum concentrations of the antibacterials were assayed by microbiological method. The mean (range) ratio of AUC0-t with orange juice/with water were as follows : erythromycin : total (n=13) 81.7 (9.7-193.8)%, unchanged (n=4) 96.4 (80.5-107.9)%, decreased (n=6) 31.9 (9.7-49.0)%, increased (n=3) 161.8 (134.6-193.8)%; clarithromycin : total (n=12) 91.4 (20.6-158.3)%, unchanged (n=5) 103.1 (80.9-123.0)%, decreased (n=4) 34.8 (20.6-64.3)%, increased (n=3) 147.2 (132.9-158.3)%. It was concluded that coadministration of Siam orange juice with erythromycin or clarithromycin produced unpredictable effects on the bioavailability of these antibacterials in individual subjects, with marked decreases in almost half of the subjects, although in totals the effects were not statistically significant. (Med J Indones 2004; 14: 78-86)"
Medical Journal of Indonesia, 14 (2) April June 2005: 78-86, 2005
MJIN-14-2-AprJun2005-78
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>