Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193525 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lilie Suratminto
"ABSTRAK
Disertasi ini meneliti batu-batu nisan masa VOC di Museum Taman Prasasti, Museum Wayang, Gereja Sion, dan Pulau Onrust. Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana memaknai pesan-pesan di batu nisan itu baik dalam bentuk ikonis maupun dalam bentuk verbal berupa teks dan bagaimana merekonstruksi temuan-temuan pada batu nisan sehingga dapat memberikan gambaran tentang struktur sosial komunitas Kristen di Batavia pada abad ke-17 dan ke-18. Hal ini mengingat bahwa VOC sebagai Serikat Badan Usaha Dagang di Asia lebih banyak berurusan dengan kepangkatan dalam komunitasnya. Pejabat-pejabat VOC pada umumnya diangkat dari para saudagar. Dari jumlah batu nisan yang ditemukan diseleksi sebanyak 50 buah batu nisan sebagai korpus data. Dari korpus data ini sebanyak 45 buah yang berdata ikonis dan verbal dan yang lima selebihnya tidak berdata ikonis. Keberadaan yang terakhir ini tidak dapat diabaikan dan menarik untuk dikaji sehingga mengundang berbagai interpreatasi karena dari representasinya ada eksepsi dibandingkan dengan kelompok pertama. Keseluruhan data dianalisis dengan menggunakan teori semiotik (untuk data ikonis) dan teori analisis teks (untuk data verbal). Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tentang tanda dan hubungan antartanda. Absennya suatu tanda juga merupakan tanda yang dapat mengundang bermacam interprestasi. Teori analisis teks yang digunakan adalah CDA (Critical Discourse Analysis) atau analisis wacana kritis.
Hasil analisis semiotik mikro dan makro pada data ikonis; analisis mikro dan makro pada data teks yang diperoleh berdasarkan metode penelitian teks analisis melalui pendekatan sosio-historis, ditemukan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, struktur, sosio dan budaya masyarakat kompeni di Batavia sangat kompleks karena adanya percampuran budaya. Kedua, sistem pemerintahan dan institusi keagamaan kristiani yang diterapkan di Batavia persis sama seperti di Belanda. Ketiga, lambang-lambang heraldik pada batu nisan menunjukkan adanya mata rantai hubungan masyarakat kompeni dengan nenek moyang mereka di Eropa. Keempat, adanya perbedaan elemen lambang heraldik pada bangsawan Eropa dan non bangsawan di Batavia. Meskipun yang terakhir ini karena kekayaannya atau prestasinya dapat menyamai bangsa Eropa, dan dalam kesehariannya banyak mengikuti budaya Eropa tetapi ada perbedaan dalam lambang heraldik mereka karena mereka bukan dari golongan bangsawan. Kelima, pesan verbal para pejabat dalam batu nisan mereka nampak lebih singkat, jelas, dan tegas, dan mereka lebih banyak memaknai lambang. Orang kebanyakan sebaliknya tidak memakai lambang tetapi lebih banyak dengan ungkapan verbal. Keenam, batu nisan VOC di Batavia tidak dapat dianggap paganistis (kafir) karena banyak ungkapan-ungkapan religius kristiani dalam lambang-lambangnya. Komunitas kristiani di Batavia bukan pengikut ajaran Calvin murni karena pengaruh situasi dan kondisi Batavia yang multietnik dan multikultural. Semangat dari ajaran Calvin sangat nampak pada ketekunan, kerajinan, dan keuletan mereka dalam bekerja, sehingga hidup mereka sangat berkecukupan. Ini nampak pada uparan-upacara pemakaman yang megah dan batu-batu nisan mereka yang monumental dengan pahatan yang indah. Ketujuh, batu nisan komunitas Kristen tidak pernah berkembang menjadi benda yang dikultuskan. Kedelapan, berdasarkan analisis semiotik makro proksemik (proxemics) bahwa untuk pemakaman di luar gedung gereja tinggi rendahnya letak batu nisan melambangkan tinggi rendahnya status sosial orang yang dimakamkan. Besar atau kecilnya jasa mereka di dalam komunitas di gereja, nampak dari jauh atau dekatnya letak makam mereka dari gedung atau pintu masuk gereja. Pemakaman di dalam gereja hanya diperuntukkan bagi seseorang yang berkedudukan tinggi dalam masyarakt, atau orang yang besar jasanya bagi komunitas gereja. Semakin besar jasa seseorang dalam gereka letak makamnya semakin dekat dengan mimbar gereja. Kesembilan, kesederhanaan representasi makam atau absennya nama atau lambang ikon dari batu nisan tidak merendahkan status sosial seseorang dalam masyarakat, karena degan dimakankannya seseorang dalam gereja sudah menunjukkan status sosial mereka. Yang terakhir ini mungkin adalah pengikut aliran Calvinisme garis keras.

ABSTRACT
This dissertation is entitled The Christian Community in Dutch East-Indies Period Regardedjirom its Tombstones: of study of the history through the semiotics view point and textual analysis. Those examined are the East lndies Company?s tombstones in Jakarta`s Taman Prasasti Museum, the Wayang Museum, the Sion Church, and Onrust Island. The principal problem in this research is how to elucidate the meaning of the messages on those tombstones both in the form of icons as well as in verbal textual expressions, and how to reconstruct the findings on the tombstones in such a manner that a notion can be formed of the social and cultural structure, ofthe community around the East Indies Company in Batavia in the l7th and the l8th centuries. Out of the entire number of the studied tombstones a total of 50 units was selected as the data corpus. From this data corpus a number of 45 units have iconic and verbal data- The live remaining units have only verbal data. These tive units cannot be neglected and are indeed interesting enough to be examined, so that these then call for various interpretations since from their representation an exception is noticeable when compared to the first group of 45 units. The whole data was analyzed with the semiotics theory (for the iconic data) and with the text analysis (for the verbal data) namely with the Critical Discourse Analysis.
The result of the micro and macro semiotics analysis in the iconic data; The result ofthe micro and macro data text analysis; obtained based upon the text analysis method have both been analyzed through the socio-historical approach, which resulted a number ofconclusions as follows: Firstly, the social and cultural structure of the east Indies Company society in Batavia was extremely complex because of the presence of a mixing ofthe culture of the rulers who were the minority with that of the various ethnic in Asia whose numbers were large. Secondly, the govemmental and the Christian religious institutional systems which were applied in Batavia were exactly the same as it was in Holland. at that time. Thirdly The heraldic emblems on the tombstones indicate the presence of a link in the social intercourse between the society of the East India Company and their ancestors in Europe, which is apparent ttom principal elements in their heraldic symbols, namely the summit ofthe emblem, the war-helmet, the suit of armour, the shield?s contents and the mantling. Fourthbt, there is a difference in the elements of the heraldic symbols of the European nobility and that of the non-nobility in Batavia. Even though the latter mentioned could with their wealth or their achievements equal the European race, and in their everyday life followed the European culture to a great extent, there still was a difference in tl1eir heraldic emblems because they did not belong to the nobility. Fifihbr, the verbal messages on the tombstones of functionaries appear shorten, clear, and firm, and they made more use of symbols. The majority of people on the other hand did not make use of symbols but used more verbal expressions. Sixthly, the East Indies Company?s tombstones cannot be regarded as paganistic (heathen) since there are quite a number of religious Christian expressions on their emblems. The community of the East Indies Company were not followers of the pure Calvin teachings on account ofthe situation and the condition of Batavia that was multiethnic and multicultural. The spirit of Calvin?s teachings could very clearly be perceived in their perseverance, industriousness a|1d ability to endure great hardship in their work such an extent that they could an existence of ample sufiiciency. This was obvious from the pompous burial ceremonies and their monumental tombstones with magniiicent carvings. Se'venthly: lt is possible to consider the usage of heraldic symbols of the east Indies Company?s tombstones as sacred so far as it is regarded individually or in family relationship, however as not sacred in so far as the general opinion goes. Therefore the East Indies Company?s tombstones have never developed into becoming a cult form of worship.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
D603
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratminto
"Di ruang belakang Museum Taman Prasasti Jakarta kita jumpai sembilan buah batu nisan masa VOC (Vereenigde Oost Indische Copmpagnie) atau ?Serikat Badan Usaha Dagang Belanda di Asia? yang dilekatkan pada dinding. Dibandingkan dengan batu-batu nisan yang lain, batu nisan Gustaaff Willem Baron van Imhoff menarik untuk diteliti karena batu nisan tersebut memiliki ciri-ciri lambang heraldik yang khusus. Analisis wacana berdasarkan data verbal berupa inskripsi dan data nonverbal berupa lambang heraldik dimaksudkan untuk mengetahui apakah data tersebut menunjang informasi historis dari Baron van Imhoff yang adalah seorang Gubernur Jenderal VOC yang semasa hidupnya memainkan peranan penting. Hasil analisis semiosis mikro dan makro pada teks batu nisan tersebut menunjukkan bahwa data verbal dan non-verbal mendukung dan melengkapi data historis Baron van Imhoff. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang warisan budaya kolonial di Indonesia.

Entering the Puppet Museum in Jakarta we come across with beautiful tombstones of the period of The Dutch ?East Indian Company or the VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). The tombstones are clinking on the left wall inside the building. Compare with the others, the tombstone of Gustaaff Willem Baron van Imhoff is very unique because it has a different style of its heraldry. This paper revealed the historical background of Van Imhoff who had played an important role in the Indonesian?s colonial history in the middle of the eighteen century. The micro and the macro analyses of the data of the tombstone show that the verbal and the non-verbal data support the historical data. The result of this analysis enriches the knowledge of the cultural heritages from the colonial period of our country."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratminto
"Di antara batu-batu nisan yang tersimpan di Museum Taman Prasasti ada satu nisan yang sangat berbeda dengan yang lain, baik bentuk maupun ornamennya. Batu nisan itu terletak di sudut kiri belakang museum tersebut. Bangunan batu nisan itu berbentuk kotak dilengkapi sebuah pilar yang ujungnya patah. Berdasarkan inskripsi yang tertulis pada batu nisan tersebut, yang dimakamkan di sini adalah Jan Laurens Brandes. Hampir semua orang Indonesia tahu nama Nâgarakretâgama, tapi tidak semua orang tahu siapa nama tokoh penyelamatnya. J.L.A. Brandes adalah adalah penyelamat manuskrip tersebut pada saat Istana Cakranegara dibakar pada waktu Perang Lombok pada tahun 1894. Tulisan ini membahas sejauh mana korelasi batu nisan ini dari kaca mata semiotik melalui analisis mikro dan makro model Peirce dan Danesi-Perron, dengan kisah kehidupan Brandes sebagai seorang arsiparis, linguis, sejarawan dan arkeolog yang seluruh hidupnya diabdikan pada bidang ilmu yang ditekuninya."
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2012
090 JMN 3:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratminto
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
959.803 LIL m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Churiah
"Migrasi Cina ke Batavia merupakan salah satu rangkaian dari diaspora Cina ke Asia Tenggara. Migrasi terjadi secara bergelombang dengan latar belakang faktor yang berbeda dari masa ke masa. Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, gelombang migrasi Cina ke Batavia dibagi dalam dua periode utama, yaitu pada sebelum masa kolonial Belanda (pra kolonial), dan selama masa pemerintahan VOC (sampai dengan 1799). Keberadaan pemerintahan kolonial VOC sebagai penguasa atau pemimpin di batavia pada saat itu memberi pengaruh besar dalam pembentukan Pecinan di Batavia dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan selain untuk mempertahankan kedudukannya sebagai penguasa terbesar di Batavia. Keberadaan migrasi orang Cina ke Batavia memberi pengaruh dan perubahan keadaan di Batavia. Dalam jumlah banyak, para migran ini akan membentuk koloni atau perkampungan sendiri dengan membawa tradisi dan kebudayaannya dari daerah asal mereka. Keadaan ini yang kemudian membuat perkampungan mereka memiliki ciri khas yang menyerupai perkampungan yang ada di Cina, berbeda dengan daerah lain di Batavia. Proses asimilasi sebenarnya yang dapat terjadi secara perlahan, tetapi dengan adanya kebijakan segregasi yang dibuat pemerintahan Belanda, hal itu menjadi semakin sulit untuk dilakukan. Sehingga seperti yang dapat kita lihat sekarang di Jakarta terdapat suatu pemukiman komunitas Cina (terkonsentrasi) dengan ciri khas tertentu baik dari arsitektur maupun tradisi dan kebudayaan yang menggambarkan suatu keterkaitan kuat dengan kebudayaan dan tradisi yang dibawa oleh leluhur mereka.
Skripsi ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan mengetahui kaitan antara migrasi masyarakat Cina dan juga kolonialisme dalam pembentukan Pemukiman Cina (Pecinan) di Batavia seperti yang sudah digambarkan diatas. Sebagai awalnya dilakukan tinjauan teori tentang migrasi dan arsitektur kota yang dilanjutkan dengan tinjauan historis yang berkaitan dengan teori tentang sejarah migrasi Cina. Melalui pembahasan identifikasi bangunan Cina yang ada di Batavia, studi pada kawasan Glodok sebagai kawasan Pecinan tertua di Batavia pada masa pemerintahan VOC, dapat juga dilihat tentang gambaran keterkaitan kuat antara pemukiman Cina tersebut dengan kebudayaan dan tradisi dari daerah asal (Cina).

Chinese migration to Batavia represents one of the networks from Chinese Diaspora to South-East Asia. Migration happened by surging with different background factor from time to time. To facilitate solution in this thesis, waving Chinese migration to Batavia divided into two especial periods that is at before a period of Dutch colonial, and during VOC era (1619-1799). existence of VOC colonial as leader or power with some policy to keep footing him as biggest power, give major effect in forming of Chinatown in Batavia. Existence of Chinese migration to Batavia gave influence and change situation in Batavia. In big population, these migrants will form new settlement with their tradition and culture from the original place (China). These situations which later make their settlement have unique feature similar with settlement exist in Chinese, differ from other area in Batavia. Processes assimilate in fact able to happen slowly, but with existence of segregation policy of VOC, that thing become progressively difficult to be done. So that such as those which earn us see now in Jakarta there are a Chinese settlement with certain individuality either from tradition and also architecture and culture depicting is related of with tradition and culture brought by their ancestor.
This thesis aim is to give image of connection between Chinese?s migration as well as colonialism in forming of Chinese Settlement (China Town) in Batavia. Experiences evaluate theory about migration and architecture, continued with historical evaluation related to theory about Chinese migration history. Through identify Chinese building exist in Batavia, study at Glodok area as eldest Chinatown area in Batavia during VOC era, also seen about related between Chinese settlement (China Town) with tradition and culture from original place.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48610
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratminto
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Gathut Dwihastoro
"Bangunan gudang-gudang VOC di Batavia mempunyai struktur bertingkat, dan umumnya bertingkat tiga. Semua bangunan pada ketiga kompleks berkonstruksi bata dan kayu. Bahan dasar bangunan berupa bata dan kayu yang kemungkinan sebagian besar diperoleh dari daerah lokal. Adanya besi kekang sebagai komponen pada bangunan gudang mempunyai nilai fungsional (struktural) sebagai penguat struktur bangunan. Pada bagian kaki bangunan mempunyai fondasinya dari susunan bata di atas balok dan papan, yang dilapisi atau diperkuat lagi dengan pecahan kerang, pasir dan batu karang. Biasanya jenis fondasi ini digunakan pada tanah yang lunak dengan kandungan atau permukaan air tanahnya tinggi. Seperti kondisi tanah dimana gudang-¬gudang (Pakhuizen) VOC berada. Orientasi bangunan gudang-gudang tersebut menghadap ke arah kanal atau sungai, sebagai jalur transportasi air. Di samping orientasi bangunan mengarah ke pelabuhan sebagai jalur utama. Hal ini menunjukkan bahwa gudang-gudang tersebut mengandalkan jalur air. Jalur transportasi air melalui kanal dan sungai ini memang penting dan mempunyai nilai strategis, terutama bagi aktivitas perdagangan. Pengaturan tata letak bangunan gudang-gudang (pakhuien) dalam aktivitas perdagangan VOC di Batavia, sengaja dibuat dengan orientasi bangunan menghadap..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T11434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilie Suratminto
"Di ruang belakang Museum Taman Prasasti Jakarta kita jumpai sembilan buah batu nisan masa VOC (Vereenigde Oost Indische Copmpagnie) atau ?Serikat Badan Usaha Dagang Belanda di Asia? yang dilekatkan pada dinding. Dibandingkan dengan batu-batu nisan yang lain, batu nisan Gustaaff Willem Baron van Imhoff menarik untuk diteliti karena batu nisan tersebut memiliki ciri-ciri lambang heraldik yang khusus. Analisis wacana berdasarkan data verbal berupa inskripsi dan data nonverbal berupa lambang heraldik dimaksudkan untuk mengetahui apakah data tersebut menunjang informasi historis dari Baron van Imhoff yang adalah seorang Gubernur Jenderal VOC yang semasa hidupnya memainkan peranan penting.
Hasil analisis semiosis mikro dan makro pada teks batu nisan tersebut menunjukkan bahwa data verbal dan non-verbal mendukung dan melengkapi data historis Baron van Imhoff. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang warisan budaya kolonial di Indonesia.

Entering the Puppet Museum in Jakarta we come across with beautiful tombstones of the period of The Dutch ?East Indian Company or the VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). The tombstones are clinking on the left wall inside the building. Compare with the others, the tombstone of Gustaaff Willem Baron van Imhoff is very unique because it has a different style of its heraldry.
This paper revealed the historical background of Van Imhoff who had played an important role in the Indonesian's colonial history in the middle of the eighteen century. The micro and the macro analyses of the data of the tombstone show that the verbal and the non-verbal data support the historical data. The result of this analysis enriches the knowledge of the cultural heritages from the colonial period of our country."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Sophia
"Tanpa disadari, sungai telah menjadi salah satu bagian penting bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dalam dunia arsitektur, sungai memiliki peranan yang berbeda-beda di setiap kota yang berbeda-beda juga juga lokasinya. Hal ini mempengaruhi tampilan serta wujud fisik sungai yang berbeda-beda. Pada abad ke-17, Kota Jakarta yang sekarang kita kenal sebagai Ibu Kota Negara RI, mengawali kebesarannya di kawasan Jakarta Kota Lama, dengan menjadi pusat perhatian dunia perdagangan intemasional. Kawasan ini dahulu lebih dikenal dengan sebutan Kota Batavia. Kota Batavia terbentuk seiring dengan keberadaan dan perkembangan Kali Besar serta kanal-kanal di dalamnya. Kanal-kanal yang ada di Kota Batavia memiliki banyak peranan bagi pembentukan dan perkembangan Kota Batavia, yang pada periode 1619-1799 merupakan kota kolonisasi Bangsa Belanda di bawah Pemerintahan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Mengenai penyebab yang mempengaruhi keberadaan Kali Besar dan kanal-kanal di dalam Kota Batavia, ada beberapa pendapat yang membahas konsep ide pembentukannya. Yang pertama adalah bahwa Kota Batavia dibangun VOC semata-mata agar sama dengan Kota Amsterdam di Belanda, sebagai usaha VOC menciptakan nuansa "e;nostalgia of homeland"e; bagi bangsa Belanda yang tinggal di Kota Batavia. Pendapat lain mengatakan bahwa Kota Batavia dibangun dengan mengikuti kaidah pola kota ideal untuk sebuah kota kolonial yang berlaku di Eropa. Dan pendapat yang terakhir adalah bahwa Kota Batavia merupakan kota hasil peleburan antara kota di Eropa dengan kota tradisional di Indonesia. Untuk membantu menelusuri pola pembentukan dan perkembangan Kota Batavia, dalam tulisan ini dilakukan tinjauan historis yang berhubungan dengan teori kolonialisme. Melalui tinjauan ini akan dilakukan studi banding antara Kota Batavia dengan Kota Amsterdam di Belanda, Kota Batavia dengan kota kolonial pada umumnya, Kota Batavia dengan kota kuno di Eropa serta Kota Batavia dengan kota tradisional di Jawa. Analisis lebih lanjut akan memaparkan perkembangan Kota Batavia sehubungan dengan pengaruh serta peran strategis Kali Besar serta kanal-kanal di dalam perkembangan Kota Batavia, khususnya dari sisi politik, sosial-budaya dan ekonomi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48600
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Suprihatin
"This article attempts to give a brief picture about the genre and themes in the
Dutch-Indies Literature from the VOC period. During the VOC-period, more
than six months was needed to embark on a journey by sea from the Netherlands
to Batavia. Undertaking this journey meant encountering many obstacles which
occurred through the work of man as well as nature. In addition, a successful
landing on the shores of the East did not always ensure a friendly reception. Due
to these obstacles which they encountered, only a small number of those who
had set sail from Europe were able to return home safely. Most of those who
managed to survive this long and dangerous journey to the land of spices, finally
chose to stay and start a new life in the East. Some of these men, in an effort to
establish their new life, were able to make contact and build relationships with
the local women. This paved the way for the emergence of the Mestis culture,
in which we find the elements of East and West."
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>