Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gusti Ngurah Premana
"Adanya stratifikasi sosial masyarakat Bali yang secara umum dikenal dengan adanya Kasta, membuat banyak pihak menghubungkannya dengan adanya pengaruh Agama Hindu yang kuat pada sistem hukum adat Bali. Dalam sistem kekeluargaan yang berpengaruh pada pemhentukan pola perkawinan dan pewarisan ternyata sebagian diantaranya diresepsi dari hukum Hindu. Namun hukum Hindu yang diresipir tidaklah sepenuhnya, ada beberapa bagian yang diresipir berdasarkan konsep Bali yang dikenal dengan istilah Desa (tempat), Kala (Waktu), Patra (Kondisi/keadaan). Istilah wangsa di Bali tidak begitu popular, malah lebih dikenal dengan istilah kasta yang bahkan sampai saat ini berlaku di India, yang berkedudukan vertikal dengan diturunkan berdasarkan kelahiran.
Berdasarkan latar belakang tersebut timbul beberapa pokok permasalahan yang mengemuka, yaitu adakah perbedaan prinsipil antara Kasta, Warna dan Wangsa tersebut?, kemudian kaitannya dengan konsep purusa, bagaimanakah adat menyikapi, apabila ada lelaki non hindu menikah dengan perempuan hindu?, serta bagaimanakah Hukum Agama Hindu diresepsi dalam sistem hukum adat Bali?.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat penelitian kepustakaan, yang bersifat yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan, diantaranya : asal usul terminologis antara Warna, Rasta dan Wangsa terdapat perbedaan fungsional yang jelas berpengaruh pada implikasi dan implementasinya. Istilah warna terdapat dalam kitab suci Agama Hindu,dibagi menjadi 4 (empat): Brahmana, Kesatriya, Waisya, dan Sudra. Warna ini jelas berdasarkan garis kerjanya di masyarakat, yang berdasarkan fungsi kedudukan sosialnya di masyarakat dan bukan berdasarkan garis keturunan atau kelahiran. Sedangkan Kasta tersebut berasal dari ceste, dari bahasa portugis, yang didasarkan pada kelahiran, sedangkan di Bali, sebenarnya yang dikenal adalah Wangsa. Bila ada penikahan campur, maka pada umumnya adat memberikan solusi bahwa perempuan Hindu tersebut yang pindah nmngikuti Agama suaminya. Adanya pembagian warisan berdasarkan hubungan darah terdekat, garis purusa, pengangkatan sentana radjeg, adanya kewajiban untuk mewaris perawatan tempat suci adalah merupakan cerminan pengaruh hukum hindu pada adat Bali."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S.A. Hakim
Jakarta: Mahkamah Agung, 1973
340.57 HAK h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gde Pudja
Jakarta: Junasco, 1977
294.592 GDE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Widjaja
"Hukum Pewarisan menurut Kitab Undang-undang Perdata menentukan bahwa yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang-undang maupun yang di luar perkawinan serta suami atau istri yang hidup terlama. Jika suami meninggal, istri mendapat bagian sebesar setengah harta campur ditambah bagian warisannya menurut Undang-undang. Namun kedudukan istri dalam perkawinan kedua tidak sama dengan kedudukan istri dalam perkawinan pertama, dalam hal ada anak dari perkawinan pewaris yang pertama. Bagian istri dalam perkawinan kedua dibatasi oleh Undang-undang dengan tujuan untuk melindungi kepentingan anak-anak dari perkawinan pertama. Manfaat istri dalam perkawinan kedua dibatasi sebesar bagian terkecil seorang anak perkawinan pertama dengan maksimum seperempat harta peninggalan baik berasal dari harta campur, warisan menurut Undang-undang maupun dari wasiat.
Ada dua pendapat mengenai cara perhitungan manfaat yang didapat istri dalam perkawinan kedua. Pendapat pertama menyatakan bahwa harta campur tidak dibagi dua melainkan semuanya menjadi harta peninggalan pewaris. Istri dalam perkawinan kedua mendapat satu kali saja harta campur atau warisan atau wasiat. Pendapat kedua menyatakan bahwa istri dalam perkawinan kedua mendapat setengah harta campur ditambah warisan menurut Undang-undang seperti halnya istri dalam perkawinan pertama, yang kemudian dikurangi kelebihan manfaatnya.
Penulis lebih setuju dengan pendapat kedua karena lebih mendukung rasa keadilan bagi istri dalam perkawinan kedua dan pendapat ini juga tidak merugikan anak-anak dari perkawinan pertama. Istri dalam perkawinan kedua juga dibatasi manfaatnya dari wasiat. Suatu ketetapan wasiat untuk istri dalam perkawinan kedua tidak mempengaruhi besarnya bagian warisannya karena selalu dibatasi dengan maksimum sebesar bagian ab intestatonya. Penulisan ini menggunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ni Wayan Marwati
"ABSTRAK
^ engangkatan anak merupakan perbuatan hukum yang dikenal selain dalam
Peraturan perundang-undangan nasional juga dikenal dalam sistem peradatan di
^ sjng-masing daerah, khususnya dalam hukum adat Bali.
angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
Pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang
angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Keistimewaan anak
angkat dalam hukum adat Bali adalah terkait dengan sistem kekerabatan dan
Pewarisan yang berlaku dalam adat setempat.Permasalahan yang dianalisis diam
penelitian ini adalah mengenai bentuk-bentuk pengangkatan anak, syarat formal dan
raatenal serta akibat hukum yang timbul dari pengangkatan anak dalam hukum «dat
Bau. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan tipe
penelitian eksplanatoris, yang diperoleh melalui data primer berupa studi dokumen
^ n wawancara kepada narasumber, yang dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini
kuakukan dengan mengkaji beberapa kasus pengangkatan anak yang teijadi dalam
keseharian masyarakat di wilayah tempat penelitian. Pada dasarnya bentuk-bentuk
Pengangkatan anak, terdiri dari Pengangkatan anak biasa dikarenakan suami istri
sarna sekali tidak memiliki keturunan, pengangkatan anak sentana rajeg yaitu
mengangkat anak perempuan menjadi status purusha, serta mekidihang raga atau
nyerahang raga. Syarat material meliputi syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua
yang mengangkat dan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang anak yang diangkat,
sedangkan syarat formal meliputi tata cara dan proses yang harus dilewati dalam
perbuatan hukum pengangkatan anak dalam adat Bali. Akibat hukum pengangkatan
anak pada prinsipnya adalah hilangnya segala hak dan kewajiban dari keluarga
asalnya, dan mendapatkan segala hak dan kewajiban dari orang tua angkatnya
sebagaimana halnya anak kandung, baik dalam bidang pewarisan pada khususnya
dan lapangan hukum keluarga pada umumnya."
2008
T36950
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Wisnaya Widi
"Hukum waris adat yang merupakan ketentuan tersendiri tentang sistem kewarisan, asas-asas hukum waris, harta warisan dan ahli waris, dengan memperhatikan sistem kekeluargaan, garis keturunan dan perkawinan. Karena hal-hal tersebut menentukan cara-cara pembagian warisan, penetapan ahli waris serta penentuan hak dan kewajiban ahli waris penerima warisan terutama yang dibicarakan dalam penelitian ini yang menyangkut mengenai akibat hukum pewarisan terhadap ahli waris yang beralih agama berdasarkan hukum adat di Bali. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian hukum normatif yang bersifat analistis deskriptif, dimana bahan-bahan kepustakaan menjadi sumber utama untuk penyusunan tesis, namun untuk menambah lengkapnya tesis juga dilakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan tesis ini. Bahwa dalam hukum waris adat di Bali, apabila ahli waris yang beralih agama pada dasarnya menyebabkan kehilangan hak mewaris dari pewaris, karena pewarisan dalam sistem waris adat di Bali itu berhubungan erat dengan keagamaan seperti halnya ahli waris berkewajihan untuk melakukan pembakaran mayat (pengabenan) orang tuanya, melakukan sembah terakhir, melaksanakan upacara keagamaan (piodalan) di Pura. Hal tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh ahli waris yang telah beralih agama, tetapi pada kenyataan di Bali ahli waris yang beralih agama yang tetap melaksanakan kewajibannya sebagai ahli waris, maka ahli waris tersebut tetap diberikan bagian dari harta kekayaan pewaris yang mana pemberiannya bersifat sukarela."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banne Marampak Rosandi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Sumakto
"ABSTRAK
Telah diketahui bahwa sebelum UU No. 1 Tahun 1974 dilaksanakan di Bali, penyelesaian mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan perkawinan orang Bali berlaku hukum Adat. Tetapi setelah diundangkannya UU No. 1 Tahun 1974 yang pelaksanaannya secara efektif dimulai pada tanggal 1 Oktober 1975, ketentuan-ketentuan hukum yang lebih dari satu yang menjadi ciri hukum perkawinan hendak dihapuskan. Masihkah terdapat lingkup laku bagi hukum perkawinan Adat orang Bali setelah mulai berlakunya UU No. 1 Tahun 1974. Hal itulah merupakan pertanyaan pokok yang diteliti dalam skripsi ini; karena pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 telah memperlihatkan permasalahan bagaimanakah memberi ternpat bagi berlakunya norma-norma hukum perkawinan yang hidup dalam masyarakat Bali. Mengingat pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974
Memperlihatkan kecenderungan membatasi dan bahkan menghapuskan
hukum perkawinan Adat orang Bali sebagai hukum yang hidup di dalam masyarakat Bali. Bertolak dari keinginan untuk memperoleh pemahaman lebih jelas mengenai hukum perkawinan Adat yang benar-benar hidup dalam masyarakat Bali dengan berbagai implikasinya yang ditimbulkan oleh pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974; maka penelitian skripsi ini menekankan penggunaan metode pendekatan
normatif-empiris. Metode penelitian ini dimaksudkan untuk dapat menemukan lebih jauh lagi bagaimanakah proses pelaksanaan dari UU No, 1 Tahun 1974 di Bali; ialah sejauh manakah faktor-faktor non-hukum mampu mempengaruhi pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan pada masyarakat setempat dapat diungkapkan. Dengan demikian penelitian mengenai lingkup laku
hukum perkawinan Adat orang Bali ini, selain mendalami naskah-naskah yang berkaitan dengan UU perkawinan juga penelitian ini ditekankan pada pendekatan socio legal research (non-doktriner) ialah dengan mengadakan penelitian lapangan sehingga didapatkan pandangan-pandangan permasalahan hukum dari perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>