Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150282 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simatupang, Dian Puji Nugraha
"Kebijakan penyelesaian akhir pinjaman IMF pada dasarnya menunjukkan indikator awal negara tersebut telah berhasil dari krisis ekonomi. Berbagai perkembangan eksternal perekonomian suatu negara menjadi salah satu faktor untuk 'mengakhiri' paket bantuan ekonomi sekaligus pinjaman IMF tersebut. Indonesia pada akhir 2003 mengambil keputusan untuk; mengakhiri pinjaman IMF sekaligus paket bantuan ekonominya dengan memilih cara post program monitoring. Ada dua faktor yang menjadi dasar pengambilan pilihan pemerintah tersebut. Pertama, faktor kemampuan ekonomi Indonesia yang dirasakan mampu keluar dari bantuan ekonomi IMF dalam merumuskan kebijakan anggaran negaranya. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, inflasi yang dapat ditekan sampai satu digit, tingkat nilai tukar rupiah terhadap dollar yang stabil, dan kondisi perekonomian global yang kondusif. Kedua, faktor politik hukum yang direpresentasikan oleh Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/2002 yang menghendaki Indonesia segera keluar dari program kerja sama dengan IMF tanpa gejolak terhadap keberlanjutan. anggaran, negara di Indonesia. Ada dua implikasi yang muncul dari pilihan ini, yaitu implikasi hukumnya pemerintah, perlu melakukan pembenahan terhadap struktur peraturan perundang-undangan yang menyangkut kebijakan anggaran negara agar tercipta anggaran negara yang sehat dan berkelanjutan. Sementara itu, implikasi ekonominya adalah diarahkannya kebijakan anggaran negara yang lebih banyak mendorong perbaikan dan pembenahan sektor keuangan dan sektor riil. Hal demikian dapat dilakukan dengan disertai komitmen kebijakan ekonomi makro yang mendukung terwujudnya stabilisasi ekonomi secara menyeluruh di Indonesia. Hal demikian dilakukan dengan cara mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi, dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak, serta penghematan pengeluaran."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T16380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karyono
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26810
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Rusli
"Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada pertengahan 1997 menegaskan dan menyadarkan pengelola negara akan bahayanya ketergantunaan kepada utang luar negeri. Secara historis sesungguhnya semenjak Orde Baru sisi penerimaan pemerintah lebih didominasi oleh bantuan luar negeri. Ketergantungan ini hanya menurun pada saat terjadi oil boom, yaitu melonjaknya harga minyak dunia di tahun 1973 dan 1982 saja.
Setelah berakhirnya oil boom kedua, pemerintah baru menyadari pentingnya penerimaan dalam negeri, khususnya dari pajak. Karena untuk mewujudkan kemandirian fiskal, penerimaan inilah yang seharusnya mendominasi sisi penerimaan anggaran belanja suatu negara. Maka di tahun 1984 dilakukan reformasi perpajakan yang intinya penyederhanaan sistem dan administrasi terutama tarif pajak dan perubahan penilaian pajak dari official assessment menjadi self assessment.
Hasilnya cukup menggembirakan, terjadi peningkatan proporsi pajak dalam penerimaan negara. Namun demikian reformasi perpajakan ini dirasakan belum memadai terutama bila dibandingkan dengan rata-rata ASEAN, tax ratio Indonesia masih dibawahnya. Oleh karenanya dilakukanlah perubahan kebijakan pajak kedua yaitu dengan berlakunya UU pajak tahun 2000.
Secara lebih konkret lewat uji regresi terhadap APBN dari tahun 1969-2002 ditemukan adanya pengaruh positif yang signifikan antara penerimaan pajak dan penerimaan dalam negeri. Artinya peningkatan penerimaan pajak akan secara signifikan mengangkat jumlah angka penerimaan dalam negeri, sehingga dengan tes regresi lainnya akan mengurangi defisit anggaran belanja. Dengan kata. lain ditemukan hubungan negatif yang signifikan antara penerimaan pajak dengan besarnya defisit anggaran.
Fakta - fakta di atas menegaskan bahwa reformasi perpajakan harus menjadi strategi utama dalam mengurangi defisit anggaran belanja sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap bantuan luar negeri. Namun apabila dalam jangka pendek target tax ratio tidak terpenuhi maka pilihan menambah hutang tidak dapat di.hindari, namun tetap dengan tingkat yang menurun karena Debt Service Ratio (DSR) Indonesia sudah mencapai 32,2% di tahun 2002 jauh di atas standar Bank Dunia 20%. Oleh karenanya strategi lain perlu dikedepankan, yaitu mengurangi pengeluaran pemerintah lewat pengurangan subsidi, salah satunya adalah subsidi BBM, yang banyak dinikmati justru oleh sebagian kecil masyarakat kita. Langkah ini juga harus diambil berbarengan dengan langkah lain seperti percepatan asset recovery dari PPA dan penuntasan kasus-kasus korupsi serta pengembalian uang negara yang diselewengkan.
Sementara itu dukungan dari sektor moneter juga diperlukan dalam menunjang keberhasilan kebijakan fiskal dan perpajakan, dimana kebijakan sektor moneter yang kondusif, diantaranya suku bunga yang rendah dapat menetralisir efek kontraktif dari peningkatan tax ratio, sehingga momentum pemulihan perekonomian nasional tetap terjaga."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Dian Puji Nugraha
Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2005
351.72 SIM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika , 2010
351.72 APB
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Keuangan, 1977
351.722 091 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Republik Indonesia, 1996,
R 351.72 Not
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1977
350.702.6 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Hidayat
"Penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat sejahtera dan berkeadilan yang merata mendorong pemerintah untuk mengupayakan pengelolaan keuangan negara yang memenuhi fungsi-fungsi seperti pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, kesehatan, perumahan dan pelayanan umum. Di antara bentuk fungsi pelayanan umum adalah tersedia dan terkelolanya barang milik negara di setiap kementerian/lembaga yang menunjang kinerja pemerintah untuk digunakan bagi pelayanan kepada masyarakat. Di sisi lain besarnya harapan pemerintah mewujudkan fungsi-fungsi di atas berdampak pada melebihinya belanja negara dari pendapatannya (defisit anggaran). Kebijakan pemerintah menyatakan untuk menutup defisit itu diperlukan pembiayaan yang berasal dari utang dan non utang. Utang dapat diperoleh dari penerbitan surat berharga negara berupa surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN).
Harapan terpenuhinya pengelolaan barang milik negara yang sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) salah satunya dapat diwujudkan melalui penerbitan sukuk negara. Perbedaan mendasar dengan instrumen utang adalah penerbitan sukuk negara mengharuskan adanya transaksi pendukung (underlying transaction) berupa barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis, kondisi layak, tercatat, dan tidak bermasalah hukum. Dengan demikian penerbitan sukuk negara telah mendorong Pemerintah untuk mengupayakan terpenuhinya aset SBSN yang memenuhi kriteria tersebut. Dengan kondisi itu diharapkan kebutuhan akan aset SBSN berdampak pada peningkatan kualitas tata kelola barang milik negara secara keseluruhan.
Penerbitan sukuk negara dalam kerangka kebijakan pembiayaan APBN berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas tata kelola barang milik negara. Namun, sebagai instrumen investasi berbasis syariah, penempatan sukuk negara dalam koridor kebijakan utang negara berpotensi tidak terimplementasi secara optimal. Di samping itu pemanfaatan barang milik negara sebagai bagian dari tujuan penerbitan sukuk negara belum optimal karena hanya sebatas digunakan sebagai aset SBSN. Direkomendasikan agar Pemerintah menerbitkan sukuk negara yang berorientasi pada pembangunan proyek yang langsung dapat dimonitor dan dievaluasi pemegang sukuk guna mengembangkan terus prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik seperti akuntabilitas dan transparansi. Pemerintah juga diharapkan mempertimbangkan mengoptimalkan pemanfaatan aset SBSN dalam bentuk yang dapat menghasilkan penerimaan negara.

Organizing public administration and development towards peace and justice are equally encouraged governments to strive to meet state financial management functions such as public services, public order and security, economic, health, housing and public services. Among the forms of public service functions are available and managed state property in each ministry / institution that supports the government's performance to be used for services to the community. On the other hand the amount the government hopes to realize the above functions have an impact on the state of its revenues exceed expenditures (budget deficit). Government policy states it is necessary to cover the deficit financing that comes from debt and non debt. Debt can be obtained from the issuance of state securities in the form of state debentures (SUN) and the Islamic state securities (SBSN).
Fulfilling expectations that the management of state property in accordance with the principles of good governance, one of which can be realized through the issuance of state sukuk. The fundamental difference with debt instrument is the state sukuk issuance requires the transaction support (underlying transactions) in the form of state property that has economic value, decent condition, recorded, and no legal problem. Thus the issuance of sukuk has encouraged the government to seek fulfillment SBSN assets that meet these criteria. So with this condition the demand for asset SBSN is expected to impact on improving the quality of governance of state property as a whole.
Sukuk issuance in the policy framework for financing the state budget significantly affect the quality of governance of state property. But as Sharia-compliant investment instruments, sukuk placement in the corridor of the sovereign debt policies are not implemented in an optimal potential. Besides the use of state property as part of the destination of state sukuk issuance has not been optimal because only limited use as an asset SBSN. It is recommended that the Government issued the state sukuk oriented development projects that can directly be monitored and evaluated by the sukuk holders continue to develop principles of good governance such as accountability and transparency. The government is also expected to consider optimizing asset utilization SBSN in a form that can generate state revenue.
"
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29854
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>