Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9634 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ekky Imanjaya
Bandung: Mizan, 2006
791.436 EKK a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sofian Purnama
"Tesis ini membahas peran Usmar Ismail sebagai pelopor film Indonesia yang bercirikan keindonesiaan dan realita yang terjadi di masyarakat, khususnya melalui tiga film karya Usmar Ismail yang bertema revolusi Indonesia, yang dibuat antara tahun 1950?54; Darah dan Doa (1950), Enam jam di Jogja (1951), Lewat Djam Malam (1954). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode sejarah yang bertumpu pada studi pustaka dan interpretasi terhadap tiga film Usmar Ismail.
Penelitian ini menunjukan bahwa Usmar Ismail adalah pelopor bagi film-film Indonesia yang menghadirkan realitas masyarakatnya dalam film dan tidak hanya bertujuan sebagai film hiburan yang umum terdapat dalam film Indonesia pada masa sebelum tahun 1950-an. Ketiga film Usmar Ismail yang dikaji dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber sekunder bagi penelitian sejarah revolusi Indonesia, khususnya dalam melihat aspek keseharian pada masa revolusi dan dampak revolusi bagi rakyat Indonesia.

This thesis discusses the role of Usmar Ismail as the pioneer of Indonesian movies that characterized by features of Indonesianess and happening realities that took place within the common people, especially through Usmar Ismail?s works with Indonesian revolution as their theme, made between 1950-54; Darah dan Doa/Blood and Prayer (1950), Enam Jam di Jogja/Six Hours in Jogja (1951), Lewat Djam Malam/Pass The Curfew (1954). This research is a qualitative research utilizes historical method that relies on literature study and interpretation towards those of three Usmar Ismail?s movies.
The research shows that Usmar Ismail is indeed the pioneer for Indonesian movies that presented her society's reality in the movie and not solely aimed for entertainment purposes as can be found in Indonesian movies before the 1950's. The three Usmar Ismail's movies that has been reviewed in this research can be used as the secondary source for Indonesian revolution research, particularly in seeing the daily life aspect in the revolution days and the impact of revolution for Indonesian people.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28676
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, J.C.T.
Jakarta: Djambatan, 1980
342.598 SIM t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Corrigan, Timothy
Glenview: Scott, Foresman and Company, 1989
808.066 COR s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Susilo
"Analisis SituasiFilm dapat dinikmati dari berbagai kalangan dengan latar belakang usia maupun status. Keberadaan film begitu magis karena kekuatannya yang mampu menggambarkan realitas masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Effendi, film diartikan sebagai hasil budaya dan alat ekspresi kesenian. Sebagian dari mereka yang membuat film masih berpatron pada produk budaya dan industri, yang artinya selain film dibuat sebagai medium penyalur gagasan, tujuan utama film dibuat adalah sebagai sarana hiburan bagi penontonnya yang juga mempertimbangkan sisi ekonomi komersil . Dari segi media ekspresi, sineas menarik diri dari kebutuhan penonton akan hiburan. Mereka membuat film dengan dasar panggilan jiwa yang melihat realitas kehidupan masyarakat yang dinamis dan terlepas dari faktor komersil industri. Dari sini kita bisa melihat dualisme ideologi para pembuat film tentang tujuan mereka, yaitu film sebagai produk hiburan yang komersil, serta film sebagai medium ekspresi realitas. Jika selama ini film hiburan yang komersil merajahi layar bioskop, maka pertanyaannya adalah kemana film yang lebih mengangkat ekspresi realitas alternatif dipertontonkan ?Pernyataan KebutuhanMeski sudah sepuluh tahun berdiri dan kini dikelola secara lebih professional, masih banyak perbaikan yang harus dilakukan oleh Kineforum demi mencapai tujuan luhurnya. Salah satu yang menjadi pekerjaan banyak pihak adalah kesadaran masyarakat akan keberadaan ruang ini. Dalam pengelolannya, Kineforum mendapat bantuan dari pemerintah provinsi DKI Jakarta yang artinya masyarakat juga turut andil dalam membuat Kineforum bisa hidup. Namun kenyataannya, Kineforum masih dianggap menjadi tempat berkumpulnya mereka yang memang sudah paham tentang film sehingga terkesan sangat eksklusif. Maka dari itu film pendek ini secara tidak langsung menyoroti tentang bagaimana Kineforum ini dibentuk, lalu juga melihat apa yang sedang dihadapi sekarang dan tantangan yang akan datang. Sehingga diharapkan khalayak sasaran utamanya disini adalah masyarakat Jakarta dari kalangan anak muda, dapat memiliki rasa memiliki terhadap Kineforum dan turut serta untuk mengembangkannya.Maksud dan TujuanTujuan utama dalam pembuatan karya ini adalah ingin memberikan pengenalan tentang Ruang Putar Alternatif, sehingga penonton memiliki pilihan/referensi untuk budaya menonton yang tidak hanya di bioskop. Selain itu, berdasarkan riset awal yang sudah dilakukan, masih belum ada arsip digital seperti film yang mengangkat seputar Ruang Putar Alternatif, meskipun sudah cukup banyak tulisan yang mengangkat seputar Ruang Putar Alternatif. Itulah mengapa meskipun manfaat yang didapat cukup beragam, akan tetapi masih sedikit minat penonton.Sasaran KhalayakSasaran khalayak primer dari film ini adalah laki-laki dan perempuan berusia 16-24 tahun yang masih memiliki status sebagai pelajar, mahasiswa, atau karyawan pekerja. Aspek geografisnya tinggal di wilayah Jabodetabek dengan akses ke bioskop baik komersil ataupun Kineforum lebih dekat. Aspek psikografisnya memiliki ketertarikan tinggi terhadap film dan suka menonton. Secara status sosial ekonomi, terbuka untuk semua kalangan yang memiliki daya beli terhadap tiket bioskop.Ide DasarMembuat film dokumenter yang tujuannya untuk mengenalkan ruang putar alternatif utamanya Kineforum kepada khalayak sasaran, sehingga memiliki referensi dalam budaya menonton yang tak hanya di bioskop.Pendekatan Struktur dan Gaya PenulisanStruktur yang digunakan dalam film ini adalah kronologis dengan pendekatan gaya penuturan sejarah profil. Menampilkan ulasan tentang perjalanan berdirinya Kineforum dan juga bagaimana perkembangannya, lalu dilanjutkan ke bagian pengelolaannya sekarang serta sistem programasi yang digunakan.SinopsisRuang putar film di Indonesia didominasi oleh bioskop komersil yang notabene hanya memutarkan film-film tertentu. Film alternatif, film indie, maupun film pendek jarang mendapat tempat di layar lebar. Oleh karena itu, Kineforum lahir sebagai sebuah ruang putar alternatif yang menjadi wadah bagi film-film yang tidak terjamah bioskop arus utama.Anggaran DanaPra Produksi : Rp. 675.000Produksi : Rp. 675.000Pasca Produksi : Rp. 460.000 Total Biaya Produksi : Rp. 1.810.000

Situation Anasysis Film can be consumed by audiences in various ages and status backgrounds. Its existence is magical because of its power to depict the society. According to Effendi, film can be defined as a culture produt and a device to express art. For some filmmakers, film is patronized by culture product and industry, which means film is not just be made as a medium of idea, but it also has a main goal to become a medium of entertainment for the audience that considers commercial aspect. As a medium of expression, filmmakers pull theirselves out from the audience rsquo s need of entertainment. They create film based on the calls from their hearts who see the dinamical social reality despite the commercial industry factor. From here, we can see the filmmakers rsquo ideology dualism according to their goals, which are film as commercial entertainment products, and film as media to express the reality. If nowadays commercial entertainment films dominate theaters, where films which express the reality go Question of Need Even though Kineforum has been established for ten years and has professionally been managed, Kineforum needs to do a lot of fixations to achieve its noble goals. One of the jobs is to encourage the people rsquo s awareness of Kineforum rsquo s existence. In its management, Kineforum is supported by the Governor of DKI Jakarta, which means the society can also help Kineforum to survive. However, in reality Kineforum is viewed just to be a place for people who has deep knowledge about film, so it is considered as exclusive. In response to that, this film indirectly highlights to how Kineforum was established, what is the problems it has to face, and its challenges for the future. The main aim for this film is Jakarta rsquo s young audiences, so they can have affections toward Kineforum and take parts to improve itAim and Purpose The main purpose of this project is to give an introduction to alternative theater, so the audience can have the choices or references to watching culture outside the mainstream theater. Besides, according to the early research, there is no digital archive such as film which pick up the issue related to alternative theater. That is why the benefit gained from the film is abundant, but the audience rsquo s interest is small.Audience Target The primary audience target in this film are men and women age 16 24 years old who are still having status as students, college students, or workers. The geographic aspect of the target is that the audiences live in Jabodetabek with near access to commercial theaters and Kineforum.The psychographic aspect is that the audiences have high interest in film and love to watch movies. In economic status, it is open for all people who can afford buying box office ticket.Basic idea Produce a documentary film which aim is to introduce alternative theater especially Kineforum to the audiences, so they have more references in watching culture outside the commercial theater.Structure Approach and Writing Style Structure used in this film is a set of chronology with historical profile description approach. It shows review of Kineforum rsquo s establishment and how it improves, then it continues to its managerial nowadays along with its programation system.Synopsis Theaters in Indonesia are dominated by commercial theaters which just play particular kinds of film. Alternative movies, Indie movies, or short movies are scarcely have place in the big screen. In response to that, Kineforum was born as an alternative theater which can be a place for films that do not have a place in mainstream theather.BudgetingPre Production Rp. 675.000Production Rp. 675.000Post Production Rp. 460.000 Total Budget Rp. 1.810.000 "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shadia Imanuella Pradsmadji
"Sensor film di Indonesia telah hadir dari sejak zaman Hindia Belanda, dan selama itu pula sensor telah menjadi pertarungan berbagai pemangku kepentingan perfilman. Pandangan terhadap sensor film tidak tunggal karena terdapat perbedaan nilai di antara para pemangku kepentingan perfilman. Penelitian ini berusaha melihat pertarungan wacana sensor film dalam perfilman Indonesia melalui perspektif sosiologi komunikasi. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan pemberitaan media mengenai empat film yang terkena kasus sensor setelah UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman disahkan yaitu The Act of Killing, The Look of Silence, Naura & Genk Juara dan Kucumbu Tubuh Indahku serta mewawancarai empat orang pemangku kepentingan perfilman dari empat bidang yang berbeda yaitu pihak bioskop alternatif, pihak Lembaga Sensor Film (LSF), pihak Badan Perfilman Indonesia (BPI) yang dulu terlibat dalam Masyarakat Film Indonesia (MFI), serta sutradara sekaligus aktor film. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi disharmoni antara para pemangku kepentingan perfilman akibat perbedaan nilai dan norma yang pada akhirnya memicu terjadinya pertarungan wacana sensor film.

The practice of film censorship has been in Indonesia since the Dutch East Indies era, and since then has always been the battleground for film stakeholders. The different values and norms among the film stakeholders generate multiple views on film censorship. This research tried to look on the discursive contestation of the film censorship in Indonesia through the perspective of the sociology of communication. This research used the constructivist paradigm and the case study method. Data collection was done through collecting media reports on four films that stumbled upon the censorship issue after the enactment of the 2009 Film Law, which are The Act of Killing, The Look of Silence, Naura & Genk Juara and Kucumbu Tubuh Indahku, as well as interviewing four different film stakeholders, which are a manager of an alternative cinema, a representative of the Indonesian Film Board (BPI) who used to be involved in the Indonesian Film Society (MFI), and a film director-actor. The research results indicated that disharmony among the film stakeholders happened as they value different values and norms, which resulted in the emergence of the discursive contestation of film censorship."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rahayu Rachmawati
"Tulisan ini memaparkan tentang perkembangan film independen di Indonesia; mulai dari bagaimana awal mula sejarahnya hingga saat ini. Dengan adanya perkembangan teknologi serta bergantinya pemegang kekuasaan pasca Orde Baru, film independen telah bertransformasi sedemikian rupa yang dapat terlihat dari tiga aspek, yakni tema, teknis, dan sumber daya manusia. Semangat reformasi turut memberikan kontribusi ke dalam dunia perfilman independen Indonesia karena memberikan ruang yang lebih luas untuk berekspresi dan berkreasi bagi para penggiat film. Meskipun demikian, pada nyatanya gerakan film independen masih memiliki banyak pekerjaan rumah, khususnya di jalur distribusi dan ekshibisi. Minimnya ruang ekshibisi dan tidak ada lembaga yang melakukan distribusi, menjadikan selama ini distribusi dilakukan oleh aksi-aksi individual para pembuat film independen.

This paper describes about the development of Indonesian independent film, ranging from how the beginning of its history to the present. The development of technology as well as the change of power holders in Post New Order era enabled the transformation of independent film that can be seen from three aspects, including theme, technical, and human resources. The spirit of reform contributed to Indonesian independent film as it provides a broader space for expression and creativity. Nevertheless, the movement of the independent film still have a lot of homework, particularly in distribution and exhibitions channels. The lack of exhibition spaces and the absence of legal distribution institution caused the distribution of these independent films done by individual acts of the independent filmmakers themselves.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hovard R.
New York: A Clinical Communications Book, 1986
R 616.024 HOW h (IV)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Meiske Taurisia
"Penelitian ini mencoba untuk memetakan kondisi perfilman Indonesia dalam konteks pasar film dunia dan mengidentifikasi kebijakan pemerintah yang tepat sasaran. Satu pijakan penting dalam penelitian ini adalah mempelajari pola penjualan film Indonesia melalui partisipasi aktif di festival film internasional. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa peran pemerintah sangatlah penting dalam upaya mengembangkan film indonesia di tingkat dunia, terutama melalui program penguatan daya saing yang berkesinambungan.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif interpretatif guna menggali informasi dari berbagai pihak seperti pelaku industri film dalam negeri, pegiat film internasional, dan pembuat kebijakan terkait perfilman. Hasil penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam menetapkan strategi kebijakan perfilman, khususnya dalam mengembangkan film indonesia berorientasi dunia.

This thesis intent to map out the current conditions and challenges facing Indonesian films within the context of accessing international film markets and to identify suitable supportive government policies. This research departs from studying sales patterns of Indonesian films through participation in international film festivals. The research outcome demonstrates that government policies may play a significant role in internationalizing Indonesian films through various programs to support its sustainable competitiveness.The research is based on qualitative interpretative methods in obtaining information and insights from both domestic and international film industry stakeholders as well as various government policymakers involved in the Indonesian film sector. The outcome of this research is expected to contribute in formulating policy strategies related to support the sustainable internationalization of Indonesian films.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T47540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafendra Alfarizqi Nugroho
"Indonesia menghadapi peningkatan prevalensi judi, terutama di kalangan Generasi Z yang merupakan kelompok usia produktif terbesar. Penelitian sebelumnya mengaitkan tingkat literasi keuangan dengan perilaku judi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menguji hubungan antara tingkat literasi keuangan dan perilaku judi pada Generasi Z di Indonesia. Literasi keuangan dipilih sebagai fokus karena melibatkan pemahaman tentang konsep-konsep pengelolaan keuangan, sementara perilaku judi mencakup penilaian apakah penjudi termasuk patologis atau non-patologis. Penelitian ini menguji hubungan antara literasi keuangan dan perilaku judi pada Generasi Z di Indonesia, dengan sampel 300 responden dari Sumatera Utara dan Jawa Barat. Hasil menunjukkan bahwa literasi keuangan dan tiga dimensinya (sikap keuangan, perilaku keuangan, dan pengetahuan keuangan) berhubungan negatif dengan perilaku judi patologis pada Generasi Z. Faktor demografi seperti jenis kelamin, status pendidikan terakhir, pendapatan, frekuensi berjudi, perilaku judi orang tua, dan kebiasaan bermain judi orang tua juga memengaruhi perilaku judi patologis pada Generasi Z.

Indonesia is facing a rise in gambling, especially among Gen Z, who are a significant part of the productive age group. Previous study correlates financial literacy with gambling behavior. Therefore, this study aims to examine the relationship between financial literacy levels and gambling behavior among Generation Z in Indonesia. Financial literacy is chosen as the focus due to its involvement in understanding financial management concepts, while gambling behavior encompasses assessing whether gamblers are pathological or non-pathological. This study aims to examine the relationship between financial literacy and gambling behavior in Gen Z in Indonesia. The findings show a significant negative relationship between financial literacy (including financial attitude, behavior, and knowledge) and pathological gambling behavior in Gen Z. Demographic factors such as gender, highest education level attained, income, gambling frequency, parental gambling behavior, and parental gambling habits also influence pathological gambling behavior among Gen Z.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>