Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Hilda Putri
"Severe acute respiratory syndrome (SARS) merupakan penyakit infeksi pernafasan akut berat yang disebabkan oleh virus korona baru. Virus baru ini dinamakan SARSCoronavirus (SARS-CoV). Mengingat tidak spesifiknya gejala yang ditimbulkan, masih belum adanya obat dan vaksin yang efektif, serta masih adanya kemungkinan berulangnya wabah SARS, maka sistem pendeteksi yang cepat dan akurat sangat diperlukan. Salah satu sistem pendeteksi cepat yang dikembangkan saat ini adalah dengan metode RT-PCR: Keunggulan sistem deteksi dengan RT-PCR adalah, disamping dapat mendeteksi infeksi lebih dini karena RNA virus relatif.mudah ditemukan pada awal infeksi, sistem ini juga dapat mendeteksi tidak hanya SARS-CoV, tapi juga beberapa virus korona yang lain, dengan menggunakan primer yang sama. Hal ini dimungkinkan karena dari beberapa penelitian memperlihatkan bahwa daerah open reading frame (ORF) lb pol merupakan daerah yang sangat lestari pada kelompok virus korona termasuk SARS-CoV. Dalam penelitian ini sudah berhasil disintesis cDNA SARS-QoV yang mengandung daerah lestari pada virus korona. Disamping mengandung daerah yang lestari, daerah di dalam fragmen yang dihasilkan dari produk PCR, juga terdapat daerah yang sangat spesifik untuk SARS-CoV. Selanjutnya DNA SARS-CoV, disisipkan ke plasmid pBluesrcipt®II KS, sehingga berhasil mengkonstruksi plasmid pembawa fragmen DNA SARS CoV yang akan digunakan sebagai pola cetak RNA standar. RNA standar yang dihasilkan dapat digunakan sebagai kontrol positif untuk sistem pendeteksi virus korona dengan metode RT-PCR."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 16188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Yasmon
"Severe acute respiratory syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi pernafasan akut berat yang disebabkan oleh koronavirus baru, dinamakan SARS-Coronavirus (SARSCoV). Tiga uji diagnostik telah dikembangkan untuk deteksi infeksi SARS-CoV, menggunakan kultur sel, uji serologi, dan molekuler. Ketika wabah SARS dari November 2002 sampai 2003, sebagian besar diagnostik laboratorium menggunakan kultur sel baik untuk isolasi virus maupun produksi protein sebagai antigen untuk uji serologi. Penerapan teknik kultur sel untuk diagnosis infeksi SARS tersebut tidak dapat diterapkan di laboratorium yang tidak memiliki fasilitas BSL 3 (Biosafety Level 3), karena virus dapat ditularkan melalui udara dan jalur transmisi lainnya yang belum sepenuhnya diketahui, sehingga perlu dikembangkan sistem diagnosis yang tidak tergantung pada fasilitas BSL 3, khususnya dalam produksi antigen untuk reaksi serologi. Produksi antigen virus tanpa melalui kultur virus dapat dilakukan dengan menerapkan teknik protein rekombinan dan protein virus yang dipilih sebaiknya bersifat antigenik. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan protein nukleokapsid SARS-CoV, dilakukan insersi dan ekspresi gen nuldeokapsid SARS-CoV pada sistem ekspresi protein fusi tag Gst (pGEX-6P1) sehingga diperoleh vektor rekombinan pGEX-6PI-N. pGEX-6P1-N ditransformasi ke dalam Escherichia coil BL21 untuk ekspresi protein Glutathione-S tarnsferase (Gst)-Nukleokapsid SARS-CoV (Gst-N). Protein fusi Gst-N utuh dengan berat molekul yang sesuai (72,84 kDa) berhasil diekspresikan dalam E. coli BL21 dan dapat dipurifikasi menggunakan sistem yang berdasarkan pada of vitas Gst dengan glutathione."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T13651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ageng Wiyatno
"Pneumonia merupakan penyakit infeksi pernafasan akut yang menyebabkan kematian tinggi di dunia khususnya pada anak-anak dan lansia. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai jenis infeksi yang mayoritas disebabkan oleh kelompok virus dan bakteri. Selama pandemi COVID-19, prevalensi pneumonia meningkat akibat sirkulasi SARS-CoV-2 yang juga dapat menyebabkan pneumonia. Penelitian ini mengidentifikasi etiologi virus dan bakteri pada kasus-kasus positif dan negatif COVID-19 di Jakarta, Indonesia. Penelitian ini menganalisis 245 kasus pneumonia yang terdiri atas 173 sampel negatif SARS-CoV-2 dan 72 sampel positif SARS-CoV-2. Sampel tersebut diperiksa menggunakan delapan panel virus menggunakan konvensional PCR dan dua panel bakteri menggunakan RT-PCR. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi etiologi dari 109 (44.5%) sampel yang mayoritas adalah SARS-CoV-2 (n=41, 16.7%), paramyxovirus (n=18, 7.3%), herpesvirus (n=16, 6.5%) dan influenza (n=12, 4.9%). Sedangkan, dari kelompok bakteri sebanyak H.influenzae (n=21, 8.6%) dan S. pneumoniae (n=14, 5.7%). Prevalensi koinfeksi pada kasus pneumonia di Indonesia selama pandemik COVID-19 adalah 6.1%, dimana pada kasus positif SARS-CoV-2 (18.8%) lebih tinggi daripada pada kasus negatif (5.8%). Penelitian ini menggambarkan prevalensi patogen pada masa awal pandemik COVID-19 di Indonesia dan pengaruhnya dalam menyebabkan pneumonia pada pasien.

Pneumonia is an acute respiratory infection that causes high mortality in the world, especially in children and the elderly. Pneumonia can be caused by various types of infections, the majority of which are caused by groups of viruses and bacteria. During the COVID-19 pandemic, the prevalence of pneumonia increased due to circulating SARS-CoV-2 which can also cause pneumonia. This study identifies viral and bacterial etiology in positive and negative cases of COVID-19 in Jakarta, Indonesia. We analyzed 245 pneumonia cases consisting of 173 SARS-CoV-2 negative samples and 72 SARS-CoV-2 positive samples. We were able to identify the etiology of 109 (44.5%) samples, the majority of which were SARS-CoV-2 (n=41, 16.7%), paramyxovirus (n=18, 7.3%), herpesvirus (n=16, 6.5%) and influenza (n=12, 4.9%). Meanwhile, from the group of bacteria H. influenzae (n=21, 8.6%) and S. pneumoniae (n=14, 5.7%) were detected in this study. The prevalence of coinfection in pneumonia cases in Indonesia during the COVID-19 pandemic was 6.1%, whereas positive cases of SARS-CoV-2 (18.8%) were higher than in negative cases (5.8%). This study describes the prevalence of the pathogen in the early days of the COVID-19 pandemic in Indonesia and its influence in causing pneumonia in patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmawaddah
"Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang menempati urutan sepuluh besar penyakit di Puskesmas Plus Kecamatan Sape. Petani di Kecamatan Sape selalu menanam padi setiap tahunnya, sehingga terdapat banyak penggilingan padi pada daerah tersebut. Adanya penggilingan padi berpotensi sebagai penyebab ISPA karena paparan debu gabah hasil proses penggilingan. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu,karakteristik rumah, dan karakteristik tempat kerja dengan kejadian ISPA. Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat, dan multivariat. Jumlah pekerja yang mengalami ISPA adalah 52 orang (53,1%). Hasil penelitian menunjukkan variabel kelembaban rumah berhubungan signifikan dengan kejadian ISPA dan merupakan variabel dominan dengan nilai p=0,01 (OR=7,00). Tidak terdapat hubungan antara karakteristik pekerja dan lingkungan tempat kerja dengan kejadian ISPA.

The incidence of Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the health problems that rank in the top ten diseases at the Puskesmas Plus, Sape District. Farmers in Sape District always plant rice every year, so there are many rice mills in the area. The presence of rice milling has the potential to cause ARI due to exposure to grain dust from the milling process. The study design used was cross-sectional to determine the relationship between individual characteristics, home characteristics, and workplace characteristics with the incidence of ARI. The used analyses are univariate, bivariate, and multivariate. The number of workers experiencing ARI is 52 people (53.1%). The results showed that the house humidity variable was significantly related to the incidence of ARI and was the dominant variable with p = 0,01 (OR = 7,00). There is no relationship between the characteristics of workers and the workplace environment with the incidence of ARI."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Ocktafiany
"Kota Sukabumi memiliki kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tuberkulosis yang cukup tinggi dan merupakan penyakit utama pada masyarakat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam penyebaran penyakit tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sebaran penyakit infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tuberkulosis terhadap kondisi rumah dan sarana sanitasi dasar. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif dengan pendekatan analisis spasial yang merupakan analisis berdasarkan wilayah kecamatan. Data kondisi rumah dan sarana sanitasi dasar serta kejadian penyakit yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Dinas Kesehatan Kota Sukabumi.
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa daerah tinggi kasus infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tuberkulosis adalah Kecamatan Cikole, Gunung Puyuh, dan Warudoyong. Kondisi rumah dan sarana sanitasi dasar bukan satusatunya variabel yang mempengaruhi sebaran penyakit infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan tuberkulosis. Perlu dilakukan perbaikan kondisi rumah dan sarana sanitasi dasar serta penyuluhan untuk menanggulangi penyakit tersebut.

Sukabumi has high number incidence of acute respiratory infection, diarrhea, and tuberculosis and those are major diseases in community. The house environment was one of important factor cause spreading of the diseases.
The objective of this study was to discribe the distribution of acute respiratory infection, diarrhea, and tuberculosis for condition of housing and basic sanitation facilities. This study used the descriptive study with spatial analysis approach based on the sub-district level. Data conditions of housing and basic sanitation facilities as well as diseases incidence that were used was the secondary data sourced from the Health Office of Sukabumi District.
Results of the spatial analysis showed that the high cases of the acute respiratory infection, diarrhea, and tuberculosis is Cikole, Gunung Puyuh, and Warudoyong. The condition of housing and basic sanitation facilities was not the only variable that influenced the distribution of the acute respiratory infection, diarrhea, and tuberculosis. It must be carried out by improvement for the condition of housing and basic sanitation facilities as well as counselling to deal with the diseases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvira Delviani
"ISPA merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Pada saluran pernapasan atas atau saluran pernapasan bawah. Bakteri dan virus penyebab penyakit ISPA umumnya ditransmisikan melalui udara yang tercemar.  Pada tahun 2017, penyakit ISPA di Kota Bekasi mencapai 34.573 jiwa. Pada tahun 2015-2017, penyakit ISPA menempati urutan pertama. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan spasial antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA di Kota Bekasi tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan yaitu studi ekologi dengan analisis spasial dan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan spasial antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA di Kota Bekasi tahun 2017, tetapi terdapat wilayah yang memiliki faktor lingkungan yang tinggi dan kasus ISPA yang rendah atau sebaliknya, sehingga jumlah faktor lingkungan dengan kasus ISPA di Kota Bekasi tidak linear sehingga hal tersebut tidak dapat dijadikan patokan dalam menentukan peringatan dini (early warning) terhadap kasus ISPA di Kota Bekasi secara spasial. Dinas Kesehatan agar menjalin kerjasama lintas sektor dengan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas Perhubungan untuk menekan angka kasus ISPA di Kota Bekasi.

ARI is a communicable disease caused by bacteria and viruses in the upper respiratory tract infection or lower respiratory tract infection. Bacteria and viruses that causes ARI are generally transmitted by polluted air. In 2017, ARI cases in Bekasi have reached 34.573 people. Between 2015-2017, ARI in Bekasi City places 1st on communicable disease. The research is aimed to spatial relationships between environmental factors and ARI cases in Bekasi City 2017. It then uses an ecological study with spatial analysis from secondary data. The results showed is a spatial relationship between environmental factors and ARI cases in Bekasi City 2017, but there are some villages that have high environmental  factors and low ARI cases. In spatially, data about environmental factors and ARI cases in Bekasi City is not linear so that it can not be used a bechmark in determine early warnings/predictions of ARI cases in Bekasi City. Dinas Kesehatan Bekasi must establish cross-sector coorperation with Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Perhubungan, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan and Dinas Perdagangan dan Perindustrian to reduce ARI cases in Bekasi City."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Menaldi Rasmin
"Penyakit infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah, tidak hanya di negara berkembang bahkan juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Pada survei kesehatan nasional di Amerika yang dilakukan pada tahun 1981, diduga lebih dari 200 juta episode infeksi saluran napas muncul setiap tahunnya dan 1,5% di antaranya adalah pneumonia (dikutip dari 1). Angka mortalitas akibat pneumonia cukup tinggi yaitu sebesar 20-30 per 100.000 penduduk setiap tahunnya sebenarnya sudah menurun 10 kali dibandingkan 40 tahun yang lalu (2): Pada penderita usia tua, angka mortalitas akibat pneumonia di Inggris dan Amerika Serikat adalah sekitar 24-31 % (3). Pada pneumonia pneumokok bakteremik angka mortalitas dapat lebih dari 50 %, umumnya terjadi pada orang tua dengan penyakit jantung atau paru (4). Data WHO yang dikumpulkan di lima benua dengan jumlah penduduk 1200 juta, menunjukkan angka kematian karena ISNA (infeksi saluran napas akut) pada tahun 1972 adalah sebesar 666.000. Pneumonia oleh virus atau kuman menempati 75 % dari angka kematian tersebut ( dikutip dari 5 ).
Di Indonesia, pada survei kesehatan rumah tangga tahun 1980 oleh Departemen Kesehatan, didapatkan bahwa penyakit yang terbanyak ditemukan adalah ISNA (26,1% ) dan penyebab kematian terbanyak ialah radang saluran napas bawah (17,8 %). Survei serupa yang dilakukan pada tahun 1986, ISNA tetap pada peringkat pertama (25,6%), sedangkan kematian akibat infeksi saluran napas bawah adalah sebesar 16,8 % (6,7). Di UPF Paru RS Persahabatan Jakarta, pada tahun 1989 tercatat 127 penderita bronkiektasis (8 %), 101 pneumonia (6 %), 66 pleuritic (4 %), 44 bronkopneumonia (2,8%) dan 52 empisema (3,3%), dari seluruh penderita yang masuk rawat. Pada tahun 1990 dari 1229 penderita yang dirawat, tercatat bronkiektasis 73 penderita (5,94%) dan pneumonia 63 penderita (5,13 %) (8). Setidaknya infeksi saluran napas akan menyebabkan hilangnya hari sekolah dan kerja, serta biaya pengobatan yang tidak sedikit (1,2)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Nugroho
"Rumah Sakit Dharmais terletak di jalan Letjen S Parman Kav.84 - 86 , Slipi Jakarta Barat di bangun diatas tanah milik pemerintah seluas 38.920 m³. Berdasarkan data Poli karyawan rumah sakit kanker dharmais dari bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Maret 2012 dari jenis penyakit yang ada ISPA menduduki peringkat pertama disusul diare, dermatitis, gastritis dll.
Dari 15 jenis penyakit umum tersebut dengan total kunjungan karyawan 1423 orang menunjukkan adanya kasus kejadian ISPA sebanyak 57,27 % (815 orang), diare 6,60 % (94 orang), dermatitis 5.13 % (73 orang), gastritis 5,55% (79 orang) sisanya penyakit lainnya 18,13 % (258 orang) selama periode tahun 2012. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk melihat hubungan konsentrasi kadar debu PM10 dengan gejala ISPA pada karyawan Rumah Sakit.
Dalam penelitian ini varibel lain yang kemungkinan berpengaruh terhadap kejadian gejala ISPA diteliti juga diantaranya : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kebiasaan beristirahat, kebiasaan merokok, Penelitian dilakukan dengan metode Cross Sectional dengan mengambil sampel 105 responden karyawan perkantoran rumah sakit. Analisis data mencakup analisis univariat dan bivariat.
Hasil analisis Bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna/ signifikan antara konsentrasi kadar debu PM10 dengan gejala ISPA (p= 1,000, OR=1,244). Terdapat hubungan yang bermakna/ signifikan antara tingkat pendidikan dengan gejala ISPA (p= 0,012, OR=5,319). Faktor umur, jenis kelamin, kebiasaan kerja, lokasi kerja, kebiasaan merokok, lama bekerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian gejala ISPA pada karyawan kantor rumah sakit Kanker Dharmais.

Dharmais Hospital is located on the road Lt. S Parman Kav.84 - 86, West Jakarta Slipi built on government land area of 38 920 m³. Based on the Poly employees Dharmais Cancer Hospital from January 2012 to March 2012 from an existing respiratory diseases ranked first followed by diarrhea, dermatitis, gastritis, etc.
Of the 15 types of common diseases with a total of 1423 employees visit people showed the incidence of ARI cases as much as 57.27% (815 persons), diarrhea 6.60% (94 people), dermatitis 5:13% (73 people), gastritis 5.55% (79 people) other diseases remaining 18.13% (258 persons) during the period of 2012. Therefore conducted a study to look at the relationship of PM10 dust concentration with ARI symptoms in hospital employees.
In this research, other variables that may affect the incidence of respiratory symptoms studied also include: age, gender, education level, resting habits, smoking habits, research conducted by the method of Cross Sectional by taking a sample of 105 respondents employees of the hospital office. Data analysis included univariate and bivariate analysis.
Bivariate analysis results showed that there was no significant relationship / significant correlation between concentrations of PM10 dust levels with respiratory symptoms (p = 1.000, OR = 1.244). There is a significant relationship / significant relationship between level of education with symptoms of respiratory infection (p = 0.012, OR = 5.319). Factors age, sex, work habits, work location, smoking habits, the old work did not have a significant association with the incidence of respiratory symptoms in office workers Dharmais Cancer Hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Agus Budiyono
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia, dan tersebar merala di seluruh daerah. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang, sedangkan di negara-negara berkembang kematian akibat TB merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang, 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). (WHO, 1997).
Pemberantasan TB Paru dengan strategi DOTS di Kota Jakarta Timur telah dilaksanakan sejak tahun 1995, tetapi penderita baru tetap ditemukan dan dari tahun ketahun mengalami peningkatan, Penyakit TB Paru menduduki urutan ke-tiga kelompok penyakit menular. Hal ini menunjukkan bahwa TB Paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di wilayah Kota Jakarta Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Jakarta Timur. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain 7 kasus kontrol, Kasus adalah penderita TB Paru BTA (+) dan sebagai kontrol adalah masyarakat yaitu tetangga kasus yang tidak sedang menderita TB Paru atau tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih. Jumlah sampel sebanyak 88 kasus dan 88 kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah adalah umur, adanya kontak dengan sumber penular, lamanya kontak, status pengobatan sumber penular, ventilasi kamar dan cahaya matahari masuk rumah.
Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+), ternyata adanya sumber penular yang tidak berobat merupakan faktor risiko yang paling erat hubungannya dengan kejadian TB Paru.
Dari hasil penelitian, disarankan penemuan penderita secara dini dan mengobati dengan paduan OAT yang tepat dengan didampingi pengawas menelan obat, meningkatkan pelaksanaan strategi DOTS, memperluas jangkauan pelayanan, melaksanakan pemeriksaan kontak dan pengobatan pencegahan bagi balita.
Daftar pustaka : 36 (1979 - 2002)

Related Factors to Pulmonary Tuberculosis (Tb) in East Jakarta City in year 2003 The tuberculosis (TB) remains a serious public health problem in Indonesia and spread to countrywide. WHO has estimated that 9 million of new cases was occurred yearly, of which some 3 million deaths. In developing countries there are 25% deaths by tuberculosis. It is estimated 95% TB cases were occurred in developing countries, which some 75% cases preventable occurring in the 15-50 age group, the most productive segment of the population.
TB control program activities with DOTS strategy has been implemented since 1995 in East Jakarta City. Due to the increasing of case finding activities the new AFB (+) patients increased, so tuberculosis still remaining as major public health problem.
The objective of the research is to identify the related factors to pulmonary tuberculosis in East Jakarta City. The design of research is case-control. The case is the AFB (+) tuberculosis patients, while the control is the neighbor of cases as community based control, were not coughing for 3 weeks and more at the time of the interview. Total cases are 88 cases, and the control are 88 respondents.
The result of the study reveals that related factors to pulmonary tuberculosis are age, source of infection, duration of contact with source of infection, the source of infection who were not treated, room ventilation, and sunlight into the house.
Based on the result of the study, it is identified that a contact with untreated source of infection is the closely related to the tuberculosis. Therefore, it is recommended to improve the case finding, providing early treatment with patent drugs, increasing of DOTS strategy implementation, program expanding. contact examination and treatment prevention to child.
References: 36 (1979 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven L. Simaela
"Pesatnya pembangunan dibidang industri, selain memberikan peningkatan taraf hidup masyarakat akan tetapi disisi lain akan menimbulkan dampak yang tidak diharapkan sebagai akibat dari kegiatan industri itu sendiri. Hal ini terlihat pada industri penambangan batu, dimana debu yang dihasilkan akibat proses produksi dapat menggangu kesehatan terutama sistim pernapasan pekerja. Hasil penelitian (Castello,1980) pada 20 perusahan pemecah batu di Amerika menunjukkan 30% pekerja yang diteliti mengalami gangguan fungsi paru.
Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional, dengan jumlah sampel sebesar 62 perkerja yang diambil dari bagian produksi perusahaan pemecah batu sesuai kriteria sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Dari hasil penelitian yang diketahui pekerja mengalami penurunan kapasitas maksimal paru 74,2% yang terdiri dari gangguan obstruksi adalah yang terbanyak yaitu 40%, gangguan retriksi 24,2% dan gangguan yang bersifat campuran (obstruksi dan retriksi) sebesar 9,7%. Umur pekerja rata-rata adalah 36,2 tahun dengan lama kerja rata-rata 8,7 tahun, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri yang baik( baru mencapai 51,6% sedangkan kebiasaan merokok pada pekerja mencapai angka yang cukup tinggi yaitu 79%. Pekerja yang terpajan debu melebihi nilai ambang Batas sebesar 66%, dan didapatkan pekerja yang pernah atau sedang inengalami gangguan penyakit pare obstrutif kronis sebesar 22,6%.
Dari hasil uji regresi logistik didapatkan nilai OR untuk umur pekerja adalah 0,0858, 95%CI (0,0089-0,8306), dan nilai p = 0,0340, kadar debu nilai OR = 0,2133, 95% CI (0,0452-1,0058) dengan nilai p = 0,0509 dan lama kerja nilai OR = 0,1512, 95% CI (0,0317-0,7724) dengan nilai p = 0,0179.
Kesimpulan yang didapat adalah faktor umur, kadar debu dan lama kerja mempunyai hubungan secara statistik maupun substantif dengan kapasitas maksimal paru pekerja perusahaan pemecah batu di daerah Bogor Jawa Barat.
Selanjutnya dapat disarankan upaya memberlakukan inutasi atau rotasi kerja pada pekerja, pemeriksaan berkala terutama fungsi paru serta penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan maupun peralatan perlindungan sesuai dengan kebutuhan pekerja.
Daftar bacaan : 35 (1962-1999)

Factors Associate with Maximum Capacity of Lung Among Stone Breaker Labors PT. P in Bogor Area, West Java in The Year 2000
The impacts of industrial development are increasing the community income and also unexpected impact such as dust pollution from stone mining industry that produce health disadvantages especially respiratory system among labors. 30 % labors got lungs problem at 20 stone breaker companies in USA. ( Castello, 1980).
This study used cross sectional design with 62 samples from producing department stone breaker company's labors. As a result, 74.2 % labor got decreasing in maximum capacity of lungs with 40 % obstruction, 24.2 % restriction and 9.7 % combination. Age average is 36.2 years old, average 8.7 years working experience, wearing self protector device properly is 51.6 %, smoking habit is 79 %. Dust contact above standard is 66 % and chronic obstructive among labors is 22.6 %.
With Iogistic regression, OR value for age of labors = 0.0858, 95% CI (0.0089 - 0.8306), and p value = 0.0340, respirable dust OR value = 0,2133, 95% CI (0,0452 - 1,0058) and p value = 0.0509, working experience OR value = 0.1512, 95% CI (0.0317 - 0.7224) and p value = 0.0179.
If can be concluded that age, working experience and dust value factor have associate with maximum capacity of lungs among labors in stone breaker company in Bogor area, west Java,
Working mutation and rotation among labor, periodically lung function examination, providing health care facility and self protection device are suggested.
References : 35 (1962-1999)."
Universitas Indonesia, 2000
T7272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>