Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128803 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ninuk Irawati Kleden Probonegoro
"Nomi mengatur napasnya yang memburu, merapikan kain dan memasukkan ujung kebayanya pada gulungan yang melingkari tubuhnya, mengusap keringat dengan lengan kebaya itu, merapikan rambut yang baru beberapa hari dikritingnya, mengambil teko yang tersedia di tempat itu dan menghirup ujungnya. Sementara penonton berteriak "lagi ... lagi", dan sekali lagi pinggul Nomi berputar, dadanya bergerak-gerak dan kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama musik tetalu" (Bab V: 4.).
Tulisan di atas adalah petikan dari suatu pertunjukan teater topeng milik orang Betawi. Orang Betawi itu sendiri terbentuk dari suatu proses melting pot, yaitu percampuran dari beberapa kelompok etnik yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan di luar Indonesia, yang pada pencatatan penduduk pada akhir abad 19 (1893) telah merupakan suatu kelompok etnik sendiri, berbeda dari kelompok-kelompok etnik lain (Castles, 1967).
Pada waktu itu di Batavia, yang kemudian menjadi Jakarta, dan sekitarnya, terdapat empat kelas dalam stratifikasi sosialnya, yaitu kelas orang-orang Belanda, mereka yang beragama Kristen yang merupakan orang-orang Indo, kelas Timur Asing, kelas orang Indonesia pada umumnya dan kelas budak (Wertheim, 1964: 136). Golongan budak tidak lagi muncul dalam pencatatan penduduk pada akhir abad ke 19, karena golongan ini telah lebur ke dalam golongan pribumi (atau orang Indonesia pada umumnya), sesuai dengan undang-undang penghapusan perbudakan. Orang Betawi sebagaimana halnya dengan golongan penduduk asli yang lain, dalam sistem pemerintahan Hindia-Belanda masuk dalam kelas sosial bawah.
Daerah di mana orang Betawi tinggal dikuasai oleh tuan-tuan tanah partikulir dengan hak-hak istimewanya. 304 orang tuan tanah partikulir sampai dengan permulaan abad ke 20 menguasai daerah Jakarta dan sekitarnya. (Delden, 1911), dan menurut laporan Sartono Kartodirdjo {1973: 23) pada tahun 1915 seluruh pulau Jawa dikuasai oleh 582 orang tuan-tuan tanah partikulir. Dari data yang diberikan oleh Delden dan Sartono Kartodirdjo tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar tuan tanah partikulir menguasai daerah di mana orang Betawi tinggal.
Antara tuan tanah yang kebanyakan orang Eropa dan Tionghoa dengan hak-hak istimewanya dan orang Betawi yang menjadi penyewa terjadi suatu jarak sosial yang cukup jauh. Orang Betawi yang sampai dengan permulaan abad ke 20 tinggal di daerah kekuasaan tuan-tuan tanah, tertindas karena adanya hak-hak istimewa tuan tanah tersebut. Mereka diharuskan membayar berbagai bentuk pajak dalam jumlah yang tidak kecil, diwajibkan bekerja untuk tuan-tuan tanah dalam waktu yang telah ditetapkan, dan semua beban tersebut disertai sangsi yang cukup berat pula. Keadaan tersebut menyebabkan adanya ketegangan-ketegangan (depresi yaitu perasaan tertekan karena kalah dan kompleks inferior yaitu perasaan rendah diri), yang antara lain terungkap dalam berbagai bentuk pemberontakan (Kartodirdjo, 1984) dan juga dalam bentuk cerita prosy rakyat seperti yang dipertunjukkan dalam pertunjukan teater topeng Betawi.
Suatu pertunjukan teater topeng Betawi dapat berlangsung apabila melibatkan lima unsur yang saling terkait, yaitu (1) si empunya hajat, (ii) pemain, (iii) penonton dan (iv) pertunjukannya.
Pertalian si empunya hajat dengan pertunjukan teater topeng Betawi adalah bahwa yang bersangkutan membutuhkan diadakannya pertunjukan teater topeng Betawi untuk memeriahkan pesta hajatannya, atau untuk menebus nazar yang pernah diucapkan ketika ia tertimpa musibah. Adanya kebutuhan akan pertunjukan teater topeng Betawi oleh kelompok orang-orang yang mempunyai hajat, merupakan salah satu alasan bahwa teater topeng Betawi dapat bertahan.
Pertalian si empunya hajat, pemain dan penonton dengan pertunjukan teater topeng Betawi, disebabkan karena baik si empunya hajat, pemain maupun penonton adalah-anggota masyarakat pendukung teater topeng Betawi. Pemain mempunyai kekhususan, yaitu dalam hal gaya hidup dan pandangan-pandangannya terhadap masalah-masalah sosial, dan kekhususan ini merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi pemain dalam menginterpretasikan dan menyajikan cerita-cerita yang dipertunjukkan. Sedang penonton pertunjukan teater topeng Betawi adalah anggota masyarakat Betawi pendukung teater topeng juga, yang datang menonton pertunjukan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D167
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herny Mulyani
"Teater merupakan baqian kehidupan manusia yang selalu terkait dan terlibat dalam segala aspek kehidupan. Disadari atau tidak, disengaja ataupun tidak, dari sejarah ketika kehidupan dimulai dan peradaban menyentuh kehidupan manusia, maka terjadilah teater. Bahkan menurut para ahli, teater pada zaman nenek moyang, teater berupa upacara-upacara persembahan, kurban, kelahiran dan kematian. Dalam perkembangannya teater sebagai seni dimulai pada tiga babak, teater tradisional, teater modern dan teater kontemporer. Walaupun sekarang tidak jelas lagi batasan nyata antara ketiganya, Bengkel Teater Rendra dianggap mewakili sebagai bentuk teater modern dan juga kontemporer yang tidak meninggalkan kaidah-kaidah tradisi. Melihat pertunjukkan-pertunjukkan dari Bengkel teater Rendra, dapat dilihat bahwa Rendra dengan kelompok yang diusungnya herusaha untuk menipiskan batas-batas tersebut. Melalui interpretasi subjektif yang' ditangkapnya Rendra berusaha merepresentasikan realitas simbolik yang dianggap mewakili realitas objektif. Salah satu pementasan yang spektakuler adalah "Kereta. Kencana?, sebuah pementasan yang' mengandalkan kepiawaian dua aktor saja dengan setting yang sangat sederhana. Dalam pementasan yang naskah aslinya berbahasa Perancis (les Chaises) dan. ditulis oleh 'seorang' hiran Rumania, terdapat representasi simbolik yang diajukan oleh Bengkel Teater Rendra. Seperti layaknya orang yang bercinta -meminjam istilah rendra- pementasan ini hanyalah Sebuah penawaran, suatu proposal yang diajukan kepada khalayak, sebuah proses kreativitas, dengan pengamatan dan perenungan yang panjang. Apakah khalayak -dalam hal ini penonton akan menerimanya sebagai suatu ajuan, kritik ataupun hihuran, terlepas dari kemampuan interpretasi, pengalaman dan imajinasi penonton sendiri. Seperti sebuah pepatah umum dalam teater, suatu pementasan teater adalah sebuah rumah berpintu banyak, semua tamu dipersilahkan masuk lewat pintu mana saja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S47964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Taman Budaya, Seksi Teater Modern FKY IX, 1997
792.01 GAG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Nitya
"Skripsi ini membahas kemampuan impression management individu yang telah mendapatkan sosialisasi ilmu peran dalam kelompok teater. Peneliti mengambil permasalahan ini karena ketertarikan akan sosialisasi ilmu peran yang dilakukan oleh kelompok teater. Konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah konsep Dramaturgi dan Impression Management dari Goffman, sosialisasi, diri, diri-sosial, looking-glass self, dan kelompok teater. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif dengan tujuan deskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah sosialisasi ilmu peran dapat membantu individu dalam melakukan impression management di kehidupan sehari-hari. Metode penelitian yang dipakai adalah wawancara mendalam terhadap informan dan observasi kelompok teater mengenai sosialisasi ilmu peran.
Hasil penelitian menyatakan bahwa sosialisasi ilmu peran disampaikan oleh kelompok teater kepada anggotanya melalui latihan-latihan ilmu peran dalam rangka persiapan pementasan. Sosialisasi yang didapatkan oleh individu tersebut dapat membantu mereka dalam melakukan manajemen impresinya sehari-hari. Pembiasaan yang diakibatkan oleh pembelajaran akan cara-cara pemeranan membuat individu memiliki kapabilitas yang cukup untuk menjalani pergantian peran sosial yang ia miliki sehari-hari. namun penggunaan kapabilitas tersebut bergantung kepada masing-masing individu, apakah kapabilitas tersebut akan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari atau tidak.
Implikasi praktis penelitian ini adalah bahwa terdapat salah satu cara untuk mengasah kemampuan impression management, yaitu dengan bergabung dalam kelompok teater. Implikasi teoritisnya adalah bahwa Konsep Dramaturgy dari Goffman tidak hanya menganalogikan kehidupan sehari-hari sebagai sebuah panggung. Namun ketika diteliti bersama dengan metode ilmu peran, kedua konsep ini menunjukkan bahwa terdapat cukup banyak kesamaan diantara keduanya. Oleh karena itu, metode latihan ilmu peran dapat membantu dalam memahami bagian-bagian konsep ini secara lebih mendalam.

The focus on this reserach is the abilities in individuals affiliates with theatre groups about their impression management. Reasercher prefer this topic because researcher attracted to the acting-lesson socialization in theatre groups. Concepts used in this research are Goffman?s Dramaturgy and Impression Management, socialization, self, social self, Cooley?s looking-glass self, and theater groups.
The aim of this study is to understand how socialization about acting lessons can improve impression management abilities in everyday social role. This research is qualitative-descriptive, and data were collected by doing observations about theatre groups socialization and in-depth interview.
The result of this research are individuals tend to acquire their impression management abilities from the socializations of acting rehearsals in theatre groups. Theatre routines such as performance rehearsals stimulate individuals to a less-complicated phase in adjusting their social role.
From the results of the research rise an implications that there are ways to train impression management abilities, one of them are affiliating with theater groups. Theoritical implications from this research are Goffman?s Dramaturgy not only generates everyday life with the theatre, but when it merges with acting methods, it shows many similarities. Furthermore, acting lessons can help enhancing the understanding of the Dramaturgical concept.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8209
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sarumpaet, Riris Kusumawati
Jakarta: Jurusan Sastra Indonesia, FSUI, 1977
R 792.03 SAR i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Henri Supriyanto
Malang: Dioma, 1990
R 792.03 HEN k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Kepel Press, 2013
792.598 REN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Tatiana
"Seni teater Cina memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Dalam bukunya, Colin Mackerras mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk seperti Opera Beijing, opera-opera lokal, drama tradisional dan modern, tari-tarian, musik, balet dan sebagainya, merupakan bagian seni pentas Cina dengan latar belakang sejarahnya yang paniang. Perkembangan seni teater di Cina telah dimulai sejak ratusan tahun sebelum Masehi. Pada masa itu rakyat Cina sudah mengenal upacara-upacara ritual yang dianggap sebagai awal mula berkembangnya seni teater di Cina. Per_kembangan yang dialami teater-teater Cina selanjutnya me_miliki tingkat perkembangan dan cirinya masing-masing, sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Pustaka, 2001
808.2 TEA (1);808.2 TEA (1);808.2 TEA (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>