Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mardy Arief
"Masalah hubungan sosial. masyarakat Cina dengan penduduk asli merupakan masalah hubungan dua etnik yang berbeda latar belakang historis dan budayanya. Hubungan sosial yang terjadi tidak luput dari adariya prasangka dan tindakan diskriminatif. Dalam rangka mempertahankan.hidup dan kelangsungannya serta meningkatkan kesejahteraan, interaksi sosial individu dan atau kelompok dalam bidang ekonomi, khususnya perdagangan berlangsung secara berkesinambungan menjadi hubungan kerjasama dengan penduduk asli yang petani. Untuk mendapatkan komoditi ekspor dan pemasaran barang-barang dagangannya berupa kebutuhan pokok penduduk.
Sebaliknya penduduk asli mencari pedagang yang akan membeli hasil kebunnya yang berupa komoditi ekspor seperti karet, coklat, lada dan sawit (CPO) serta kayu dan hasil hutan ikutan yang lain. Hubungan kerjasama yang terjadi adalah hubungan kerjasama yang simbiotik. Di samping itu orang Cina juga mengembangkan pola hubungan persaingan. Perilaku orang Cina yang ulet, tekun, etos kerjanya tinggi dan pragmatis usaha perdagangan orang Cina lebih maju dan penduduk asli. lni ditunjang oleh hubungan kerjasama sesama orang Cina yang berupa jaringan bisnis dan perdagangan yang melampaui batas-batas administrasi suatu negara. Adanya jaringan perdagangan tersebut menyebabkan orang Cina tidak akan kekurangan modal untuk mengembangkan usahanya. Juga tak akan susah memantau harga di luar negeri.
Langkah-langkah yang dijalankan orang Cina untuk memajukan usaha dagangnya tidak tertandingi oleh penduduk asli yang sistim kerjanya masa secara tradisional. Oleh karena itu kehidupan orang Cina lebih makmur dari penduduk asli. Kesenjangan sosial ini di tempat lain dapat menimbulkan konflik dengan kekerasan atau kerusuhan. Tetapi di Kotamadya Jambi belum pernah teijadi. Ini disebabkan antara orang Cina dan penduduk asli mata pencahariannya berbeda, mereka saling melengkapi. Maka kehidupan sosial penuh dengan suasana toleransi, tenggang menenggang. Tambahan lagi Pemerintah Daerah memperhatikan kemajuan daerah dengan melakukan pembangunan secara berkesinambungan sehingga Kotamadya Jambi semakin terbuka untuk segala kegiatan aspek kehidupan.
Dalam suasana yang demikian dimana kesejahteraan penduduk meningkat, maka keamanan pun akan stabil. Karena sistim ekonomi yang baik akan berpengaruh baik pula pada aspek-aspek kehidupan yang lain. Dengan demikian pembinaan Ketahanan Nasional dapat dibina."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Donny Budhi Utoyo
"Fenomena hacker dan hacking tidak bisa sekedar dikaji dari sudut pandang ilmu komputer saja. Sebagai makhluk individual dan makhluk sosial, seorang hacker tidak pernah lepas dari proses interaksi sosial dengan hacker lainnya. Interaksi antar hacker tersebut menggunakan sebuah sarana komunikasi berbasis Internet. Salah satu hal yang membuat hacker tertarik untuk menggunakan Internet adalah karena Internet memungkinkan setiap individu untuk berinteraksi dengan individu tanpa harus menunjukkan jati diri sebenamya (anonimitas). Interaksi sosial yang menggunakan Internet tersebut akan membentuk suatu kelompok sosial atau komunitas yang sifatnya maya. Pole komunikasi dalam kelompok hacker memiliki hubungan yang unik terhadap kegiatan hacking. Pergeseran makna terminologi hacker itu sendiri diakibatkan antara lain karena pengaruh industri hiburan dan media massa Amerika.
Responden hacker yang tergabung dalam suatu kelompok hacker tertentu dan menggunakan sarana komunikasi real-time, dapat membentuk sebuah kelompok sosial maya (komunitas maya). Komunitas maya tersebut diimplementasikan dalam bentuk sebuah chat room. Hacker yang tergabung dalam chat room tersebut akan memiliki kecenderungan lebih termotivasi melakukan hacking. Hacking tersebut dalam artian mengubah atau memodifikasi tampilan sebuah situs atau isi sebuah server. Secara kognitif, hacker tersebut akan belajar dan mengadopsi norma-norma kelompok hacker yang berlaku. Dengan melihat percakapan di rang maya publik atau membaca topik chat room IRC tentang keberhasilan seorang hacker, yang diikuti dengan pujian hacker lainnya, akan memberikan pemahaman tentang nilai sebuah aktifitas hacking. Kemudian secara afektif, mereka para hacker tersebut akan memuji rekan hacker yang lain dan menanyakan teknik teknik hacking yang digunakan. Kelompok hacker di sini akan dikategorisasi berdasarkan pads teori penyimpangan perilaku.
Penelitian ini memiliki implikasi praktis pada pemahaman masyarakat umum tentang pola interaksi hacker dan pemahaman lebih jauh tentang kelompok hacker yang intensif menggunakan IRC. Penelitian ini menegaskan kenyataan bahwa chat room merupakan cawan petri pertumbuhan hacker dan tempat yang memungkinkan terjadi proses pembelajaran dan motivasi kegiatan hacking. Matra tidak heran apabila aparat penegak hukum di manca negara telah memberikan perhatian khusus atas chat room hacker.
Penelitian ini memiliki implikasi akademis pada pemahaman tentang hacker dari sudut pandang komunikasi interpersonal dalam pembentukan kelompok sosial atau komunitas. Secara khusus penelitian ini akan berimplikasi pada pemahaman tentang teori self disclosure (membuka diri) yang dijelaskan melalui Johari Window. Konsepsi tentang "terbuka" dalam Johari Window jika ingin diimplementasikan pada komunitas maya, haruslah mengabaikan unsur-unsur kedekatan fisik, komunikasi face-to-face dan jati diri. Dalam komunitas maya, perwujudan diri diwakili dengan nickname, bahasa mimik muka diwakili dengan emoticon (smiley face) dan tingkah lake diwakili oleh simulasi aksi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Utami Ayuningsih Mariani Soedarsono
"Autisme meningkat pesat di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Tahun 2000-an diperkirakan 1 per 150 anak menyandang autisme di setiap penjuru dunia, termasuk Indonesia. Salah satu karakteristik autisme adalah adanya kekurangan dalam interaksi sosial dan komunikasi. Anak autistik tampak tidak tertarik untuk bermain bersama teman dan lebih suka menyendiri. Perkembangan bahasanya lambat dan bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi (APA dalam Welton, Vakil dan Caresea, 2004). Pendidikan inklusi merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak autistik (Diknas, 2001), di mana di dalam pendidikan inklusi anak diikutsertakan dalam proses pembelajaran bersama anak-anak normal lainnya. Pendidikan inklusi mempunyai hubungan yang positif dalam memperbaiki komunikasi dan interaksi sosial bagi anak autistik (Kamps, 2002).
Namun berdasarkan pengamatan yang tidak sistematis dan tidak formal yang dilakukan penulis di beberapa sekolah dasar di Jakarta menunjukkan bahwa anak autistik yang ikut serta dalam pendidikan inklusi belum memperlihatkan perkembangan yang nyata dalam komunikasi dan interaksi sosialnya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu penelitian untuk melihat bagaimana hubungan antara pendidikan inklusi dengan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial anak autistik di sekolah dasar yang diikutinya di Jakarta.
Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan melakukan penelitian di lapangan. Metode penelitian yang dipakai adalah pendekatan kuantitatif dengan menguji hipotesis melalui metode korelasi. Sampel penelitian adalah 21 anak autistik yang tersebar pada 14 SD negeri dan swasta di DKI Jakarta. Alat ukur berupa kuesioner dibuat sendiri oleh penulis khusus untuk penelitian ini, di mana data diambil melalui guru dan orang tua mereka.
Hasil analisis memperlihatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan inklusi dengan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial pada anak autistik. Hal ini disebabkan pendidikan inklusi pada penelitian ini belum memiliki seluruh komponen yang menjadi kriteria penyelenggaraan pendidikan inklusi. Hal ini dibuktikan bahwa mayoritas sekolah regular menerima anak autistik tanpa didasari pengetahuan tentang kondisi anak, pelatihan guru, pendataan anak, serta tidak adanya persiapan sebelum menerima anak. Selain itu tidak adanya data yang lengkap tentang kondisi anak sebelum mengikuti pendidikan inklusi maka data yang diperoleh hanya data kondisi komunikasi dan interaksi sosial saat ini sehingga tidak dapat diperoleh berapa besar perkembangannya. Namun mayoritas anak autistik yang ikut serta dalam pendidikan inklusi di sekolah regular memperoleh kemajuan, baik di bidang komunikasi, interaksi sosial, akademik, motorik maupun kemandirian.
Kesimpulan penelitian ini adalah perlunya kesiapan sekolah dengan memiliki seluruh komponen yang menjadi kriteria penyelenggaraan pendidikan inklusi, serta perlunya pendataan bagi siswa yang ikut serta dalam pendidikan inklusi secara lengkap dan akurat untuk melihat perkembangannya. Saran dari penelitian ini adalah adanya kolaborasi dari semua pihak untuk bersama-sama membantu anak autistik agar memperoleh kemajuan, serta perhatian yang nyata (konkrit) dari instansi pemerintah terkait untuk kemajuan pendidikan anak autistik di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Shantyabudi
"Beberapa faktor seperti meningkatnya tuntutan masyarakat akan angkutan, tidak mencukupinya lapangan pekerjaan bagi sebagian anggota masyarakat, kurang mencukupinya angkutan umum yang tersedia baik dari segi jumlah maupun pelayanan, dan masih banyaknya lokasi-lokasi yang tidak terjangkau angkutan umum yang resmi serta masih terdapatnya silih pendapat tentang keberadaan ojek; melatar belakangi penulis untuk ingin lebih memahami masalah sosial tersebut.
Menulis tentang tukang ojek juga didorong oleh ketertarikan penulis, dimana keberadaan ojek tetap dibutuhkan walaupun di beberapa jalan tertentu telah tersedia angkutan yang resmi; sehingga menjadikan ojek secara normatif melanggar. Sesungguhnya keberadaan ojek menjadi pesaing bagi angkutan yang resmi maupun antar tukang ojek itu sendiri, karena ojek tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Mereka sehari-hari begitu aktif mengantar penumpang pada rute-rute angkutan resmi dengan memungut ongkos. Tidak seperti angkutan resmi pada umumnya, tidak terdapat kewajiban membayar pajak bagi ojek karena memungut biaya dari masyarakat. Adanya ketimpangan ini tidak mendorong terjadinya konflik antara tukang ojek dengan angkutan resmi lainnya. Hanya saja ojek tampak seringkali lebih menonjol dilapangan, karena mereka justru banyak menempati lokasi-lokasi yang dilarang untuk parkir. Apakah menjadi tukang ojek merupakan suatu pilihan profesi, atau karena kondisi tertentu orang memilih ojek sebagai salah satu alternatif yang sifatnya kontemporer?.
Dengan demikian, maka penulisan ini ingin mengkaji melalui konsep-konsep interaksi sosial dan teori pertukaran (yang juga melandasi terjadinya hubungan-hubungan sosial), bagaimana tukang ojek melakukan interaksi dengan pihak-pihak tertentu selama melakukan pekerjaannya. Penulisan ini ingin mengetahui dan memahami sekaligus menggambarkan adanya aturan-aturan yang dijadikan pedoman untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapai serta adakah solidaritas yang tumbuh diantara mereka bila menghadapi ancaman.
Untuk menambah bobot dalam menganalisa gejala sosial yang diamati pada tukang ojek, maka juga dilakukan pandangan dari berbagai sudut pandang; khususnya yang menyangkut kerawanan-kerawanan yang menjadi potensi konflik dimana konflik-konflik yang muncul seringkali berkaitan erat dengan masalah keamanan dan ketertiban. Mengupayakan terpeliharanya keamanan dan ketertiban merupakan peran dari organisasi kepolisian.
Penulisan ini didasari atas hasil penelitian yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data; metode pengamatan dan wawancara; dimana hasilnya menunjukkan adanya pedoman berupa aturan-aturan tidak tertulis yang diyakini dan dipedomani dapat menjamin tercapainya tujuan para tukang ojek. Wujud solidaritas yang ada berupa tolong menolong antar sesama tukang ojek, maupun tindakan anarkis/pengeroyokan terhadap mereka yang melakukan kejahatan. Rasa solider tersebut terpelihara, karena beberapa alasan/latar belakang yang relatif sama diantaranya : warga Pekayon (Betawi), menghadapi ancaman yang sama dan pendidikan rendah.
Dengan memperoleh gambaran tentang tukang ojek ini, diharapkan akan dapat diperoleh pemikiran-pemikiran lain yang berkembang, baik bagi bidang akademis maupun teknis dilapangan; karena tidak dapat dipungkiri bahwa selama masih ada anggota masyarakat yang membutuhkan, maka ojek akan tetap ada."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngadisah
"Persoalan pokok yang dialami oleh negara-negara barkembang pada umumnya adalah, bagaimana meningkatkan taraf hidup penduduknya yang sebagian besar tergolong miskin. Salah satu alternatif untuk meningkatkan taraf hidup kelompok masyarakat yang miskin adalah dengan pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar mereka hanya mungkin dicapai apabila ada tersedia lapangan kerja yang dapat untuk menambah ataupun sebagai sumber utama bagi pendapatan mereka. Pekerjaan bagi manual dewasa adalah persoalan yang paling mendasar dibanding dengan masalah-masalah lain, dan merupakan persoalan nyata yang paling dekat dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan yang semata-mata memfokuskan diri pada masalah pertumbuhan dan pemerataan, sebenarnya kurang mengena bila hanya dilihat retorika politik. Persoalan ini harus dilihat dan dijabarkan dengan sasaran menciptakan lapangan kerja. Namun usaha penciptaan lapangan kerja oleh Pemerintah ternyata tidak sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja yang mebutuhkan pekerjaan. Pertumbuhan lapangan kerja hanya 2,3 persen sedangkan pertumbuhan angkatan kerja mencapai 3,1 persen pertahun.
Sementara itu masalah tiadanya ketrampilan yang dimiliki sebagian angkatan kerja menyebabkan mereka tidak bisa ditampung dalam sektor-sektor formal. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali mencari pekerjaan seadanya yang tidak membutuhkan persyaratan - persyaratan khusus seperti pendidikan dan ketrampilan. Karena angkatan kerja yang melimpah itu tidak mendapat pekerjaan yang dianggap lebih baik, terpaksa mereka mengelompok pada kegiatan-kegiatan perekonomian marginal yang disebut faktor perekonomian informal.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, kegiatan ekonomi dalam sektor informal sering mengundang permasalahan tersendiri. Sektor ini kurang tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditatapkan oleh Pamerintah, sehingga kegiatannya sering dikatagorikan sebagai kegiatan liar. Akibatnya ada oknum-oknum ataupun petugas resmi yang sering melakukan penertiban dan penggusuran ke tempat mereka berusaha, dengan alasan mengganggu ketertiban dan keindahan kota; seperti pedagang kaki lima dan tukang becak.
Namun di samping masalah yang ditimbulkan, sesungguhnya sektor ini mempunyai sumbangan yang tidak sedikit dalam menanggulangi pengangguran di perkotaan, karena usaha-usaha masyarakat kecil di sektor informal merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena itu, selama Pemerintah belum dapat manyediakan lapangan kerja, bagi sebagian besar angkatan kerja, tindakan yang paling tepat adalah membina dan membimbing mereka supaya usaha yang dilakukannya terus berlangsung tanpa mengganggu sektor lainnya. Apalagi bila diingat bahwa orang yang bergerak di dalam sektor informal justru orang pribumi yang berekonomi lemah, atau bahkan ada orang-orang yang tergolong paling miskin di kota. Oleh karenanya, pembinaan dan perlindungan sektor ini menjadi sangat penting. Usaha pembinaan dan pengembangan itu akan sulit dilakukan apabila kegiatan interaksi sosial yang ada dalam kelompok ini below taste dipahami dengan jelas. Mengingat orang-orang yang terlibat dalam usaha informal ini termasuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah dan modalnya aangat terbats, maka kelangsungan usahanya tentu didukung oleh kelompok-kelompok orang yang mempunyai modal relatif besar. Sekurang-kurangnya, pasti ada faktor pendukung yang memungkinkan orang-orang yang bekerja di sektor informal ini tetap bisa mempertahankan usahanya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najat
"Kemampuan interaksi sosial dapat membantu dalam meningkatkan fungsi otak Tunagrahita yang merupakan salah satu tipe anak keterbelakangan mental dan dengan skor social quotient yang rendah. Meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita dapat melalui salah satu sarana, yaitu Pramuka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita yang ikut Pramuka dengan yang tidak melalui desain penelitian komparatif, sehingga hasil akhir penelitian ini dapat membantu dalam melakukan peningkatan kemampuan interaksi sosial anak di masyarakat nantinya.
Penelitian ini mengkaji pengaruh antara variabel independen (Pembinaan Pramuka) terhadap variabel dependen (Kemampuan interaksi sosial anak Tunagrahita). Penelitian dilaksanakan pada 27 anak siaga SLB Nusantara dan SLBN Depok secara total sampling, menggunakan lembar observasi yang valid dan reliable diisi oleh enumerator yang sebelumnya dilakukan diskusi kecil untuk menyamakan persepsi.Uji yang digunakan adalah uji T-independen dan menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan interakasi sosial anak yang ikut pembinaan dengan yang tidak.

The ability of social interaction could help in improving brain function of children with mental retardation and social quotient scores were low. Improve social interaction skills of children with mental retardation could be through one means, namely Scouts. This study aimed to see differences in the ability of social interaction children with mental retardation who were not Scouts through comparative research design, so that the final results of this study could help in making a child's social interaction skills enhancement in public later.
This study examined the influence of the independent variable (Coaching Scouting) on the dependent variable (social interaction ability of children with mental retardation). The experiment was conducted on 27 children stand in SLB Nusantara and SLBN Depok in total sampling, used a sheet of valid and reliable observation by enumerators who had previously filled a small discussion to follow the same perception. Test used the T-independent test and lead to the conclusion that there were differences in the interaction of social skills training with children who did not participate.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsudi
"RINGKASAN PENELITIAN
Penelitian ini berawal dari pandangan untuk memberikan sumbangan pemikiran untuk mendukung program transmigrasi dalam pembangunan Nasional, terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada para pembina transmigran dengan memberikan pembekalan pengetahuan psikologis, sosial dan budaya. Penelitian dalam bidang psikologi terhadap program transmigrasi ini menjadi penting karena di dalam program transmigrasi menyangkut pertemuan antar kelompok masyarakat, bangsa atau suku bangsa (kelompok etnik) baik antar transmigran itu sendiri maupun antar pembina transmigran dengan transmigran yang dibinanya, di mana dari interaksi itu "sering terjadi konflik ". Hal ini didukung dari kunjungan lapangan dan wawancara langsung dengan enam orang pejabat eselon II Departemen Transmigrasi dan PPH, mereka juga menyimpulkan bahwa masalah sosial memang dominan di lokasi transmigrasi, di mana adanya indikasi penolakan, perlakuan membedakan atau diskriminasi baik dari pembina transmigran maupun antar transmigrannya sendiri , dari adanya perilaku diskriminasi ringan sampai kepada diskriminasi berat yang sudah mengarah ke agresivitas. Menyadari akan hal ini, maka perlu dilakukan penelitian utntuk melihat sejauh mana kontak sosial, derajat kesarnaan, dan jarak sosial pada para pembina transmigran, untuk mengidentifikasi adanya prasangka yang bisa berakibat pada penolakan ataupun tindak diskriminasi terhadap transmigran yang dibinanya.
Hasil studi kepustakaan menyimpulkan bahwa diskriminasi bisa timbul karena adanya prasangka yang selanjutnya bisa membawa ke konsekuensi perilaku menghindar, memisahkan diri dari kelompok yang tidak disenangi, enggan untuk menolong sampai tindakan agresif yaitu merusak dan mengganggu kelompok lain. Timbulnya suatu prasangka dapat dilihat dari pendekatan sosial, pendekatan dinamika kepribadian, dan pendekatan kognitif. Dalam pendekatan sosial, maka faktor-faktor ketidaksamaan sosial, kompetisi .antar kelompok, stereotip dari institusi dan norma-norma merupakan faktor yang mengakibatkan adanya prasangka. Dalam pendekatan dinamika kepribadian maka prasangka bersumber dari adanya agresivitas, keadaan frustasi, dan kepribadian individu. Dalam pendekatan kognitif maka kategori sosial, atribusi dan kekeliruan dalam mempersepsi merupakan penyebab adanya prasangka. Dawes berpendapat instrumen yang biasa digunakan untuk mengukur prasangka ialah "skala jarak sosial" dari Bogardus, hal ini didukung pula oleh Deaux dan Wrightsman. Agar dapat memahami sejauh mana ada jarak sosial yang bisa memprediksikan terjadinya prasangka pada para pembina transmigran terhadap transmigran yang dibinanya, maka dalam penelitian ini digunakan instrumen pengukuran jarak sosial. Instrumen Skala Derajat Kesamaan dan Kontak Sosial di modifikasi dari instrumen penelitian Suwarsih Waniaen (1979) Stereotip Etnik di Dalam Suatu Bangsa Multietnik.
Kesimpulan yang didapat dari hasil analisis adalah bahwa para pembina transmigran mempunyai jarak sosial yang dekat terhadap suku bangsa Jawa, Sunda, dan Bali dan mempunyai jarak sosial yang jauh terhadap suku bangsa Maluku, Madura, dan Irian. Kesimpulan ini mempunyai konsistensi dengan kesimpulan yang didapat dari pengukuran derajat kesamaan. Bila dilihat dari kontak sosial pada 12 suku bangsa yang dinilai maka suku bangsa Jawa, Sunda, Batak, Minang, Lampung dan orang Jakarta mempunyai skor derajat kesamaan yang berbeda secara signifikan pada mereka yang memiliki kontak sosial tinggi dan kontak sosial rendah, selanjutnya variabel-variabel pemahaman bahasa, ada keluarga yang menikah dengan suku bangsa, hadir adat perkawinan orang dari suku bangsa lainnya, hadir adat kesenian orang dari suku bangsa lainnya, merupakan penyumbang yang menyebabkan terjadinya pengelompokan kontak sosial tinggi dan kontak sosial rendah. Melihat hasil temuan di atas bisa dsimpulkan bahwa pembina transmigran cenderung mempunyai prasangka terhadap transmigran yang dibinanya.
Berpedoman pada temuan, dimana adanya prasangka dari para pembina transmigran dikhawatirkan bisa mengarah kepada tindak diskriminasi yang dapat menimbulkan segala konsekuensi negatifnya, maka disarankan kepada Departemen Transmigrasidan PPH untuk menciptakan pra-kondisi melalui pembekalan masalah psikologi, sosial budaya pada pelatihan atau pendidikan kepada para pembina transmigran, memperbanyak frekuensi pertemuan dalam status kebersamaan, baik antara pembina transmigran terhadap transmigran yang dibinanya, maupun antara para kelompok transmigran itu sendiri terutama pada kelompok yang berbeda suku bangsa-nya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febry Arfandi
"Fenomena sosial budaya dalam masyarakat seperti hubungan antar pedagang dapat dibahas dalam berbagai konteks. Penelitian ini akan membahas interaksi dan hubungan sosial pedagang gulai tikungan. Pedagang gulai tikungan ini memiliki aturan-aturan main seperti seperti aturan piring, aturan pikulan, dan aturan-aturan lainya. Aturan main tersebut mempengaruhi berbagai hubungan sosial aktor gulai tikungan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Secara garis besar, skripsi ini akan melihat mekanisme interaksi serta berbagai pola hubungan sosial yang dipengaruhi oleh kesepakatan aturan main telah menjadi kontrol internal aktor gulai tikungan.

Social and cultural phenomenon in society such as relation between sellers can be studied in various contexts. This research will discuss interaction and social relations gulai tikungan sellers. Gulai tikungan sellers has a set of rules such as piring rules, pikulan rules and others rules. Rules of game is affect various of social relation gulai tikungan actors. The method used in this research that participation observation and in-depth interviews. This paper will discuss the mechanism of interaction and various patterns of social relations that are affected by the rules of game that became internal control for all gulai tikungan actors."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62280
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timoti Tirta
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan yang terjadi dari masih dijalankannya budaya wairaki di Kelurahan Onekore Ende. Penelitian akan menjelaskan mengenai pemaknaan masyarakat mengenai keberadaaan budaya wairaki sendiri disertai tujuan dan dampak sosial yang terjadi dari budaya wairaki. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pengolahan data yang konstruktif dari data yang didapat dari lapangan. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya perubahan sosial-budaya yang mempengaruhi pamaknaan masyarakat serta tujuan dan dampak sosial dari kegiatan wairaki. Penelitian juga memberikan saran yang didapat dari masyarakat sendiri untuk diri mereka sendiri.

This Thesis discusses about a problem that occur in still-practicing Wairaki in Onekore, Ende. This research should explain about the meaning, purpose and the impact that happened from Wairaki. This research is a qualitative methods with constructive data-processing from field data research. The result from this research shows social-cultural change that effect society's meaning, purpose, and social effect from Wairaiki’s activities. This research also gives suggestions which are received from the society for themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52970
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>