Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60810 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wendi Johan
"Bank adalah merupakan salah satu penunjang pembangunan yang mempunyai fungsi sebagai lembaga intermediasi antara masyarakat yang membutuhkan dana dan masyarakat yang memiliki kelebihan dana. Dana yang dihimpun dari masyarakat disalurkan dalam bentuk kredit. Untuk menjamin pelunasan kredit diperlukan agunan, walaupun agunan bukan merupakan hal yang mutlak dalam pembelian kredit. Permasalahannya adalah bagaimana ketentuan Undang-undang Perbankan mengenai kewenangan bank untuk membeli agunan, dan bagaimana aspek pembelian agunan berupa tanah oleh bank bila ditinjau dari ketentuan pendaftaran tanah dan ketentuan Perpajakan. Metode penelitian yang digunakan deskriptif eksplanatoris, dengan cara memberikan gambaran secara jelas dan akurat mengenai bagaimana bank memperkecil resiko terjadinya kredit macet. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normative yaitu penelitian kepustakaan. Kewenangan bank membeli agunan guna terhindar dari kredit macet (debius) diperluas dengan diundangkannya Undang-undang nomor 10 Tahun 1998. akibat pembelian agunan berupa tanah timbul masalah lain menyangkut ketentuan hukum pendaftaran tanah dan ketentuan perpajakan. Kronologis pembelian agunan oleh bank sampai dengan pembelian kembali agunan tersebut terdapat dua kali peristiwa jual beli, konsekuensi hukum yang harus dipenuhi yaitu pembayaran PPh sebanyak dua kali dan BPHTB sebanyak dua kali, sehingga upaya bank untuk menghindari kredit macet belum terpenuhi. Untuk itu diperlukan penyamaan persepsi sehubungan dengan hal tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fredy Goysal
"ABSTRAK
Sebelumnya jika kredit debitur oleh kreditur sudah
digolongkan macet, maka bank hanya mempunyai tiga pilihan
penyelesaian terhadap kredit tersebut. Penyelesaian itu
dapat dilakukan dengan jalan mengambil pelunasan
piutangnya dari debitur dengan cara (1) penjualan melalui
lelang atau (2) penjualan di bawah tangan; dan (3)
eksekusi Hak Tanggungan.
Penjualan melalui lelang, menyebabkan harga
ditentukan oleh nilai pasar peserta lelang. Bisa saja
tinggi atau sebaliknya sangat rendah. Jika sangat rendah
dan debitur tidak bersedia melepaskan agunannya maka
penyelesaian kredit debitur belum bisa dilaksanakan.
Penjualan di bawah tangan, juga memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kelebihannya, penjualan dilaksanakan atas
dasar sukarela debitur, berarti debitur dapat bekerjasama
untuk menyelesaikan kreditnya. Kekurangannya yaitu harus
sudah ditemukan investor yang sesuai dengan keinginan
debitur, sehingga cara ini juga bisa berlarut-larut.
Penyelesaian dengan eksekusi Hak Tanggungan,
menyebabkan bank mengambil tindakan paksa kepada debitur
untuk meyelesaikan piutangnya lewat proses peradilan yang
membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi.
Pasal 12 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan adalah salah satu pilihan yang
memberikan keistimewaan kepada kreditur untuk
menyelesaikan kredit yang macet. Keistimewaan yang
diberikan itu meliputi : (a) dapatnya bank sebagai pihak
pembeli agunan debitur tersebut; (b) bank dapat melakukan
balik nama sementara sertifikat tanah atas nama bank dan
(c) bank diberikan hak untuk menangguhkan kewajibannya
sehubungan peralihan hak tersebut untuk sementara sampai
ditemukan investor. Sehingga jika disimpulkan maka
prosedur ini telah memberikan keistimewaan lain, yaitu
kecepatan, biaya murah serta diminimumkannya risiko yang
akan timbul."
2002
T36831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiyaningsih
"Jaminan Perorangan yang diberikan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung/penjamin debitur dalam pelunasan utang debitur merupakan salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada Bank Badan Usaha Milik Negara, manakala debitur ingkar janji (wanprestasi). Perjanjian perorangan/penanggungan tersebut bersifat asesor, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, sehingga dapat diartikan bahwa tak akan ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah. Pada Bank Badan Usaha Milik Negara sebelum dikeluarkannya PP Nomor 14 tahun 2005 tentang Cara Pengapusan Piutang Negara / Daerah, yang kemudian diubah dengan PP Nomor 33 tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 tahun 2005, yang berwenang untuk menyelesaikan kredit macet adalah Panitia Urusan Piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Undang-undang PUPN). Tindakan eksekusi terhadap jaminan perorangan oleh PUPN merupakan upaya terakhir untuk dilakukan, setelah dilakukan terlebih dahulu upaya penyitaan terhadap barang jaminan dan harta kekayaan debitur yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan pelelangan. Apabila dalam pelaksanaan eksekusi jaminan perorangan, ternyata penanggung utang tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya secara sukarela atau menyerahkan harta kekayaannya, maka PUPN akan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Pencarian dan pemeriksaan (investigasi) terhadap kekayaan penanggung utang yang dapat digunakan untuk membayar utang, baik berupa barang tetap seperti tanah dan bangunan dan atau barang bergerak seperti kendaraan bermotor, tagihan/tabungan dan lain-lai; b. Pencarian data/dokumen (bukti kepemilikan) atas harta kekayaan penanggung utang melalui instansi/lembaga yang terkait, untuk digunakan sebagai pendukung dalam pelaksanaan eksekusi.

An individual guarantee provided by a third party acting as a debt guarantor/avalist in settling debtor?s debt constitute an alternative settlement for bad debts with State Owned Corporations, in case of defalt by debtor. Said individual guarantee is of the assessor type, meaning it is continually linked to a principal agreement, with the consequence that it can be defined as having no guarantee without an existing legal principal debt. The previously issued Government Regulation Number 14 years 2005 at the State Owned Corporation regarding the Writing Off Process of State/Regional Claims, which was further amended by Government Regulation Number 33 year 2006 regarding the Amendment of Government Regulation Number 14 year 2005, appointing the State Claims Affairs Committee (PUPN) as the authorized party to settle bad credits based on Law Number 49 Prp year 1960 regarding State Claims Affairs Committee (PUPN Law). Execution measure against individual guarantee by the PUPN will be effected as the last resort by the PUPN, after prior confiscation of the debtor?s collateral and assets which is further followed by its auctioning off. If during the execution of the individual guarantee, there is an indication that guarantor has no intention of a voluntary settlement of the liability or to surrender his/her assets, the PUPN shall resort to the following actions : a. investigation and examination of the guarantor?s assets that can be employed as debt payment, either consisting of fixed goods such as land and buildings or movable goods such as motorized vehicles, collections/savings and others; b. Finding data/documents (proof of ownership of guarantor/s assets through related instances/institutions to support the execution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyaningsih
"Jaminan Perorangan yang diberikan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung/penjamin debitur dalam pelunasan utang debitur merupakan salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada Bank Badan Usaha Milik Negara, manakala debitur ingkar janji (wanprestasi). Perjanjian perorangan/penanggungan tersebut bersifat asesor, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, sehingga dapat diartikan bahwa tak akan ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah. Pada Bank Badan Usaha Milik Negara sebelum dikeluarkannya PP Nomor 14 tahun 2005 tentang Cara Pengapusan Piutang Negara / Daerah, yang kemudian diubah dengan PP Nomor 33 tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 tahun 2005, yang berwenang untuk menyelesaikan kredit macet adalah Panitia Urusan Piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Undang-undang PUPN). Tindakan eksekusi terhadap jaminan perorangan oleh PUPN merupakan upaya terakhir untuk dilakukan, setelah dilakukan terlebih dahulu upaya penyitaan terhadap barang jaminan dan harta kekayaan debitur yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan pelelangan. Apabila dalam pelaksanaan eksekusi jaminan perorangan, ternyata penanggung utang tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya secara sukarela atau menyerahkan harta kekayaannya, maka PUPN akan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Pencarian dan pemeriksaan (investigasi) terhadap kekayaan penanggung utang yang dapat digunakan untuk membayar utang, baik berupa barang tetap seperti tanah dan bangunan dan atau barang bergerak seperti kendaraan bermotor, tagihan/tabungan dan lain-lai; b. Pencarian data/dokumen (bukti kepemilikan) atas harta kekayaan penanggung utang melalui instansi/lembaga yang terkait, untuk digunakan sebagai pendukung dalam pelaksanaan eksekusi.

An individual guarantee provided by a third party acting as a debt guarantor/avalist in settling debtor?s debt constitute an alternative settlement for bad debts with State Owned Corporations, in case of defalt by debtor. Said individual guarantee is of the assessor type, meaning it is continually linked to a principal agreement, with the consequence that it can be defined as having no guarantee without an existing legal principal debt. The previously issued Government Regulation Number 14 years 2005 at the State Owned Corporation regarding the Writing Off Process of State/Regional Claims, which was further amended by Government Regulation Number 33 year 2006 regarding the Amendment of Government Regulation Number 14 year 2005, appointing the State Claims Affairs Committee (PUPN) as the authorized party to settle bad credits based on Law Number 49 Prp year 1960 regarding State Claims Affairs Committee (PUPN Law). Execution measure against individual guarantee by the PUPN will be effected as the last resort by the PUPN, after prior confiscation of the debtor?s collateral and assets which is further followed by its auctioning off. If during the execution of the individual guarantee, there is an indication that guarantor has no intention of a voluntary settlement of the liability or to surrender his/her assets, the PUPN shall resort to the following actions : a. investigation and examination of the guarantor?s assets that can be employed as debt payment, either consisting of fixed goods such as land and buildings or movable goods such as motorized vehicles, collections/savings and others; b. Finding data/documents (proof of ownership of guarantor/s assets through related instances/institutions to support the execution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irianto
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T37208
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Solihin
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S24501
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Riyani
"Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 mengakibatkan keadaan ekonomi Indonesia berada dalam keterpurukan. Hal ini mengharuskan pemerintah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memulihkan kembali keadaan ekonomi nasional. Perbankan sebagai salah satu faktor penting pendukung sektor perekonomian juga sedang, berusaha untuk mengembalikan kembali performa mereka yang sempat menurun. Untuk melaksanakan misi ini maka pemerintah yang diwakili oleh Bank Indonesia membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (PPN). Lembaga ini bertugas melakukan upaya restrukturisasi perbankan dengan tujuan untuk menyehatkan perankan secara keseluruhan. Salah satu permasalahan yang mendapat sorotan dalam menyehatkan perbahkan nasional adalah menyelesaian kredit bermasalah tingkat kredit bermasalah yang terus meningkat dan tidak terselesaikan akan menyulitkan perbankan memulihkan kondisinya. Untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan kredit bermasalah maka Undang-Undang. Perbankan memberikan alternatif kepada bank sebagai. kreditur untuk mengambil pelunasan utangnya atas kredit yang telah dinyatakan macet dengan melakukan pembelian atas jaminan kredit yang diagunkan oleh nasabah. Ketentuan ini juga mewajibkan bank untuk menjual kembali jaminan kredit yang telah dibelinya tersebut dalam jangka waktu satu tahun. Kaitan yang timbul antara kemudahan yang di berikan oleh Undang-Undang Perbankan ini dengan ketentuan hukum jaminan kebendaan terutama mengenai peralihan hak atas transaksi pembelian dan penjualan kembali jaminan. kredit atas kredit yang telah macet akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti Rizkita Utami
"[Salah satu tugas dan fungsi Bank umum adalah menyalurkan kredit kepada masyarakat. Selain usaha yang dibiayai oleh Bank (first way out), pihak Bank pun meminta jaminan dari debitur (second way out) sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan kredit kepada debitur. Dalam hal debitur wanprestasi dengan tidak dapat membayar kewajibannya kepada Bank, maka pihak Bank memiliki hak untuk mengeksekusi agunan kredit milik debitur tersebut. Berdasarkan pasal 12A Undang-undang no. 10 tentang Perbankan yang merupakan pembaharuan dari
Undang-Undang no. 7 tahun 1992, Bank umum dapat membeli sebagian ataupun seluruh agunan milik debitur macet dengan ketentuan harus menjual kembali agunan tersebut paling lambat 1 (satu) tahun setelah pembelian. Ketentuan tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan penulis, apakah penyelesaian kredit macet melalui pembelian agunan oleh pihak Bank sudah sesuai dengan tujuan penyelesaian kredit?, Mengapa penyelesaian kredit harus menguntungkan pihak debitur dan pihak Bank? Dan Apakah keuntungan yang di terima debitur dan Bank dengan penyelesaian kredit macet melalui pembelian agunan oleh Bank? Hasil analisa dari penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam melakukan penyelesaian kredit harus dapat menguntungkan bagi kedua belah pihak yaitu
debitur dan pihak Bank karena dengan Debitur merasa diuntungkan dengan proses recovery yang cepat, maka memperkecil kemungkinan bertambahnya outstanding kredit debitur pada Bank, dan juga memperkecil kemungkinan terjadinya permasalahan yang diselesaikan secara jalur hukum. Pihak Bank, merasa di untungkan dengan cepat nya proses recovery maka mengurangi kemungkinan resiko kredit yang terjadi dan juga akan semakin cepatnya pengembalian pencadangan (CKPN). Pembelian agunan kredit macet oleh Bank tidak dapat
diaplikasikan dalam penyelesaian kredit macet di Bank X dan dianggap tidak sesuai dengan tujuan penyelesaian kredit macet yang harus menguntungkan kedua belah pihak, baik Debitur maupun pihak Bank. Pembelian agunan kredit macet oleh pihak Bank dinilai lebih rumit prosesnya dan mengeluarkan banyak biaya, serta dianggap hanya menguntungkan bagi pihak debitur saja, sehingga tidak sejalan dengan tujuan penyelesaian kredit yang harus menguntungkan kedua belah
pihak debitur dan Bank. Dengan dilakukannya penyelesaian kredit macet melalui pembelian agunan oleh pihak Bank, manfaat yang diterima oleh debitur adalah kewajibannya kepada Bank sudah diselesaikan sehingga tidak perlu lagi direpotkan mencari pembeli agunan untuk menyelesaikan kewajibannya kepada Bank. Bagi pihak Bank, penyelesaian kredit macet melalui pembelian agunan oleh
pihak Bank tidak ada manfaatnya karena dirasa lebih banyak kerugiannya antara lain kewajiban menjual kembali agunan tersebut paling lambat 1 (satu) tahun setelah pembelian sementara agunan tersebut dari debitur.;One of the duties and functions of commercial banks are lending to the public. In addition to efforts financed by the Bank (first way out), the Bank also asked for a guarantee from the debtor (second way out) as a basis for consideration in giving credit to the debtor. In case of default by the debtor is unable to pay its obligations to the Bank, then the Bank has the right to execute collateral belonging to the debtor. Based on article 12A Law no. 10 of the Banking which is a renewal of the Law no. 7 In 1992, commercial banks may buy some or all of the collateral belonging to the debtor jammed with provision must sell back the collateral no later than 1 (one) year after purchase. Such a provision raises some questions the
author, whether the settlement of bad debts through the purchase of collateral by the Bank are in accordance with the purpose of settlement of credit ?, Why should credit settlement in favor of the debtor and the Bank? And Do the benefits received by the debtor and Bank settlement of bad debts through the purchase of collateral by the bank? Results of analysis of this study concluded that in the resolution of the credit should be profitable for both parties that the debtor and the Bank due to the Debtor feel disadvantaged by the process of rapid recovery, then
minimize the possibility of credit outstanding increased debtors at the Bank, and also minimize the possibility of problems which resolved legal channels. The Bank, was in profitable with its fast recovery process that reduces the possibility of credit risk that occurs and will also be more rapid return on reserves (CKPN). Bad credit mortgage purchases by the Bank can not be applied in the resolution of
bad loans at Bank X and deemed incompatible with the purpose of settlement of bad debts which should benefit both parties, both the Borrower and the Bank. Bad credit mortgage purchases by the Bank is considered more complicated process and a lot of money, and are considered only benefit to the debtor only, so it is not in line with the purpose of settlement of credit that should benefit both borrowers
and the Bank. By doing settlement of bad debts through the purchase of collateral by the bank, the benefits received by the debtor's obligations to the Bank is already completed and thus no longer be bothered looking for buyers of collateral to settle obligations to the Bank. For the Bank, the settlement of bad debts through the purchase of collateral by the bank is useless because it feels more
disadvantages include the obligation to sell back the collateral no later than one (1) year after the purchase while the collateral of the debtor, One of the duties and functions of commercial banks are lending to the public. In
addition to efforts financed by the Bank (first way out), the Bank also asked for a
guarantee from the debtor (second way out) as a basis for consideration in giving
credit to the debtor. In case of default by the debtor is unable to pay its obligations
to the Bank, then the Bank has the right to execute collateral belonging to the
debtor. Based on article 12A Law no. 10 of the Banking which is a renewal of the
Law no. 7 In 1992, commercial banks may buy some or all of the collateral
belonging to the debtor jammed with provision must sell back the collateral no
later than 1 (one) year after purchase. Such a provision raises some questions the
author, whether the settlement of bad debts through the purchase of collateral by
the Bank are in accordance with the purpose of settlement of credit ?, Why should
credit settlement in favor of the debtor and the Bank? And Do the benefits
received by the debtor and Bank settlement of bad debts through the purchase of
collateral by the bank? Results of analysis of this study concluded that in the
resolution of the credit should be profitable for both parties that the debtor and the
Bank due to the Debtor feel disadvantaged by the process of rapid recovery, then
minimize the possibility of credit outstanding increased debtors at the Bank, and
also minimize the possibility of problems which resolved legal channels. The
Bank, was in profitable with its fast recovery process that reduces the possibility
of credit risk that occurs and will also be more rapid return on reserves (CKPN).
Bad credit mortgage purchases by the Bank can not be applied in the resolution of
bad loans at Bank X and deemed incompatible with the purpose of settlement of
bad debts which should benefit both parties, both the Borrower and the Bank. Bad
credit mortgage purchases by the Bank is considered more complicated process
and a lot of money, and are considered only benefit to the debtor only, so it is not
in line with the purpose of settlement of credit that should benefit both borrowers
and the Bank. By doing settlement of bad debts through the purchase of collateral
by the bank, the benefits received by the debtor's obligations to the Bank is
already completed and thus no longer be bothered looking for buyers of collateral
to settle obligations to the Bank. For the Bank, the settlement of bad debts through
the purchase of collateral by the bank is useless because it feels more
disadvantages include the obligation to sell back the collateral no later than one
(1) year after the purchase while the collateral of the debtor]"
Universitas Indonesia, 2015
T43877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Puteri Nataliasari
"Kredit macet dalam jumlah yang besar tidak hanya sebagai perwujudan dari kemacetan usaha debitur, akan tetapi juga membawa pengaruh buruk bagi kinerja suatu bank. Hal ini disebabkan karena kemampuan bank untuk mengumpulkan pendapatan bunga yang berasal dari pemberian kredit semakin berkurang. Dengan berkurangnya kemampuan bank untuk mengumpulkan bunga kredit, berarti pendapatan bank juga berkurang. Sementara di lain pihak, kewajiban bank membayar bunga deposan akan terus meningkat dari hari kehari. Jika keadaan ini terjadi terus menerus maka bank akan mengalami kerugian yang dapat memperburuk kondisi kesehatan usahanya. Apabila kondisi kesehatan usaha bank itu sudah sedemikian buruknya dan dianggap dapat membahayakan dunia perbankan, Bank Indonesia akan mencabut izin usaha bank dan melikuidasi Bank tersebut. Likuidasi bank diawali dengan dengan pencabutan izin usaha bank dimana sejak tanggal pencabutan izin usaha bank, secara otomatis bank wajib menutup kantor-kantornya untuk umum dan menghentikan segala kegiatan perbankan dan statusnya menjadi Bank Dalam Likuidasi. Sehubungan dengan hal tersebut, pengurus bank wajib segera menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan sekurang-kurangnya pembubaran badan hukum bank dan pembentukan Tim Likuidasi. Tim Likuidasi inilah yang kemudian mengambil alih tanggung jawab pengelolaan bank dari pengurus bank dalam rangka pelaksanaan likuidasi bank. Dengan demikian maka sejak tanggal terbentuknya Tim Likuidasi pada Bank Dalam Likuidasi, segala urusan yang berkenaan dengan penyelesaian kewajiban bank kepada pihak ketiga merupakan tugas dan tanggung jawab Tim Likuidasi. Selain itu Tim Likuidasi juga diberikan hak serta wewenang untuk menagih piutang Bank kepada debitur-debiturnya, termasuk pula dalam hal menyelesaikan masalah kredit macet pada Bank Dalam Likuidasi itu. Namun demikian tugas yang harus dilaksanakan oleh Tim Likuidasi tersebut bukanlah sesuatu yang mudah, terutama di dalam menyelesaikan masalah kredit macet pada Bank Dalam Likuidasi karena terdapat cukup banyak masalah yang harus dihadapi oleh Tim Likuidasi itu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20846
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>