Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113534 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fisko
"Indonesia menganut paham perlunya peranan negara (state intervention) dalam mengelola sumber daya tanah, seperti yang diamanatkan dalam UUD 45, dan dijabarkan lebih lanjut dalam UUPA. Peranan negara dalam mengelola sumber daya tanah tersebut bertujuan untuk mewujudkan tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan orientasinya adalah tercapainya akses yang adil dalam perolehan dan pemanfaatan tanah. Peranan negara tersebut dilaksanakan lewat serangkaian kebijakan pertanahan (land policy).
Penelitian ini mengkaji tentang dampak kebijakan pertanahan tahun 1955-1998 bagi masyarakat. Tujuan penelitiannya adalah (1) menggambarkan kebijakan pertanahan mengenai penguasaan pemilikan tanah, tata guna tanah, hak atas tanah, dan pendaftaran tanah, (2) mengetahui implikasi-implikasi kebijakan pertanahan akibat arah (preferensi) pembangunan ekonomi pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, dan (3) memberikan rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang. Penelitian ini termasuk ke dalam metode deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumenter, yang diperoleh melalui literatur/ pustaka, hasil-hasil penelitian terkait dan dokumen-dokumen. Sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan mengenai hak atas tanah dan pendaftaran tanah lebih berjalan dan lebih dominan dibandingkan kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah dan tata guna tanah. Instansi penyelenggara pertanahan (Badan Pertanahan Nasional) lebih banyak berperan sebagai administrator (pelayanan) pertanahan dibandingkan sebagai regulator (pengaturan) pertanahan.
Implikasi-implikasi kebijakan pertanahan akibat arah (preferensi) pembangunan ekonomi pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, ternyata menghasilkan kebijakan pertanahan yang tidak menciptakan kondisi pareto efisien yang menuju fungsi kesejahteraan rakyat, yang terjadi justru eksternalitas negatif. Hal ini dikarenakan kebijakan pertanahan tidak sepenuhnya melaksanakan UUPA.
Rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang harus diarahkan untuk sepenuhnya melaksanakan UUPA, yang berarti keseimbangan diantara kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah, tata guna tanah, hak atas tanah, dan pendaftaran tanah. Kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah dilaksanakan untuk menata struktur penguasaan pemilikan tanah yang telah terlanjur timpang di masyarakat. Kebijakan mengenai tata guna tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek penguasaan pemilikan tanah dan aspek hak atas tanah. Kebijakan mengenai hak atas tanah dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Kebijakan mengenai pendaftaran tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek tata guna tanah.
Pelaksanaan otonomi di bidang pertanahan merupakan suatu yang harus dilaksanakan. Namun perlu kehati-hatian, jangan sampai kesalahan kebijakan pertanahan di masa lalu terulang kembali di daerah. Dalam pelaksanaan otonomi di bidang pertanahan, instansi penyelenggara pertanahan (BPN) seharusnya dapat berperan sebagai agen perubahan (agent of change)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Sukanti Sumantri
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
346.04 HUT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ayudiatri
"Penguasaan fisik bidang tanah yang dilakukan berdasarkan surat penitipan dibawah tangan dan surat keterangan penguasaan tanah dapat menimbulkan benturan kepentingan dalam penguasaan tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan hukum penguasaan fisik suatu bidang tanah tanpa alas hak berdasarkan surat penguasaan tanah ditinjau dari hukum positif di Indonesia; dan keabsahan penerbitan surat keterangan penguasaan fisik bidang tanah atas tanah objek sengketa berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atas permohonan fiktif-positif keputusan Tata Usaha Negara guna kepentingan permohonan pendaftaran tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 636 K/Ag/2020. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif secara problem identification kemudian ditelusuri dengan jalan preksriptif-eksplanatoris. Hasil dari penelitian adalah kenyataan penguasaan fisik atas tanah tidak bersertipikat yang dilakukan lebih dari 20 (dua puluh) tahun sebagai salah satu bukti yang digunakan dalam pendaftaran tanah dalam hal tidak tersedianya alat bukti adalah tidak serta merta tepat dijadikan dasar pembuktian. Penelitian ini juga menemukan bahwa permohonan gugatan fiktif-positif atas sikap diam pejabat pemerintahan yang berwenang terkait penerbitan surat keterangan penguasaan fisik atas tanah guna kepentingan pembuktian pendaftaran tanah adalah sah akan tetapi dapat menjadi celah adanya penyelundupan hukum bagi para pihak lain yang tidak berhak untuk menuntut dikeluarkannya surat keterangan penguasaan fisik atas tanah. Saran dari penelitian ini adalah bagi para pihak yang ingin mendaftarkan tanah tanpa adanya alas hak yang dirasa telah dikuasai dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung sah lainnya dapat mengajukan permohonan hak atas tanah ke Negara. Selain itu, perlu diatur bahwa pemberian persetujuan atas dikabulkannya permohonan fiktif-positif Keputusan TUN yang mengubah keadaan sifatnya terbatas, yaitu tanpa adanya pihak yang dirugikan.

Physical possessions of land carried out based on a letter of land tenure and letter of statement of claim for de facto physical possession of land can lead to a conflict of interest in land control. The problems raised in this study are regarding the legal position of physical control of a plot of land without any rights based on a land tenure letter in terms of positive law in Indonesia; and the validity of the issuance of a certificate of physical possession over the object of dispute based on the Decision of the State Administrative Court on the fictitious-positive application of the State Administration decision for the purpose of the application for land registration in the Supreme Court Decision Number 636 K/Ag/2020. To answer these problems, a normative legal research method with problem identification is used followed by a prescriptive-explanatory method of investigation. The result of the research is the fact that physical control over uncertified land which is carried out for more than 20 (twenty) years as one of the evidence used in first land registration in the event that evidence is not available is not an obligatory norm. This study also determined that the petition for a fictitious-positive lawsuit for the silence of the competent government officials related to the issuance of a certificate of physical control over land for the purpose of proving land registration is legal but can be a loophole for for other parties who are not entitled to the land to demand the issuance of such certificate of physical possession over the land. This research suggests that parties who want to register land without any rights that are felt to have been controlled accompanied by other legal supporting evidence can apply for land rights to the State. In addition, it is necessary to stipulate that the granting of approval for the granting of a fictitious-positive application for a State Administration Decree that modifies the situation is limited in nature, ie without any injured party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usep Setiawan
Jakarta: Badan Pertanahan Nasional RI, 2010
346.043 USE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Siti Aprilia
"Penelitian ini membahas berkaitan dengan regulasi reklamasi dan permasalahannya di Indonesia. Terutama menyoroti pembangunan Pulau G oleh PT. Muara Wisesa Samudera dalam Proyek Pluit City. Pada proses pembangunan reklamasi di Pulau G sebagai tanah yang akan dibangun proyek Pluit City oleh pengembang terdapat beberapa kendala diantaranya moratorium dan hambatan perpanjangan izin perpanjangan pembangunan reklamasi. Penelitian ini akan membahas berkaitan dengan sepanjang mana perjanjian jual beli dalam proyek Pluit City dapat dikategorikan sebagai force majeur dengan adanya hambatan yaitu moratorium pembangunan tanah reklamasi dan perpanjangan izin pembangunan reklamasi. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa memang terdapat berbagai regulasi yang menjadi payung hukum pembangunan reklamasi di Indonesia, kemudian juga bahwa dalam perjanjian jual beli proyek pluit city antara pengembang dengan konsumen terdapat sebuah peristiwa force majeur dengan adanya moratorium pembangunan lahan reklamasi dan juga adanya hambatan perpanjangan izin reklamasi.

This thesis discuss related to reclamation regulations and their problems in Indonesia. Especially highlighting the development of Island G by PT. Muara Wisesa Samudera in the Pluit City Project. In the process of building reclamation on Pulau G as the land of to be built by the Pluit City project by the developer, there are several obstacles including the moratorium and obstacles to the extension of the permit for the extension of the reclamation development. This study will discuss the extent to which the sale and purchase agreement in the Pluit City project can be categorized as a force majeur with obstacles, namely the moratorium on land reclamation development and the extension of the reclamation development permit. This thesis use a juridis normative research. The result of this study are there are indeend various regulation for reclamation development in Indonesia then also that in the sale and purchase agreement of the Pluit City project between the developer and the consumer there is a force majeur even with a moratorium on the development of reclamation land and also obstacles in extending the permit of reclamation"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Howard Julio Tigris, Author
"Reklamasi tanah sebagai salah satu cara untuk mengadakan tanah menjadi isu panas akhir-akhir ini di Indonesia, terutama Jakarta, mengingat adanya rencana reklamasi Teluk Jakarta yang terdiri dari 17 pulau di pesisir utara Jakarta. Untuk melihat legitimasi hukum dari praktik ini, Skripsi ini akan meninjau peraturan perundang-undangan terkait reklamasi, mulai dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 hingga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2014. Analisa yang dilakukan dalam Skripsi ini terhadap reklamasi Teluk Jakarta akan mencakup isu hukum tanah, perizinan, dan juga lingkungan hidup yang memiliki kaitan erat dengan hukum pertanahan, sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Pokok Agraria. Isu hukum tanah akan mencakup status tanah yang timbul akibat reklamasi dan juga cara developer dapat memperoleh tanah tersebut. Isu perizinan mencakup variasi izin yang diperlukan dan juga kewenangan penerbitan izin dalam reklamasi Teluk Jakarta. Terakhir, isu lingkungan hidup akan menilai dampak negatif dari reklamasi dan dibandingkan dengan dampak positifnya, sesuai pengaturan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007. Kemudian, Skripsi ini juga akan melakukan perbandingan proyek reklamasi Teluk Jakarta beserta pengaturan reklamasi di Indonesia dengan praktik-praktik reklamasi di Negara lain yang telah melaksanakan reklamasi, seperti Singapura, Jepang, dan Korea.

Land reclamation as a way in obtaining land become a major issue nowadays in Indonesia, especially Jakarta, noting the recent reclamation plan of Teluk Jakarta consisting of 17 islands on the coast of North Jakarta. In order to assess the legitimacy of the project, this Undergraduate Thesis will observe the regulations regarding reclamation, starting from Law No. 27 Year 2007 to Ministry of Seas and Fisheries Regulation No. 28 Year 2014. The analysis of this Undergraduate Thesis will consists of land law issues, permit, and environmental issues, which are inextricably related to land law issues as mentioned in Article 15 of Indonesian Land Law. The land law issue will cover the land status that is created by virtue of reclamation and the method on how developers could obtain them. The permit issue will cover the types of permit required and the respective entitled institutions that could issue them. Finally, the environment issue will compare the negative and positive impacts the reclamation will generate, by virtue of Article 34 of Law No. 27 Year 2007. Furthermore, this Undergraduate Thesis will also compare different international reclamation projects in other countries including their respective regulation, such as Singapore, Japan, and Korea, with the Teluk Jakarta reclamation in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66617
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Denpasar: Pustaka Larasan, 2012
343.054 HUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suparjo
"ABSTRAK
Pengusaha kecil dan menengah memiliki karakteristik kemandirian dan daya tahan alami dalam menjalankan usahanya. Meskipun demikian menyongsong era perdagangan bebas mulai tahun 2010 mendatang perlu pemikiran yang komperehensif terhadap upaya-upaya yang mendukung pengembangan mereka. Peranan pemerintah dalam menetapkan kebijakan ekonomi termasuk dalam pengembangan pengusaha kecil dan menengah sejalan dengan teori Terence Daintith lebih mendekati pengertian "State intervention in the economy? daripada "economic polio". Teori Daintith tersebut dapat menarik substansi permasalahan peranan hukum dan kebijakan pertanahan nasional dalam pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Menurut hemat kami intervensi pemerintah tersebut masih tercakup pengertian kebijakan dalam arti yang lebih luas. Intervensi tersebut dilakukan melalui peraturan dan kebijakan pertanahan sejak tahun 1960 hingga tahun 1999 telah banyak dikeluarkan pemerintah. Mulai dengan tahap awal berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA dan Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960, tentang Penetapan Batas Penguasaan Maksimum tanah Pertanian yang dikenal dengan Undang-Undang Land Reform. Pada perkembangan kebijakan hukum pertanahan di tanah air kita selanjutnya ternyata ada sekian banyak peraturan dan kebijakan yang memiliki kaitan dengan pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Lingkup pengaturan yang dilakukan meliputi pengaturan pemilikkan, penguasaan tanah, penggunaan tanah sebagai agunan kredit, kemudahan dan keringanan perpajakan bagi golongan ekonomi lemah. Hal itu sejalan dengan tujuan land reform yang ke lima, yaitu untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil, disertai dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan tani. Dari ketentuan tersebut dapat pula dikatakan bahwa kebijakan pertanahan merupakan salah satu infrastruktur bagi pengembangan ekonomi dan tentu saja termasuk pengembangan pengusaha kecil dan menengah. Intervensi pemerintah melalui kebijakan dan peraturan hukum bagi pengusaha kecil dan menengah memang merupakan kewajiban konstitusional sebagaimana dikatakan oleh Thomas Robert Malthus, dan pada kenyataanya golongan ini mampu bertahan dan relatif tidak terkena dampak krisis ekonomi yang telah melanda tanah air kita sejak pertengahan 1997 yang lalu hingga saat ini merupakan alasan pembenar lainnya."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekjen DPR RI, 2002
R 346.043 Ind i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>