Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115957 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syafrul Yunardy
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi terus berulangnya kejadian kebakaran hutan di Indonesia yang hampir terjadi setiap tahun. Padahal sumberdaya hutan memiliki keterkaitaan yang erat dengan kinerja, perekonomian, kualitas ekologi, dan ketergantungan sosial. Untuk itu perlu diketahui dampak sesungguhnya kebakaran hutan agar perencanaan dan pengambilan kebijakan didalam pengendalian kebakaran hutan yang terarah, fokus dan tepat pada permasalahan.
Dengan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM), keterkaitan antar sektor ekonomi dapat dijelaskan dampak melalui aliran uang yang terjadi. Oleh karena itu, dampak kebakaran hutan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah yang menjadi tujuan penelitian ini dapat diketahui.
Berdasarkan hasil analisis pengganda neraca, diketahui bahwa untuk setiap hektar kebakaran hutan akan menurunkan output produksi Rp. 128.61 juta dan menurunkan pendapatan faktor produksi (factorial income) sebesar Rp. 62.94 juta per hektar kebakaran. Penurunan output dan pendapatan faktor produksi akibat kebakaran hutan ternyata berdampak menurunkan pendapatan institusi rumah tangga (households income) sebesar Rp. 45.48 juta, perusahaan (private income) sebesar Rp. 20.42 juta, dan pemerintah (government income) sebesar Rp. 11.54 juta untuk setiap hektar kejadian. Dengan demikian, rumah tangga adalah komponen institusi yang paling merasakan dampak kebakaran hutan yang tercermin dari besarnya penurunan pendapatan. Secara keseluruhan, kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kebakaran hutan terhadap penurunan pendapatan faktor produksi, institusi, dan sektor produksi (output) adalah sebesar Rp. 269.00 juta tiap hektar kejadian kebakaran.
Rata-rata penurunan pendapatan yang diderita oleh setiap orang akibat kebakaran hutan pada tahun 2000 adalah Rp. 3,868 per kapita.. Pada tahun 2001 penurunan pendapatan yang diderita menjadi Rp. 18,105 per kapita. Sedangkan di tahun 2002, pengurangan pendapatan sebesar Rp. 44,186 per kapita. Dengan demikian terjadi peningkatan kerugian pendapatan per kapita selama periode tahun 2000-2002 akibat kebakaran hutan.
Dari hasil analisis jalur struktural, teridentifikasi bahwa jalur-jalur utama yang dilalui dampak kebakaran hutan adalah sektor perkebunan dan sektor-sektor yang berbasiskan pertanian dan pedesaan.
Mengingat besarnya kerugian ekonomi yang diderita sebagai dampak dari kebakaran hutan, maka jumlah dan penyediaan anggaran yang terkait dengan upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan haruslah jelas dan memiliki dasar. Hasil penelitian ini yang menunjukkan total kerugian kebakaran hutan sebesar Rp. 269.00 juta tiap hektarnya, dapat dijadikan landasan untuk pengalokasian anggaran baik oleh pemerintah maupun swasta pemegang hak konsesi. Disamping itu, nilai kerugian ini, dapat pula dijadikan acuan didalam penentuan ganti rugi terhadap pelaku pembakaran hutan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrul Yunardy
"Kebakaran hutan yang selalu berulang setiap tahun selama dua dekade terakhir ini menimbulkan kerugian yang tidak sedikit mengingat sumber daya hutan memiliki keterkaitan yang erat dengan kinerja perekonomian, kualitas ekologi dan ketergantungan sosial. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui besar dampak ekonomi dan sosial yang timbul akibat kebakaran hutan dan mengidentifikasi jalur jalur utama pengaruh kebakaran hutan pengaruh kebakaran hutan di Indonesia terhadap output, faktor produksi dan institusi (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah). Penelitian ini menggunakan metoda penghitungan SNSE atau social accounting matrix (SAM) untuk menghitung nilai penurunan pendapatan (economic loss) dan structural path analysis (SPA) untuk menjelaskan jalur keterkaitan antar sektor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap hektar areal hutan yang terbakar di Indonesia menumbulkan dampak berupa penurunan pendapatan total sebesar 269 juta rupiah. Secara sosial rumah tangga adalah kelompok institusi yang mengalami penurunan pendapatan paling besar di banding pemerintah dan di sektor perusahaan. Penurusan terbesar dalam output terjadi pada kegiatan di sektor kehutanan, industri dan perdaganan. Pada kelompok faktor produksi tenaga kerja pertanian di pedesaan mengalami kerugian paling besar di alami sektor seasta dalam negeri. Secara struktual ada jalur keterkaitan yang erat antara sektor kehutanan dengan sektor sektor yang berbasiskan pertanian di pedesaan. bEsaran nilai dampak ekonomi dan sosial akibat kebakaran hutan yang dihasilkan oleh peneliutian ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan besaran ganti rugi minimun yang dikenakan kepad pelaku penyebab kebakaran hutan dan sebagai acuan dalam perencanaan alokasi anggaran baik untuk pemerintah maupun perusahaan untuk pengendalian kebakaran hutan."
2005
JUKE-1-1-Agust2005-75
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Socia Prihawantoro
"Penilitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya laju deforestasi di Indonesia, baik Itu diukur antar waktu, maupun dibandingkan dengan Iaju deforestasi di negara lain. Mengingat pentingnya hutan bagi perekonomian, maka perlu dilakukan tindakan Pengereman terhadap laju deforestasi yang tinggi tersebut.
Berbagai kebijaksanaan di bidang kehutanan telah dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian laju deforestasi indonesia tetap tinggi. Hal ini Menimbulkan pertanyaan: ?Apakah deforestasi juga dipengaruhi oleh kegiatan bukan Kehutanan?? Seianjutnya, ?apabila memang demikian, selain sektor kehutanan, sektor-sektor ekonomi apa saja yang mempengaruhi terjadinya deforestasi di Indonesia?
Dengan menggunakan kerangka metodologi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh struktural kegiatan ekonomi
terhadap deforestasi di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut pertama-tama dilakukan pengembangan terhadap data SNSE Indonesia 1993, sehingga didalamnya tercakup sektor-sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap deforestasi. Dan SNSE yang sudah dikembangkan tersebut dihitung angka-angka pengganda yang dapat menjadi indikator pengaruh kegiatan ekonomi terhadap deforestasi, baik secara Iangsung maupun tidak Iangsung; baik dalam arti global, transfer open loop, maupun closed loop. Dari angka-angka pengganda tersebut dapat dlilakukan anailsis tentang keterkaitan struktural keglatan ekonomi terhadap deforestasi.
Hasil perhitungan angka-angka pengganda menunjukkan bahwa secara Iangsung, sektor-sektor Industri berbasis kayu merupakan sektor-sektor utama yang memberikan dorongan terhadap terjadinya deforestasi. Sementara itu dl blok institusi, sector rumah tangga yang berbasis pertanian dan pedesaan merupakan sector yang pengaruhnya terhadap deforestasi paling besar. Secara transfer-hal ini hanya Lerjadi di blok kegiatan produksi saja? sektor ekonomi yang memberikan dorongan paling kuat terhadap deforestasi adaiah sektor - sektor industri berbasis kayu.
Secara open loop? hal ini terjadi pada blok faktor produksi dan institusi-sektor ekonomi yang membedakan tekanan paling kuat terhadap deforestasi adalah faktor produksi berbasis pertanian dan rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Secara closed loop-hal ini hanya tarjadi di blok kegiatan produksi saja? sektor ekonomi yang memberikan tekanan paling kuat terhadap deforestasi adalah sektor sektor produksi berbasis pertanian.
Secara global, sektor ekononmi yang berpengaruh kuat terhadap detorestasi adalah sektor industri berbasis kayu, faktor produksi berbasis pertanian dan pedesaan, serta rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Secara tidak langsung?dalam hal ini pengaruh tidak langsung adalah pengaruh global dikurangi pengaruh langsung?sektor ekonomi yang berpengaruh kuat terhadap deforestasi adalah sektor industri berbasis kayu, sektor produksi berbasis pertanian, faktor produksi berbasis pertanian dan pedesaan, serta rumah tangga berbasis pertanian dan pedesaan.
Dengan menggunakan structural pada analysis, dapat diketahui bahwa sektor industri berbasis kayu berpengaruh terhadap deforestasi terutama melalui sektor lndustri Kayu Gergajian dan Awetan. Sedangkan keglatan produksi berbasis pertanian berpengaruh terhadap deforestasi terutama melalui tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di pedesaan yang diteruskan oleh rumah tangga pengusaha pertanian dengan lahan 0-0,5 ha.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa selain
dipengaruhi oleh sektor-sektor Industri berbasis kayu, deforestasi juga dipengaruhi oleh sektor-sektor ekonomi berbasis pertanlan dan pedesaan. Oleh karena itu kebijakan untuk mengurangi lalu deforestasi, selain melalul kebijakan kehutaflan, perlu pula dilakukan melalui sector pertanian dan pedesaan."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
August Bualazaro Hulu
"Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1882, yaitu saat didirikannya sebuah badan usaha swasta penyedia layanan pos dan telegrap pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Tetapi sampai saat ini, setelah lebih dari satu abad, sangat sulit mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan korelasi antara pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia dengan pertumbuhan ekonominya.
Studi ini dirasa penting mengingat (1) Investasi pada sektor telekomunikasi adalah merupakan investasi yang cukup mahal mengingat umumnya barang modal yang digunakan di Indonesia masih diimpor dari Negara produsennya di luar negeri; (2) Penyelenggaraan telekomunikasi menggunakan beberapa sumber daya terbatas milik negara yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat antara lain alokasi frekuensi, kode akses, orbit satelit dan penomoran pelanggan; (3) Teledensitas efektif telepon di Indonesia masih sangat rendah yaitu 5,52 yang secara sederhana dapat diartikan bahwa diantara 100 penduduk Indonesia hanya 5,52 orang yang memiliki sambungan telepon tetap atau bergerak. Posisi ini sangat rendah dibanding Philippines (19,36), Singapore (79,56), Thailand (26,04) atau Malaysia (41,30); (4) Selain teledensitas, penyebaran sambungan telepon di Indonesia juga memiliki ketimpangan yang sangat tajam yaitu 11-25% di wilayah metropolis dan hanya sebesar 0,2% di wilayah pedesaan. Sebanyak 43.022 desa di Indonesia, yaitu setara dengan 64,4% dari 66178 desa, sama sekali belum memiliki akses telepon. Sementara di sisi lain, sejak diberlakukannya Undang-undang tentang telekomunikasi nomor 36 tahun 1999 penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia telah memasuki era kompetisi, yang menyebabkan seluruh penyelenggara telekomunikasi lebih berorientasi pada keuntungan yang umumnya diperoleh dari masyarakat di wilayah perkotaan. Fenomena ini juga berlaku bagi Badan Usaha Milik Negara PT Telkom, terlebih lagi sejak tahun 1995 sebagian saham PT Telkom telah diperdagangkan di bursa efek dalarn dan Iuar negeri. Dengan memperhatikan kondisi-kondisi di atas maka diperlukan suatu penelitian yang dapat dijadikan salah satu acuan dalam menetapkan kebijakan disektor penyelenggaraan telekomunikasi, agar pembangunan sektor telekomunikasi dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Dibeberapa Negara penelitian tentang korelasi antara pembangunan infrastruktur telekomunikasi dengan pertumbuhan ekonomi telah lama dilakukan antara lain, Cronin, Colleran, Herbert and Lewitsky (1993) yang melakukan penelitian pasar telekomunikasi di USA menggunakan metode ekonomi Input-Output (1-0) mencakup periode tahun 1963-1991. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi telekomunikasi mempunyai hubungan causal dengan total factor productivity nasional, dimana kontribusi sektor telekomunikasi pada pertumbuhan produktifitas sektoral maupun secara agregat dikuantifikasi sebesar 21,5% dari total produktifitas. Clarke and Laufenberg (1983) menunjukkan bahwa pertumbuhan densitas telepon juga memberikan berbagai manfaat sosial sebagai tambahan terhadap keuntungan ekonomi di wilayah pedesaan Sub-Sahara Afrika. Manfaat sosial antara lain menyangkut penyediaan layanan sosial dan kesehatan, pendidikan, proyek-proyek pembangunan, dan penanganan bencana sosial dan bencana alam. International Telecommunications Union (ITU) melaiui World Telecommunications Development Report - Access Indicators for the Information Society 2003, menyebutkan bahwa pada periode 1995 - 1999 kontribusi 1CT (Information and Communications Technologies) terhadap output ekonomi antara lain Negara Canada (12%), Australia (14%), Germany (20%) dan Japan sebesar 35%.
Pada studi ini, pendekatan atau model yang digunakan adalah Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) karena selain sebagai perangkat analisis ekonomi yang memadai SNSE juga merupakan suatu sistem pendataan. Berdasarkan model dan proses pembuatannya sistem ini memiliki kelebihan antara lain : {1) SNSE sebagai suatu sistem data yang menyeluruh, konsisten dan Iengkap sehingga dapat menangkap keterkaitan antar pelaku ekonomi dalam kurun waktu tertentu; (2) mampu mengkaji pengaruh suatu kebijakan pada suatu sektor ekonomi yang berkaitan dengan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan; dan (3) SNSE sebagai suatu alat analisis yang sederhana, karena penerapannya relatif mudah.
Dengan menggunakan pendekatan SNSE dan dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan di atas maka tesis ini disusun bertujuan untuk :
a. Menganalisis distribusi pendapatan institusi termasuk rumah tangga, distribusi pendapatan faktorial, dan keterkaitan sektor-sektor produksi lain dalam pembangunan satuan sambungan telepon tetap dan bergerak di Indonesia;
b. Memperkirakan pengaruh struktural pertumbuhan sambungan telepon di Indonesia terhadap kegiatan ekonomi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan karena adanya shock atau injeksi pengeluaran pemerintah dan atau penyelenggara telekomunikasi dalam membangun satuan sambungan telepon baru baik itu sambungan telepon tetap maupun telepon bergerak, dan sektor ekonomi mana yang paling besar akan merasakan dampak pembangunan jaringan telekomunikasi tersebut. Bagaimana distribusi pendapatan dari sambungan telepon pada kelompok (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah) dalam blok institusi ?. Bagaimana kinerja perekonomian nasional yang ditunjukkan oleh nilai tambah faktorial yang ditimbulkan oleh perribangunan sambungan telepon di Indonesia.
Studi ini telah dapat menyusun suatu klasifikasi SNSE Indonesia 2000 berukuran 64x64 yang menguraikan sektor sistem komunikasi tetap dan bergerak untuk dijadikan sebagai data dan model dalam melakukan analisis perkembangan sektor telekomunikasi di Indonesia.
Nilai peningkatan ekonomi yang ditimbulkan oleh pertumbuhan sektor komunikasi tetap dan bergerak, yaitu peningkatan 1 unit output atau 1 sambungan telepon tetap atau bergerak dengan pendapatan sebesar Rp. 1.942.501 per-tahun pada tahun 2000 akan berdampak pada peningkatan pendapatan sektor produksi sebesar 2,9579 unit atau Rp. 5,75 juta, serta bertambahnya pendapatan faktor produksi (factorial income) sebesar 1,5797 unit atau Rp. 3,07 dan pendapatan institusi sebesar 1,8628 unit atau Rp. 3,62 juta. Jika diasumsikan pada kondisi harga tetap, jumlah total sambungan telepon tetap dan bergerak pada tahun 2005 adalah 50 juta sambungan aktif, maka peningkatan pendapatan total adalah Rp. 621 triliun.
Jika ditinjau dari aspek distribusi pendapatan, peningkatan pendapatan pada rumah tangga di desa, buruh tani dan pengusaha pertanian hanya memperoleh 26,9% dari total pengaruh yang terjadi pada blok institusi. Selebihnya dinikmati oleh perusahaan, pemerintah dan rumah tangga di kota. Hal ini dirasakan relevan, mengingat kebutuhan modal yang besar dan tenaga kerja yang terdidik oleh sektor komunikasi tetap dan bergerak umumnya disediakan oleh rumah tangga di kota, perusahaan dan pemerintah. Disamping itu, densitas telepon tetap dan bergerak sampai saat ini masih terkonsentrasi di daerah perkotaan (11-25%) sementara di rural area sebesar 0,2%.
Sektor produksi yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor komunikasi tetap dan bergerak adalah sektor pertambangan dan penggalian lainnya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pembangunan infrastruktur telekomunikasi khususnya yang terkait dengan sarana transmisi umumnya masih dilakukan dengan melakukan penggelaran jaringan kabel tembaga maupun fibre optic di bawah tanah.
Melalui analisa jalur struktural yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa jalur pengaruh pertumbuhan sektor komunikasi tetap dan bergerak secara dominan terkait dengan faktor modal, baik modal lain-lain di kota, modal swasta, modal pemerintah dan modal asing. Hal ini menunjukkan keterkaitan yang erat antara kegiatan di sektor komunikasi tetap dan bergerak dengan sektor-sektor yang berbasiskan finansial. Sebagaimana diketahui sesuai dengan barang modal yang digunakan, perangkat yang diinvestasikan dalam penyelenggaraan telekomunikasi berharga mahal sehingga membutuhkan modal yang besar, relatif terhadap kebutuhan faktor produksi lain berupa tenaga kerja."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koes Martini S.W.
"Dalam kondisi perekonomian yang belum pulih dari krisis pada tahun 1997, serta situasi politik yang masih tak menentu, Pemerintah mengambil langkah kebijakan yang kurang populer di masyarakat yaitu menaikkan harga jual BBM rata-rata 12% dalam bulan Oktober 2000. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN tahun 2000, yang semula dianggarkan sebesar Rp. 22,5 trilyun (diperkirakan akan membengkak menjadi Rp. 43,5 trilyun), jumlah ini sangat besar bila dihubungkan dengan defisit anggaran tahun 1999/2000 sebesar Rp. 44,1 trilyun. Dengan kenaikan harga BBM tersebut diperhitungkan dapat menurunkan subsidi BBM sebesar Rp. 800 milyar, dan selanjutnya penghematan subsidi ini dikembalikan ke masyarakat sebagai kompensasi. Di sini Pemerintah menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi subsidi BBM harus diupayakan dihapus karena sangat membebani keuangan negara (APBN), di lain pihak keadaan sosial ekonomi masyarakat masih dalam keadaan yang memprihatinkan, sehingga sebagian masyarakat cenderung bereaksi menolak kebijakan tersebut.
Kondisi yang diuraikan tersebut di atas melatarbelakangi penelitian ini, yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM dan kompensasi tersebut terhadap distribusi pendapatan rumah tangga masyarakat, dengan menggunakan peralatan analisa Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 1999. Untuk keperluan ini SNSE tahun 1999 perlu dimodifikasi dengan memunculkan Pengilangan Minyak Bumi sebagai sub sektor tersendiri, tidak lagi tergabung dalam sub sektor pertambangan lainnya.
Dari SNSE yang telah dimodifikasi tersebut kemudian dapat diketahui angka-angka pengganda, yang menggambarkan dampak dari kebijakan tersebut terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, dalam bentuk dampak global/keseluruhan, transfer, open loop maupun close loop.
Hasil analisis menunjukkan beberapa hal berikut :
1. Dilihat dari segi kebijakan, penurunan subsidi BBM selama ini hanya ditempuh melalui intervensi terhadap harga BBM, sedangkan variabel lain yang cukup dominan dalam menentukan besarnya subsidi BBM, yaitu volume konsumsi BBM dan biaya pengadaan BBM belum pernah dijadikan alternatif pemecahan.
2. Angka-angka pengganda pada kenaikan harga BBM menunjukkan bahwa:
- Secara keseluruhan kenaikan harga BBM tersebut menurunkan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 20.839,33 milyar (2,65%), dengan dampak terbesar diatami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan, yaitu dua kelompok rumah tangga yang mendominasi penggunaan BBM sebanyak 43,69% dari konsumsi BBM nasional, dengan meliputi penduduk sebanyak 23,50% dari penduduk Indonesia.
- Secara transfer, kenaikan harga BBM belum menimbulkan dampak pada sektor-sektor pendapatan. Secara open loop, kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan rumah tangga pada sektor neraca institusi sebesar 0,74%, dengan dampak terbesar dialami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan.
- Secara close loop kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan sektorsektor pada neraca produksi sebesar 1,91%, dengan dampak terbesar dialami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan.
3. Angka Pengganda pada kompensasi sebesar Rp. 800 milyar. Secara keseluruhan, kompensasi Pemerintah tersebut menaikkan seluruh pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 1.624,90 milyar atau 0,21% dari pendapatan rumah tangga semula. Kenaikan pendapatan ini terdiri dari kenaikan secara transfer sebesar Rp. 0,95 milyar (0%), secara open loop Rp. 375, 28 milyar (0,05%) dan secara close loop sebesar Rp. 1.048,67 milyar atau 0,13% dari pendapatan semula.
4. Dari penurunan pendapatan dan kenaikan pendapatan pada butir 2 dan 3 tersebut di atas diperoleh dampak netto berupa penurunan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 19.214,43 milyar atau 2,44% dari total pendapatan semula.
5. Kenaikan harga BBM dan pemberian kompensasi dari Pemerintah ternyata membawa dampak perbaikan pada kesenjangan pendapatan rumah tangga. Kalau sebelumnya, perbandingan rata-rata pendapatan perkapita dari masingmasing golongan rumah tangga yang terendah dengan tertinggi adalah 1:5,766, maka dengan adanya kebijakan tersebut perbandingan ini menjadi I:5,442. Dari data ini terlihat bahwa penurunan subsidi memperbaiki kesenjangan pendapatan rumah tangga, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa subsidi BBM sebaiknya dihapuskan dan BBM diperjualbelikan dengan harga pasar.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara prinsip subsidi BBM perlu dihapuskan karena memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan rumah tangga. Namun mengingat rumah tangga masyarakat kita masih menghadapi permasalahan perekonomian, yang diindikasikan oleh tabungan masyarakat yang negatif di tahun 1999, maka pada kelompok rumah tangga masyarakat tertentu, yakni yang kurang mampu, masih perlu diberikan subsidi BBM secara langsung. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna menentukan target subsidi dimaksud beserta mekanisme pemberian subsidi yang seefektif mungkin."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T4691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Suratman
"Pemerintah daerah Kalimantan Barat telah membuat rencana kebijakan untuk membangun wilayah perbatasan. Rencana tersebut terfokus pada tiga hal: (1) kapasitas pembangunan wilayah perbatasan; (2) pembangunan ekonomi perbatasan; dan (3) pembangunan sosial budaya wilayah perbatasan. Studi ini bermaksud menganalisa dampak dari kebijakan pembangunan wilayah perbatasan terhadap kinerja perekonomian Kalimantan Barat dengan didasarkan atas hasil simulasi kebijakan yang menggunakan matriks Sistem Neraca Sosial Ekonomi Kalimantan Barat pada tahun 2000. Sebagai perbandingan, studi ini juga bermaksud menganalisa kinerja perekonomian Kalimantan Barat dengan skenario tanpa intervensi kebijakan di wilayah perbatasan. Temuan simulasi kebijakan ini menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan dan wilayah perbatasan dapat meningkatkan kinerja perekonomian dari Kalimantan Barat. Dengan menerapkan kebijakan ekonomi wilayah perbatasan akan memberi dampak yang signfikan bagi pertumbuhan ekonomi, pendapatan rumah tangga dan pendapatan dan sektor produksi."
2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Gumilar
"

COVID-19 merupakan pandemi global pertama bagi Indonesia yang tidak hanya memicu krisis kesehatan, namun juga menekan perekonomian. Mengingat durasi pandemi COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian belum dapat ditentukan, artikel ini akan mensimulasikan dampak ekonomi pandemi terhadap perekonomian Indonesia, khususnya pengaruhnya di tingkat rumah tangga. Untuk mensimulasikan dampak pandemi, artikel ini akan menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), mempergunakan metode Pengganda Harga Tetap Terbatas (CFPM) untuk mensimulasikan dampak pandemi di tingkat makroekonomi, kemudian membawa hasilnya ke simulasi mikro untuk mendapatkan gambaran yang lebih jauh di tingkat rumah tangga. Dampak dari pandemi akan disimulasikan dalam tiga scenario berdasarkan waktu, dengan dua tingkat keseriusan sub skenario untuk tiap skenario, guna memperhatikan dampak pandemi pada ekonomi dan kemakmuran rumah tangga. Pandemi akan disimulasikan masuk ke perekonomian melalui dua jalur, komoditas dan produktivitas, dan kebijakan pemerintah untuk memerangi pandemi akan disimulasikan pada dua skenario terakhir. Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilaksanakan, pandemi secara umum berdampak negatif bagi perekonomian dan mengurangi pendapatan rumah tangga, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah yang tinggal di perkotaan. Berikutnya, stimulus pemerintah menjadi penyelamat dengan memicu perekonomian dan mengurangi dampaknya perekonomian, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah. Lebih jauh lagi, hasil simulasi mikro menunjukkan bahwa pandemi mengurangi ketimpangan pendapatan namun meningkatkan kemiskinan disaat yang bersamaan, bergantung pada durasi dan tingkat keseriusan dari pandemi.

 


COVID-19 is the first global pandemic for Indonesia that not only triggers a health crisis but also suppresses its economics. Due to the pandemic uncertain duration and immeasurable economic losses, this paper attempts to simulate the short run pandemic economic impact on Indonesia, particularly at the household level. In simulating the pandemic damage, this paper will employ Social Accounting Matrix (SAM) using Constrained Fixed Price Multiplier (CFPM) method to channel the pandemic impact and bring the result to the household microsimulation. There are three time-based scenarios will be simulated, two severity level sub scenarios for each scenario will study the effects to the economics and households welfare. The pandemic will be simulated entering the economy through two channels, commodity and productivity, and the government policies to provide the cushion to the economic will be simulated in the last two scenarios. Based on the simulations, the pandemic slams economics and reduces households income, especially bottom income households in urban areas. At that point, the government economic stimulus become a saviour by encouraging the economics and reducing the pandemic impact. Furthermore, the household simulations show that the pandemic decreases income inequality yet increases poverty simultaneously, follows the duration and the severity of pandemic.

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perdagangan luar negeri merupakan salah satu variable yang semakin penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka berbagai negara di dunia semakin intens untuk menjalin kerjasama perdagangan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan Produk Domestik Bruto (PDB)."
320 JLN 31:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Alif Purnama Sugandhi
"Pada pertengahan tahun 2016, terdapat wacana kenaikan harga rokok di atas Rp50.000 untuk mengontrol konsumsi rokok masyarakat yang sangat tinggi dan terus meningkat. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis dampak penurunan konsumsi rokok terhadap perekonomian Indonesia melalui pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE Indonesia tahun 2008 yang telah di disagregasi. Dengan menggunakan analisis angka pengganda multiplier, dekomposisi pengganda dan indeks Theil, skripsi ini menemukan bahwa dampak dari penurunan konsumsi rokok dan mengalihkannya ke komoditas makanan berpotensi memiliki dampak positif terhadap pendapatan faktor dan pendapatan rumah tangga, serta mampu memperbaiki ketimpangan.

In mid 2016, there is a discourse of rising cigarette prices above IDR 50.000 to control the cigarette consumption by society which is very high and continues to increase. This study aims to analyze the impact of decreasing cigarette consumption on the Indonesian economy through the modified Social Accounting Matrix SAM of Indonesia in 2008. Using the account multiplier matrix, decomposition multiplier and Theil index, this paper found that the impact of decreasing cigarette consumption and diverting it to food commodities has the potential to have a positive impact on factor income and household income, as well as to improve inequalities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S66960
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrin Azuari
"Penelitian ini dilatarbelakangi semakin berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia baik dalam hal indikator-indikator TIK maupun dalam hal pengeluarannya. Namun dalam perkembangannya muncul permasalahan adanya kesenjangan infrastruktur sarana komunikasi antara desa dan kota. Berangkat dari itu penulis mencoba menganalisis pengaruh pengeluaran TIK pemerintah pusat untuk melihat dampak penggandanya dan keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Melalui analisis angka pengganda SNSE akan diketahui dampak pada sektor-sektor lainnya apabila dilakukan injeksi pengeluaran TIK. Data yang digunakan menggunakan tabel SNSE tahun 2005 yang disusun BPS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya injeksi pengeluran TIK pada sektor komunikasi akan berdampak terbesar pada faktor produksi modal, institusi perusahaan dan tenaga kerja di kota. Hal ini sesuai dengan kondisi TIK di Indonesia yang masih dalam tahap pembangunan infrastrukturnya yang tentunya membutuhkan lebih banyak modal, dan sesuai dengan deregulasi telekomunikasi, maka dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi sektor swasta atau perusahaan mendapatkan peranan yang sangat besar. Walaupun dampak pengeluaran TIK lebih berpengaruh pada faktor produksi namun tidak dipungkiri pengaruhnya terhadap tenaga kerja.
Tenaga kerja yang paling mendapatkan pengaruh adalah tenaga kerja di kota. Sedangkan dampaknya terhadap institusi selain berdampak besar pada institusi perusahaan, dampak pengeluran TIK juga berpengaruh pada institusi rumah tangga tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer militer, profesional, teknisi, guru, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas perkotaan. Dari kegiatan produksi, dampak yang paling besar dirasakan oleh sektor komunikasi itu sendiri, diikuti oleh industri kertas, percetakan alat angkutan dan barang dari logam.

This research based development of Information and Communication Technology (ICT) in Indonesia, both in terms of ICT indicators and in terms of spending. However, problems arise in the development of communications infrastructure gap between rural and urban areas. Departing from the author tries to analyze the influence of central government ICT spending to see penggandanya impact and its relationship to other economic sectors. The approach taken in this research is to use a Social Accounting Matrix (SAM). Through the SAM multiplier analysis will look at the impact on other sectors if the injection of ICT spending. Data used for the SAM using the table in 2005 prepared by BPS.
The results showed that injection of ICT spending in the communication sector will have the biggest impact on production factors capital, institutions, companies and workers in the city. This is in accordance with the conditions of ICT in Indonesia is still in the stage of infrastructure development which will need more capital, and in accordance with the deregulation of telecommunications, telecommunications infrastructure development in the private sector or the company gets a very big role. Although the impact of ICT spending more influence on the factors of production but does not deny the impact on employment.
Employment is the most get the influence of labor in the city. While the impact on other institutions have a major impact on corporate institutions, the impact of ICT spending also affects the domestic institutions of the free class entrepreneur ladder, entrepreneurs rather than agriculture, military managers, professionals, technicians, teachers, clerical workers and sales of urban elites. From production activities, the biggest impact felt by the communication sector itself, followed by the paper industry, printing equipment and goods transportation."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28065
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>