Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137495 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Y. Taryono
"Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan kepada segenap anggota militer TNI-AU, dimana di satu pihak terdapat kebutuhan dan tuntutan Akan pelayanan kesehatan yang semakin bertamhah sedangkan di lain pihak tersedianya anggaran yang semakin terbatas, diperlukan suatu perencanaan program kegiatan dan penggunaan anggaran yang lebih terarah dan efisien. Suatu perencanaan program pelayanan kesehatan yang terarah adalah perencanaan yang tidak hanya didasarkan kepada kebutuhan (need) semata-mata, melainkan memperhatikan pula pola pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut. Untuk maksud tersehut diperlukan beberapa masukan tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia.
Penelitian ini hcrtujuan untuk mcmperoleh masukan tentang faktor-faktor pada anggota militer TNI-AU yang herhuhungan. dengan pemanfaatan Poliklinik Rumah Sakit Pangkalan Udara X. Dipilihnya Pangkalan Udara X sebagai objek penelitian, karena peneliti ingin menyumbangkan hasil penelitian tcrsebut kepada Instansi asal peneliti yaitu TNT-AU. Penelitian ini merupakan studi korelasi, dimana pengumpulan datanya dilakukan secara ?cross sectional? melalui pengisian kuesioner oleh responden yang jumlahnya telah ditentukan secara ?proportional stratified simple random sampling? Teknik analisa yang digunakan adalah Tabel Silang, Uji Chi Square dan Uji Korelasi.
Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa terdapat faktor-faktor pada anggota militer TNI-AU yang berhubungan dengan pemanfaatan Poliklinik Rumah Sakit Pangkalan Udara X. Faktor Pendapat Kecukupan Obat, faktor Pendapat Kecukupan Spesialis dan faktor Kebutuhan Yang Dirasakan, merupakan faktor yang berhubungan bermakna dengan pemanfaatan Poliklinik Rumah Sakit Pangkalan Udara X dengan tingkat keeratan paling tinggi. Faktor Persepsi Sakit, Pangkat, Pendapat Sikap Paramedis, dan Pendapat Sikap Dokter, berhubungan bermakna dengan pemanfaatan Poliklinik Rumah Sakit Lanud X dengan tingkat keeratan lebih rendah. Faktor Pendapaian Perkapita ternyata tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan Poliklinik tersebut. Kecuali itu terungkap pula bahwa sebagian responden masih memiliki pengetahuan yang rendah tentang kesehatan.
Demikian pula diketahui habwa masih terdapat sebagian tenaga paramedislmedis bersikap kurang memuaskan dalam memberikan pelayanan juga tentang kecukupan obat dan spesialis, sebagian anggota menyatakan masih kurang. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, disarankan agar diambil tindakan intervensi seperlunya sejauh kemampuan yang ada. Untuk inelengkapi hasil penelitian ini, kepada Peneliti lain di lingkungan Direktorat Kesehatan TNI-AU disarankan untuk mengadakan penelitian lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu Faktor Poliklinik Rumah Sakit Lanud X dan Faktor Pelayanau Kesehatan Lain."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyawung Tyas Sesotyo Febriyanti
"Penerbang pesawat tempur terpajan oleh bising yang sangat tinggi dan beresiko terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL) atau Tuli Akibat Bising. NIHL merupakan interaksi yang kompleks antara lingkungan dan faktor intrinsik pada penerbang sendiri. Saat ini belum banyak dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya NIHL pada penerbang pesawat militer. Tujuan dari penelitian case control ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi NIHL pada penerbang pesawat tempur. Penelitian ini melibatkan 60 penerbang yang menderita NIHL sebagai kasus dan 60 penerbang yang tidak menderita NIHL diikutsertakan dalam kontrol yang melakukan pemeriksaan fisik di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA) Saryanto tahun 2010-2014. Data yang diperoleh dari data rekam medis yaitu usia, masa kerja, tekanan darah, kadar kolesterol total dan kadar gula darah. Pada model akhir terlihat bahwa NIHL berkaitan dengan kadar gula darah dan kadar kolesterol. subyek dengan kadar gula darah lebih dari 200 mg/dl mempunyai resiko 4,23 kali lipat terjadinya NIHL [Odds Rasio (OR) = 4,23; 95% interval kepercayaan1,266-14,137; p=0,009] dan subyek dengan kadar kolesterol lebih dari 200 mg/dl mempunyai resiko 2,83 kali lipat terjadinya NIHL [(OR) =2,83; 95% interval kepercayaan 1,313-6.134; p=0,008]. Dari data tersebut disimpulkan bahwa kadar gula darah dan kadar koleseterol yang tinggi dapat meningkatkan resiko terjadinya NIHL.

Military aircraft pilots exposed to high intensity and had increased to be noise-Iinduced hearing loss (NIHL). NIHL is a complex condition infuenced by environmental and intrinsic factor. Currently there was a few research about the factors that affected NIHL. It is beneficiary to study several risk related NIHL. This study was a case-control. Case was a military pilot who diagnosed NIHL. A case was matched by one controlwho free from NIHL. Data was extracted from available medical records who performed medical check up during 2010 through 2014 at Saryanto Institute for Aviation and Aerospace Medicine (Lakespra) Jakarta. There were 120 medical record available for this study. 60 cases and 60 control were identified. The final model reveals that NIHL was related to glucose level and total cholesterol level. Those who had fasting glucose level 126 mg/dl or high had a increased to be NIHL 4,23times [Odds Ratio (ORa)= 4,23; 95% Convidence Interval (CI)1,266-14,137;p=0,009] and subject with total cholesterol level 200 mg/dl or high had increased to be NIHL 2,83 .times [(OR)=2,83; 95% CI 1,313-6.134; p=0,008]. Conclusion : increased glucose level and cholesterol level had a increased to be NIHL.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S61267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Meisa
"Infeksi nosokomial merupakan masalah yang serius bagi semua institusi pelayanan kesehatan di seluruh dunia yang muncul akibat kegagalan dalam melakukan kebersihan tangan. Cuci tangan adalah sarana yang mempunyai pengaruh besar dalam memutus penularan infeksi jika dilakukan dengan baik dan benar. Berdasarkan data Rumah Sakit Awal Bros Bekasi sebesar 75% perawat yang bertugas di ruang keperawatan tidak melakukan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien. Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku mencuci tangan perawat dan faktor-faktor yang berhubungan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode accidental sampling pada 123 perawat. Hasil penelitian ini menunjukan perilaku mencuci tangan kurang baik perawat sebesar 30,9% dan ada hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, pendidikan, dan sikap dengan perilaku mencuci tangan pada perawat. Serta ada pula yang tidak signifikan antara unit kerja, waktu pelatihan pencegahan infeksi nosokomial, pengetahuan dan peraturan dengan perilaku mencuci tangan. Dari temuan tersebut rumah sakit perlu adanya supervisi yang berkesinambungan setelah pelatihan sehingga kebiasaan mencuci tangan sesuai prosedur diterapkan sehari-hari.

Nosocomial infections are a serious problem for all health care institutions around the world that arise due to failure to perform hand hygiene. Washing hands is the means that have a major influence in deciding the transmission of infection when it's done properly. Based on data from Awal Bros Hospital Bekasi by 75% of nurses who served in the nursing room, did not wash their hands before patient contact. Correlation descriptive study aims to determine nurse handwashing behavior and factors associated. Data was collected through accidental sampling method on 123 nurses. These results indicate poor handwashing behavior of 30.9% and there was a significant association between age, gender, education, and attitude to handwashing behavior in nurses. And there is also no significant association between work units, nosocomial infection prevention training time, knowledge and rules with hand washing behavior. From these findings the hospital needs to be continuous and consistent supervision after training, so that appropriate hand washing procedures would be applied daily."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S44786
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Ma`arif
"Penelitian (disertasi) ini menelaah pergeseran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di era reformasi, khususnya setelah terbitnya UU No. 34/2004 tentang TNI. Fokus kajian disertasi ini dirumuskan dalam tiga research question berikut. Pertama, bagaimana pandangan masyarakat sipil dan para perwira TNI mengenai eksistensi lembaga teritorial bisnis TNI, serta hubungan TNI dengan Departemen Pertahanan (Dephan) dalam era demokratisasi dan arus perubahan masyarakat? Kedua, prasyarat macam apakah yang dibutuhkan TNI baik secara internal sebagai key factor maupun eksternal (driving force) dalam upaya menuju militer profesional? Ketiga, skenario macam apakah yang dapat dibentangkan bagi berbagai kemungkinan yang dapat ditempuh dalam melakukan reformasi lembaga teritorial, bisnis TNI, serta hubungan TNI dengan Departemen Pertahanan dalam rangka menuju militer profesional di masa depan?
Ada pun tujuan penelitian adalah rnemahami secara tuntas dan mendalam pandangan atau gagasan masyarakat sipil serta perwira TNI tentang eksistensi lembaga teritorial, bisnis TNI, Serta hubungan TNI dengan DepartemenPertahanan dalam rangka membangun tentara profesional di masa mendatang.
Penelitian ini dirancang dan dilaksanakan dalam pola metode kualitatif (qualitative method). Fenomena yang diangkat mengisyaratkan pernbacaan terhadap apa yang ada di balik fakta sehingga dipandang lebih relevan menggunakan pendekatan kualitatif dalam ilmu sosial, Pendekatan kualitatif memiliki akses dan perangkat metodologis memadai dan relevan yang dapat digunakan untuk membongkar hal-hal yang tersembunyi di balik fakta seperti dikatakan Strauss dan Corbin (l997:13), metode-metode kualitatif dapat perangkat metodologis memadai dan relevan yang dapat digunakan untuk membongkar hal-hal yang tersembunyi di balik fakta. Seperti dikatakan Strauss dan Corbin (l997:l3), metode-metode kualitatif dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi di balik fenomena (symtom, gejala) yang seringkali merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami.
Selain itu, penelitian ini juga mencoba menggunakan teknik skenario (scenario technique), khusus untuk konteks penawaran alternatif atau mendesain pilihan-pilihan kemungkinan bagi upaya reformasi internal TNI menuju militer profesional sesuai semangat UU TNI dan tuntutan perubahan dalam masyarakat. Teknik skenario, manumt Schwartz (199125) merupakan "a toolfor ordering one ?s perception about alternative future environments in which one 's decision might be played about. Alternatively: a set of organized woysfor ns to dream ejectively about our own fixture. Concretebr, the resemble a set of stories, either written out or often spoken". Selanjutnya dikatakan, however, these stories are built around carefully constructed plots that make the significant elements of the world scene stand out bolaju. This appoarch is more a diciplined way of thinking than a formal metodology.
Guna mendapatkan data yang dibutuhkan, beberapa teknik koleksi data telah berusaha digunakan yakni penyebaran kuesioner, focused group discussion (FGD), dan wawancara mendalam (in depth interview). Informan penelitian tersebar di dua belas kota sesuai wilayah Komando Daerah Militer (Kodam) yang ada di Indonesia. Sandaran teoretik yang digunakan dalam penelitian (disertasi) ini adalah teori Huntington tentang militer profesional. Menurutnya, militer profesional adalah militer yang memiliki keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility), dan kesatuan (corporateness) Dia menulis, ?the first step in analyzing the professional character of modern o_[¢'icer corps is to define professionalism. T716 distinguishing characteristics of profession as a special type of vocation are its expertise, responsibility, and corporateness.
Bagi Huntington, intinya adalah berubahnya korps perwira militer dari bentuk ?penakluk? (warrior) menjadi kelompok profesional. Profesionalisme korps perwira ini ditandai oleh perubahan dari ?tentara pencari keuntungan materi? menjadi ?tentara karena panggilan suci memberikan pelayanan kepada masyarakat- Huntington melihat profesi militer merupakan produk terbaru masyarakat modern.
Huntington menggolongkan secara dikotomik kaum militer ke dalam dua kategori, yakni ?militer profesional? dan ?militer pretorian?. Militer profesional umumnya dijumpai di negara-negara Barat, di mana militer merupakan kelompok profesional untuk menjaga negara. Mereka juga memiliki ketertundukan kepada pemerintahan sipil. Ia berada di bawah supremasi sipil. Sedangkan prajurit pretorian adalah tentara yang turut terlibat dan melakukan intervensi dalam kehidupan poIitik.
Dalam kerangka peran militer dalam masyarakat (the role of the military in society), Huntington mengajukan terminologi civilian control (kontrol sipil) yang dibedakan antara "subjective civilian control " (kontrol sipil subyektif) dan ?objective civilian control ? (kontrol sipil objektif). Kontrol sipil subyektif, di mana kekuatan sipil berusaha memaksimalkan kekuasaan serta berusaha menarik tentara ke dalam dan untuk kepentingannya, baik kepentingan politik maupun ekonomi. Sedangkan kontrol sipil objektif, yakni memaksimalkan profesionalisme militer itu sendiri. Secara lebih tegas, kontrol sipil objektif adalah pembagian kekuasaan politik di antara militer dan kelompok-kelompok sipil untuk menciptakan situasi kondusif bagi munculnya sikap dan perilaku profesional di antara para anggota korps perwira. Kontrol sipil objektif, dengan demikian, menentang secara Iangsung kontrol sipil subyektif. Kontrol sipil subyektif mencapai tujuan akhirnya dengan men-sipilkan pihak militer. Sementara kontrol sipil objektif mencapai tujuan akhimya dengan memiliterkan pihak militer, menjadikan mereka alat negara Inti kontrol sipil objektif adalah pengenalan akan profesionalisme militer yang mandiri, sedangkan inti dari kontrol sipil subyektif adalah penyangkalan terhadap kemandirian militer.
Teori militer profesional yang dikembangkan Huntington seringkali dikenal sebagai the old professionalism, Di seberang pemikiran itu, muncul teori the new professionaIism yang diajukan oleh Alfred Stepan, yang diangkat dari fenomena militer di negara-negara sedang berkembang. Dalam the new professionalism, militer turut terlibat dalam kehidupan politik dan turut terlibat dalam menangani masalah ancaman yang muncul dari kalangan masyarakat di dalam negeri suatu negara.
Terhadap pertanyaan penelitian yang disebutkan di atas, temuan penelitian (disertasi) ini menunjukkan ada tiga pembelahan pandangan baik tentang lembaga Koter maupun bisnis TNI serta hubungan TNI dengan Dephan, yakni pandangan konservatif, progresit; dan moderat.
Menyangkut eksistensi Komando Tedtorial (Koter), kelompok pandangan konsenratif berpendirian, bahwa lernbaga tersebut, secara struktural, tetap dipertahankan seperti yang ada saat ini, tetapi secara fimgsional ia harus dikembalikan seperti semula yang semata-mata diorientasikan untuk menangani bidang pertahanan serta fungsi-fungsi teritorial lainnya jika diminta oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan pandangan progresif mengisyaratkan pembubaran total lembaga teritorial, karena ketika TNI hanya melakukan peran dan fungsi semata-mata di bidang pertahanan maka Koter pun menjadi tidak relevan. Kemudian pandangan moderat mengajukan tesis refungsionalisasi lembaga tritorial. Artinya, Koter tetap dipertahankan tetapi peran dan fungsi yang dijalankan hanya dalam lingkup pertahanan dari sisi matra darat dan menutup seluruh peluang bagi keterlibatan TNI dalam politik praktis dan bisnis. Di samping itu, kelompok moderat juga berpandangan bahwa TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara dapat membentangkan struktur organisasinya sesuai kebutuhan pertahanan dalam perspektif matra laut dan matra udara, dengan melaksanakan pmberdayaan wilayah pertahanan sesuai matra masing-masing.
Mengenai bisnis TNL kalangan konservatif memandang bisnis TNI mampu memberikan dan meningkatkan kesejahteraan prajurit. Kalau kemudian bisnis TNI itu dialihkan ke negara, hal itu tidak dilakukan secara total. Artinya masih ada bentuk bisnis tertentu yang harus tetap dipertahankan untuk dikelola TNI yakni koperasi dan yayasan-yayasan nonproit, terutama yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan. Sementara kalangan progresif memandang bahwa tentara profesional mensyaratkan untuk tidak terlibat sedikit pun dalam segala bentuk kegiatan bisnis. Hak dan akses bagi TNI berbisnis harus dicabut dan ditutup secara total. Bisnis dapat mengganggu dan mengacaukan profesionalisme TNI- Segala wujud bisnis yang ada selama ini harus diambil alih total oleh pemerintah, dan pemerintahlah yang kemudian bertanggung jawab untuk membiayai kebutuhan TNI dan kesejahteraan prajurit. Kemudian, kalangan moderat berpendirian bahwa bisnis TNI yang bersifat legal dan institusional hams diaudit dan dipilah-pilah terlebih dahulu sehingga dapat diketahui mana yang sehat dan yang tidak sehat. Bisnis yang sehat harus segera diambil alih oleh negara, sedangkan yang tidak sehat dibubarkan. Tetapi pengambil alihan oleh pemerintah itu harus diikuti dengan kompensasi yang jelas kepada TNI bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan prajurit.
Mengenai hubungan struktural antara TNI dengan Dephan. Dalam pandangan konservatif TNI harus tetap berada langsung di bawah Presiden karena Presiden merupakan Panglima Tertinggi TNI. Dalam konteks demikian, antara institusi TNI dengan Dephan berada pada posisi sejajar. Sementara itu, pandangan progresif seeara tegas menempatkan TNI di bawah Dephan, sebagai salah satu wujud dari pengakuan terhadap supremasi sipil. Sedangkan pandangan moderat berpendirian, sesungguhnya letak persoalannya tidaklah pada apakah TNI di bawah Presiden atau di bawah Dephan, tetapi lebih pada bagaimana TNI dapat melaksanakan peran kemiliterannya dengan baik yang didasarkan pada level fungsi yang tegas dan konsisten.
Hal itu semua terkait dengan upaya rnembangun TNI sebagai militer profesional. Profesionalisme TNI dapat dicapai jika melepaskan diri atau dilepaskan dari keterlibatannya dalam politik praktis, tidak berbisnis, dan tidak menjadikan lembaga teritorial sebagai sarana ke arena sospol. Pengakuan dan kedudukan pada supremasi sipil di mana Salah satu wujudnya adalah kesediaan TNI diposisikan di dalam Dephan. Kritenia militer profesional sepeni diisyaratkan Huntington tersebut juga harus melekat pada did TNI.
Saat ini TNI sesungguhnya sudah cukup jauh meninggalkan citra diri dan perilaku pretonan Semakin jauh dari pretorian semakin jauh pula dari tekanan subjective civilian control, dan ini sekaligus bermakna bahwa TNI semakin mendekati arena objective civilian control. Hal ini tentu saja berdampak positif bagi perkembangan civii society serta konsolidasi demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sejak awal reformasi hingga saat ini TNI masih dalam proses transisi menuju militer profesional. Dalam hubungan ini, TNI cenderung bergerak dari new professionalism (ala Stepan) ke old professionalism (ala Huntington), tetapi tidak murni seperti yang dipahami dalam teori, karena aspek-aspek tertentu dari new professionalism tidak bisa dilepaskan dalam peran dan fungsi TNI. Pada kenyataannya antara objective civilian cintrol dengan subjective civilian control tidak dapat dipisahkan secara hitam putih.
Dengan demikian, profesionalisme dalam konteks TNI, Iebih merupakan pemaduan antara new professionalism (Stepan) dengan old professionalism dan memiliki komitmen kuat untuk terlibat secara tulus -berdasarkan perintah pemerintah sipil- dalam tugas-tugas nonpertahanan demi kemanusiaan, solidaritas sosial, kebaikan bersama, dan keterhormatan bangsa.
Tentara profesional dalam konteks Indonesia adalah tentara yang memiliki prinsip-prinsip profesionalisme kemiliteran dalam pengertian old professionalism, memenuhi kriteria yang diamanatkan UU TNI, memiliki aspek-aspek new profesionalism, konsisten terhadap objective civilian control, berikut memegang teguh etika militer, Sumpah Prajurit, dan Etika Perwira. Sosok TNI yang demikianlah yang menjadi role expectation masyarakat. Pada giliran di tingkat role taking masyarakat akan mengakuinya ke depan ada optimisme TNI mampu membangun dan membuat peran (role making) secara lebih baik.
Membentuk TNI sebagai militer profesional membutuhkan sejumlah prasyarat tertentu seperti prasyarat ekonomi, prasyarat sosial, prasyarat politik, prasyarai teknologi, dan prasyarat kurikulum pendidikan militer. Tetapi untuk semua itu membutuhkan political will negara dan dukungan civil society untuk menopangnya.
Untuk kepentingan reformasi TNI berkait dengan eksistensi Koter, biasis TNI, dan hubungan TNI-Dephan, serta upaya rnendorongnya menuju profesionalisme militer, penelitian ini merekomendasikan tiga skenario. Pertama, melakukan refungsionalisasi Iembaga Koter. Kedua, mengalihkan bisnis TNI kepada pemerintah disertai kompensasi yang jelas. Ketiga, memososikan TNI berada di dalam Dephan, yakni tipe koordinasi, model Amerika.

This research (thesis) examines the shift of the Indonesian Armed Forces (TNI) in the reform era, particularly after the issuance of the Law No. 34/2004 concerning TNI. Focus of the review of this thesis is formulated in the following three research question: First, what is the opinion of civil society and the TNI officers regarding the existence of territorial institutions, TNI?s business, and the relationship of TNI and the ministry of Defense (Dephan) in the democratization era and the community?s changing trend? Second what type of prerequisite is needed by TNI, both intemally as key factors, or externally (driving fame) in its effort toward professional military? Third what type of scenario could be prepared for various possibilities that are possible to conduct the reformation of territorial institutions, TNI's business, as well as the relationship of TNI and the Ministry of Defense toward professional military in the future?
The objective of this research is to completely and thoroughly understand the civil society?s and TNI ofticer's idws regarding the existence of territorial institutions TNI?s business and the relationship of TNI and the Minisuy of Defense in building professional army in he future.
This research is designed and carried out in a qualitative method pattern. The phenomenon highlighted gives a signal to the reader regarding what exist behind the facts so that it is considered more relevant to using qualitative approach. In social science, the qualitative approach has adequate and relevant access and methodology tools that could be used to reveal any issues exist behind the fact. As quoted by Strauss and Corbin (l997:l3), the qualitative methods could be used to find out and understand what exist behind any phenomenon (symptom) that is often difficult to understand.
Additionally, this research tries also to use special scenario technique for alternative offering context or to design possible choices for the TNI?s internal reformation effort toward professional military according to the spirit of the Law of TNI, and change demand in the society. The scenario technique, according to Schwartz (1991:5) is... "a tool for ordering one is perception about alternative future environments in which one 's decision might be played about. Alternatively, a set of organized ways for us to dream efectively about our own fitture. Concretely, this resembles a set of stories either written out or often spoken ". Furthermore, it is stated that, however, these stories are built around carejitlly constructed plots ? that make the significant element of the world scene stand out boldly. This approach is more a disciplined way of thinking than a formal methodology.
In order to obtain data required, several data collection techniques have been used, namely dissemination of questionnaires, Focused Group Discussion (FGD), and in depth interview, Research informant spreads in twelve cities, pursuant to the Regional Military Command (Kodam) exist in Indonesia.
Theoretical base used in this resmrch (thesis) is the Huntington theory of professional military. According to hitn, a professional military is a military that has the expertise, responsibility, and corporateness He wrote, ?the first step in analysing the professional character of modern officer corps is to define professionalism". The distinguishing characteristics of profession as a special type of vocation are its expertise, responsibility, and corporateness.
For Huntington, the essence is the change of the military officer corps liorn conqueror type (warrior) into professional group. The professionalism of this officer corps is marked by the change nom ?army that looks for material advantages? into ?army by sacred call to serve the community". Huntington viewed that the military profession is the most recent products of modern society. Huntington classified in dichotomy manner, the military groups into two categories, namely ?professional military? and ?praetorian military?. The professional military is generally found in West countries, where military is a professional group to safeguard the country. They subject to the civil society. They are under the civil supremacy. Meanwhile, practorian troops are those involved and conduct intervention in political life.
In the frame of the role of military in society, Huntington proposes the terminology civilian control, which differs from the ?subjective civilian control? and "objective civilian control ?. The subjective civilian control is the civil power trying to maximize their power while trying to draw the military inside and for its interest either political or economic interest, wherms, the objective civilian control, namely to maximize the military professionalism itself in a stricter manner, objective civilian control is the distribution of political power between military and civil groups to create conducive circumstance for the awakening of professional attitude and behavior among the officer corps member. The objective civilian control therefore, directly is in opposition to the subjective civilian control. The subjective civilian control achieves its ultimate goal by civilizing the military groups. Meanwhile, the objective civilian control achieves its ultimate goals by militarizing the military groups and putting them as a state apparatus. The essence of the objective civilian control is the identification of independent military professionalism, whereas the essence of subjective civilian control is the denial of military independence.
The professional military theory developed by Huntington oiten referred to as the old professionaifsm. Opposing the thought, the new professionalism theory raised, which was proposed by Alfred Stepan highlighted from military phenomena in developing countries. In the new professionalism theory, the military is involved in political life and involved in handling any threat issues occur from the domestic community in a particular country.
Toward the research questioned raised above, findings of this research (thesis) show that there are three different views of Territorial Command institutions and the TNI?s business as well as the relationship of TNI and the Ministry of Defense, namely conservative, pro gr'essive, and moderate view.
Related to the existence ofthe Territorial Command (Koter), the conservation-view groups made an opinion that the institution, structurally, shall be maintained as current situation but functionally, it shall be restored to its original condition that is merely oriented to handle defense sector as well as other territorial functions upon request by Regional Govemment. Whereas, the progressive view signaled total dismiss of territorial institution, since TNI has errried out only their sheer roles and functions, the Territorial Command is no longer relevant. Furthennore, the moderate view proposes the territorial institution refunctionalization thesis which means that the Territorial Command shall be maintained but the role and function perforrned shall only in defense and land-dimension scope, and close the entire opportunities for TNI in practical politics and business. Additionally, the moderate group has an opinion also that the Navy and Air Force of TNI may expand its organizational structure according to defense requirement in sm-dimension and air-dimension perspective by empowering the defense territories according to respective dimension.
Regarding TNI's business, conservative group view that TNI's business is able to provide and improve officer?s welhre. Should the TNI?s business handed over to the State, such thing shall not be totally done, It means that there are certain types of business that shall be maintained to be handled by TNI, namely cooperatives and not-for-profit fotmclations particularly those run in education and health sector. Meanwhile, progressive group views that professional military requires not to get involved in any types of business activities. It means that the access for TNI to run business shall be totally revoked and closed since the business may distort and ruin the TNI?s professionalis.m Any types of busineses that are operated up to now shall be totally handed over by the government, and it is the government that shall be responsible for financing the TNI's needs and the military?s welfare. Furthermore, moderate group have an opinion that TNI?s legal and institutional business shall be audited and sorted first so that it will be able to identify which businesses are healthy and unhealthy. The healthy businesses shall be taken over by the State, whereas the unhealthy ones shall be dismissed. However, the government?s taking over shall be followed by clear compensation for TNI, for the interest of military?s welfare enhancement.
Concerning th structural relationship between TNI and the Ministry of Defense. In conservation?s opinion, TNI shall be put directly under the President since the President is the Ultimate Commander of TNI. In such context, the position of TNI and the Ministry of Defense is parallel Wherms, the progressive view strictly places TNI under the Ministry of Defense as a realization and recognition of civil supremacy. Whereas, moderate view has an opinion that the problems indeed not regarding whether TNI shall be placed under the President or under the Ministry of Defense but rather on how TNI will carry out its military role in good manner based on a strict and consistent function level.
These all related to the effort of building TNI as a professional military, The professionalism of TNI could be achieved if it releases itself or is released from any practical politic, not conduct any businesses nor make any territorial institutions as a means for social and political world Recognition and compliance with civil supremacy, where one of its realizations, is the willingness of TNI to be positioned under the Minntry of Defeme. Professional military criteria as required by Huntington shall also inherit in TNI.
At this time, TNI has quite tar left its practorian image and behavior. The further from practorian, the further from the pressure of subjective civilian control and this simultaneously means that TNI is getting closer to the objective civilian control sphere. This certainly gives positive impact on the development of civil society and the democracy consolidation in societal and national life.
Since the early reform up to now, TNI remains in a transition process toward professional military. In this regard, TNI tends to move fiom new professionalism (ala Stepan) to old professionalism (ala Huntington) but not in pure sense as understood in theory since particular aspects of the new professionalism could not be released hom tl1e TNl?s roles and functions. In fact, it is impossible to strictly separate the objective civilron control and subjective civilian control.
Thus, professionalism in TNI context is rather becoming the combination of new professionalism (Stepan) and the old professionalism (Huntington). Such professional miitary in this research is called ?The Patriot Professional The patriot professional military is a military that in addition to its presence in professionalism-character posture is also called and strongly committed to be sincerely involved based on the civil government?s command in non-defense duties for the sake of humanity, social solidarity, mutual benefit, and nation?s dignity.
Professional troops in Indonesian context are the troops that have military professionalism principles in term of old professionalism, satisfy the criteria set out in the Law of TNI, have new profasionalism aspect, consistent to the Objective civilian control, and strictly stick to the military ethics, 0fficer?s Oath, and officer?s Ethics. Such TNI?s image becomes the society?s role expectation. In turn, at the role raking level, the society will recognize it. In the future, optimism occurs that TNI will be able to build and make a better role.
Establish TNI as a professional military requires various certain prerequisites such as economic, social political, technological prerequisite and military education curriculum prerequisite. However, the entire things require the State's political will and support by civil society to support them.
For the interest of TNI reform related to the existence of TNI's Territorial Command and the relationship of TNI - Ministry of Defense, as well as the effort to encourage it toward military professionalism, this research recommends three scenarios. Firstly, carry out the refunctionalization of Territorial Command institution. Secondly hand over the TNl?s business to the government, accompanied with clear compensation. Thirdly. position between the TNI and the Ministry of Defense, using' the coordination type (American model), where there shall be coordinating of duties and authorities between TNI and the Ministry of Defense.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
D801
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udsi Siska Widirianti
"Setelah kekalahan Jepang Perang Dunia II, pembangunan Jepang dibidang militer dihentikan dan dipaksa oleh Amerika Serikat untuk fokus hanya pada pertahanan diri. Namun awal abad ke-21, perubahan situasi keamanan dan politik di wilayah seperti China dan Korea Utara telah mendorong Jepang untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan armada militernya. Dalam meningkatkan kapabilitas militer, Jepang melihat Indonesia sebagai negara militer terbesar di Asia Tenggara kemudian mengadakan kerjasama dalam bidang militer. Di bidang pertahanan, Jepang telah menjadi salah satu mitra Indonesia dalam pembangunan kapabilitas pertahanan dan peningkatan profesionalitas prajurit TNI. Indonesia dan Jepang juga mengembangkan kerjasama pendidikan, antara lain pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan pengembangan, pendidikan dan latihan (diklat), pertukaran kunjungan pejabat tinggi pertahanan dan militer Jepang dan Indonesia. Penelitian ini membahas mengenai hubungan Jepang dan Indonesia dalam bidang militer. Jepang dalam ekspansi militernya melihat perkembangan Cina dan Korea Utara khususnya ketegangan di wilayah Laut Cina Selatan. Jepang juga melihat potensi yang dimiliki oleh negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia yang diyakini oleh pihak Jepang sebagai salah satu negara yang akan berperan besar menjaga keamanan wilayah Asia Tenggara yang juga penting bagi banyak negara maju dari seluruh dunia.

After Japan's defeat of World War II, the Japanese development of military field stopped and forced by the United States to focus solely on selfdefense. But the early 21st century, conversion of the security and political situation in China and North Korea have been encouraging Japan to improve its military and fleet capacity and capability. By enhancing military capability, Japan saw Indonesia as the largest army in Southeast Asia and entered into military cooperation of Japan-Indonesia later. Japan Self-Defense forces (JSDF) has been developing a global partnership for development of Indonesian defense capabilities and professionalization of Indonesian national armed forces, furthermore, conducting other field cooperations such as military personnel exchange, education and training, military-to-military cooperation and exercises, disaster response, and exchange of visits between high-ranking military officers. This research discusses the military relationship of Japan and Indonesia in the military field. Japan's military expansion saw the development of China and North Korea especially the tension in South China Sea Region. Japan also saw the potential possessed by Southeast Asian countries particularly Indonesia, which is believed by the Japanese as one of the Southeast Asian countries that played a major role that was able to maintaining Southeast Asia security.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Putra Kusuma
"Cina sebagai negara yang terluas wilayahnya di Asia, terus melakukan terobosan politik maupun ekonomi. Termasuk di dalamnya pembangunan militer dan moderenisasi persenjataan militer guna mempertahankan kedaulatan negaranya. Peningkatan pembangunan militer Cina mengundang banyak perhatian disertai dengan rasa kekhawatiran negara-negara Asia Timur maupun Asia Tenggara akan kemungkinanan Cina muncul sebagai negara adikuasa baru di bidang militer di kawasan Asia. Kekhawatiran tersebut tidak hanya dad negara-negara Asia semata melainkan negara Amerika Serikat ikutserta di dalamnya, sehingga strategi yang dijalankan Amerika Serikat adalah melakukan penyeimbangan kekuatan militer Cina dengan menghadirkan armada kapal-kapal perang Amerika Serikat di parairan Jepang dan Korea Selatan yang semata untuk membatasi ruang gerak Cina khususnya di kawasan Asia Timur.
Hipotesis : "Jika peningkatan pembangunan militer RRC bertujuan membangun kekuatan regional utama di Asia Timur, maka strategi Amerika Serikat di Asia Timur diarahkan untuk memperkuat aliansi kerjasama dengan negara-negara Asia Timur, ditandai dengan adanya dukungan dari Jepang dan Korea Selatan terhadap peningkatan peranan Amerika Serikat di Asia Timur".
Hasil uji hipotesis dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, bahwa pembangunan militer Cina telah mengundang perhatian serius dari Amerika Serikat terutama setelah Cina berhasil melakukan uji coba nuklirnya di Pasifik Selatan, sehingga Amerika Serikat merasa perlu untuk memperkuat aliansi kerjasama pertahanan dan keamanan di Asia Timur dengan negara sekutunya yaitu Jepang dan Korea Selatan, Berta menjadikan Taiwan sebagai wilayah satelit Amerika Serikat untuk memantau kekuatan militer Cina.
Berdasarkan uji hipotesis, dapat menarik kesimpulan bahwa, strategi Amerika Serikat di kawasan Asia Timur pada umumnya masih mempertahankan status quo yaitu membendung kemungkinan meluasnya pengaruh militer Cina di Asia Timur, menyadari kenyataan tersebut, Amerika Serikat merasa perlu untuk membangun strategi guna membatasi ruang gerak Cina di kawasan Asia Timur bersama-sama dengan Jepang dan Korea Selatan.

Chinese as wide state of its region in Asia, continue to conduct economic and also political breakthrough. Including in it development of and military of modernism military weaponry utilize to maintain sovereignty of state. Make-up of development of Chinese military invite many focus accompanied felt care of Asian nations of East and also South-East Asia of Chinese forever emerge as state of main new in military area in Asian area. The Care do not only from Asian nations of eye but United States state take part in, so that run by strategy is United States is to do compensating of strength of Chinese military by attending United States battleships armada in Japan sea and South Korea which is eye to limit room move Chinese specially in Asian area of East
"Hypothesis If make-up of development of military of RRC aim to develop strength of especial regional in Asia East, hence United States strategy in Asia East instructed to strengthen cooperation alliance with Asian nations of East, marked with existence of support of Japan and South Korea to make-up of role of United States in Asia East".
Result of hypothesis test by using method research of analytical descriptive, please find that development of Chinese military have invited serious attention of United States especially after Chinese made a success of its nuclear test-drive in Pacific South, so that United States feel important to strengthen defense cooperation alliance and security in Asia East with ally state that is Japan and South Korea, and also make Taiwan as United States satellite region to watch strength of Chinese military.
Pursuant to hypothesis test, can conclude that, United States strategy in Asian area of East in general still maintain status quo that is barricading possibility the wide of influence of Chinese military in Asia East, realizing the fact, United States feel important to develop strategy utili2e to limit room move Chinese in Asian area of East together with Japan and South Korea."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T19239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Sadyana
"Penelitian ini merupakan kajian historis tentang seorang tokoh bernama Miura Jo pada masa pendudukan militer Jepang di Bali dalam kurun waktu tahun 1942 sampai dengan tahun 1945. Tujuan penelitian ini adalah untuk merekonstruksi : (1) Bagaimana peran dan tindakan Miura pada masa pendudukan militer Jepang terhadap rakyat Bali dan (2) Bagaimana dasar pemikiran pilihan-pilihan tindakan yang dilakukan oleh Miura terhadap rakyat Bali pada masa itu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memanfaatkan teori-teori penulisan sejarah dalam analisis terhadap sumber-sumber sejarah primer dan hasil wawancara terhadap pelaku sejarah. Hasil penelitian menunjukan ada beberapa peran sentral yang dilakukan oleh seorang Miura di Bali pada masa pendudukan militer Jepang yaitu: (1) sebagai penghubung dan penasehat bagi rakyat Bali dan pemerintah, (2) menggagas reformasi keagamaan, (3) berusaha memprakarsai penguatan ekonomi rakyat Bali, dan (4) menjadi satu-satunya orang Jepang dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPK) sebagai cerminan pengakuan baik kalangan rakyat Bali maupun pihak Jepang atas ketokohan seorang Miura. Latar belakang kehidupan terlahir pada keluarga, dimana ayahnya seorang pendeta dan ibu seorang pendidik turut berperan membentuk karakter humanis seorang Miura. Dia dapat menjalankan peran sebagai warga negara yang harus taat pada perintah untuk membantu kesuksesan pendudukan Jepang di Bali, disisi lain dia memberi 'sentuhan' nilai humanis persuasif pada kebijakan militeristik yang dijalankan pemerintah pendudukan Jepang. Dengan demikian dia dapat diterima dan pendapatnya diamini oleh rakyat Bali. Akhir kisah hidup Miura menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan 'hadiah' dari Jepang.

This study analyzed the life of Miura Jo under Japanese occupation in Bali in the year of 1942-1945. The aims of this research are to analyze role and action of Miura and background of his approach to the people of Bali on that time. This is qualitative approach using the theories of history in analyzing the documents and data. The result shows there are number of Miura's important act among the people of Bali such as: (1) to be connector and adviser to the people of Bali in their relationship to Japanese military government; (2) the conceptor of the religious reform; (3) initiator the empowerment of Balinese in economic term; (4) to be representative of Japanese government in kenkokudoushikai, the Independent Preparation Committee of Bali. The last one can be determined as confession of the personage of Miura because he was only Japanese this committee. Background of his life, born in academic-religious family made strong foundation of his character in humanism as he showed in his approach to the Balinese. He acted as citizen of Japanese to support the country mission, but in the other hand, use persuasive-humanism approach in implementing the militaristic policy simultaneously. By that approach, he got the trust of Balinese. The ending of life of Miura showed the important thing that Indonesian independent was not 'gift' from Japan.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Muhamad Iqbal
"Keterlibatan Indonesia di Timor Timur secara de facto berlangsung sejak tahun 1974 hingga tahun 1999. Namun demikian, periode tersebut bukanlah periode dengan pola kebijakan dan pengambilan kebijakan luar negeri yang konsisten serta teratur. Sekurangnya terdapat lima periode panting dalam kebijakan luar negeri Indonesia terhadap masalah Timor Timur yang memperlihatkan iregularitas serta inkonsistensi dalam pola pengambilan kebijakan serta kebijakan yang dihasilkannya. Periode tersebut adalah periode tahun 1974-1983, 1983-1989, 1989-1991, 1991-1997 serta 1997- 1999. lregularitas yang terjadi pada tiap periode tersebutlah yang menjadi concern dari penelitian ini.
Penelitian ini berusaha untuk mencari jawaban mengenai faktor apakah yang secara dominan mempengaruhi iregularitas tersebut. Diajukannya military industrial complex sebagai unit eksplanasi untuk menjawab pertanyaan tersebut, terutama didasari pertimbangan bahwa belum ada peneliti Iainnya yang melihat persoalan Timor Timur dari sudut tersebut, disamping karena military industrial complex menjanjikan sebuah jawaban yang lebih komprehensif, yang banyak melibatkan story behind the story, bagi persoalan tersebut.
Eksplanasi di dalam penelitian ini diiakukan dengan mengajukan tiga pertanyaan dasar yaitu "siapa(kah)" yang termasuk dalam unsur military
industrial complex, "apa(kah)" kepentingan dari unsur-unsurnya tersebut, dan dengan cara "bagaimana(kah)" unsur-unsur tersebut mempengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negeri indonesia dalam masalah Timor Timur?
Sumber yang digunakan dalam peneiitian ini adalah sumber-sumber primer, yaitu wawancara langsung dengan tokoh-tokoh dari berbagai kelompok yang terlibat dalam masalah Timor Timur serta menyaksikan langsung berbagai konstalasi politik yang terjadi di Timor Timur terutama selama periode Juli sampai dengan September 1999, sebeium hingga setelah pelaksanaan jajak pendapat. Sementara itu sumber-sumber sekunder diperoleh dari berbagai buku, majalah, jurnal, dan koran. Untuk menjaga aktualita data, penulis juga banyak menggunakan data-data dari berbagai situs intemet terutama yang berkaitan arm transfer baik kualitas maupun kuantitasnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Yuniastati
"Perilaku kesehatan gigi individu atau masyarakat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan gigi individu atau masyarakat. Ibu sebagai individu yang paling banyak waktu untuk bertemu dengan anak serta paling mengerti dengan anak, sehingga dapat melakukan pendekatan untuk membiasakan anak sejak dini memelihara kesehatan gigi dan mulutnya. Pertumbuhan balita yang sehat tidak lepas dari pertumbuhan dan perkembangan gigi geliginya, untuk itulah dibutuhkan perilaku ibu yang positif terhadap kesehatan gigi dan mulut.
Perilaku ibu tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari diri ibu sendiri maupun faktor lingkungan di sekitarnya antara lain lingkungan pendidikan di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta, sehingga perilaku ibu-ibu tentang kesehatan gigi dan mulut seyogyanya baik. Berdasarkan hal itu maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemeliharaan kesehatan gigi balita di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan cross sectional (potong lintang). Pada penelitian ini tidak dilakukan pengambilan sampel, karena semua ibu-ibu karyawan dan isteri karyawan yang mempunyai anak balita sejumlah 145 orang dijadikan responen. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden serta wawancara.
Analisis dilakukan dengan univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi, analisis bivarat dengan tingkat kuadrat untuk mencari hubungan variabel independen dengan variabel dependen dan analisis multivariat dengan regresi logistik untuk mengetahui variabel independen yang paling berhubungan dengan variabel dependen.
Hasil penelitian menunjukkan hanya 46,9 % ibu-ibu Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta berperilaku baik. Dan hasil analisis bivariat diketahui sikap ibu terhadap kesehatan gigi balita dengan nilai P value = 0,038, jumlah anak ibu dalam keluarga dengan nilai P value = 0,041, serta kemudahan dalam pencapaian ketempat pelayanan kesehatan gigi dengan nilai P value = 0,011 mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku ibu dalam pemeliharaan kesehatan gigi balita. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan hanya kemudahan dalam pencapaian ketempat pelayanan kesehatan gigi yang sangat erat hubungannya dengan perilaku ibu dalam pemeliharaan kesehatan gigi balita dengan nilai OR = 3,667, artinya ibu yang mendapatkan kemudahan dalam pencapai ketempat pelayanan kesehatan gigi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada institusi untuk meningkatkan perilaku ibu terhadap pemeliharaan kesehatan gigi balita dengan mengupayakan program DHE (Dental Health Education), meningkatkan tindakan promotif dan preventif serta mengupayakan kemudahan pencapaian ketempat pelayanan kesehatan gigi. Bagi peneliti lain, agar diadakan penelitian yang sejenis dengan disain kasus kontrol / kohort atau studi eksperimental dengan cakupan populasi yang lebih luas dan variabel penelitian yang lebih banyak.

Factors Connection with Mother's Behavior in Maintaining Pre School Children's Dental Health in University of "Pembangunan Nasional Veteran" Jakarta year 2000Individual Dental Health Behavior of Community Dental Health Behavior are one of the many factors which influence the individual dental health status or community dental health status. Mother as an individual who spent the most of time and most understand about her children can persuade her children from the early age to maintain the cleaning of the oral hygiene. Development and growth of healthy Pre School children depends on the development and growth of their dentition. That's why mother's behavior with a positive attitude of oral and dental health is a necessity.
Mother's behavior are influenced by many factors whether the mothers themselves and their environment factors and hopefully the environment like university environment will have a good influence. Based on the opinion, research is carried on in order to find relation factors in mother's behavior maintaining Pre School children dental health in University Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
The method of the research is Cross Sectional , taking sample is not required because all mothers whether they are employee or the wife's employee amount 145 persons are all respondent. The data collection is using questionnaire which filled by respondent and interview.
The analysis is univariat to know the frequency of distribution, bivariat with Chi-Square to find independent variable correlation and multivariat with logistic regression to find to most correlative independent variable.
The result shows that only 46,5 % University Pembangunan Veteran mothrer's Jakarta have good behavior. From bivariat analysis result shows that mothers behavior in Pre School children's dental health has score Pvalue = 0,038 and the number of children in the family has score P value = 0,041 and accessibility of dental health resources has score P value = 0,011 have significance relationship with mother's behavior in maintaining Pre School children's dental health.
Based on the result we suggest the institution to increase mother's behavior in Pre School children's dental health through Dental Health Education Program, to increase Health Promotion and Prevention action and accessibility of dental health resources. For another researcher, to continue the research with Case Control design or Experimental Study and more population to represent the relationship between mother's behavior and Pre School dental health children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T10384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>