Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25625 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mahmud Tang
"LATAR BELAKANG
Sukubangsa Bugis adalah salah satu sukubangsa yang menempati sebagian besar kawasan Sulawesi Selatan. Mereka mendiami empatbelas di antara dua puluh tiga buah kabupaten yaitu Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Luwu, Sidenreng Rap-pang, Bulukumba, Sinjai, Pinrang, Polewali Mamasa, Enrekang, Pare-Pare, Pangkajene dan Maras. Ke dua kabupaten tersebut terakhir merupakan daerah-daerah peralihan yang penduduknya mempergunakan baik bahasa Bugis maupun Makassar. Kabupaten Enrekang merupakan daerah peralihan Bugis dan toraja yang penduduknya sering juga di.sebut Duri dan Massenrengpulu? mempunyai dialek khusus, yaitu dialek Duri dan Enrekang (Mattulada, 1985: hlm. 5-6).
Dalam naskah tua I La Galigo diceriterakan bahwa orang Bugis suka mengembara dan berperang di pengembaraannya. Naskah dari ceritera itu menjadi bahan bacaan kegemaran pada zaman dahulu dan bahkan sampai kini di daerah pedalaman Kabupaten Uajo Sulawesi Selatan. Naskah-naskah itu dibacakan dalam berbagai situasi, seperti pada upacara khitanan, pesta perkawinan, untuk mengusir penyakit tertentu dan sebagainya. Nama-nama dari tokoh-tokoh yang di sukai dalam naskah itu. biasanya diberikan kepada- anak-anak yang baru lahir, utamanya anak-anak keturunan bangsawan. Dalam naskah tua yang muncul sesudah naskah I La Galigo yang naskahnya disebut Lontara diceriterakan peristiwa-peristiwa peperangan antara kerajaan--kerajaan di Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Naskah itu juga membicarakan pertikaian-pertikaian yang terjadi di antara warga masyarakat dalam suatu kerajaan tertentu, misalnya di Kerajaan Bone. Pertikaian-pertikaian mana diselesaikan melalui Pengadilan Adat (Bicara), ataukah secara langsung oleh pihak yang merasa. Atas dasar pengetahuan orang Bugis rnengenai keberanian nenek-moyangnya dalam peperangan atau dalam perkelahian antar kelompok kerabat, adakalanya menyebabkan mereka merasa bangga. Tetapi keberanian yang dibanggakannya itu, justru pada pandangan orang luar agak lain; seperti diungkapkan oleh Piattulada bahwa dalam pengembaraannya orang Bugis banyak sekali ditanggapi sebagai orang liar, pengamuk, bengis, kasar dan keras kepala yang ada kalanya sukar dinengerti (mattulada, 1885: hlm. 341).
Anggapan orang luar seperti disebutkan di atas, juga terdapat dalam tulisan orang Belanda yang pernah bertugas di sana, seperti diungkapkan oleh Bakkers bahwa orang Bugis suka berkuasa, pendendam dengan sifat-sifat yang tidak jarang mengarah kepada perkelahian dan pertumpahan darah atau mengamuk, suka perang, pemberani dan suka poligami. Wanitanya kurang congkak dan kurang berkuasa dibandingkan dengan laki-lakinya, tetapi jika mereka berkuasa lebih lalim dan. demam perang (Bakkers, 1868; hlm. 26-27).
Abdul Razak Dg.Patunru menambahkan pendapat di atas bahwa memang orang Makassar dan Bugis mudah sekali tersinggung, lekas naik darah, akan tetapi lekas juga sadar kalau diperlakukan secara lunak disertai kata-kata yang lemah-lembut dan sopan (Patunru, 1967: hlm. 225-226).
Pada tahun 1977 Andi Zainal Abidin dan kawan-kawannya telah melakukan penelitian kepustakaan dan lapangan mengenai "Beberapa Lembaga Hukum Adat dan Adat di Sulawesi Selatan" berkesirnpulan bahwa Siri yang bermotif kesusilaan masih merupakan hal yang sangat peka (penulis= gampang mengakibatkan pembunuhan) sehingga perlu menjadi bahan pertimbangan dalam suatu putusan pengadilan atau Para fungsionaris lainnya dalam menetapkan kebijaksanaannya (Zainal Abidin, 1977:hlm. 36).
Rusly Effendy juga telah melakukan penelitian pendahuluan (preliminary research) mengenai penganiayaan dan pembunuhan dengan mengumpulkan data statistik dari Komtabes Kota Madya Ujung Pandang periode 1972-1975. Angka--angka yang dikumpulkannya mengenai penganiayaan dan pembunuhan terutama berlatar-belakang siri dan balas-dendam memperlihatkan jumlah yang cukup tinggi dan meningkat setiap tahun (Effendy, 1977:hlm..42-43).
Dari keterangan-keterangan yang kami paparkan di atas dapat dinyatakan bahwa pertikaian pada sukubangsa Bugis merupakan suatu tindakan yang berpola. Mamun demikian, gejala seperti itu tidak pantas dikatakan aneh, sebab memang ada juga kaidah bahwa pertikaian adalah suatu gejala universal. Tidak ada masyarakat yang kita kenal tidak bertikai dengan sesama anggota-anggotanya atau pun dengan anggota masyarakat lainnya (Epstein,. 1967 ; hlm. 206 ; Van Velsen, 1967 ; hlm. 146 ; Roberts, 1979 : hlm. 45)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendraswati
Yogyakarta: Kepel Pess, 2017
959.84 HEN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuarius Koli Bau
Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2009
306.959 8 YAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"bawean merupakan pulau kecil di wilayah Jawa Timur yang penduduknya berasal dari berbagai etnik , seperti Madura, Palembang, Jawa dan Bugis. Budaya Bawean adalah campuran dari budaya penduduk yang ada di Pulau Bawean...."
PATRA 10(1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Basir Said
"Dukun sebagai bagian struktur sosial dalam kehidupan sosial sekarang ini, tetap fungsional sebagai pengobat dan penyembuh penyakit. pada orang Bugle Makassar di Kota Madya Ujung Pandang. Walaupun secara fungsional, dukun bukanlah satu-satunya sistem media yang ada di kota tersebut, yakni ada sistem media modern (kedokteran).
Dalam kenyataan sosial sistem media Modern (kedokteran) lebih formal dan lebih ilmiah, lebih lengkap sarana dan prasarananya, serta keberadaannya ditunjang oleh dukungan penentu kebijakan. Bahkan tujuan dari keberadaan sistem media modern (kedokteran) adalah diharapkan agar dapat menggeser dan menggantikan kedudukan sistem media Kedukunan.
Secara teoritis, kanyataan seperti di atas dapat dikatakan akan menggeser dan mendesak kedudukan dan fungsi sistem media kedukunan, namun kenyataannya tidaklah demikian, karena keberadaan dukun secara fungsional sebagai pengobat dan panyembuh penyakit masih tetap dibutuhkan: Dalam kehidupan sosial di kota Madya Ujung Pandang, fungsi sistem media kedukunan masih tetap dibutuhkan, walaupun sistem media modern (kedokteran) di kota tersebut audah semakin maju dan lengkap.
Kenyataan seperti tersebut di atas itulah yang mendasari penelitian tesis ini, dengan mengarahkan objek penelitian pada latar balakang yang mendasari para pelaku sistem media kedukunan Bugle Makassar, sehingga tetap bertahan menjalankan fungsinya dan faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi keberadaan sistem tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahruddin Kaseng
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depadikbud , 1983
499.221 5 SJA s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Myrtha Soeroto
Jakarta: Balai Pustaka, 2009
720.598 MYR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sinek, Simon
Jakarta: Gramedia Pusaka Utama, 2024
158.4 SIN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pelras, Christian
Oxford: Blackwell, 1996
959.84 PEL b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Bahri
"ABSTRAK
Perkawinan sebgagai salah satu fase dalam kehidupan manusia, meruapakn hal yang sakral dan urgent dalam realitas sosial budaya maskyarakat pada umumnya, adat dan agama menjadi dua landasan hidup yang dipegang dan diyakini, niali implementasi kedua wujud ini dapat terlihat dalam prosesi upacara perkawinan. Kajian ini berusaha mengungkap perwujudan adat (adeq) dan agama (saraq) dalam prosesi upacara perkawinan (mappabotting). Pada masyarakat Bugis di Kabupaten Sidenreng Rappang. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif dengan metode etnografi. Metode etnografi dengan sendirinya menyediakan perangkat-perangkat yang memungkinkan proses penelitian berlangsung secara lebih baik, selain itu studi etnografi (ethnographic studies) dianggap sesuai dengan fokus kajian ini yaitu untuk mendeskripsikan dan menginterpretasi peristiwa budaya yang berlangsung dalam prosesi upacara perkawinan pada masyarakat Bugis di Kabupaten Sidenreng Rappang. Prosesi upacar perkawinan masyarakat Bugis di Kabupaten Sidenreng Rappang dapat dikategorikan menjadi tiga tahap; 9a0 Pra Perkawinan dengan prosesi Mammanu'-manu', Madduta atau Massuro, Mappasiarekeng, Mappasau botting/Cemme passili', Mappanretemme dan Mappacci atau tudammpenni; (b) Pesta Perkawinan dengan prosesi Mappenre Botting dan Marola atau mapparola; dan (c) Pasca Perkawinan dengan prosesi Mallukka botting, Ziarah kubur dan Massita beseng. Kajian ini menggambarkan bahwa posisi Islam dalam masyarakat Bugis di Kabupateng Sidenreng Rappang dapat diterima sebagai pegangan hidup. Hal tersebut menjelaskan bahwa adat (adeq) dan agama (saraq) mampu berjalan bersama sebagai perwujudan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Bugis di Kab. Sidenreng Rappang."
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>