Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193617 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Susilo
"Latar Belakang Masalah
Hilangnya dukungan periodontal merupakan problema penting dalam periodontologi, seringkali dimulai sejak usia muda dan biasanya melanjut seumur hidup. Para peneliti berpendapat, bahwa celah interproksimal merupakan salah satu etiologi terjadinya kerusakan tulang alveolar. Pendapat tersebut didukung-oleh alasan bahwa adanya celah memudahkan impaksi dam retensi makanan, berarti memudahkan plak bakteri berkumpul pada tempat tersebut (Hirschfeld-1930, Ramfjord 1952, Ditto 1954, Pelton 1969).
Tidak semua celah menimbulkan impaksi dam retensi makanan, tergantung lebar sempitnya celah dam juga letak celah. Selain itu tergantung juga pada lawanya celah tersebut berada, dan hal tersebut berhubungan dengan faktor umur. Celah interproksimal pada gigi posterior sering menimbulkan gangguan pada pasien dengan keluhan rasa tidak nyaman karena terselipnya makanan berserat seperti daging dam sayuran pada waktu mengunyah. Pengeluaran serat tersebut sering tidak dapat dilakukan dengan prosedur penyikatan gigi biasa. Untuk menghindari rasa tidak nyaman yang kadang-kadang sampai menimbulkan rasa sakit, seringkali pasien menggunakan tusuk gigi dengan cara yang salah sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal iebih lanjut.
Kehadiran pasien pada seorang dokter gigidengan keluhan tersebut di atas, sering menimbulkan keragu-raguan para dokter gigi untuk merawatnya,lebih-lebih bila celah sempit dan gigi masih dal.am keadaan utuh. Pertanyaan selalu timbul antara menghilangkan keluhan pasien dengan cara merusak gigi yang masih baik (penainbalan), ataukah sekedar memberi petunjuk mengenai cara pembersihannya. Untuk memberikan keyakinan mengenai pemilihan terapi yang harus dilakukan, pada penelitian ini akan dibuktikan apakah melalui celah interproksimal suatu proses pantologi yang lama dapat merusak jaringan pendukung gigi. Demikian juga apakah lebar sempitnya celah dan umur pasien berpengaruh terhadap kerusakan tulang alveolar.
Tujuan Penelitian, Tujuan umum untuk melihat sampai berapa jauh pengaruh celah interproksimal terhadap kerusak an tulang alveolar. Tujuan khusus, untuk melihat pengaruh celah interproksimal, lebar celah dan umur terhadap kerusakan interdental septum pada gigi posterior 4-5-6-7."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niki Putri Irianti
"Pasien gigi impaksi meningkat jumlahnya setiap tahun dan terjadi dalam rentang usia yang luas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi frekuensi dan distribusi impaksi gigi kaninus, premolar, dan molar ketiga pada pasien RSKGM FKGUI tahun 2010-2013. Metode: Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif melalui pengamatan data sekunder yaitu kartu rekam medik di RSKGM FKGUI. Hasil: Terdapat 500 sampel penelitian dengan 904 kasus gigi impaksi yang terdiri dari 0.44% impaksi gigi kaninus, 0.44% premolar, 14.93% molar ketiga maksila, dan 84.18% molar ketiga mandibula. Kesimpulan: Jumlah gigi impaksi di RSKGM FKGUI tahun 2010-2013 mengalami peningkatan, penurunan frekuensi hanya terjadi pada tahun 2012, dengan frekuensi tertinggi terdapat pada perempuan dan kelompok usia 26-35 tahun.
The number of patient with impacted teeth is increasing every year in a wide range of ages. Objective: This study aims to evaluate the frequency and distribution of impacted canine, premolar, and third molar in RSKGM FKGUI 2010-2013. Methods: A descriptive study through observation of secondary data which is patient’s medical record in RSKGM FKGUI. Results: There were 500 samples with 904 cases of impacted tooth consist of 0.44% impacted canine, 0.44% premolar, 14.93% maxillary third molar, and 84.18% mandibular third molar. Conclusion: The number of impacted teeth in RSKGM FKGUI 2010-2013 was increasing, the frequency decreases only in 2012, the highest frequency mostly happened on female and age group 26-35 years old."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gery Gilbert
"Latar Belakang : Distribusi frekuensi impaksi gigi molar tiga maksila berdasarkan klasifikasi Pell-Gregory, Winter, dan hubungan dengan sinus maksila dapat menunjukan variasi yang dapat berperan penting dalam mengantisipasi kesulitan pada saat odontektomi. Tujuan : Mengetahui frekuensi kasus impaksi molar tiga maksila pada radiograf panoramik berdasarkan klasifikasi Pell-Gregory dan Winter serta hubungan dengan sinus maksila di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kategorik menggunakan data sekunder berupa rekam medik pasien di RSKGM FKG UI. Hasil : Penelitian yang dilakukan pada 102 kasus impaksi molar tiga maksila menunjukkan kasus impaksi molar tiga maksila paling banyak pada wanita dengan persentase 62.7%, namun hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara perbedaan gender dengan masing-masing klasifikasi impaksi. Frekuensi tertinggi dari masing-masing klasifikasi adalah Kelas C sebesar 46.08% pada klasifikasi Pell-Gregory, impaksi distoangular sebesar 35.3% pada klasifikasi Winter, dan impaksi tipe 4 sebesar 60.78% pada klasifikasi berdasarkan hubungan dengan sinus maksila. Kesimpulan : Penelitian ini mendapatkan hasil distribusi frekuensi impaksi molar tiga maksila yang dapat menjadi acuan dalam menentukan tingkat kesulitan perawatan odontektomi.

Background : A method of classification of third molar impaction is needed because the anatomical position of impacted third molars can show variations that will play an important role in anticipating difficulties during extraction. Objective : To determine the impaction frequency of maxillary third molar impaction cases, as seen on panoramic radiographs and classified based on Pell-Gregory and Winter classification and also the relationship with maxillary sinus in RSKGM FKG UI. Methods : The type of research conducted is categorical descriptive research, using secondary data in the form of patient medical records at RSKGM FKG UI. Results : From 102 cases of maxillary third molar impaction, it was found that maxillary third molar impaction was most common in women with a percentage of 60%, but the results of statistical tests show no significant relationship between gender differences with each classification. The highest frequency of each classification is Class C of 46.08%, distoangular impaction of 35.3%, and impaction of type 4 by 60.78%. Conclusion : Classification of maxillary third molar impact can be a reference in determining the difficulty level of odontectomy treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, William Carlos
"ABSTRAK
Latar belakang: Kecemasan dental merupakan respon stress pasien terhadap keadaan spesifik terkait perawatan dental. Ekstraksi gigi molar tiga mandibula impaksi merupakan perawatan dalam bedah kedokteran gigi yang paling sering menimbulkan kecemasan. Musik mengambil peran dalam mengurangi kecemasan pasien saat prosedur ekstraksi tersebut. Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh musik pilihan pasien pada saat ekstraksi gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kecemasan dan membandingkannya dengan musik klasik. Metode : Penelitian ini menggunakan desain eksperimental single-blinded acak dengan kontrol di RSKGM FKG UI. Intervensi menggunakan musik dengan alat BoseÒ SoundWearÔ untuk memutarkan musik. Subjek penelitian dibagi dalam 3 kelompok : Musik Pilihan Pasien, Musik Klasik, dan Kontrol (tanpa musik). Operator ekstraksi adalah Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut FKG UI. Pengukuran kecemasan menggunakan MDAS, APAIS, VAS, dan mengukur tanda vital. Pengukuran tanda vital, tekanan darah dan frekuensi nadi, menggunakan OMRON HEM-7130, JAPAN. Analisis data menggunakan SPSS dengan analisis bivariat Paired T-Test dan Independent T-Test pada setiap kelompoknya. Hasil : Terdapat pengurangan rata rata skor total tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok (A) musik pilihan pasien dan kelompok (B) musik klasik yang diukur dengan MDAS, APAIS, dan VAS (p < 0,05). Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi sesudah intervensi (p < 0,05). Kesimpulan : Musik pilihan pasien dan musik klasik memberikan efek dalam mengurangi kecemasan pasien yang diukur dengan MDAS, APAIS, dan VAS dibandingkan tanpa menggunakan musik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Amelinda Prayogo
"Tindakan odontektomi gigi molar 3 bawah merupakan salah satu tindakan yang cukup sering dilakukan. Namun, hingga saat ini pengaruh faktor pasien dan faktor dental terhadap tingkat kesulitan bedah masih menjadi kontroversi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, dan klasifikasi impaksi dengan lama tindakan odontektomi gigi molar 3 bawah. Lama tindakan bedah masih menjadi standar emas untuk mengukur tingkat kesulitan bedah. Sebanyak 49 pasien yang memerlukan 49 odontektomi gigi molar 3 bawah dilibatkan dalam studi ini. Uji korelasi dilakukan pada faktor pasien dan dental dengan lama tindakan odontektomi. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara klasifikasi Pell dan Gregory bedasarkan kedalaman impaksi (P=0,037) dan klasifikasi Winter (P=0,039) dengan lama tindakan odontektomi. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara klasifikasi Pell dan Gregory bedasarkan kedalaman impaksi dan klasifikasi Winter dengan lama tindakan odontektomi.

Mandibular third molar extraction is a common practice in dentistry. However, the relationship between patient and dental factors on surgical difficulty is still a controversy. The aim of the study is to determine the effect of age, gender, and impacted teeth classification on operation time during mandibular third molar extraction. Operation time has been considered as the gold standard to quantify surgical difficulty A total of 47 patients who required 49 mandibular third molar extraction were involved in the study. The correlation between patient and dental factors and operation time were examined. There were statistically significant correlation between Pell and Gregory's depth of impacted teeth classification (P=0,037) and Winter's classification (P=0,039). This study showed that there were statistically significant correlation between Pell and Gregory's depth of impacted teeth classification and Winter's classification with operation time."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Becker, Adrian
Chichester, West Sussex: Wiley-Blackwell, 2012
617.643 BEC o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Titi S. Soebekti
"ABSTRAK
Memilih ukuran gigi anterior atas dalam pembuatan Gigi Tiruan Penuh, memerlukan ketrampilan tersendiri.
Pada penelitian ini dicari tanda-tanda anatomik di wajah yang mungkin dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan ukuran gigi anterior atas. Tanda-tanda anatomik yang digunakan adalah ukuran lebar sayap hidung dan ukuran lebar Sudut mulut.
Sampel yang digunakan adalah mahasiswa FKG UI keturunan Deutero Melayu, serta memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Hasil yang didapat menunjukkan adanya hubungan antara ukuran lebar gigi anterior atas dengan ukuran lebar sayap hidung, dan ukuran lebar sudut mulut.
Selain itu hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran lebar sayap hidung mahasiswa FKG UI keturunan Deutero Melayu lebih lebar dari ukuran lebar sayap hidung mahasiswa FKG di Inggris dan populasi di Colorado. Sedang ukuran gigi anterior atas tidak menunjukkan adanya perbedaan. Sehingga pedoman yang umumnya digunakan dalam pembuatan gigi tiruan, khususnya Gigi Tiruan Penuh, bahwa garis yang ditarik dari tepi sayap hidung sejajar dengan garis tengah muka, akan melalui puncak tonjol kaninus atas, belum sepenuhnya dapat diterapkan."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Ayu Miranthy
"Latar belakang: Celah alveolar dapat menimbulkan masalah estetika dan fungsional yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Terdapat beberapa cara untuk menutup celah alveolar, diantaranya dengan perawatan orthodonti, pemasangan protesa, hingga dilakukannya tandur tulang. Tandur tulang merupakan baku standar untuk dilakukannya prerawatan celah alveolar. Upaya untuk mendapatkan hasil operasi tandur tulang yang optimal perlu memperhatikan beberapa faktor diantaranya waktu operasi, teknik operasi, lebar celah, dan kondisi gigi kaninus. Penilaian terhadap hasil operasi tandur tulang digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan operasi dengan cara mengukur sudut gigi kaninus, tinggi vertikal gigi kaninus, dan tinggi tulang alveolar. Tujuan: Untuk mengevaluasi hasil operasi tandur tulang sekunder melalui tinggi tulang alveolar dengan radiograf dan dianalisa dengan Bergland indeks serta perubahan sudut gigi kaninus, tinggi vertikal gigi kaninus. Metode: 5 radiograf OPG dan 12 radiograf oklusal didapatkan dari pasien operasi tandur tulang sekunder dengan cara restrospektif analitik dari poli CLP RSAB Harapan Kita. Hasil: Didapatkan nilai sebesar 91% keberhasilan operasi tandur tulang dinilai dari tinggi tulang alveolar. Adanya perubahan sudut gigi kaninus dan tinggi vertikal gigi kaninus sebelum dan sesudah operasi. Kesimpulan: Keberhasilan operasi tandur tulang yang ditandai dengan terbentuknya bone brigde akibat adanya gaya mekanikal pada celah alveolar setelah operasi tandur tulang yang dapat dinilai dengan adanya perubahan sudut gigi kaninus dan tinggi vertikal gigi kaninus.

Background: Alveolar cleft can effect the quality of life the patient due to esthetic and functional problems. There are several techniques to close alveolar cleft such as orthodonti treatment, dental prothesis, and bone grafting. Secondary alveolar bone graft is the gold standar in alveolar cleft treatment. In order to get the optimum result of secondary alveolar bone graft, there are some factors need to be considered timing of operation, operation technique, width of the cleft, and condition of canine teeth. Some parameters were used to evaluate the secondary alveolar bone graft procedure, there are canine angle, vertical height of canine, and alveolar height. Objective: to evaluate secondary alveolar bone graft procedure using alveolar height by Bergland radiographic scale and canine angle and vertical height. Method: 5 OPG and 12 oklusal radiograph were collected from patient alveolar cleft post secondary alveolar bone grat using retrospective analytic sampling from Harapan Kita Hospital. Result: Satisfactory results were obtained in 91% of cases. There are significant changes in canine angle and vertical height post secondary alveolar bone graft procedure. Conclusion:Formation of bone bridge due to mechanical force in alveolar cleft post secondary alveolar bone graft can be identified by the change of canine angle and vertical height."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nandya Titania Putri
"Sumbing bibir dan lelangit adalah kelainan kongenital yang paling umum ditangani oleh bedah plastik. Teknik ortodonti dan orthofasial yang diaplikasikan untuk menangani masalah terkait lebarnya celah sumbing bibir dan lelangit bervariasi. Salah satu Teknik yang diaplikasikan di institusi kami adalah pemasangan nasoalveolar molding (NAM). Tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi dan membandingkan lebar celah alveolar dan palatum, dan perbedaan panjang celah alveolar pada cast intermaksila pada pasien dengan sumbing bibir dan lelangit satu sisi, sebelum dan sesudah NAM. Studi ini merupaka studi pre- post-, data diambil retrospektif. Seluruh cast intermaksila diambil dari pasien sumbing bibir dan lelangit satu sisi sebelum dan sesudah NAM di CCC Divisi Bedah Plastik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Terdapat 21 pasang cast intermaksila diinklusikan. Terdapat hubungan signifikan pada ukuran lebar interalveolar dan interspina sebelum dan sesudah NAM (p=0.00). Serta terdapat hubungan signifikan pada panjang alveolar sebelum dan sesudah NAM (p=0.00). Hubungan signifikan menunjukkan lebar interalveolar dan interspina berkurang, dan dapat mencapai arah yang diinginkan dengan menggunakan NAM.

Cleft lip and palate is the most common congenital anomalies treated by plastic surgeons. Pre and postsurgical orthodontic and orthofacial techniques which have been applied to overcome the problems associated with wide unilateral cleft lip and palate (UCLP) are varies. One of technique that we use in our institution is nasoalveolar molding (NAM). The aim of this study is to evaluate and compare the cleft width of alveolar and palate, and the length of alveolar gap on the intermaxillary cast from the patient with unilateral cleft lip and palate, before and after NAM. The study is a prepost- study, the data was collected retrospective. Intraoral maxillary cast taken from all unilateral cleft lip and palate patients before and after NAM at CCC Plastic Surgery Divison Cipto Mangunkusumo Hospital. There were 21 pairs of intermaxillary casts included. The results showed that the interalveolar and interspina width before and after NAM was significance (p=0.00). And also the correlation between interalveolar length before and after NAM was significance (p=0.00). The significance correlation of the intermaxillary casts showed all the interalveolar and interspina width could be reduced by NAM application and achieved the desired direction using NAM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helena Widiarti
"Pengiriman data pada jaringan fiber optik yang menggunakan media cahaya membutuhkan suatu sumber cahaya, dalam hal ini yang dipakai pada aplikasi jaringan optik sekarang adalah Light Amplification by the Stimulated Emission of Radiation (LASER). Salah satu jenis Laser yang tergolong baru yaitu Vertical Cavity Surface Emitting Laser (VCSEL). Pada laser jenis ini, cahaya yang dikeluarkan memiliki arah tegak lurus dengan wafer, dengan laser cavity yang juga memiliki arah vertikal. VCSELs memiliki banyak keuntungan dibandingkan edge-emitting Laser yang telah dipakai teriebih dahulu. Pada riset ini dilakukan studi dan simulasi mengenai hubungan antara lebar celah oksida, spectral hole burning dan spatial hole burning pada kerapatan pembawa dan photon di daerah aktif dan pengaruh lebar celah oksida pada karakteristik modulasi oxide-confined VCSEL 850nm. Lebar celah oksida menentukan besar arus yang dapat masuk ke daerah aktif. Spectral dan spatial hole burning merupakan fenomena yang muncul pada karakteristik dinamik VCSEL, yang menyebabkan munculnya rugi-rugi seperti kompresi penguatan dan sifat nonlinear.
Hasil simulasi menunjukkan Spectral Hole Burning dan Spatial Hole Burning mempengaruhi karakteristik dinamik VCSEL. Spectral Hole Burning menyebabkan berkurangnya konsentrasi photon di daerah aktif, yang pengaruhnya dinyatakan dengan parameter epsilon e. Dari hasil simulasi, untuk celah oksida 3 um, kompresi yang timbul pada daya keluaran sekitar 0.1 mW. Spatial Hole Burning menyebabkan tidak homogennya konsentrasi photon pada daerah aktif, yang memunculkan sifat nonlinear. Dari hasil simulasi, untuk celah oksida 2 sampai 3.5 µn;m, terjadi penurunan frekuensi resonansi dari 4.1504 GHz sampai 2.5635 GHz Fenomena Spectral Hole Burning dan Spatial Hole Burning berpengaruh buruk terhadap karakteristik operas! VCSEL khususnya untuk arus catu tinggi.

Information transfer in fiber optic network using media of light needs a source of light. Light Amplification by the Stimulated Emission of Radiation (LASER), which used in fiber optic network nowadays. One type of Laser that relatively new is Vertical Cavity Surface Emitting Laser (VCSEL). In this type of laser, the emitted light has perpendicular direction against wafer, either does the laser cavity. VCSEL has many advantages compared with edge-emitting Laser, which is known first. In this research, study and simulation are conducted to analyze the relations between oxide aperture radius, spectral hole burning and spatial hole burning with carrier and photon density in active area, and the effect of oxide aperture radius on characteristic of modulation of oxide-confined VCSEL 850nm. The oxide aperture radius defined how much current can flow into the active area. Spectral and spatial hole burning are phenomenas appeared in dynamic characteristic of VCSEL, that can cause losses such as gain compression and nonlinear behaviour.
The simulation results show us that Spectral Hole Burning and Spatial Hole Burning influence the dynamic behaviour of VCSEL. Spectral Hole Burning causes photon concentration reduction, included in epsilon parameter e. From the simulation result, for oxide aperture 3 um, the compression in output power is about 0.1 mW. Spatial Hole Burning causes unhomogen distributed of photon in active area, showing nonlinear behaviour. For oxide aperture 2-3.5 µn;m, the decrease of resonance frequency happened from 4.1504 GHz up to 2.5635 GHz Spectral Hole Burning and Spatial Hole Burning have cause degradation on VCSEL's operation characteristics especially for high biased current.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S40235
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>