Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166621 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djopari, Johannes Rudolf Gerzon
"Pembangunan yang diselenggarakan di Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya sejak daerah itu dikembalikan ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tangga1 1 Mei 1963, dihadapkan kepada berbagai permasalahan. Hal yang demikian menyebabkan rakyat di wilayah Propinsi itu tidak cepat berubah dan berkembang mengikuti kemajuan sama dengan saudara-saudara mereka di daerah Indonesia lainnya.
Proses integrasi politik di Irian Jaya menghadapi suatu tantangan yang utama dan berat yaitu pemberontakan dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dimulai pada tahun 1965 tepatnya pada tangal 26 Juli di Manokwari yang dipimpin oleh Permenas Ferry Awom, bekas anggota Batalyon Sukarelawan Papua (Papua Vrijwilinger Corps) buatan Belanda. Pemberontakan OPM yang terus berlangsung hingga saat ini dan secara sporadisadis itu merupakan hambatan terhadap penyelenggaraan pembangunan pada umumnya baik pemaangunan fisik maupun pembangunan non fisik.
Sebagai gerakan separatis, maka pemberontakan OPM merupakan hadangan terhadap proses integrasi di Irian Jaya yang lebih banyak diwarnai oleh dimensi yang horizontal, yaitu suatu tujuan untuk mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen.
Di Irian Jaya, bentuk pemberontakan OPM dapat digolongkan ke dalam beberapa tindakan sebagai berikut Pertama; aksi perlawanan fisik bersenjata atau aksi militer yang dilakukan secara sporadis; Kedua; aksi penyanderaan; Ketiga; aksi demonstrasi massa; Keempat; aksi pengibaran bendera Papua Barat; Kelima; aksi penempelan dan pengebaran pamflet/selebaran; Keenam; aksi rapat-rapat politik dan pembentukan organisasi perjuangan lokal; Ketujuh; aksi pelintasan perbatasan ke Papua New Guinea; Kedelapan; aksi pengrusakan/pembongkaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa OPM itu lahir di Irian Jaya dari dua faksi utama pimpinan Terianus Aronggear, SE dan Aser Demotekay pada tahun 1964 dan tahun 1963. Sebagai organisasi OPN kegiatannya terbagi dua yaitu kegiatan politik dan kegiatan militer. Kegiatan politik kemudian terus dilanjutkan di lu ar negeri sedangkan kegiatan militer dilakukan di Irian Jaya. Secara keseluruhan kegiatan politik di luar negeri kurang efektif sebab terjadi perpecahan antara para pemimpin politik OPM dari segi orientasinya ada yang pro-Barat dan ada yang berorientasi ke neo-Marxis/Sosialis. Perpecahan ini jelas mempengaruni faksi militer di Irian Jaya sehingga kegiatan mereka lemah dan mudah dipatahkan oleh Pemerintah atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Justru orientasi ke neoMarxis/Sosialis itu merupakan hambatan utama bagi dukungan politik maupun dukungan dana dari negara-negara Barat terhadap OPM.
Berdasarkan telaahan teori dan pendapat para sarjana dapat diungkap bahwa pemberontakan itu terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan yang dialami oleh manusia dalam suatu sistem politik atau negara.
Di Irian Jaya saat ini masih saja ada aktivitas pemberontakan dari OPM secara sporadis, walaupun setiap kegiatan dengan mudah dapat dipatahkan dan tidak ada dukungan politik secara internasional. Kondisi yang demikian ini menimbulkan pertanyaan sebagai berikut :
Pertama; apakah benar bahwa pemberontakan OPM itu terjadi karena integrasi politik di Irian Jaya kurang mantap ? Kedua; apakah benar bahwa pemberontakan OPM itu merupakan bom waktu yang dibuat oleh Belanda, atau pemberontakan OPM itu terjadi karena tumbuh kesadaran nasionalisme Papua ? Ketiga; apakah benar dan mengapa masih saja ada orang-orang Irian Jaya yang berideologi serta mendukukung pemberontakan OPM ? Keempat; kalau memang demikian, bagaimana sebaiknya pendekatan pembangunan politik di Irian Jaya itu dilakukan, agar dapat mewujudkan integrasi politik yang mantap ?
Berangkat dari ke-4 pertanyaan tersebut di atas, yang menjadi pokok permasalah dalam tulisan ini adalah sampai sejauh mana pengaruh pemberontakan OPM terhadap pembentukan integrasi politik yang mantap di Irian Jaya.
Dari hasil kajian diperoleh kesimpulan bahwa pada hakekatnya pemberontakan OPM masih mempengaruhi pembentukan integrasi politik yang mantap di Irian Jaya, hal mana dapat dilihat dari sikap dan dukungan yang diberikan oleh rakyat Irian Jaya terhadap OPM sehingga timbul berbagai aksi pemberontakan secara sporadis dalam kurun waktu 20 tahun dan OPM lebih mampu mensosialisasikan nilai-nilai "nasionalis Papua" sebagai ideologi OPM kepada rakyat Irian Jaya.
Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi politik yang mantap di Irian disarankan agar terlebih dulu menghilangkan ideologi OPM serta melakukan pendekatan "cinta-kasih" dalam pergaulan atas dasar persamaan dan persaudaraan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pattinama, Eklefina
"Desertasi ini mengkaji masalah integrasi pasca konflik, studi kasus di Maluku Tengah Saparua. Realitas konflik politisasi agama-etnis yang terjadi di Maluku Tengah Saparua, tahun 2000 antar negeri Sirisori Salam dan negeri Sirisori Sarani, membuat warga masyarakat mengalami penderitan secara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Penderitaan mendorong kesadaran para pelaku berupaya mempertahankan diri, menciptakan budaya lokal untuk integrasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif secara khusus etnografi.
Untuk membaca data lapangan bagaimana proses reintegrasi yang dilakukan oleh para pelaku dan bagaimana mereka mengrekonstruks ikan integrasi pascakonflik, maka pemikiran Giddens dengan teori strukturasinya dimanfaatkan untuk itu. Temuan penelitian menunjukan bahwa (1). Atas inisatif para pelaku terjadi interaksi diantara para pelaku pada ruang dan waktu sesuai situasi berbeda. Pada situasi rawan interaksi pelaku terjadi di hutan, laut, pantai, loka/perbatasan pos militer. Di situasi keamanan terkendali interaksi pelaku korban konflik semakin melebar, di tempat kerja, ruang domestik dan publik. Adapun para pelaku reintegrasi lokal: kaum perempuan, petani, nelayan, pengemudi ojek, tukang bangunan, anak-anak, pemuda, tokoh pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat, kelompok kekerabatan. (2). Dari interaksi para pelaku sehari-hari, berlangsung terus menerus dan berulang, mereka menciptakan budaya lokal untuk integrasi, antara lain : (a).budaya ?gandong? baru lintas agama etnis, membentuk kembali struktur tiga batu tungku dan pertemanan baru. (b).menciptakan kerjasma ekonomi ; budaya ?pela? baru lintas agama-etnis ; membudaya kontrak hutan dibayar dengan hasil hutan. (c). membudayakan doa dan dialog, serta budaya Silaturahmi. (d). Menciptakan budaya mempertahankan diri melalui: berteman dengan militer, jaga lingkungan bersama serta menciptakan strategi menghadapi kemungkinan konflik baru, dengan cara mempertahankan identitas diri dan mengalihkan perhatian pada kerja.
Implikasi teoritis: (1) Temuan penelitian menunjukan bahwa kajian terhadap masalah integrasi telah mengalami pergeseran perhatian dari ide ke aktual, dari kultural ke struktural Pergeseran ini menunjukan bahwa kebudayaan dibentuk oleh tindakan manusia, yang mengindikasikan bahwa kebudayaan bukan lagi sekedar struktur yang mengarahkan tindakan para pelaku. Tetapi dari tindakan para pelaku sehari-hari, struktur diproduksi dan sekaligus menjadi sarana dari tindakan. 2), Melalui interaksi sehari-hari para pelaku memproduksi struktur baru atau bentuk kerjasama baru lintas agama-etnis, untuk memenuhi kepentingan para pelaku ; ekonomi, sosial-budaya dan politik. 3). Untuk memperkuat kerjasama baru ini, maka dibutuhkan Trust (saling percaya). Trust menjadi sarana utama mengembangkan relasi-relasi sosial lintas ruang dan waktu. Dengan kata lain trust harus diusahakan, dikerjakan, dikelola (karena tidak lagi given). Intensitas tust ditentukan oleh kesalingan dalam pengungkapan diri antara para pelaku.
Kesimpulan : Integrasi pascakonflik produksi tindakan manusia, tidak hanya memiliki kekuatan kerjasama budaya, tetapi juga sosial, ekonomi, religi dan politik dalam kesatuan sistem yang saling terkait.

The dissertation examines the integration of post-conflict issues, case studies in Central Maluku Saparua. The reality of the politicization of religion-ethnic conflicts that occurred in Central Maluku Saparua, the year 2000 between negeri Sirisori Salam and negeri Sirisori Sarani, making residents experience suffering socially, culturally, economically and politically. The suffering encourages awareness of the agency to try to defend themselves, creating a local culture for the integration. This study is an ethnographic qualitative research in particular.
To read how the process of reintegration of field data performed by the agency and how they reconstruct integration of post-conflict, the writer makes use of Giddens assumption concerning with structuring theory . Findings showed that (1). Of the agency initiative, interaction can take place among the agency in space and time according to different situations. In vulnerable situations agency interaction occurs in the forest, ocean, beach, workshops / frontier military posts. In the under control security situation the interaction of agency victims of the conflict widened, in the workplace, domestic space and the public. The local reintegration agency are women, farmers, fishermen, and ojek drivers, construction workers, children, youngsters, government leaders, religious leaders, community and kinship group leaders. (2). Because of daily interaction of the agency which is on going and repetitive, the agency create a local culture for the integration, among others: (a). "Gandong" new cross-ethnic religious culture, reshaping the structure of three-stone stoves and a new friendship. (b). Creating economic cooperation; "pela" new cross-ethnic religious culture; entrenching forest products contracts and forest contracts paid for with its commodity. (c). Culturing prayer and dialogue, and cultural gatherings. (d). Cultures to defend themselves through: making friends with the military, sharing environment and strategic guard against the possibility of new conflicts by maintaining the identity and turning their attention to the work.
Theoretical implications are that: (1) There are findings that showed that the study of the problem of integration has been a shift attention away from idea to actuality, from the cultural to the structural. The shift shows that culture is shaped by human action, and this indicates that culture is no longer a structure that directs the actions of the agency. But based on the actions of everyday agency, structures are produced and become the means of action. (2) Through the daily interactions, the agency produce new structures or new forms of co-operation across religions, ethnicities to meet the interests of the agency economically, socio-culturally and politically. (3) To strengthen this new partnership, the Trust is required (mutual trust). Trust becomes the primary vehicle for developing social relations across space and time. In other words, trust must be cultivated, treated, managed (because it is no longer given). The trust intensity is determined by the reciprocity in selfdisclosure among the agency.
Conclusions: The integration of post-conflict is produced by human action; it does not only have the power of cultural cooperation only, but also social, economic, religious and political unity of interrelated systems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
D00903
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Economic development contributes to integration and trade dynamics among countries. From now on, with global economic crisis as background setting, market diversification seems to be an appropriate strategy to minimize the hazardous impact on Indonesia's trade balance performance. It appears that the Middle East is a promising region with Turkey, Tunisia dan Morocco as potential trade partners. An Intra Industry Trade (IIT) analysis shows that Indonesia experiences a relatively higher trade integration with Turkey compared to those with Tunisia and Morocco. In the meantime , a constant Market Share Analysis (CMS) analysis indicates that the existing export dynamics is convergence for potential products. These products of animal and vegetable fats and oils , wood and wood products and rubber and rubber products vary in decomposition effects in each trade partner. Combination of market intelligence and export product differentiation is considered as a comprehensive recommendation in first round stage for the Indonesia - Middle East FTA"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini antara lain bertujuan mendeskripsikan intervensi terintegrasi pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam memberdayakan KAT , beserta berbagai faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi intervensi pemberdayaan KAT...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sikoway, Anthon
"Fungsi Haima dalam perspektif orang Papua (Warga Kayu Pulo dan Papua Nugini) merupakan faktor utama menuju kelanjutan hidup bertetangga yang dibina, baik itu menyangkut manusianya ataupun media yang menjadi primadona saling berkunjung. Pusat perhatian dalam tesis ini sebenarnya menyoroti ketika semakin terdegradasi esensi budaya masyarakat itu namun tidak mengurangi keterikatan mereka menyangkut aspek kekerabatan, ekonomi, agama dan kepercayaan yang ternyata dari hasil penelitian menunjukkan gejala keseimbangan antar aspek kehidupan manusia dalam arti memenuhi kebutuhan hidupnya yang pada akhirnya melahirkan konsep kebutuhan manusia dengan temuan-temuan karakteristik masyarakat, dalam penelitian berjudul "Haima" Suatu Kajian Tentang Integrasi Masyarakat Desa di Irian Jaya dan Papua Nugini.
Beberapa pegangan masyarakat ini adalah : Pertama, kedua masyarakat ini selalu dikaitkan dengan latar belakang kekerabatan yang menghasilkan produk saling berkunjung yang didalamnya terjadi aktivitas-aktivitas yang mengandung muatan ekonomi, sosial, dan agama. Dengan kata lain bahwa kekerabatan merupakan hal yang sangat pokok dalam melakukan kegiatan Haima tersebut. Kedua, kenyataan bahwa nilai kelanjutan hidup manusia adalah nilai ekonomi. Walaupun aktivitas kehidupan lain semakin baik, tetapi peran perantara transaksi ekonomi dari tukar menukar sampai pada jual beli pada akhirnya menjadi patokan stratifikasi sosial seseorang dalam cakupan adat berkunjung. Ketiga, upaya untuk meningkatkan peran agama dan kepercayaan adalah penentu sosok kepribadian yang integral dalam menghadapi proses pembangunannya.
Hipotesis ini adalah semakin berkembangnya masyarakat atau lebih luas lagi disebut bangsa menuju globalisasi tetapi yang terjadi ternyata adanya "Keseimbangan" dalam tanda kutip antara nilai-nilai kekerabatan, ekonomi maupun agama dan kepercayaan selalu dapat hidup berdampingan mengikuti proses-proses pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T9739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eduard
"Didalam negara yang masyarakatnya bercorak plural society, yang terdiri dari berbagai jenis suku bangsa atau etnis dengan pola kebudayaan, adat istiadat, agama, ras, yang beraneka ragam, pengetahuan tentang integrasi sosial yang terjadi antar kelompok masyarakat sangat panting artinya, karena dengan mengetahui prihal kondisi yang dapat menimbulkan serta mempengaruhi bentuk atau tipe integrasi tertentu, pengetahuan tersebut dapat disumbangkan bagi usaha pembinaan persatuan bangsa. Terlebih dengan adanya fenomena yang terjadi diakhir abad ke 20 ini, yakni kecenderungan munculnya gejala disintegrasi yang melanda negara-negara bangsa. Pengalaman bangsa-bangsa di dunia yang memiliki masyarakat yang majemuk menunjukan, tidaklah mudah menjamin terpeliharanya integrasi nasional. Sering kali bangsa-bangsa tersebut larut dalam berbagai konflik antar kelompok ( suku, agama, ras) yang menyebabkan goyahnya persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan sampai mengakibatkan,pecahnya suatu bangsa seperti yang dialami negara Republik Federasi Yugoslavia, Republik Sosialis Uni Soviet, Ceko dan Slovakia, Irak dengan suku Kurdinya, serta kekacauan-kekacauan yang hingga kini sedang melanda bangsa-bangsa yang memiliki masyarakat yang majemuk."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zalbi Ikhsan
"Pertemuan antar kelompok etnis yang berlainan dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti ; adaptasi, integrasi, konflik sosial dan sebagainya. Desa Sidorahayu sebagai desa pemukiman transmigran yang berasal dan Jawa ( Jawa Barat, Jawa tengah, dan Jawa Timur ), maupun transmigran lokal yang berasal dari Sumatera Selatan sendiri, mengalami juga masalah integrasi. Karena itu masalah yang akan dijawab antara lain; bagaimana proses integrasi sosial bisa terwujud /tercapai diantara kelompok etnis yang ada, hal-hal apa yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan proses tersebut.
Teori - teori integrasi yang dikemukakan oleh para sosiolog banyak dipakai dan digunakan sebagai acuan utama untuk menjelaskan atau menggambarkan proses integrasi yang terjadi pada kelompok - kelompok yang berbeda latar belakang sosial budaya dan asal usul daerah dalam studi ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara metode deskripsi dan eksplanasi dengan memilih masyarakat desa Sidorahayu , Kecamatan Babat Toman- Musi Banyu Asin-Sumatera Selatan, sebagai lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan; wawancara berstruktur dengan responden sampel, wawancara bebas dengan sejumlah informan, pengamatan langsung terhadap kehidupan masyarakat, dan penelaahan dokumen. Data yang diperoleh dianalisa secara kuantitatif dengan bantuan tabel-tabel.
Kenyataan menunjukkan, bahwa penempatan transmigran di desa Sidorahayu dilaksanakan dari bulan juli 1981 sampai dengan bulan September 1982, telah berhasil memukimkan sebayak 707 KK ( 3.044 jiwa ) dengan perbandingan asal usul daerah atau etnis: Etnis Sunda 1.047 jiwa ( 34.39 % ), Jawa sebayak 1.162 jiwa (37.32%) dan Melayu sebanyak 861 jiwa (28.29 % ).
Dalam sejarah perkembangan masyarakat desa Sidorahayu dari tahun 1981 / 1982 sampai saat penelitian ini berlangsung, temuan penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, telah terjadi perkembangan penduduk desa dikarenakan adanya perpindahan, sehingga penduduk desa yang dulunya berjumlah 3.044 jiwa ( 707 KK ) sekarang berjumlah 2.639 jiwa ( 646 KK ). Kedua kebijaksanaan pemukiman penduduk yang diterapkan dengan sistem ?integrated pluralism ? yang tidak memisahkan secara geografis asal usul, telah mendorong mereka untuk membiasakan diri melihat sesuatu dalam perspektif yang lebih luas. Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka telah banyak terjadi perkawinan campuran antara Melayu - Jawa, Melayu - Sunda, Jawa - Sunda dan sebaliknya. Sebab itulah hubungan interaksional sesama mereka dan diantara mereka tidak hanya terbatas pada kesamaan asal usul daerah/kelompok etnis, tetapi mulai terjalin hubungan yang lebih luas dengan sesama warga desa, dan ini bermakna bahwa telah terjadi kultural struktural didalamnya, yang dengan kekuatan itu konflik sosial dapat dihindari. Hal ini didukung pula oleh lamanya kurun waktu kehidupan bersama dengan pola pemukiman yang membaur diantara mereka, memungkinkan pola interaksi yang ditampilkan dalam kehidupan sehari - hari mencerminkan status ketetanggaan yang ada pada seseorang.
Dalam hubungan interaksional yang lebih luas yakni antar kelompok, nilai-nilai etika agama yang mereka anut dan budaya masing -masing kelompok dapat diterapkan sepenuhnya. Rendahnya tingkat pengetahuan timbal balik tentang nilai, norma dan adat kebiasaan ternyata tidak diartikan secara kaku, karenanya interaksi dan partisipasi timbal balik nyata lebih intensif. Tidak diketemukan sikap antipati antara satu sama lain, sekalipun individu maupun salah satu kelompok berada pada posisi pengambil prakarsa. Kesediaan seperti itu mencakup berbagai derajat pemahaman simpatik terhadap sesama warga desa, sebagai tetangga, sebagai teman seperkumpulan, sebagai teman kerja sama dalam mengatasi masalah ekonomi rumah tangga. Karenanya identitas diri mereka berkembang dan muncul kembali dalam peranan sosial yang ditampilkan.
Sampai saat penelitian ini berlangsung, kenyataan menunjukkan, bahwa dengan adanya motivasi agama dan budaya diantara mereka sekaligus menjadi potensi positif untuk mendorong proses integrasi sosial. Mereka mampu secara tepat dapat menempatkan perbedaan asal usul daerah dan paham aliran agama yang dianut, ataupun bidang usaha dan pekerjaan yang berbeda, tidak sebagai dikotomi yang harus dipertentangkan, melainkan sebagai suatu dualisme yang berjalan sejajar dan beriringan untuk saling melengkapi dalam sisi kelebihan dan kekurangannya. Karena itu kekuatan - kekuatan integratif yang ada dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai media, sarana dan wahana sosialisasi guna mencapai derajat integrasi sosial yang diinginkan, yakni kehidupan berdampingan secara damai dan harmonis.
Kesimpulan dari studi ini adalah integrasi sosial diantara kelompok etnis yang ada kini telah tercapai, yakni telah terbina dan terciptanya kehidupan berdampingan dan bertetangga secara rukun, damai dan harmonis. Namun sekalipun tercapainya integrasi sosial tersebut, tidak sekaligus berarti tidak adanya benih-benih konflik atau potensi konflik. Benih-benih konflik atau potensi konflik, terutama dikarenakan perbedaan dalam mata pencaharian, bidang usaha dan penguasaan lahan pertanian yang mencolok, cukup potensial dan masih perlu diwaspadai dimasa-masa mendatang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin Mansur
"Masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana kaitan antara etnik keturunan Arab dengan integrasi nasional Indonesia dalam perspeksif ketahanan nasional. Siapa keturunan Arab itu, bagaimana identitas kelompok dan interaksi sosialnya serta aspek-aspek apa yang memiliki potensi serta menghambat integrasinya dengan penduduk pribumi. Demikian pula bagaimana sikap dan pandangannya terhadap penduduk pribumi dan begitu pula sebaliknya. Data yang terkumpul melalui teknik kuesioner terhadap 140 orang responden (70 orang dari keturunan Arab dan 70 orang dari pribumi ), wawancara dengan 23 orang keturunan Arab dan pribumi, observasi langsung dan data kepustakaan, dianalisis dengan metoda analisis deskriptif.
Dari hasil penelitian, dapat digambarkan bahwa keturunan Arab yang terdapat di beberapa lokasi dan daerah dan tersebar di seluruh Indonesia, kakek moyangnya adalah orang Arab yang umumnya berasal dari Hadramaut yang menetap tinggal dan berkembang di Indonesia turun-temurun melalui lembaga perkawinan dengan wanita penduduk pribumi. Beberapa faktor yang merupakan identitas kelompok keturunan Arab seperti faktor bahasa, pendidikan, organisasi sosial, organisasi politik, yang semestinya keturunan Arab mendukungnya sebagai solidaritas kelompoknya, ternyata tidak mendukungnya sehingga solidaritas kelompoknya tipis atau lemah, yang akibatnya mereka berinteraksi dan berintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan dengan kelompok lain di luar kelompoknya / pribumi sehingga terbinalah komunikasi dan kebersamaan dalam masyarakat majemuk Indonesia, dan kondusif bagi ketahanan nasional.
Faktor waktu keberadaan keturunan Arab yang telah lama, telah memberi kesempatan kepada mereka untuk menyerap dan terpengaruh oleh kebudayaan setempat sehingga walaupun asalnya dari tanah Arab, mereka tidak berorientasi ke tanah leluhurnya itu, tapi berorientasi Indonesia, memiliki sense of belonging, merasa Indonesia tanah airnya, terlibat dalam berbagai perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia. Sikap dan pandangan positif penduduk pribumi terhadap keturunan Arab dan demikian pula sebaliknya, memiliki makna positif bagi terbinanya kebersamaan dan saling harga menghargai sehingga kondusif bagi ketahanan lingkungan, daerah dan bemuara pada ketahanan nasional."
2000
T11171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koharudin Haerul Iman
"ABSTRAK
Pendahuluan
Latar Belakang
Apabila memperhatikan negara-negara berkembang yang baru merdeka, masyarakat manusia dalam memperjuangkan hidup untuk mencapai kekuasaan bergerak dan periode "Satu orang yang berkuasa (monarki) ke beberapa orang yang berkuasa (oligarki) dan berakhir pada semua orang berkuasa (demokrasi)".
Ungkapan diatas menurut Arief Budiman dewasa ini ada banyak negara yang berada pada periode semua orang berkuasa (demokrasi).
Kemerdekaan pada periode demokrasi yang telah dicapai negara-negara berkembang bukanlah suatu proses pergerakan yang mudah dan tanpa perjuangan, tetapi cukup banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama bagi bangsa yang lahir sebagai masyarakat majemuk seperti Indonesia.
Suatu perjuangan menegakkan pesatuan dan kesatuan bangsa ternyata pada banyak negara berkembang justru nampaknya lebih berat dari pada memenangkan kemerdekaan.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaliyah Mutiara Hadi
"Memperkuat value-chain MNE (Multinational Enterprises) membutuhkan ketahanan dari perusahaan cabang mereka yang terus menghadapi tantangan atas ketersinambungannya secara global. Peneliti sebelumnya telah mengemukakan bahwa flexibilitas dalam memasuki, mengubah, dan meninggalkan aliansi di host-country, bisa mengangkat masalah yang timbul di sana, sehingga memudahkan subsidiary mengambil pilihan-pilihan strategis yang diinginkan. Namun, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum flexibilitas strategi dilakukan. Studi empiris secara quantitatif yang berlandaskan pada teori "Resource-Based View" dalam konteks manajemen strategi internasional ini, maka, akan mengambil makna dari penemuan atas aspek strategi flexibilitas dari latar belakang tersebut. Berfokus pada hubungan antara aliansi strategis dan faktor penentu dan integrasi vertikal dengan perusahaan induk, penelitian ini pun menguji bahasan tersebut menggunakan regresi OLS. Pengaruh moderasi dari risiko politik host-country juga kemampuan internal perusahaan cabang untuk networking melalui manajer berlatar belakang asing bagi host-country, diselidiki melalui survei terhadap manajer operational di level menengah dalam perusahaan kecil hingga besar yang mendiami berbagai negara berisiko politik. Dari sampel ini, ditemukan implikasi manajerial yang membuktikan bahwa keterikatan ke perusahaan induk mendukung pengambilan keputusan mengenai aliansi di host-country karena desentralisasi yang ada dalam perusahaan cabang, namun, dapat terganggu oleh risiko politik dan kemampuan manajer asing dalam membangun hubungan dengan partner. Penelitian ini membantu mengklarifikasi koneksi bentuk integrasi vertikal antara perusahaan cabang dan induk yang ada, dengan pilihan-pilihan aliansi strategis, di dalam situasi politik yang mengancam serta komposisi manajer asing yang telah ditetapkan.

Strengthening MNEs (Multinational Enterprises) value-chain requires their subsidiaries' sustainability that are constantly challenged due to being globally interconnected. Previous researcheshave posited that flexibility in entering, modifying, and exiting alliances in the host-country, could alleviate the issue, enabling subsidiaries to pursue desired strategic choices. Several considerable aspects, nevertheless, should be weighed prior to its execution. This quantitative empirical study upon the reource-based view foundation, thus derives from that finding and focus on strategic alliance's relationship with a detrimentally affecting factor, vertical integration with the parent company, as tested using OLS regression. Moderating influences from the host-country's political risk and their internal ability to form networking in the host-country through foreign managers are surveyed on middle-level operational managers from small to large companies residing in various politically risky countries. From there, the managerial implications draw that integratedness to parent companies promotes alliance decision-making due to decentralization in subsidiaries but can be hampered by host-country's political risk and foreign managers' established bond with partners. This research helps clarify the connection between settled vertical integration to strategic alliances choices, with given political threats and prospective foreign manager composition. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>