Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151364 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melania Eka Widia Dewi
"Peningkatan produksi suatu produk dilakukan bila terdapat peningkatan permintaan dari pasar. Seiring dengan meningkatnya produksi, kapasitas produksi tentunya juga harus ditingkatkan, antara lain dengan melakukan penambahan tenaga kerja, mesin, area kerja, dll. Sebelum melakukan penambahan tersebut, terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan untuk mengetahui seberapa besar penambahan yang harus dilakukan dan kelayakannya dari segi finansial.
Pada penulisan ini dilakukan studi kelayakan penambahan mesin injeksi dalam rangka pemenuhan kebutuhan pesanan produksi part kamera pada perusahaan yang bergerak di bidang moulding dan injeksi. Diharapkan dari hasil penelitian studi kelayakan ini dapat diketahui kelayakan secara finansial dan pasar dari penambahan mesin yang dilakukan.
Dari hasil studi kelayakan yang dilakukan terlihat bahwa akan terdapat peningkatan permintaan yang cukup signifikan sehingga dibutuhkan penambahan mesin injeksi. Dari segi finansial dan pasar, penambahan mesin injeksi ini dapat dikatakan layak.

As the demand increase, production capacity might also be improved; either adding the labors, machines, activity area, etc, or combinations of those production factors. In case a production factor should be added, a study must be done to analyze whether this addition is feasible in terms of financial and market condition.
This study analyzes the feasibility study of the addition of injection machine in order to accomplish the requirement orders of part camera production in moldings and Injection Company.
The result of this study shows that the addition of machine injection is feasible based on financial and market condition.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Pranata
"Dalam dunia bisnis, strategi pemasaran atas barang yang diproduksi sangatlah penting sebagai bentuk kemajuan sebuah perusahaan, salah satunya adalah pemberian insentif penjualan kepada pembeli (distributor). Di lain hal insentif penjualan merupakan objek pajak, Namun dalam pelaksanaannya lawan transaksi tidak mau dipotong pajak atas insentif yang diterima tersebut. Sehingga PT XYZ melakukan perencanaan pajak atas insentif yang dibayarkannya, dengan mengalihkan ke bentuk pemberian diskon (potongan penjualan). Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif melalui studi lapangan dan studi literatur dengan tujuan mengetahui perlakuan perpajakan atas strategi yang dilakukan PT XYZ mengenai pemberian insentif penjualan dalam bentuk pemberian diskon. Dan didapatkan hasil, bahwa pemberian insentif penjualan dalam bentuk pemberian diskon yang dilakukan PT XYZ masih mengandung resiko perpajakan meskipun tidak secara langsung dampaknya. sehingga sebaiknya diskon diberikan setelah target tercapai, tapi jika dilihat dari segi peningkatan penjualan barang dagangan di tiap tahunnya, maka strategi yang dilakukan PT XYZ sangatlah optimal. Sedangkan disisi pemerintahan sebaiknya pemerintah dalam membuat regulasi mengenai pemberian insentif penjualan, lebih memperjelas lagi aturan mengenai insentif dan diskon ,agar tidak timbul dugaan asumsi atau cara-cara dari wajib pajak yang berakibat pada penurunan penerimaan pajak dikemudian hari.

In the business world, marketing strategies for goods produced is very important as a form of company development, one of which is giving sales incentive to the buyer (distributor). On the other hand is a tax object of sales tax incentives, but in actual a customer doesn?t want to cut tax on incentive received. So tha XYZ company on tax planning incentives paid, by diverting to the form of discounting (discount sales). This study used a qualitative descriptive research through field studies and literature studies with the aim of knowing tax treatment of the strategy at XYZ company on sales incentives in the form of discounting. And the obtained results, that the provision of sales incentives in the form of discounting is done XYZ company is still a risk of taxation though not directly affected. so the discount should be given after the target is reached, but if viewed in terms of merchandise sales increased in each year, then performed XYZ company strategy is optimal. Whereas, the government side. the government should make regulations regarding the sales incentives, further clarify the rules again on incentives and discounts, so as not to arise suspicion assumptions or ways of the taxpayer that resulted in a decrease in future tax revenue."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Yama Eka Putra
"PT.X adalah produsen komponen mesin mobil yang bergerak dalam industri sektor otomotif, khususnya dalam bidang sintered powder metallurgy. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat, di dukung oleh pertumbuhan sektor otomotif yang tinggi dimana volume penjualan mobil diproyeksikan tumbuh 14% per tahun, adalah daya tarik bagi PT.X untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kelayakan rencana pembangunan plant PT.X dengan mempertimbangkan aspek-aspek kelayakan seperti NPV, IRR dan Payback Period. Perhitungan yang dipergunakan menggunakan metode capital budgeting yang disertai oleh analisis sensitivitas dan analisis skenario. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa proyek tersebut layak untuk dilaksanakan dengan NPV ≥ 0, IRR > WACC, dan Payback Period < jangka waktu yang dipersyaratkan. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan harga jual, inflasi dan pertumbuhan volume penjualan merupakan 3 komponen yang amat berpengaruh pada analisis sensitivitas. Pada analisis skenario menunjukkan bahwa dalam skenario optimis pertumbuhan harga jual, inflasi, pertumbuhan volume penjualan, dan asumsi lainnya naik 5%, sehingga proyek tersebut semakin layak untuk dilaksanakan. Hal ini berbeda dengan skenario pesimis dimana pertumbuhan harga jual, inflasi, pertumbuhan volume penjualan, dan asumsi lainnya turun 5%, sehingga menjadikan proyek ini tidak layak untuk dilaksanakan karena NPV < 0 dan IRR < WACC , meskipun Payback Period masih berada di bawah jangka waktu yang dipersyaratkan.

PT. X is one of the car component supplier that focused in automotive sector, especially in sintered powder metallurgy. The main reason that PT. X wants to invest with build new plant in Indonesia is the Indonesia?s economic growth that supported by automotive sector will be increased approximately 14% annually. This thesis analyzes the feasibility study of building of new plant PT. X with consider the feasibility aspects such as NPV, IRR and Payback Period. The calculation used in this thesis using capital budgeting method with analysis sensitivity and scenario analysis. The result of the calculation showed this project was feasible to be implemented because the NPV ≥ 0, IRR > WACC, and Payback Period < management`s project duration. In sensitivity analysis showed that selling price growth, inflation rate and selling volume growth were the most influenced aspects in sensitivity analysis. Furthermore the scenario analysis showed the increase of 5% , optimistic mode, in selling price growth, inflation rate, selling volume growth and others assumptions made this project feasible to be implemented. While in the pessimistic mode, the decrease in 5% of selling price growth, inflation rate, selling volume growth and other assumptions made this project not feasible to be implemented because the NPV < 0 and IRR < WACC eventhough the Payback Period still follow the management`s project duration."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusti Riyadini
"Peningkatan trend biaya perbaikan dan pemelihaaraan alat berat di P.T. X, berdasarkan data laporan perusahaan tahun 2019-2022, menyebabkan manajemen perusahaan mendesak karyawannya untuk dilakukannya efisiensi biaya. Salah satu usaha dalam menekan biaya pemeliharaan dan perbaikan alat berat, P.T. X melakukan pengalihan produk suku cadang yang digunakan saat ini ke suku cadang yang lain, dengan brand, kualitas, dan harga yang diharapkan lebih baik. Selain untuk tujuan penekanan biaya, proses bisnis pengalihan produk merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mengakomodasi ide-ide perbaikan dari karyawan untuk menjadikan proses bisnis pemeliharaan dan perbaikan alat berat menjadi lebih baik, yang secara berkelanjutan merupakan wadah yang dipakai oleh P.T. X untuk memfasilitasi proses perbaikan terus-menerus (Continuous Improvement). Kendala yang saat ini terjadi adalah tidak adanya standar prosedur untuk proses bisnis pengalihan produk ini P.T. X, mengakibatkan sulitnya mengetahui waktu yang digunakan dalam sekali proses bisnis pengalihan produk dan kapan implementasinya dapat diterapkan perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memodelkan proses bisnis, melakukan analisis proses bisnis, dan melakukan perbaikan proses bisnis model untuk meningkatkan performa di area pengadaan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode bisnis kualitatif berupa observasi dan wawancara yang kemudian dilakukan analisis perbaikan proses bisnis dengan cara memetakan proses bisnis saat ini, melakukan analisis penambahan nilai, analisis pemborosan, serta mengusulkan model proses bisnis yang baru. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan perbaikan dari sisi kualitas yaitu tidak lagi ada pengulangan aktivitas pada proses bisnis pengalihan produk ini, dari sisi biaya dapat menghasilkan penghematan sebesar Rp.17.727.273,- hingga Rp.30.000.000,-, kemudian dari sisi waktu dapat mempersingkat waktu yang dibutuhkan dalam sekali proyek selama 13-22 hari.

Increasing trend of heavy equipment repair and maintenance costs at Company X, based on the company's report data yearly, causes the company's management to urge its employees to carry out cost efficiency. One of the efforts to reduce maintenance and repair costs, Company X changed the spare part currently used to other spare parts, with better brand, quality, and expected prices. In addition to the purpose of reducing costs, the product diversion business process is a process that is intended to accommodate improvement ideas from employees to make the operational getting better, which is constantly used by Company X to facilitate the continuous improvement process. The current obstacle is the absence of a standard procedure for this product diversion business process Company X, resulting in the difficulty of knowing the time needed in a project product diversion business process and when its implementation can be run by the company. The purpose of this research is to model business processes, conduct business process analysis, and improve business process models to increase the performance in the procurement area. The method used in this study is a qualitative business method in the form of observations and interviews which are then analyzed to improve business processes by mapping current business processes, conducting value added analysis, analyzing waste, and proposing new business process models. The results of this study are showing improvements in terms of quality, namely there is no repetition of activities, from a cost aspect it can generate savings of Rp.17,727,273.- to Rp.30,000,000.-, then in time aspect it can shorten the time needed in one project for 13-22 days."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiswanto
"Industri maritim/perkapalan yang maju, yang mampu mendukung dan meningkatkan armada lautnya perlu dimiliki oleh Indonesia guna mewujudkan Wawasan Nusantara. dan pembanguian Nasional sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia untuk menghadapi kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA - 2003). Kapal laut sebagai salah satu produk industri maritim merupakan prasarana perhubungan laut, baik dari jenis kapal niaga untuk mengangkut barang - barang perdagangan maupun kapal perang untuk mengamankan wilayah dan hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian bagi Indonesia industri maritim merupakan kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi, mengingat letak geografis yang terdiri dari pulau-pulau, sehingga perlu untuk dikembangkan. Pengembangan industri maritim selain mencakup kualitas, kuantitas dan SDM juga pengembangan teknologi canggih untuk keperluan komunikasi, pendeteksian (Radar) dan operasionalnya.
Untuk mewujudkan maksud tersebut Pemerintah menunjuk PT.XYZ Indonesia Persero (Perusahaan manufacturing-BUMNIS) sebagai wahana pengemban misi Nasional dengan tetap mempertahankan aspek bisnis. Tetapi dengan perekonomian dunia yang semakin global, mampukah PT. XYZ Indonesia bersaing dengan Negara lain?. Berdasar ulasan ini, penelitian kesiapan PT. XYZ Indonesia mengemban misi dikaitkan dengan kawasan perdagangan bebas ASEAN-2003, menjadi inti penulisan Tesis ini.
Pendekatan teoritis dengan matriks SWOT dan strategi bersaingnya "Michael E. Porter" . merupakan kunci utama dalam analisis ini. Sedang posisi strategi PT. XYZ Indonesia - ditentukan dari hasil analisis kekuatan/peluang dan kelemahan/ancaman baik yang berada didalam maupun diluar perusahan, yang secara matriks SWOT posisinya berada pada kwadran III (Survival). Sehingga untuk menghadapi perdagangan bebas Internasional dapat ditentukan perkembangannya.
Strategi pengembangan tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam menghadapi era globalisasi, namun demikian kebijakan Pemerintah yang menitipkan misinya di BUMNIS ini sangat menentukan kelangsungan hidup dan pengembangannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wasis Pramono
"Masalah yang dihadapi oleh bagian perencanaan dan pengendalian produksi pada Departemen Sepatu Canvas PT Sepatu X adalah membuat perencanaan produksi yang sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini dalam memenuhi permintaan pasar.
Dengan adanya masalah tersebut, maka tujuan dari studi ini adalah menyusun perencanaan produksi sebagai upaya memperbaiki sistem yang ada.
Setelah melakukan perhitungan dan analisa, maka diusulkan pendekatan Strategi Perencanaan Produksi Agregat (Aggregate Production Planning) sebagai alternatif pemecahan masalah. Pendekatan Strategi Agregate Planning antara lain:
1. Strategy Exact Production Vary Workforce
2. Strategy Constant Workforce, Vary Inventoryand Stockour
3. Strategy Constant Low Workforce, Subcontract
4. Strategy Constant Workforce, Overtime
Dari hasil perhitungan empat Strategi Perencanaan Agregat tersebut diatas, diharapkan akan diperoleh alternatif rencana biaya produksi yang paling ekonomis.

The problem faced by the Planning and Production Control Division at the Canvas Shoes Department of PT Sepatu X is to make an appropriate production planning program in accordance with the company's present condition to fulfill market demand. In view of the above problem, the purpose of this study is to make a production planning system in order to improve the existing system.
After carrying out some calculation and analyses, it is suggested that the Aggregate Production Planning is one of the alternatives to solve the problem. The approaches of Aggregate Planning Strategy are:
1) Strategy Exact Production Vary Workforce
2) Strategy Constant Workforce, Vary Inventory and Stockout
3) Strategy Constant Low Workforce, Subcontract
4) Strategy Constant Workforce, Overtime
From the above four strategies, the most economic and visible strategy will be chosen."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T5917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Cesar Petrus
"ABSTRAK
Thesis ini disusun sebagai panduan bagi PT. SAJ dalam mengaplikasikan levers of
controls berdasarkan kinerja mereka di tahun 2009. Dimana pada tahun 2009
perusahaan menghadapi pembahan dalam lingkungan usaha mereka yang
mengharuskan manajemen melakukan penyesuaian strategi menjadi "Stability
Paused and Proceed with Careful" dan "Cost Leadership". Pembahasan dalam
thesis ini meliputi: (1) Diagnostic Control Systems dengan menggunakan
balanced scorecard, (2) Interactive Control System's, (3) Belief Systems serta (4)
Boundary Systems Hasil penelitian menyaranlcan agar balanced scorecard
disosialisasikan kepada seluruh karyawan sebagai alat komunikasi untuk
penyampaian strategi perusahaan dan alat penilaian kinerja yg adil. Perusahaan
juga sebaiknya menggunakan hasil evaluasi visi yang tertuang dalam penelitian
ini untuk kepentingan perusahaan

Abstract
This thesis was written as guidance in applying four levers of control in PT SAJ
using its performance in 2009, In 2009, company face a change in their business
environment that force top management to change their strategy into "Stabilityz
Paused and Proceed with Careful" and "Cost Leadership" for 2009 and beyond.
The discussion in this thesis include: (1) Diagnostic Controls Systems using
balanced scorecard, (2) Interactive Control Systems, (3) Belief Systems serta (4)
Boundary Systems, This research suggest that the company socialized the
balanced scorecard as a tool to communicate company's strategy and as a tool for
a fair performance evaluation, The company should also use the evaluation result
for the company's vision for the company's benefit in the future"
2011
T32206
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hebran
"Sejak krisis ekonomi tahun 1998 yang melanda negara kita sampai hari ini, para pakar hukum, ekonomi, politik dan lainnya mencari-cari apa penyebab dari krisis tersebut dan mengapa Indonesia sangat sulit bangkit dari keterpurukannya dibandingkan dengan negara-negara asia lainnya, yang sudah cepat kembali bangkit seperti sedia kala. Setelah ditelaah, dianalisa, diseminarkan, dan sebagainya akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu penyebab krisis negara kita dan sulitnya bangkit dan keterpurukan tersebut, karena baik pemerintah Republik Indonesia dengan birokrasinya maupun perusahaan-perusahaan swasta dan BUMN di Indonesia tidak menjalankan atau mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Prinsip-prinsip tersebut sebenarnya telah mulai dilaksanakan oleh puluhan negara sejak tahun 1992 melalui prakarsa-prakarsa nasional masing-masing negara. Bahkan, negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Australia, Brazil, Korea Selatan, Malaysia, Thailand dan India telah menyusun laporan nasional dan mulai melaksanakan rekomendasi-rekomendasi yang disusun oleh para ahli, pada level pemerintahan dan level perusahaan.
Di Indonesia, usaha-usaha untuk memperbaiki corporate governace juga telah dimulai, baik karena tekanan dari IMF yang mensyaratkan kelanjutan bantuan keuangan berdasarkan perbaikan dibidang corporate governance, maupun melalui inisiatif sendiri dengan membentuk Komite NasionaI mengenai kebijakan Corporate Governance yang hasilnya mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance yang dapat digunakan oleh perusahaan¬-perusahaan di Indonesia, dan forum-forum serta asosiasi-asosiasi bisnis dan profesi yang terus berkembang pesat sampaisaat ini. Kelemahan implementasi Good Corporate Governance adalah disebabkan lemahnya kesadaran dan pengetahuan untuk meningkatkan good corporate governance dikalangan Direksi, Dewan Komisaris dan Exekutif senior lainnya.
Peneliti melihat bahwa fungsi dari Dewan Komisaris dan Komite Auditlah yang seharusnya berperan banyak dalam mengimplementasikan good corporate governance pads perusahaan-perusahaan di Indonesia. Peneliti dalam tesis ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif, dengan data sekunder serta bahan primer, sekunder maupun tattier untuk menyusun tesis Fungsi Dewan Komisaris sebagai pengawas Direksi dalam mengelola organisasi perusahaan dalam prakteknya sangat lemah di Indonesia, sehingga dengan adanya Komite Audit yang diketuai oleh Komisaris Independen yang berfungsi untuk membantu Dewan Komisaris maka diharapkan akan memperkuat fungsi pengawasan di dalam organisasi perusahaan, berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alen Septanto
"Antara tahun 1997 sampai 1998, Indonesia dan sebagian negara lainnya di kawasan Asia mengalami krisis moneter yang dipicu oleh jatuh tempo utang luar negeri yang dimiliki oleh negara-negara tersebut. Hal ini mengakibatkan kondisi perekonomian Indonesia mengalami goncangan yang hebat sehingga banyak perusahaan dalam negeri yang mengalami kebangkrutan.
Pada tahun 2005 yang lalu, perusahaan-perusahaan dalam negeri kembali mengalami cobaan yang hebat dengan adanya keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik, harga BBM, (dua kali dalam tahun 2005), dan peningkatan nilai inflasi dalam negeri yang mencapai 18 %.
PT. Wijaya Karya Intrade sebagai salah salah satu perusahaan manufaktur yang bergantung pada konsumen mereka, terutama perusahaan pembuatan kendaraan bermotor, juga menerima dampak ketidak stabilan ekonomi tersebut. Dampak dari kenaikan BBM dan nilai inflasi adalah berkurangnya kebutuhan masyarakat terhadap kendaraan bermotor menyebabkan PT. Wijaya Karya Intrade sebagai salah satu perusahaan pemasok suku cadang kendaraan bermotor mengalami kesulitan karena berkurangnya permintaan pembuatan suku cadang tersebut dari para perusahaan pembuat kendaraan bermotor sehingga PT. Wijaya Karya Intrade terpaksa harus bekerja dalam kondisi di bawah kondisi efisien.
Untuk mengatasi kondisi bekerja di bawah kondisi efisien ini maka PT. Wijaya Karya Intrade berusaha untuk meningkatkan kinerja setiap bagian yang ada dalam kerangka supply chain. Kaya akhir ini berusaha untuk menganaiisis sejauh mana PT. WKI, terutama unit bisnis P3, telah melakukan peningkatan dalam kegiatan usahanya yang dapat meningkatkan kualitas dan nilai produk yang dibuat di pabrik P3.
Dari hasil analisis yang dilakukan, penulis menemukan ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki agar unit bisnis P3 dapat memberikan hasil yang maksimal bagi para konsumennya. Beberapa hal tersebut antara lain adalah belum diterapkannya teknologi informasi yang tepat, perencanaan tingkat inventori yang belum tepat, defisiensi dalam proses produksi, dan SCM yang belum terintegrasi.
Dari hal-hal yang telah disebutkan diatas maka penulis dapat mengusulkan beberapa hal sebagai solusi dari masalah yang ada. Solusi-solusi yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan penerapan teknologi informasi yang sebaiknya dimulai dalarn waktu yang dekat sebagai tindakan pencegahan untuk menanggulangi peningkatan perrnintaan yang kemungkinan akan terjadi.
2. Peningkatan efisiensi proses produksi dengan perencanaan yang lebih diperhitungkan dengan lebih seksama dan proses desain cetakan yang lebih akurat sehingga mengurangi delay dalam produksi.
3. Perencanaan tingkat inventori dengan manual reorder point method sehingga diharapkan tidak akan terjadi lagi kekurangan bahan bake di tengah-tengah proses produksi yang akan menambah biaya lembur maupun sub kontrak.
4. SCM yang terintegrasi akan terwujud pada unit bisnis P3 apabila ada komunikasi yang lebih mendalam antara unit bisnis P3 baik dengan para suppliernya maupun dengan para konsumennya.

Between 1997 and 1998, Indonesia and some other countries in the Asian region had a monetary crisis which was caused by the due date of their foreign debt. This had caused Indonesian economic condition to be at great disaster and eventually many companies had to declare it bankrupt.
In the year 2005, domestic companies again were shocked by government decision to increase the price of electricity and fuel and gas. This had caused the inflation rate in Indonesia became uncontrollable and rose to 18%.
PT. Wijaya Karya Intrade as one of the manufacturer companies that depends to their customers, especially the automotive producer, also hit by this economical unstability. Price rise of fuel and gas and the increased inflation rate had caused the decrease of peoples need for automobiles and that caused PT. Wijaya Karya Intrade as one of the companies that manufacture spare parts for automotive had difficulties and had to work under inefficient condition.
To deal with this condition, PT. Wijaya Karya Intrade tries to level up the performance of every section in the supply chain framework. This final paper try to analyze how far PT. Wijaya Karya Intrade, especially business unit PPP, have did that can increase the quality and value of their product.
After the analysis process, the writer has found several things that have to be fixed in order to business unit PPP can give maximum outcome for their customers. That several things are the right information technology has not been implemented yet, imperfection in inventory level planning, deficiency in production process, and non-integrated SCM.
After the analysis had been done, the writer has come up with several solutions to help business unit PPP to deal with their problems. The solutions are:
1. The development of the information technology which better to start immediately as a precaution act to deal with the increasing demand that going to happen in the short term.
2. Efficiency enhancement of the production process with extra caution planning and careful design process so it can decrease delay in production.
3. Inventory level planning with the use of manual reorder point method so that material emptiness will no longer happen in the middle of the production process that can increase the cost for subcontract and overtime.
4. Integrated SCM will be accomplished as long as business unit PPP can build an inner communication bridge between themselves with suppliers and customers.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haloho, Deddy Fernando Wendry
"Budaya keselamatan (Safety Culture) adalah sub dari budaya organisasi/perusahaan yang digunakan untuk menyatakan suatu nilai (value), sikap (attitude) yang menjadi perilaku (behaviour), persepsi (perception), dan kepercayaan (belief) yang dimiliki dalam suatu perusahaan terkait aspek keselamatan. Konsep budaya keselamatan ini pertama kali dikemukakan setelah terjadinya ledakan pada reaktor nuklir chernobyl pada tahun 1986. Didalam laporan penelitian ini, penulis akan menganalisis terkait penerapan budaya keselamatan kerja di salah satu perusahaan minyak dan gas yaitu PT.JHH. Dari hasil review terhadap data kecelakaan kerja (2014-Jun 2018) di PT JHH terlihat adanya aspek perilaku tidak aman (Unsafe act) sebesar 63 % menjadi faktor yang dominan sebagai penyebab kecelakaan.
Dari hasil observasi lapangan juga terlihat dan diduga adanya perbedaan penerapan aspek budaya keselamatan diantara pekerja yang berada di lapangan dan di kantor, pekerja yang muda dan berpengalaman, pekerja permanent dan pekerja kontrak. Dari data-data ini lah yang menjadi perhatian penulis untuk dijadikan bahan penelitian didalam menganalisis profil budaya keselamatan kerja secara umum dan pada kategori pekerja-pekerja tersebut. Penelitian yang diaplikasikan dalam studi ini adalah penelitian mixed methods yaitu sebagian data akan dinilai secara kuantitatif dan sebagian lagi akan dinilai secara kualitatif.
Hasil penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif dengan kajian yang mendalam (in depth analysis) Metode yang digunakan untuk menganalisis aspek budaya keselamatan ini yaitu dengan metode safety climate level (SCL) dan safety culture maturity model (SCMM). Metode SCL menggunakan media kuesioner yang disebar secara online dengan melibatkan 145 responden (20% populasi) dengan teknik stratified random sampling dan metode SCMM menggunakan teknik focus group discussion (FGD) yang melibatkan 103 responden. Hasil analisis dengan metode SCL didapatkan profil budaya pekerja secara umum adalah 8,07 dimana hal ini dapat diartikan bahwa persepsi pekerja terhadap nilai-nilai keselamatan sudah terinternalisasi dengan baik didalam diri pekerja baik sebagai individu, grup dan organisasi.
Hasil analisis dengan metode SCMM didapatkan profil budaya pekerja secara umum adalah 3,99 yaitu pada level proactive (3,5-4,4). Hal ini dapat diartikan adanya Keterlibatan pekerja secara aktif dan memberikan inisiatif di dalam pencegahan hal hal yang tidak diinginkan dan dalam meningkatkan aspek K3. Dari hasil perhitungan statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan penerapan budaya keselamatan kerja yang signifikan antara pekerja muda vs berpengalaman (Ï? (0,149) > 0,05), pekerja lapangan vs kantor (I(0,147) > 0,05), dan pekerja permanent dan kontrak (Ï (0,771) > 0,05).

Safety culture is a sub of organizational culture / company that is used to declare value , attitude that becomes behavior , perception, and belief that is owned in a company related safety. The concept of safety culture was first established after an explosion at the chernobyl nuclear reactor in 1986. In this research , the author will analyze the implementation of work safety culture in oil and gas companies, namely PT. JHH. Based on review of work accident data (2014-Jun 2018) there were 63% aspects of Unsafe act being the dominant factor as causes of accident.
Based on field observation, it is suspected that there were possible different implementation of work safety culture among these workers , young and experienced workers, permanent workers and contract workers, field workers and office workers. From these data, the author put attention to work on analyzing the profile of work safety culture in general and in the categories of workers. The research applied in this study is a mixed methods study, where some data will be calculated quantitatively and some will be interpreted qualitatively.
This study uses descriptive analysis with in-depth study. The method used to analyze aspects of this safety culture is the method of safety climate level (SCL) and safety culture maturity model (SCMM). The SCL method uses a questionnaire distributed online by involving 145 respondents (20% of the population) with stratified random sampling techniques and the SCMM method using Focus group discussion (FGD) techniques involving 103 respondents.
The results of the analysis with the SCL found that the profile of the work culture in general is 8.07 where it can be interpreted that workers` perceptions of the values of safety have been internalized well within workers both as individuals, groups and organizations. The results of the analysis with the SCMM found that the work culture profile in general is 3.99, which is at the proactive level (3.5-4.4). This can be interpreted as an active involvement of workers and providing initiatives in the prevention of things that are not desirable and in improving aspects of K3. From the results of statistical calculations it can be concluded that there is no difference in the application of a significant work safety culture between young vs. experienced workers (I (0,149) > 0,05), field vs. office workers (I (0,147) > 0,05) and permanent and contract workers (I(0,771) > 0,05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>