Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74293 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ostler, H. Bruce
London: Williams & Wilkins, 1993
R 617.7 OST d
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Jalil
"ABSTRAK
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar garis pandang akan dibias dan terpusat di depan retina pada keadaan mata tidak berakomodasi. Tidak penuhnya koreksi tajam penglihatan pada penderita miopia tinggi setelah dilakukan koleksi dengan pemeriksaan subjektif dan objektif, merupakan keluhan yang banyak dijumpai pada penderita dengan miopia tinggi dalam praktek sehari-hari. Penelitian ini akan melakukan pengukuran panjang aksis bola mata pada penderita miopoa tinggi dengan koreksi tajam penglihatan penuh dan tidak penuh, dan akan diuji secarastatistik apakah ada perbedaan dalam dua kelompok ini."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudardjat Sugiri
"Kebutaan, penurunan fungsi penglihatan dan kesakitan mata telah dinyatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting di wilayah Asia Tenggara (WHO). Berdasarkan WHO maka diperkirakan terdapat 12 juta kebutaan dan 60 juta penurunan penglihatan di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri berdasarkan survai morbiditas mata dan kebutaan tahun 1982 yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Dari angka tersebut prosentase penyebab kebutaan utama ialah :
- katarak 0.70%
- kelainan kornea 0.13%
- penyakit glaukoma 0.10%
- kelainan refraksi 0.06%
- kelainan retina 0.03%
- kelainan nutrisi 0.02%
Banyak macam cara pengobatan penyakit glaukoma baik secara obat-obatan maupun secara operasi. Cara operasi bisa dilakukan dengan membuka aliran akuos dari bilik mata depan ke celah sub konjungtiva pada mata taripa blok pupil, untuk membentuk pengaliran cairan akuos, atau dengan mengurangi pembentukan cairan akuos di badan siliar(3,4,5).
Dari pengalaman klinis dapat terjadi suatu keadaan glaukoma yang berat misalnya glaukoma refrakter atau glaukoma absolut, glaukoma hemaragik atau glaukoma neovaskular, dimana tindakan operasi kurang berhasil. Pada keadaan diatas perlu dipikirkan cara pengobatan yang lebih efektif lain untuk menurunkan tekanan intra okular. Di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, pada glaukoma neovaskular dilakukan tindakan transkleral kriokoagulasi dan transkleral diatermi dengan tujuan mengurangi keadaan iskemia retina/koroid, untuk menurunkan tekanan intra okular.
Sikatrik korioretina terjadi karena kerusakan epitel pigmen retina dan reseptor retina, terjadi penggabungan dari lapisan retina luar ke membrana Bruch, terjadi perubahan jaringan ikat korio-kapiler dan lapisan pembuluh darah koroid dalam, degenerasi dan disorganisasi dari retina sensoris dan sel-sel penyokong (6,8). Keadaan ini dapat terjadi akibat perubahan atau setelah tindakan krioterapi atau diatermi dari pada retina, baik pada perubahan penyakit retina maupun pada terapi glaukoma diatas.
Pada suatu kelainan di retina , dapat di ikuti dengan penurunan tekanan intra okular (T.I.O.) yang moderat, pengurangan aliran humor akuos melalui bilik mata depan, suar ringan di akuos dan peningkatan kadar protein cairan subretinal. Ada 2 hipotesa kemungkinan terjadinya keadaan tersebut. Hipotesa pertama menyatakan bahwa kelainan retina akan menimbulkan inflamasi ringan sistem traktus uvea, disebabkan kegagalan sawar darah-akuos, disertai suar akuos & pengurangan produksi akuos, mengakibatkan peninggian protein cairan sub retinal. Hipotesa kedua mengatakan bahwa terjadi kegagalan ringan sawar darah akuos. Dan juga, produksi akuos tetap normal tetapi terjadi perubahan aliran dari bilik mata belakang kerongga badan kaca, melalui kelainan diretina dan melewati epitel pigmen retina.
Aliran yang tidak lazim ini (misdirected/unconvention al route) dari humor akuos menyebabkan penurunan tekanan intra okular, dan membawa protein dari bilik mata belakang yang akan mengumpui di celah subretinal.
Pembuktian adanya aliran cairan dari badan kaca ke celah retina ini terlihat pada percobaan binatang kera yang disuntikan cairan fluoresin iso tiosianat dextran. Disini terjadi kerusakan intregitas retina sensoris, yang diikuti pengaliran cairan badan kaca ke celah subretinal dan akan di absorpsi pembuluh darah koroid dan menimbulkan penurunan tekanan intra okular."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Y. Lestari Santoso
"Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi miopia fisiologis (miopia derajat ringan dan sedang) pada siswa pesantren madrasah tsanawiyah berusia 12-15 tahun serta pola amplitude respon akomodasi dan panjang aksis bola mata pada miopia fisiologis dibandingkan dengan emetropia. Ingin pula diketahui hubungan antara amplitude respon akomodasi dengan panjang aksis bola mata pada miopia fisiologis sebagai dasar pemberian kacamata bifokal untuk menghambat progresivitas miopia.
Metode: Penelitian cross-sectional terhadap 325 siswa dengan melakukan pemeriksaan refraksi subyektif dengan dan tanpa koreksi, refraksi sikloplegik, retinoskopi dinamik metode Nott untuk menilai amplitude respon akomodasi dan biometri A-scan untuk menilai panjang aksis bola mata. Semakin besar amplitude respon akomodasi berupa accommodative lag diduga akan mengakibatkan bertambahnya panjang aksis bola mata.
Hasil: Prevalensi miopia fisiologis didapatkan sebesar 23,4% dengan amplitude respon akomodasi pada miopia lebih rendah dan panjang aksis bola mata lebih panjang daripada emetropia. Tidak terdapat hubungan antara amplitude respon akomodasi dengan panjang aksis bola mata. Faktor sosiodemografi tidak mempengaruhi risiko terjadinya miopia.
Kesimpulan: Tidak terdapatnya hubungan antara amplitude respon akomodasi dengan panjang aksis bola mata kemungkinan disebabkan desain penelitian yang bersifat cross-sectional tidak dapat menilai pertambahan panjang aksis bola mata tanpa dipengaruhi faktor genetik. Kemungkinan lain adalah adanya distribusi subyek yang tidak normal dan terdapat faktor lain yang berperan dalam terjadinya miopia.

Purpose: To study the prevalence of physiologic myopia (mild and moderate) in religious boarding junior high school children in Jakarta with age 12-15 years old and to evaluate the accommodative response amplitude and axial length pattern in physiologic myopia compared with emmetropia. To know the correlation between accommodative response amplitude and axial length in physiologic myopia that could lead to the progressive addition lenses therapy in preventing myopia progression.
Methods: Cross-sectional study in 325 school-age children. Measurement methods included subjective uncorrected and best corrected refraction, cycloplegic refraction, Nott dynamic retinoscopy to measure accommodative response amplitude and A-scan biometry for axial length measurement. Larger accommodative response amplitude which means larger accommodative lag refers to increasing axial length in physiologic myopia.
Results: Of these 325 children, 23.4% were myopic (-0.50 D or more) with larger accommodative response amplitude (larger accommodative lag) and longer axial length in myopia compared to emmetropia, but there was no correlation between accommodative response amplitude and axial length. Socio-demographic factor such as age and class, had no correlation with myopia development.
Conclusions: Larger accommodative response amplitude (accommodative lag) in children with more near work activities than ordinary school children had no correlation with longer axial length. It maybe due to the cross sectional data could not measure the axial length only in one session but must be followed to evaluate the axial growth rate. Possibly there was another factor related to the ocular growth in children cause myopia development.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Rauf
"PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil survei morbiditas mata dan kebutaan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1962, prevalensi kebutaan dua mata adalah 1,2 % dari populasi penduduk, dan katarak merupakan penyebab kebutaan yang terbanyak, yaitu 66,9% dari total kebutaan(1).
Pada kongres pertama Persatuan Dokter Ahli mata Indonesia di Jakarta pada tahun 1968, menteri Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan bahwa kebutaan adalah merupakan bencana nasional, dan adalah merupakan kewajiban setiap warga negara untuk menanggulangi sesuatu bencana nasional (2).
Katarak merupakan penyebab kebutaan yang tak dapat dicegah tetapi dapat ditanggulangi (3). Cara untuk menanggulangi kebutaan karena katarak adalah dengan pembedahan. Pada setiap pembedahan katarak, sebagaimana pembedahan intra okular lainnya dibutuhkan tekanan bola mata yang rendah dengan tujuan untuk mempermudah jalannya pembedahan maupun menghindarkan penyulit-penyulit yang mungkin terjadi(4,5,6).
Usaha-usaha untuk menurunkan tekanan bola mata ada bermacam-macam, antara lain; pemberian manitol intra vena, penghambat karbonik anhidrase, digital oressure, kantong air raksa, balon Honan dan Bantal tekan modifikasi Sidarto (7,8,9,10,11).
Pemakaian balon Honan dengan tekanan 30 mmHg selama 30 menit pada penderita-penderita yang akan dilakukan pembedahan katarak, sebagaimana yang biasa dilakukan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dapat menurunkan tekanan bola rata rata-rata 5,9-10,9 mmHg (9,10,12).
Prolaps badan kaca yang merupakan salah satu komplikasi pembedahan katarak didapatkan 7-2 % pada penderita-penderita yang tidak dilakukan usaha penurunan tekanan bola mata sebelum operasi (13), sedangkan menurut Syarifuddin (10), yang mempergunakan balon Honan 30 nmHg selama 30 menit pada penderita katarak yang akan dilakukan pembedahan, dari 15 penderita yang telah dilakukan pembedahan tidak ada satupun yang mengalami prolaps badan kaca. Tetapi usaha untuk menurunkan tekanan bola mata dengan penekanan tidak selamanya aman, karena secara teori dapat menyebabkan okiusi arteri sentralis retina dengan resiko kebutaan(4).
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T58496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas, 2002
796.334 Air
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sidarta Ilyas
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
617.741 SID g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"[Skripsi ini menjelaskan tentang keabsahan dan kualifikasi perjanjian dalam
transplantasi kornea mata serta hubungan hukum di dalamnya. Dalam melakukan
transplantasi kornea mata terdapat persetujuan pendonoran kornea mata dan
perjanjian untuk melakukan tindakan kedokteran berupa transplantasi kornea mata. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskripsi analitis.
Hasil penelitian menunjukan persetujuan pendonoran kornea mata merupakan
suatu perikatan antara donor dan bank mata. Dan perjanjian untuk melakukan
transplantasi kornea mata adalah perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien
(resipien). Perikatan dan perjanjian terapeutik ini menimbulkan tanggung jawab
hukum bagi masing-masing pihak., This thesis describes the validity and qualifications of agreement in cornea transplantation and the legal relations in it. In procuring the organ, donors are required to give their consent and agreement to perform the medical procedure of corneal transplantation in written. This study is a qualitative research that uses
analytical description design. The results showed the consent of corneal transplantation is an engagement of the donors and the eye bank. Also, the
agreement to perform the corneal transplant is a therapeutic contract between the
doctors and the patient (recipient). The engagement and therapeutic contract raises
legal responsibilities for each party.]"
Universitas Indonesia, 2014
S58667
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banjarmasin: Tahura Media, 2009
808.81 SEH
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>