Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206992 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mustamin Alwy
"Para ahli ilmu sosial dan kebudayaan menyoroti masalah sosial-budaya dengan mengacu pada dua paradigma, yaitu paradigma 'behavioristic' dan paradigm 'cognitive' (d'Andrade 1976, dalam Shweder 1984; Spradley 1972; Berkhofer 1969). Paradigma pertama diartikan sebagai suatu pendekatan yang menekankan pada pola - pola prilaku yang dapat diamati dalam kelompok-kelompok sosial tertentu. Paradigma kedua diartikan sebagai suatu pendekatan untuk menjelaskan kebudayaan dalam betas pengertian ide-ide, gagasan-gagasan, kepercayaan dan pengetahuan. Kedua paradigma tersebut lahir dari latar disiplin khususnya psikologi, sosiologi dan antropologi. Kecenderungan dan kepentingan analisis dalam menyoroti masalah sosiobudaya, membawa pengaruh terhadap pandangan dan perkembangan orientasi teoritis yang pada gilirannya masing-masing kutub paradigma berpendirian kuat dan seolah-olah saling mengungguli satu sama lain. Implikasinya, bahwa penganut aliran behavioristic maupun cognitive dihadapkan pada suatu dilemma untuk menyodorkan penjelasan komprehensif mengenai masyarakat dan kebudayaan. Berpegang pada satu aliran tertentu secara kaku, bukanlah sikap bijak keilmuan dalam dekade terakhir ini, mengingat kompleksitas masalah sosiobudaya yang semakin rumit. Tentu saja memerlukan berbagai keahlian dan pendekatan yang bersifat multidisipliner.
Dalam periode tahun 1950-an, ilmu-ilmu tentang manusia mengalami perubahan yang mendasar, di mana sebelum periode tersebut ilmu sosial didominasi oleh behavioristic sebagai paradigma untuk memahami 'stimulus' dan `response' yang saling berhubungan (d'Andrade 1984:88). Kalangan ilmuan perilaku (behavioral scientist) mendapat kritikan tajam dari, kalangan ilmuwan sosial lain, namun 'behavioralism' tetap mengembangkan pendekatan baru dengan situational analysis yang sering disebut 'action frame of reference' (Berkhofer, 1969). Analisis situasional yang disebutkan terakhir ini menggunakan konsep-konsep 'biopsikososiobudaya' dalam menginterpretasikan suatu tindakan (action) yang dilakukan oleh pelaku (actor). Dalam periode yang sama, 'behavioristic' mendapat tantangan keras dari berbagai ahli. Dari ahli psikologi misalnya, Jerome Bruner, George Miller dan lainnya mengembangkan 'cognitive' dan manajemen informasi tindakan dan 'learning'. Demikian pula ahli linguistik; Chomsky melihat konsep-konsep 'behavioristic' dari segi bahasa, tidak dapat rnenjelaskan sifat-sifat kebahasaan (Chomsky, 1957, dalam d'Andrade 1984). Kritikan tajam mengenai 'behavioristic' terakhir muncul dari kalangan ahli antropologi. Alasan-alasan berkenaan dengan kebudayaan secara tegas dinyatakan bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri atas prilaku dan pola-pola prilaku, tetapi keduanya merupakan bagian informasi atau pengetahuan yang ditandai dengan sistem simbol (lihat Geertz, Goodenough dan Hall, dalam d'Andrade 1984:88-116). Kalangan yang disebutkan 'cognitive' yang secara tegas menentang perilaku untuk disamakan dengan kebudayaan.
Kedua paradigma tersebut, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, telah menerima kritikan dari berbagai kalangan, namun pada gilirannya tetap bertahan sampai dewasa ini dan upaya untuk menjembatani di antara keduanya menjadi bagian dari perkembangan ilmu-ilmu sosialbudaya, khususnya para ahli antropologi (Sperber 1984; Schweder 1984 dan Berkhofer 1969). Dalam tradisi pendekatan metodologis antropologis, menggiring ke arah posisi pendirian yang lebih ringkih, karena pendekatan 'emic' dan 'etic' 1) dan penyelidikan alamiah masalah (natural-inquiry) tetap memberikan corak dalam antropologi, dan berkembang pesat dalam ilmu-ilmu sosial terakhir ini (Lincolm et.al 1985; William 1988). Hal ini merupakan terobosan baru dalam dunia ilmu-ilmu sosial-budaya termasuk antropologi. Menjelaskan masalah sosio-budaya dengan terikat pada satu definisi tidak dapat memberikan penjelasan dan pengertian yang memadai. Kecuali dengan memulai menyusun paradigma yang relevan dengan kondisi sosiobudaya tertentu.
Dalam kepustakaan antropologi maupun disiplin sosial lain, dijumpai berbagai konsep dan definisi tentang kebudayaan. Tetapi kesan terhadap konsep dan definisi yang ada, secara samar-samar menunjukkan latar kepentingan disiplin tertentu. d"Andrade (1984) menjelaskan kebudayaan dengan berfokus pada 'knowledge', bahkan ahli antropologi tertentu menempatkan "pengetahuan budaya" sebagai terra sentral dalam kebudayaan (Keesing 1980; Sparadley 1972)."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T49
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumenta, Benyamin
Yogyakarta: Kanisius, 1989
362.1 BEN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nowo Retno
"Persaingan yang semakin ketat pada industri perumahsakitan menuntut rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan unggulan yang mempunyai daya saing tinggi dalam memanfaatkan peluang. Rumah Sakit Bhakti Yudha sejak tahun 1998 telah menetapkan rencana strategi pengembangan rumah sakit dengan pelayanan unggulan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Penetapan ini didasarkan karena faktor historis yang berawal dari Rumah Bersalin dan menjadi market leader di Kota Depok. Pelayanan unggulan diharapkan menjadi pelayanan yang lebih unggul dibanding yang lain dan dapat memberikan kontribusi pendapatan yang menguntungkan bagi rumah sakit.
Dengan terjadinya perubahan lingkungan eksternal dan internal. Rumah Sakit Bhakti Yudha dituntut untuk selalu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya. Namun sejak ditetapkan pelayanan unggulan tahun 1998 sampai tahun 2002 belum pernah dilakukan evaluasi terhadap pelayanan unggulan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dan bertujuan untuk menganalisis pelayanan Kesehatan lbu dan Anak sebagai pelayanan unggulan. Data sekunder yang digunakan adalah dari data kegiatan rumah sakit dan Dinas Kesehatan Kota Depok. Analisis situasi lingkungan dilakukan baik terhadap lingkungan eksternal dan internal pelayanan KIA dengan menggunakan matriks IE dan matriks BCG. Implementasi pelayanan KIA dianalisis dari tahun 1998 sampai 2002 dengan wawancara mendalam dengan jajaran direksi Rumah Sakit Bhakti Yudha. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemetaan pelayanan unggulan KIA saat ini dengan menggunakan matriks IE berada pada sel VI, sedang dalam matriks portofolio BCG yang diperluas berada pada kuadran Faithful Dog. Strategi yang direkomendasikan adalah penciutan. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pelayanan unggulan KIA tahun 1998-2002 belum dimplementasikan secara konsisten terhadap strategi yang telah ditetapkan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Rumah Sakit Bhakti Yudha adalah melakukan penghematan dan efisiensi produksi, pengendalian biaya yang ketat, memfokuskan pada segmen yang lebih sempit, dan meningkatkan kualitas pelayanan. Disarankan agar rumah sakit melakukan analisis terhadap unit-unit lain secara menyeluruh untuk mendapatkan unit unggulan utama sebagai antisipasi apabila unggulan MA prospeknya makin memburuk dan harus dilikuidasi.
Daftar Pustaka: 31 (1989-2002)

High competitions in the hospital industry pursuit hospitals to provide the superior services, which have competitive advantage in seize the opportunities. Since it was established in 1998, Bhakti Yudha Hospital has developed Strategic Planning of Hospital Development to come up with the decision that the Maternity and Child Service is considered as the hospital's superior service. This decision was based on the fact that Maternity and Child clinic was initially dominate as market leader is the background of this decision. The superior service is prior to other services in gaining the benefit of hospital business.
The environmental changing, both external and internal, forces the hospitals to adapt and adjust to survive. Nevertheless Bakti Yudha Depok Hospital hasn't made any evaluation to their superior services yet.
This research is designed as a descriptive study and the purpose is to analyze the maternity and child health service as a superior service of Bhakti Yudha Hospital. The data used is secondary data from hospital activities and district health officer document. Environment situation analyze is made to both external and internal environment, using IE and BCG matrix. Implementation analyze of this service during 1998-2002 is conducted by in depth interview toward the director and management related.
The summarize of this research is that from mapping, by IE matrix, the maternity and child health service of Bhakti Yudha Hospital is located in cell VI, and by advanced BCG portfolio this service is in Faithful Dog Quadrant. The strategy recommended is retrenchment. In addition, this study shows that this service hasn't been implemented consistently against the strategies decided.
Therefore, recommended efforts may be: efficient in production and operational budget, specifies market segmentation, and improved the quality of services. Hospital management needs to execute the comprehensive study about the other services unit to establish the alternative superior service when the prospect of current superior service is bad and being liquidated.
References : 31 (1989-2002)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isi Mularsih Sumarno
"Pelayanan rumah sakit mempunyai peran yang sangat strategis baik dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat maupun sebagai cermin keberhasilan pelaksanaan tugas Departemen Kesehatan. Menjelang tahun 2000 permintaan pelayanan kesehatan akan semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelayanan kesehatan. Kenyataannya saat ini masih banyak sarana pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit yang belum dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari rendahnya BOR sebagian Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seberapa besar pengaruh beberapa variabel input dan proses pelayanan rumah sakit terhadap BOR dan menentukan faktor utama yang paling berpengaruh terhadap BOR.
Penelitian dilakukan pada enam Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C di Jawa Tengah yang mempunyai sebaran BOR dari rendah sampai tinggi (purposive sample), yaitu: RSUD Demak, RSUD Kendal, RSUD Salatiga, RSUD Jepara, RSUD Purwodadi, RSUD Boyolali. Variabel pada penelitian ini terdiri dari: (1) input meliputi 2 unsur yaitu unsur rumah sakit (sarana umum, sarana medis, sarana penunjang medis, tarif, ketersediaan pelayanan) dan unsur provider (tenaga); (2) proses yang terdiri dari: waktu pelayanan, dan kesinambungan proses pelayanan. Penelitian juga dilengkapi dengan profil pasien yang meliputi sosial ekonomi, jarak transportasi dan perilaku pasien. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metoda survai pada semua bangsal yang ada di rumah sakit dan wawancara terhadap individu sampel yang terdiri dari: kepala bang-sal dan pasien. Data sekunder diperoleh dari bagian rekam medis. Data pelengkap diperoleh dari wawancara mendalam terhadap direktur rumah sakit atau yang mewakili. Analisis data secara statistik menggunakan analisis univarian, korelasi, dan regresi. Khusus untuk data mengenai pasien hanya dilakukan analisis deskriptif.
Pada penelitian ditemukan: (1) faktor input yang berkorelasi. paling kuat dengan BOR adalah sarana umum (r=0,784), sarana penunjang medis (r=0,917), tenaga (r=0,789), dan tarif (r.0,900); (2) faktor proses pelayanan yang berkorelasi paling kuat dengan BOR adalah kesinambungan proses pelayanan (r=0,768) (3) uji regresi BOR dengan lima variabel yang mempunyai korelasi >0,75 dengan koefisien regresi yang bermakna adalah sebagai berikut: sarana umum (b=27,52), sarana penunjang medis (b=23,20), tarif (b=12,84), tenaga (b=23,35), kesinambungan proses pelayanan (b=9,21) semuanya pada alfa= 0,10. Hipotesis penelitian setelah melalui uji statistik adalah benar, bahwa BOR berkaitan secara bermakna dengan faktor input dan proses pelayanan; sedangkan faktor utama yang paling berperan adalah faktor input pelayanan.
Agar dapat meningkatkan BOR disarankan kepada rumah sakit untuk memperbaiki faktor input dan proses pelayanan, mengadakan rekayasa sosial terhadap masyarakat serta mulai melakukan upaya pemasaran rumah sakit.

Hospital health care plays strategic role in improving health status of Indonesian people. Many studies found that due to increased awareness on the importance of health, health care demand will also increased in the coming years. Nevertheless, at present this trend is not always true. Many hospitals especially the type C district hospital are still underutilized which is shown by the low percentage of BOR.
This study aims to seek the affect of input and process on the utilization of type C district hospital. Purposive sample technique is used to select six hospitals (Demak, Kendal, Salatiga, Jepara, Purwodadi, Boyolali). Main variables in this study are: 1) input factors (hospital facilities, medical equipment, medical support services, tariff, availability of services, professional man power) ; 2) services process factors (time of delivery and continuity of services) which is sought through primary source (interview and investigation) and secondary source using medical records. Data was analyzed using univariate, bivariate used correlation and regression statistical technique. Patients characteristics is sought through interview with selected sample and analyzed descriptively.
This study found: (1) variables of input factor which have strong correlation with bed occupancy ratio are hospital facilities (r=0,784), medical support services (r=0,917), professional manpower (r=0,789) and tariff (r=0,900); (2) variable of process services which have strong correlation with bed occupancy ratio are continuity of services (r=0,768); (3) bivariant regression analysis showed that hospital facilities (b = 27,52), medical support services (b = 23,20), tariff (b = 12,84), professional man power (b = 23,35), and continuity of services (b = 9,21 ) have significant effect on bed occupancy ratio. Statistical examination has proved that the research hypothesis was right, i.e.: that bed occupancy ratio had significant correlation with services input and services process factors; and that the most influential factor was services input factors.
To improve bed occupancy ratio it is recommended that the hospitals improve the services input and services process factors, provide social engineering to the community and initiate hospital marketing effort.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Leida M.R. Th
"Angka Kematian Bayi di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 58 per 1000 kelahiran hidup, dengan pola penyakit penyebab kematian masih berkisar penyakit infeksi yaitu ISPA, tetanus neonatorum dan diare, campak. Pola ini hampir serupa dengan penyebab kematian Balita. Masih tingginya angka kematian bayi dan balita disebabkan oleh karena upaya-upaya yang dilakukan pada tingkat pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) lebih menekankan pada aspek promotif dan preventif, sebaliknya upaya kuratif dan rehabilitataif kurang mendapat perhatian. Selain itu, penanganan kasus masih bersifat terkotak-kotak pada setiap penyakit. Dengan demikian, kondisi tersebut ikut memberikan sumbangan terhadap meningkatnya resiko kematian. Selain penyebab masalah program, diduga masalah kinerja petugas juga perlu diperhitungkan sebagai salah satu faktor yang ikut mempengaruhi fenomena pelayanan kesehatan saat ini.
Untuk itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana tatalaksana kasus yang telah mempunyai standar baku dari Depkes pada tingkat operasional dilapangan. Pertanyaan tentang konsistensi tatalaksana baku kemudian menjadi penting,apakah telah dilaksanakan oleh petugas dan bagaimana peranan sarana pendukung sehingga ikut meningkatkan tatalaksana yang berkualitas.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yang bertujuan melihat hubungan dengan besarnya kualifikasi petugas, sarana dan logistik serta pengetahuan teoritis mengenai tindakan medis dan non medis dengan kualitas tatalaksana kasus pada bayi dan balita yang menderita ISPA, Diare, Campak dan KKP. Jenis studi berbentuk cross sectional. Populasi yang diteliti sekaligus merupakan sampel penelitian, yaitu semua bayi dan balita yang datang ke 12 Puskesmas dengan gejala batuk pilek atau panas atau mencret.
Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan program STATA versi 3.1 dan SPSS Versi 6.0 for Windows versi 3.1.1.
Dari hasil penelitian didapatkan cut off point untuk kualitas tatalaksana sebesar 60%, dengan proporsi pada tiap kasus yang sangat rendah yaitu dibawah 20%, hasil analisis bivariat pada kasus gabungan menunjukan bahwa ada hubungan antara jumlah staf yang cukup, tersedianya obat, barang cetakan serta pengetahuan dengan kualitas tatalaksana kasus, sedangkan pada kasus ISPA variabel yang berhubungan adalah lama kerja, staf dan pengetahuan. Untuk kasus diare hanya obat dan barang cetakan yang berhubungan dengan kualitas tatalaksana.
Analisis multivariat, dengan cara logistic regresi didapatkan tiga model yang dianggap sangat berpengaruh terhadap kualitas tatalaksana kasus, sehingga model tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk membuat strategi tatalaksana kasus yang berkualitas di Kabupaten Cianjur.

The Factors Which Influence of the Babies Case Management Quality and Children Under Five Years Old Sick at Public Health Centre of Cianjur, West Java The infant mortality in Indonesia are being high enough at least for about 58/1000 birthness, by the pattern of that case about infectious or Acute Respiratory Infection (ARI), Tetanus neonatorum, Diarrhea and Measles, this pattern almost the same as chlidren under five rears old mortality. The highest infant and child mortality because of health service effort in this case caressingly on preventive and promotive aspects, other wise rehabilitative and curative lack of attention. Beside that to do the case is still, so that the condition like this will give an increasingly of deadness risk. Beside amain case problem it seems that the human resources need to be though over , it's as a factor influence of health services phenomena.
So, this research would to know how a case management has standard from health department on a filed operational. The question about consistency that would be important weather it has already done by the provider and how supporting materials in order to increase of management quality.
The objective of this descriptive analytical study, the main point in order to be known a link or relation with provider qualification, logistic and facility and also theoretic knowledge in handling medically and non-medically, by the quality of case management how got ARI, diarrhea, measles and malnutrition. The design of the study was cross sectional. A population was researched as a research sample, all babies and child under five years old who are coming to 12 public health centers by a symptom of cought, fever and "menceret".
These data?s were collected by interviewing and observation then analyzed by using STATA program of version 3.1, SPSS for version 6.0 windows version 3.1.1.
From the result of research could be got cut of point for management quality 60% with a proportion each case very low 20%. The result of bivariate analysis in combined case, showed that there were a number of relations among staff available of drug, printed materials and also knowledge of case management quality, but in the case of ARI variable association was duration of working, staff and knowledge. For the case diarrhea were drugs and printed materials only wich management quality.
Multivariate analize by logistic regression cold be got three models, which influence of case management quality. So that those models as a consideration to make case management strategy, in order to be had quality in Cianjur regency.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T3978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Setiawan
"ABSTRAK
Keberhasilan Pemerintah dalam pembangunan, khususnya pembangunan kesehatan tidak diragukan lagi, hal ini terlihat dari semakin meratanya pelayanan kesehatan, dimana pada setiap kecamatan minimal ada 1 Puskesmas.
Namun disamping itu ada hal yang menarik dalam pelayanan kesehatan, yaitu pengobatan tradisional sampai saat ini masih diakui keberadaannya oleh masyarakat. Hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan data tentang masih adanya masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional, baik itu dilakukan sendiri dengan ramuan-ramuan ataupun dengan pertolongan pengobat tradisional.
Kebijaksanaan Pemerintah tentang pengobatan tradisional telah digariskan dengan jelas dalam GBHN 1993, yaitu pengobatan tradisional yang secara medis dapat dipertanggung jawabkan perlu terus dibina untuk perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan. Disamping itu dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) juga dinyatakan bahwa terhadap pengobatan tradisional yang terbukti berhasil guna dan berdaya guna terus dilakukan pembinaan dan bimbingan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana hubungan tingkat Sosial-Ekonomi masyarakat dengan pemanfaatan pengobatan tradisional di Kabupaten Subang, Pandeglang dan Kotmadya Bandung, Jawa Barat. Penelitian dilakukan ditempat-tempat ini oleh karena data-data menunjukkan bahwa masyarakatnya cukup banyak yang memanfaatkan pengobatan tradisional.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, dan data diambil secara "Kros seksional" dengan kepala keluarga sebagai responden. Jumlah sampel 301 yang dipilih secara random dari 10 desa di 5 Kecamatan. Hipotesis yang diajukan adalah : Tingkat Sosial-Ekonomi yang meliputi pendidikan, penghasilan dan jenis pekerjaan mempunyai hubungan negatip dengan pemanfaatan pengobatan tradisional, hubungan ini juga dipengaruhi oleh faktor jarak dari rumah ke tempat pelayanan kesehatan modern, umur, ketersediaan biaya kesehatan dan derajat sakit.
Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya hubungan negatip antara tingkat Sosial-Ekonomi dengan pemanfaatan pengobatan tradisional, dari hasil uji Chi-square didapatkan nilai p = 0.0481 untuk variabel pendidikan, p = 0.0036 untuk variabel penghasilan dan p = 0.0029 (nilai a = 0.05); hasil analisa logistik regresi juga menunjukkan bahwa hubungan negatip antara tingkat Sosial-Ekonomi dengan pemanfaatan pengobatan tradisional semakin lemah dengan semain dekatnya sarana pelayanan pengobatan modern dan semakin ringannya penyakit.

ABSTRACT
There have been so many development in health, resulted in the availability of health services, where in every sub district there is at least one "Public Health Center". However, according to a household surveys on health (SKRT) in 1988 and 1992, some people still use the traditional treatment to overcome their health problems.
In this research, we want to know the relationship between economic and social status (education, income, job) and the use of traditional treatment. Furthermore, we also want to see how the distance of modern health services, age, degree of illness and cash availability affect the use of traditional treatment.
This research was done in two districts of Subang and Pandeglang, and in one municipality of Bandung in West Java. It was a descriptive and analytical research using "cross sectional " data where the respondent was the head of the household. We take 301 respondents randomly from, .10 villages in 5 sub district.
The hypothesis in this research is that social-economic factor, they are income, education and job have negative relationship with the use of traditional treatment. And the sub hypothesis is that the negative relationship will be weaker as the distance of modern health services becomes less, the degree of illness becomes higher, more money is available an the age becomes younger.
Statistic analysis we use to prove this hypothesis was Chi-Square, we selected influential variables in traditional treatment by looking at "p" value. If "p" value is less than 0.05 the independent variables is significant. From the Chi-Square we get p value of education = 0.0481, p value of income = 0.0036 and p value of job = 0.0029. The regression logistic analysis we get different OR value before and after interaction with distances of modern health services and degree of illness, from that different value are proved that the distances of modern health services and degree of illness are influence the relationship between social-economic degree and the using of traditional treatment.
From the result of analysis, hypothesis and sub hypothesis are proved, that the social-economic degree has a negative relationship with the using of traditional treatment and this relationship will be weaker as the distance of modern health services becomes less and the degree of illness becomes higher.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan
"Masalah ISPA di Indonesia sekarang menyebabkan sekitar 36 % kematian bayi dan 13 % kematian anak balita. (SKRT 1992). Dan dari segi pemanfaatan pelayanan kesehatan, baru sekitar 64,5% balita ISPA yang memanfaatkan fasitas pelayanan kesehatan selebihnya ke dukun, diobati sendiri dan didiamkan (SDKI,1991), pada tahun 1994 proporsi tersebut turun menjadi 62,8% (SDKI, 1994).
Disain penelitian ini adalah cross sectional study dengan analisis case control data SDKI 1994. Tujuan penelitian untuk melihat hubungan keterpaparan media komunikasi ibu balita dengan pemanfaatan pelayanan keschatan untuk balita ISPA, dan yang mempengaruhi hubungan tersebut. Untuk mengetahui besarnya hubungan dilakukan perhitungan Odds ratio melalui analisis multivariat unconditional logistic regression.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaparan media komunikasi berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan, OR = 1,28 (95 % CI= 0,931-1,701), umur ibu tidak berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan OR = 1,06 (umur 25-36 tahun) dan OR=0,84 untuk umur >36 tahun, pendidikan ibu ? SLIP, OR= 2,02 (95% C1;1,58-2,58), status kerja rutin ibu OR= 0,76 (95% CL 0,61-0,93), begitu juga jumlah anak E 3 orang OR = 0,71(95 % CI.0,57-0,88), status sosial ekonomi sedang OR =0,79 (95% CL0,69-0,93), sedangkan sosial ekonomi tinggi, OR = 1,76 (95% CI, 1,49-2,09). Dan faktor anak yang diteliti, umur anak 2-12 bulan OR= 1,16 (95 % Cl. 0,96-1,40), umur > 12 bulan , OR= 1,05 (95% CL4,88-1,26) dan adanya penyakit penyerta, OR =1. Jenis kelamin pria OR=1,30 (95% CI, 1,05-1,30), dan jumlah hari sakit > 3 hari OR = 1,65 (95% C1=I,33-2,05). Tipe daerah urban dengan OR= 1,84 (95% CI,1,41-2,39), wilayah Jawa Bali dengan OR-1,45 (95% CI,1,09-1,92), dan pendidikan suami ? SLIP OR=1,87 (95% CI, I,49-2,36),.
Kesimpulan, hubungan pemaparan media komundcasi ibu balita dengan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan untuk balita ISPA, dengan analisis multivariat nilai OR murni = 1,2798 (95 % CL0,931-1,701), secara statistik menjadi borderline (hampir bermakna), dan ditemukan fariabel pendidikan ibu, jumlah hari saldt, jenis kelamin anak, dan sosial ekonomi ibu berperan terhadap hubungan keterpaparan media komunikasi dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Saran penelitian ini adalah perlunya peningkatan upaya komunikasi informasi dan edukasi tentang manfaat pelayanan kesehatan untuk balita ISPA dalam rangka menekan angka kematian bayi dan balita, melalui media yang dapat dengan mudah dicerna (misalnya ; bahasa setempat) dan dapat dijangkau oleh masyarakat, serta meningkatkan penyuluhan lewat tatap muka khususnya ibu balita atau keluarga yang terhbat langsung dalam perawatan balita terutama di wllayah Luar Jawa-Bali.

Acute Respiratory Infection (ARI) issue in Indonesia has caused of around 36 % of baby mortality and 13 % of children ( SKRT 1992). It is reviewed through medical service utilization , just around 64.5% of ARI in children being utilized a medical service facility, and the rest going to shaman, self treated and ignored (SDKI, 1991), in the year of 1994 such proportion has decreased of 62.8 % (SDKT,1994).
This research design shall mean a cross sectional study through analysis of case control of secondary data of IOBS 1994. The purpose of this research is to observe the relation on exposure of communication media for mother of children through medical service utilization for ARI and the factors there to which may affect such relation. In order to acknowledge how far such relation may be taken into consideration of Odds Ratio through analysis of multivariat unconditional logistic regression.
This research result shows that the exposure of communication media is related to the medical service utilization, OR = 1.28 (95 % CI = 0.931 - 1.701), age of mother is not related to medical service utilization OR = 1.06 ( age of 25 - 36 years), and OR 0.84 for age > 36 years, mother education ? SLIP , OR=2.02 (95 % CI; 1.58-2.58), mother's routine work status OR = 0.76 (95 % C1;0.61-0.93), and also amount of children < 3 person OR = 0.71, middle economic social status OR = 0.79, while high economic status , OR = 1.76 (95% CI; 1.49 - 2.09), pursuant to factor of children being observed, age of children 2 - 12 months OR = 1.16 (95 % CI; 1.96 - 1.40), age > 12 months, OR =1.05 and disease suffered , OR = 1, sex of male OR = 1.30 (95 % CI; 1.05 - 1.30) and amount of sick days OR = L65 (95 % CI; 1.33 - 2.05). Type of urban area OR = 1.84 (95 % CI; 1.41 - 2.39), Java Bale region , OR = 1.45 (95 % CI; 1.09 - 1.92), and husband education ? SLTP OR = 1.87 (95 % CI; 1.49 - 2.36).
Conclusion, relation on exposure of communication media for mother of children under five through medical services utilization for ARI in children under five through analysis of multivariate 5nds OR adjust value = 1.2798 (95 % CI; 0.931 - 1.701), statistically being borderline (almost meaning), and then it is found that variable of mother education, amount of sick days, sex of children and mother social economy may affect to relation on exposure of communication media through medical service utilization.
In this agreement, it is suggested that the improvement effort of communication, information and education concerning medical service utility for ARI in children in the framework of decreasing baby mortality, through media which is easy to understand are required (local language) and may be reached out by public, and also by providing information fare to face particularly with mother of children under five or family being directly involved in taking care of children particularly outside of Java- Bali.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Nurmala
"ABSTRACT
Every health program that involves obtaining the cooperation of clientele needs to know how people behave, why they behave as they do and how that behavior might be modified. In developing countries the objective of implementing Primary health care Is to ensure that an adequate amount of medical care is available to the entire population. The provision of Health centres is one of the many programs that have been carried out to bring dental care especially to the rural people. Comparing to the utilization of other types of medical services, dental service utilization is relatively low. This condition will affect dental health status of the population. In Indonesia studies of the dental care in utilization found that dental care in health centres is underutilized.
There are numbers of factors related to utilization of dental care services but the focused in this study was to asses the relation between Perception of seriousness of dental disease and Perception of barriers to action to seeking professional dental care, controlled by several variables such as Education, Occupation, Monthly expenditure per kapita, Self-rated health, Disability days, and DMF-T of mothers in Tanjung Morawa, North Sumatera.
Sampling was conducted with EPI/WHO (Expanded Program on Immunization/WHO), which was a Two-stage cluster of 210 mothers with dental symptoms one month before the study was conducted. Respondents were interviewed using an interview guide carried out by 6 dental students. The analyses were performed with Simple and Multivariate Logistic Regression.
In the episode of dental symptoms, mother?s response in various ways, 56.7 % seeking non-Professional care such as self-medication, 6.7 % Professional care, and 28.5 % Combination of Professional and non-Professional, and 8.1 % taking no care. Using Simple and Multivariate Logistic Regression it was found that there is association between Perception of barriers to action (time spent in the waiting room and low satisfaction with dentist services) and seeking Professional dental care. The strength of association (ODDS RATIO) - 4.98, Attributable risk percent = 79.91 Z, while Perception-of seriousness of dental disease has no significant association.
The intervention should be focused on increasing the coverage of services of population target through enhancing the quality of Dental Services in Puskesmas and Dental Health Education Program through Integrated Health Post (Posyandu).

ABSTRAK
Setiap upaya pelayanan kesehatan yang membutuhkan kerjasama dari pengguna pelayanan kesehatan harus mengetahui bagaimana dan mengapa seseorang berperilaku tertentu dan bagaimana kemungkinan kita melakukan modifikasi terhadap perilaku tersebut. Dinegara-negara sedang berkembang Upaya Pelayanan Kesehatan Dasar ditujukan agar seluruh masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang adekuat. Penyediaan sarana Puskesmas dengan Pelayanan Kesehatan Gigi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memenuhi pelayanan kesehatan gigi yang dibutuhkan. Bila dibandingkan dengan pelayanan kesehatan lainnya pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi relatif masih rendah. Kondisi ini akan mempengaruhi status kesehatan gigi penduduk. Di Indonesia, dari beberapa studi yang dilakukan ditemukan bahwa pelayanan kesehatan gigi masih kurang di manfaatkan, terutama pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas.
Ada banyak faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan namun dalam penelitian ini yang terutama dilihat adalah bagaimana hubungan persepsi terhadap pencarian pengobatan profesional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi keseriusan penyakit, dan persepsi hambatan bertindak terhadap perilaku pencarian pengobatan profesional dengan dikontrol oleh variabel pendidikan, pekerjaan, pengeluaran/kapita/ bulan, persepsi status kesehatan gigi, jumlah hari sakit, dan DMP-T dari ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode EPI/WHO (Expanded Program on Immunization/WHO) yaitu dengan Two-stage cluster dari 210 ibu-ibu rumah tangga. Data diperoleh melalui wawancara oleh 6 orang mahasiswa FKG dengan menggunakan kuesioner.
Dari penelitian dapat diketahui bahwa pada saat ada gejala sakit gigi, respons ibu-ibu bervariasi dalam mengatasi gejala yaitu mulai dari mencari pengobatan non-Profesional 56.7 % antara lain dengan mengobati sendiri, Profesional 6.7 %, Kombinasi Profesional dan non-Profesional 28.5 %, dan Tidak mengobati 8.1 %. Analisa data dengan Regresi Logistik Sederhana dan Regresi Logistik Ganda menunjukkan adanya hubungan persepsi hambatan bertindak (waktu menunggu yang lama,dan perawatan tidak memuaskan) dengan perilaku pencarian pengobatan Profesional dengan ODDS RATIO = 4.98, dan juga diperoleh nilai Attributable Risk percent. = 79.91%. Studi ini tidak menemukan hubungan bermakna antara persepsi keseriusan penyakit dengan pencarian pengobatan Profesional.
Dari hasil penelitian disarankan agar dalam meningkatkan pemanfaatan pelayanan Profesional intervensi yang dilakukan adalah pada variabel yang mempunyai hubungan kuat dengan pencarian pengobatan Profesional yaitu persepsi hambatan bertindak dengan melakukan berbagai usaha dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas untuk meningkatkan angka cakupan Puskesmas dan kegiatan Penyuluhan Kesehatan Gigi terutama melalui kegiatan di Posyandu untuk intervensi terhadap adanya persepsi yang merugikan kesehatan yang ditemukan pada penelitian ini."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Baktiwati
"Pembiayaan kesehatan. cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan makin besarnya masalah kesehatan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, perkembangan tehnologi kesehatan yang semakin canggih serta meningkatnya demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu.
Bapel Garuda Sentra Medika yang merupakan pengelola Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pegawai PT. Garuda, juga mengalami peningkatan biaya kesehatan yang cukup drastis yaitu pada periode tahun 2001- 2003. Hal tersebut disebabkan oleh belum adanya sistem kendali biaya yang Baku yang diberlakukan dalam rangka menekan tingginya biaya kesehatan yang timbul.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Bapel GSM untuk mengendalikan biaya kesehatan, adalah dengan melakukan utilisasi review secara rutin pada setiap PPK yang bekerja sama dengan Bapel GSM. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran utilisasi pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama pada peserta Garuda di PPK Garuda Sentra Medika Kemayoran dan PPK Meta Medika di Tangerang.
Penelitian ini merupakan penelitian survei operasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif serta pengkajian terhadap sistem yang telah berjalan dengan cara pengamatan proses.
Hasil penelitian yang didapat terlihat rata-rata biaya obat per lembar resep serta rata rata biaya obat per R/ pada PPK Meta Medika 3 kali lebih tinggi dari pada rata rata biaya di PPK Garuda Sentra Medika.
Untuk itu peneliti menyarankan agar Bapel Garuda Sentra Medika dapat segera melakukan upaya kendali biaya salah satunya yaitu dengan melakukan utilisasi review secara berkala pada tiap-tiap PPK yang bekerja sama dengan Bapel Garuda Sentra Medika.
Daftar Pustaka: 22 (1977-2003)

Utilization Review of Primary Care for Garuda Health Care Security Member at Its Health Providers in Garuda Sentra Medika Kemayoran and Meta Medika Tangerang Year 2003Health financing tends to increase in line with the increasing of population and the magnitude of health problem both quantitative and qualitative, the sophisticated health technology progressively, and also the increasing of society demand for health care quality.
The plan of Garuda Sentra Medika is an organizer of health care security for employee of PT Garuda, also had the increasing on health expense drastically at period of year 2001-2003. It was caused the lack of standardized cost containment system that applied in order to depress the high of health cost.
One of the efforts that can be to be conducted by the plan of Garuda Sentra Medika to control the health cost is by conducting utilization review routinely in each health care provider that collaborate with The Plan of Garuda Sentra Medika. For that reason, this study aimed to assess the utilization of primary health care of Garuda Health Care Security Member at Provider of Garuda Sentra Medika in Kemayoran and Provider of Meta Medika in Tangerang.
This study was an operational survey research using quantitative approach and existed system review by doing the observation of process.
The study resulted that the average of drug expense per prescription sheet and also the expense of drug per prescription at Meta Medika was 3 times higher than the average of such expense at Garuda Sentra Medika.
It was suggested that The Plan Garuda Sentra Medilca should immediately conduct the cost containment periodically especially utilization review in every health care provider that collaborates with The Plan Garuda Sentra Medika.
References: 22 (1977-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Rochyany
"DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang memiliki permasalahan sosial yang kompleks termasuk masalah kemiskinan. Angka kemiskinan yang terns meningkat memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan masyarakat. Kemiskinan menyebabkan menurunkan status kesehatan karena rendahnya asupan gizi dan ketidakmampuan membiayai kesehatan pribadi dan keluarga. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di antaranya program kartu sehat, Jaring Pengaman Sosial Bagi Kesehatan, dan Program Kompensasi Subsidi Energi Bidang Kesehatan. Semua kebijakan di atas merupakan pelayanan kesehatan secara gratis bagi keluarga miskin. Keluarga miskin di identifikasi dengan menggunakan kartu sehat.
Hasil penelitian terhadap hubungan pembiayaan kesehatan pemerintah dengan pembiayaan kesehatan oleh masyarakat dan income perkapita terlihat bahwa peningkatan atau penunman pembiayaan kesehatan oleh masyarakat tidak diikuti dengan penurunan atau peningkatan pembiayaan kesehatan oleh pemerintah artinya kedua hubungan ini bukanlah substitusi melainkan komplementer.
Hasil evaluasi terhadap sumberdaya kesehatan menunjukan propinsi DKI Jakarta memiliki keunggulan dibandingkan dengan propinsi lain. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan status kesehatan keluarga miskin tidak selamanya dapat dimanfaatkan oleh keluarga miskin. Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut banyak masalah yang ditemukan di lapangan diantaranya masih ada keluarga miskin yang tidak mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan secara gratis. Dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan kartu sehat dan Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan terlihat bahwa masih belum optimalnya cakupan kesehatan bagi keluarga miskin.
Sebagai upaya mengatasi masalah yang ditemukan di lapangan diperlukan strategi pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin. Hasil analisis AHP dari responden para expert menunjukan bahwa pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin dengan sistem kartu sehat akan optimal jika memenuhi kriteria; validasi secara proaktif (41,3%) dan kejelasan penggunaan kartu sehat (32,7%). Sementara kendala prioritas yang harus yang harus diminimalkan adalah belum tertatanya penangan kemiskinan lintas sektor. Para expert sepakat bahwa strategi yang diprioritaskan adalah upaya meningkatkan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin (23,4%) dengan mempertimbangkan juga strategi menjalin kerjasama lintas sektor (21,5%) dan mengupayakan mencari metodologi penentuan sasaran yang lebih akurat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>