Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djedje Wachyudin
"ABSTRAK
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, disamping merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa juga didorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Keinginan luhur tersebut ingin dicapai dengan membentuk pemerintah negara Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. Dengan demikian keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan itu, bukan hanya sekedar cita-cita untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas tetapi "berkehidupan yang bebas dalam keteraturan" atau kehidupan yang bebas dalam suasana tertib hukum.
Hal tersebut di atas dapat berarti bahwa kemerdekaan seperti yang terungkap dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan juga usaha-usaha pembaharuan hukum di Indonesia.
Amanat untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum itu akan lebih konkrit bila kita menelaah ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain membebankan bangsa Indonesia untuk melakukan pembaharuan terhadap peraturan-peraturan bekas pemerintahan jajahan (Hindia Belanda dan Bala Tentara Jepang), yang terpaksa masih diberlakukan pada periode transisi hukum.
1) Garis kebijaksanaan umum pembaharuan hukum tersebut secara operasional dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan M.P.R. RI. Nomor II/MPR/1988), khususnya mengenai Wawasan Nusantara (Bab II huruf E) dalam Pola Pembangunan Nasional dan Pola Umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah dan kebijaksanaan Pembangunan Umum (Bab IV huruf D) pada butir bidang hukum.
2)
Di Dalam Pola Pembangunan Nasional, khususnya mengenai Wawasan Nusantara ditegaskan antara lain bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu Kesatuan Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
Dalam Pola Umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah Kebijaksanaan Pembangunan Bidang Hukum, ditegaskan :
a. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakkan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
b. Pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih memberi dukungan dan pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata, serta menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat. Disamping itu, hukum benar-benar harus menjadi pengayom masyarakat, memberi rasa aman dan tertib, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
c. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan diberbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
d. Dalam rangka meningkatkan penegakkan hukum perlu terus dimantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing, serta terus ditingkatkan kemampuan dan kewibawaannya dan dibina sikap, perilaku dan keteladanan Para penegak hukum sebagai pengayom masyarakat yang jujur, bersih, tegas dan adil.
e. ????? dan seterusnya.
Garis kebijaksanaan umum yang kemudian secara lebih operasional dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara itulah yang menjadi landasan dan tujuan dari setiap usaha pembaharuan hukum, termasuk pembaharuan hukum pidana dan kebijaksanaan penanggulangan kejahatan di Indonesia.
Perlu disadari bahwa pembangunan hukum pidana, pada dasarnya tidak hanya terbatas pada pembangunan yang bersifat struktural yakni pembangunan lembaga-lembaga hukum yang bergerak di dalam suatu mekanisme, akan tetapi mencakup pula pembangunan substansial yang berupa produk-produk hukum dalam bentuk peraturan-peraturan hukum pidana dan keputusan-keputusan pengadilan, dan yang bersifat kultural, yakni sikap-sikap dan nilai-nilai baik di kalangan aparat penegak hukum maupun di masyarakat yang dikehendaki oleh suatu sistem hukum pidana. 1)
Mengingat judul yang penulis ungkapkan dalam tesis ini adalah "Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak di Masa Datang? maka yang menjadi permasalahan di sini yakni bagaimana?"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Tri Umami
"ABSTRAK
Salah satu kasus yang di tangani oleh Unit PPA Polres Jakarta Pusat adalah aksi bullyingterhadap anak dibawah umur di salah satu pusat berbelanjaan di Jakarta oleh beberapaanak teman sekolahnya. Dalam menangani kasus tersebut pihak kepolisian berdasarkanUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sertaPeraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi DanPenanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Dua Belas Tahun menerapkan restorativejustice dengan melaksanakan diversi untuk pelaku anak yang berusia 12 tahun keatasdan pengambilan keputusan untuk anak yang berusia 12 tahun kebawah. Dalampertemuan yang dihadiri oleh pihak korban dan pelaku anak beserta keluarga,pendamping kemasyarakatan, penasehat hukum, Psikologi Divisi Pelayanan danPemulihan P2TP2A Jakarta dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial LPKSHandayani dicapailah kesepakatan yang salah satunya menempatkan ke sembilan anaktersebut dalam pendidikan atau pelatihan dilembaga pendidikan/LPKS selama 3 bulan.Namun pada kenyataan nya hasil pengambilan keputusan dan diversi tersebut tidaksesuai dengan pelaksanaanya, hal ini dikarenakan anak-anak yang seharusnya menjalanipendidikan dan pelatihan selama 3 tiga bulan sudah dikeluarkan dari LPKS sebelumjangka waktunya berakhir. Dengan kejadian tersebut tentunya membawa dampak negatifbaik bagi Kepolisian, lembaga terkait P2TP2A untuk melakukan pembinaan dankonseling maupun bagi diri si anak. Berkenaan dengan penyidik kepolisian dalammenerapkan konsep diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dapat dikajipermasalahan mengenai bagaimana tugas dan wewenang kepolisian serta lembaga lainterkait implementasi pengambilan keputusan dan diversi dan hambatan-hambatan yangdihadapi penyidik Kepolisian dan lembaga terkait serta solusi bagi Kepolisian danlembaga terkait implementasi pengambilan keputusan dan diversi pada masa depan.Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normative yang didukung denganpenelitian lapangan yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara denganinformasn, analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan metodepengumpulan data primer dan sekunder.

ABSTRACT
One of cases handled by the PPA Unit of Central Jakarta Police was bullying takingplace at one of shopping centers in Jakarta by some students to minors.In handling thecase, the Police, based on Law Number 11 Year 2012 on Child Criminal Justice Systemand Government Regulation No. 65 of 2015 on Guidelines for the Implementation ofDiversion and Handling of Children Not Yet Aged 12 Twelve Years,appliedrestorative justice by implementing diversion for Children in Conflict with theLawwho were aged 12 and above and decision making for children aged 12 and under.Ina meeting attended by victims and children as criminal actors with their families,community counselors, legal counsels, Psychological Service and Recovery Division ofP2TP2A Jakarta and Social Welfare Institution LPKS Handayani , an agreement wasreached which one of them placed the nine children in education or training ineducational institution LPKS for 3 months.But in reality, the results of decision makingand diversion were not in accordance with the implementation, this was because childrenwho should undergo education and training for 3 three months had been excluded fromthe LPKS before the end of the term set. Such incident, certainly, had a negative impacton both the Police, related institution P2TP2A conducting coaching and counseling,and on the children themselves.With regard to police investigators in applying theconcept of diversion to children in conflict with the law, it is possible to examine theissue of how the duties and authorities of the police and other institutions related to theimplementation of decision making and the diversion as well as obstacles faced byPolice investigators and related institutions and solutions for Police and relatedinstitutions in the implementation of decision making and diversion in the future. Thisstudy used normative juridical research supported by field research conducted byconducting interviews with informants, while data analysis used was a qualitativeanalysis with primary and secondary data collection methods."
2017
T49092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliati
"Standard Minimum Rules For The Administration of Juvenile Justice atau yang lebih dikenal dengan sebutan Beijing Rules merupakan kondisi minimum yang dianggap layak oleh PBB dalam menangani pelaku tindak pidana di sistem manapun. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana prinsip-prinsip dalam Beijing Rules telah dianut dalam UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan bagaimana pula dalam implementasinya. Dengan meneliti implementasinya, diharapkan untuk dapat diketahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya sekaligus dapat mengetahui upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi kendala yang ada.
Penelitian ini dilakukan dengan dua jenis penelitian, yaitu penelitian normatif dan empiris. Wilayah/lokasi penelitian dilakukan di wilayah hukum DKI Jakarta dan Lernbaga Pemesyarakatan Anak di Tangerang, Banten. Sebagai alat-pengumpulan data, digunakan wawancara dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah banyak mengadopsi nilai-nilai dari Beijing Rules, hanya saja dalam pelaksanaannya ternyata belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai tersebut. Hal ini disebabkan oleh antara lain keterbatasan sumber daya aparat hukum baik secara kualitas maupun kuantitas, terbatasnya sarana dan sarana pendukung, selain itu juga rendahnya tingkat pengetahuan hukum masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarwin
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penanganan-penanganan kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh anak melalui sistem peradilan pidana anak atau penyelesaian kasus yang diselenggarakan secara formal. Masih terdapat banyak permasalahan mengenai penanganan anak di setiap tingkat peradilan pidana terutama terkait perlindungan anak dan hak-haknya pada proses peradilan pidana dan tidak dijalankan sebagaimana mestinya upaya penyelesaian kasus melalui mekanisme diversi yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, akibatnya ada begitu banyak anak yang
ditahan dan dipenjara bahkan hingga kasus-kasus tindak pidana yang ringan. Dalam tesis ini penulis menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi dokumen hukum berupa undang-undang, pandangan ahli hukum, putusan-putusan pengadilan, dan dokumen-dokumen lain yang terkait yang bertujuan untuk menjabarkan dan menganalisis mengenai penanganan anak yang berkonflik dengan hukum dan bagaimana pengaturan dan implementasi konsep diversi di Indonesia saat ini. Dari hasil analisis, penulis menemukan masih terdapat begitu banyak permasalahan terkait penyelesaian kasus anak secara formal, yakni masih belum adanya beberapa aturan pelaksana yang diamanatkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terutama
mengenai ketentuan pelaksanaan pidana non pemenjaraan, masih kurangnya sarana dan prasarana terkait pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan masih belum baiknya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pelaksana undang-undang ini. Selain itu permasalahan lainnya yakni tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak baik saat anak diproses di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Diantaranya masih seringnya penahanan dilakukan terhadap anak meski undang-undang
mengamanatkan penahanan hanyalah sebagai upaya terakhir, jumlah lama penahanan yang tidak sesuai ketentuan, belum efektifnya pendampingan kepada anak baik itu oleh Balai Pemasyarakatan, Advokat, Pekerja Sosial, dan lain sebagainya, tuntutan jaksa dan putusan hakim yang berorientasi pemenjaraan, dan laporan peneliti kemasyarakatan yang belum maksimal dilakukan. Kemudian masih ditemukannya banyak kasus pidana anak yang tidak diselesaikan melalui diversi meski telah memenuhi syarat untuk dilakukan diversi.

ABSTRACT
This research discusses the handling of criminal cases committed by children through the juvenile criminal justice system or the settlement of cases that are held formally. There are still many problems regarding the handling of children at every level of criminal justice, especially related to the protection of children and their rights in the criminal justice process and are not carried out properly as an effort to resolve cases through a diversion mechanism that has been mandated in Law No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System, as a result there are so many children who are detained and imprisoned even to cases of minor criminal acts. In this research the author uses the normative juridical method, namely research conducted through the study of legal documents in the form of laws, views of legal experts, court decisions, and other related documents that aim to describe and analyze the handling of children in conflict with the law and how the regulation and implementation of the diversion concept in Indonesia today. From the results of the analysis, the authors found that there were still so many problems related to the formal settlement of child cases, namely that there were still no implementing regulations mandated by Law No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System, especially regarding the provisions of the implementation of non-imprisonment crimes, the lack of facilities and infrastructure related to the implementation of Law No. 11 of 2012 concerning the Criminal Justice System for Children, and the quality and quantity of human resources that implement this law are still not good. Besides that, another problem is the non-compliance with the provisions in Law
No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System both when children are processed at the police, prosecutors, and court levels. Among them the frequent detention of children is carried out even though the law mandates that detention is only a last resort, the length of detention that is not in accordance with the provisions, ineffective assistance to the child either by the Penitentiary, Advocates, Social Workers, etc., prosecutors' demands and decisions imprisonment-oriented judges, and social research reports that have not been
maximally carried out. Then still found many child criminal cases that are not resolved through diversion even though it has met the requirements for diversion."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnianti
Jakarta: UNICEF, 2003
364.38 PUR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Sutisna
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S21693
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Rahman
"Terdapat berbagai tindakan melawan hukum ynag dilakukan oleh anak saat ini, termasuk tindak pidana penganiayaan yang banyak terjadi di wilayah hokum Polres Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan keadilan restoratif dalam penggunaan diversi kepolisian dalam rangka menangani tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak di bawah umur di wilayah hukum Polres Sleman. Metode kualitatif-deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan studi kasus. Data primer dan sekunder dikumpulkan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan pada anggota kepolisian di Polres Sleman yang bertugas sebagai seorang penyidik tindak pidana oleh anak. Penelitian menggunakan Teori Kebijakan Penanggulangan Kejahatan dan Teori Perlindungan Anak yang berhadapan dengan hokum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penganiayaan merupakan tindak pidana karena mengarah pada penganiayaan dan dapat menyebabkan kematian dan kejadiannya di wilayah Polres Sleman mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Upaya penanganan tindak pidana penganiayaan di Polres Sleman dilakukan dengan melaksanakan diversi karena sebagian besar pelaku merupakan anak di bawah umur. Implementasinya sudah sesuai dengan UU nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA. Dalam menerapkan diversi terhadap pelaku penganiayaan terdapat beberapa hambatan yang dihadapi Polres Sleman diantaranya standar sistem hukum yang memaksa adanya tindak lanjut secara pidana, pelanggaran serius yang dilakukan anak menuntut tanggung jawab pidana, kesulitan LPA dalam melakukan penanganan, kurangnya koordinasi antar lembaga, korban yang tidak menyetujui diversi, dan tidak diterimanya diversi oleh publik.

There are various actions against the law that are carried out by children today, including Criminal Acts of Abuse criminal acts that often occur in the legal area of the Sleman Police. This study aims to analyze the application of restorative justice in the use of police diversion in order to deal with Criminal Acts of Abuse committed by minors in the jurisdiction of the Sleman Police. Qualitative-descriptive method is used in this research with a case study approach. Primary and secondary data were collected through interview and documentation techniques. Interviews were conducted on members of the police at the Sleman Police who served as an investigator for criminal acts by children. The study uses the theory of crime prevention policy and the theory of child protection in dealing with the law. The results showed that Criminal Acts of Abuse is a criminal offense because it leads to persecution and can cause death and the incidence in the Sleman Police area has increased from year to year. Efforts to handle clitih crimes at the Sleman Police are carried out by carrying out diversion because most of the perpetrators are minors. Its implementation is in accordance with Law No. 11 of 2012 concerning SPPA. In implementing diversion against Criminal Acts of Abuse perpetrators, there are several obstacles faced by the Sleman Police including the standard of the legal system that forces criminal follow-up, serious violations committed by children demanding criminal responsibility, difficulties for LPA in handling, lack of coordination between institutions, victims who do not agree diversion, and diversion is not accepted by the public."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Mandar Maju, 1997
345.081 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zainuddin
"Anak merupakan anugrah tuhan yang Maha Esa. Anak merupakan penerus dan generasi bangsa. Dalam perkembangan zaman yang makin maju ini, anak tidak lagi merupakan sosok yang lucu dan menggemaskan. Beberapa anak dalam masyarakat tumbuh menjadi anak yang nakal, kejam yang melanggar aturan hukum. Anak yang bermasalah dengan hukum merupakan persoalan yang mengkhawatirkan, dimana apabila anak dihadapkan pada peradilan maka akan timbul stigma negatif bagi anak tersebut, sehingga anak bukan menjadi lebih baik setelah dipidanakan akan tetapi menjadi penjahat yang lebih profesional. Sebab anak-anak yang bermasalah tersebut dikumpulkan dengan anak-anak lain yang bermasalah sehingga ilmu-ilmu kejahatan akan mereka pertajam lagi. Pemidanaan bukan merupakan solusi yang terbaik bagi anak. Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak tidak mengenal istilah penyelesaian perkara anak bermasalah dengan hukum menggunakan mekanisme diversi. Diversi merupakan penyelesaian perkara anak dengan mengenyampingkan atau meniadakan pidana terhadap anak tersebut. Diversi merupakan penyelesaian suatu perkara pidana oleh anak dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Landasan hukum diversi baru lahir setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana anak diupayakan penyelesaian secara restorative justice dimana dalam tiap tingkat proses peradilan baik ditingkat penyidikan, penuntutan hingga pengadilan diupayakan dahulu dilakukan diversi. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak baru berlaku setelah 2 tahun diundangkan, hal ini dikarenakan pelaksanaan diversi yang merupakan penjabaran nilai-nilai keadilan restoratif merupakan barang baru bagi aparat penegak hukum. Sehingga terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara pidana oleh anak. Untuk itu dalam penulisan ini akan dilakukan penelitian tantang perbandingan hukum pelaksanaan diversi diberbagai negara, guna mengetahui pelaksanaan diversi dan mengambil pelaksanaannya yang sekira dapat diterapkan dilaksanakan di Indonesia. Serta guna memantapkan pelaksanaan diversi dicari faktor-faktor penghambat pelaksanaan diversi guna mencari jalan keluar agar pelaksanaan diversi dapat berjalan dengan baik.

Children are the gift of God Almighty Son is successorand the future generation In the development of a more advanced age the child is notagain a figure that is funny and adorable. Some children incommunity grew into a naughty child in violation of the rule of law cruel. Children in conflict with the law is a matter of concern which if children are exposed to justice will arise negative stigmafor the child so the child is not getting better after criminalized willbut become more professional criminals. For the people with problems.The gathered with other children with problems so that the sciencescrime will they sharpen again. Punishment is not a solution best for the child. In Act No 3 of 1997 on Judicial Children do not know the term settlement with the troubled child law divesi mechanisms. Diversion is a child settlement with mengemyampingkan or negate the crime against children. Diversion represents the completion of a criminal case by the child using the restorative justice approach. The legal basis diversion newborn after the enactment of Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal child. In Act attempted child Criminal Justice System completion of the restorative justice where judicial process in each levelboth in the investigation prosecution until the court first soughtcarried diversion Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal Children take up to 2 years of enactment this is because implementation of diversion which is a translation of the values of restorative justice is new to law enforcement officials. So there hambatan-hambatan encountered in the implementation of diversion in settlement crime by children. Therefore in this study will be conducted the research challenge comparative law versioned implementation in different countries in order to know implementation of diversion and take approximately implementation that can be applied implemented in Indonesia And in order to strengthen the implementation of the factors inhibiting the implementation of diversion sought diversion in order to find a way out so that the implementation diversion can run well."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setya Wahyudi
Yogyakarta: Genta Publishing, 2011
345.081 SET i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>