Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deddy Roosadiono
"Latar Belakang
Dari literatur tentang perdagangan internasional, analisis ekonomi tentang perdagangan bebas yang berdasarkan prinsip keuntungan komparatif dijelaskan bahwa spesialisasi internasional dalam produksi akan meningkatkan volume perdagangan internasional yang pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi suatu negara dan dunia pada umumnya. Dengan perkataan lain sistem perdagangan bebas mampu meningkatkan kesejahteraan negara dan dunia.
Selanjutnya apabila teori positif tentang perdagangan internasional dikaitkan dengan teori normatif tentang kemakmuran masyarakat, maka sistem perdagangan babas secara teoritis mampu memenuhi kondisi optimalitas Pareto sehingga memungkinkan tercapainya kemakmuran masyarakat yang maksimum. Dengan perkataan lain sistem perdagangan bebas memungkinkan tercapainya kondisi 'terbaik pertama' yakni suatu kondisi tanpa distorsi harga, baik harga domestik maupun harga internasional atau secara teknis adanya kesamaan antara tingkat subsitusi marjinal konsumsi dengan tingkat tranformasi marjinal produksi, baik domestik maupun internasional. Dengan demikian, sistem perdagangan bebas selain menghasilkan alokasi sumber daya yang efisien, juga dapat memaksimumkan kesejahteraan masyarakat suatu negara.
Penelitian empiris menunjukkan pula bahwa pengurangan tarif baik secara sepihak maupun bilateral akan meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Dan penelitian empiris yang dilakukan oleh Grais, de Melo dan Urata (1986) menunjukkan bahwa pencabutan sistem kuota di Turki tahun 1978 mampu meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 5 persen serta penelitian Clareta dan Whally {1985) di Pilipina tahun 1978 menunjukkan pula bahwa dengan menghilangkan proteksi tarif kuota dan pajak ekspor akan meningkatkan Produk Nasional Bruto (PNB) sebesar 5.2 persen.
Dari gambaran di atas, dan dikaitkan dengan upaya banyak negara untuk mendorong perkembangan sektor industri pengolahannya, timbul pertanyaan mengapa hampir semua negara cenderung proteksionistis, terutama pada tahap awal perkembangan industrinya. Banyak argumentasi tentang perlunya proteksi suatu industri, baik argumentasi ekonomi maupun non-ekonomi. Salah satu argumentasi ekonomi yang umumnya diterima oleh para ekonom dan banyak dijadikan alasan oleh para pembuat kebijaksaaan proteksi adalah argumentasi infant industry. Dalam argumentasinya, dilihat dari segi jangka waktu, pemberian proteksi bersifat sementara, hal ini dikaitkan dengan sampai dicapainya economies scale suatu industri. Namun pertanyaannya berapa tahun waktu yang diperlukan untuk mencapainya, berapa besarnya tingkat proteksi dan berapa besarnya tingkat proteksi yang seharusnya diterima oleh masing-masing industri, apakah semua industri mendapat tingkat proteksi yang sama atau berbeda dan kalau berbeda berapa besar variasi perbedaaanya? Tidak terdapat petunjuk atau penjelasan tentang masalah di atas dalam argumentasi infant industri. Namun pengamatan empiris di negara berkembang yang dilakukan oleh Moh. Arsyad memberikan petunjuk bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat proteksi dengan perkembangan sektor industri pengolahan, yaitu bahwa tingkat proteksi yang digunakan untuk mendukung perkembangan industri pengolahan di negara berkembang yang kemudian mampu bersaing dengan barang impor dan bahkan mampu meningkatkan ekspornya (seperti misalnya Korea Selatan), tingkat proteksi serta berbagai fasilitas moneter dan fiskal yang diberikan selain relatif tidak besar juga pentahapan penurun fasilitasnya jelas."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Natapura
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1973
S2209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisana Irianiwati
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Mindo Herbert
"Pembangunan sektor industri pengolahan merupakan prioritas dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Namun dilain pihak telah terjadi perubahan komposisi sektoral di Indonesia sama dengan halnya yang terjadi di negara berkembang. Berdasarkan GBHN sasaran dari REPELITA adalah terwujudnya strukur ekonomi yang seimbang antara pertanian dan industri. Dilain sisi dengan semakin meningkatnya kemampuan para pelaku ekonomi khususnya di sektor industri melalui akumulasi modal dan aset menimbulkan akibat sampingan yakni kecenderungan semakin terkonsentrasinya sektor industri di Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan distorsi terhadap harga, dalam hal ini yang dimaksud adalah tingkat upah tenaga kerja. Dalam skripsi ini penulis berupaya, pertama, menjabarkan kerangka teori Struktur - Perilaku - Kinerja. Kedua, untuk menganalisa apakah di sektor industri di Indonesia telah muncul konsentrasi dihitung berdasarkan nilai tambah dan output. Ketiga, menjabarkan perbedaan perhitungan antara konsentrasi berdasarkan nilai tambah dengan konsentrasi berdasarkan output yang dipengaruhi oleh impor dan ekspor. Keempat, untuk mengetahui apakah ada hubungan nyata antara indikator struktur pasar antara lain Konsentrasi berdasarkan Nilai tambah, Rasio Modal Tenaga Kerja, Skala, Hambatan Masuk dan Luas Pasar terhadap indikator Kinerja yakni Upah Tenaga Kerja. Dan terakhir, menjabarkan pengaruh aspek Perilaku dari faktor kelembagaan antara lain; Asosiasi industri, SPSI, dan Pemerintah terhadap Kinerja Upah Tenaga Kerja. Dalam pengujian hipotesa hubungan antara Struktur Pasar terhadap Kinerja, penulis menggunakan persamaan yang akan diuji dengan metode "Pangkat Dua Terkecil Biasa (Ordinary Least Squares/OLS)" dengan menggunakan data Cross Section sektor industri pengolahan besar dan sedang. Dalam pengujian selanjutnya, penulis mengklasifikasikan konsentrasi empat perusahaan terbesar, berturut-turut sebagai industri struktur pasamya berbentuk High Oligoply, industri Moderate Oligoply, dan Non Oligopoly. Dari hasil pengujian terhadap total industri pengaruh dari lima variabel bebas Struktur Pasar, antara lain; Konsentrasi berdasarkan Nilai tambah, Rasio Modal Tenaga Kerja, Skala, Hambatan Masuk dan Luas Pasar secara bersama-sama terdapat hubungan nyata terhadap indikator Kinerja yakni Upah Tenaga Kerja. Kecuali variabel skala, secara terpisah variabel bebas lainnya memiliki hubungan nyata dengan Kinerja. Implikasi dari pengujian terhadap total industri menunjukan bahwa industri akan membayar upah yang tinggi jika industri tersebut akan pula menentukan syarat-syarat tenaga kerja antara lain; ketrampilan, pengalaman kerja yang sesuai dengan pekerjaan yang tersedia. Dan disisi lain profit yang tinggi mengakibatkan industri yang bersifat oligoply mempunyai kemampuan untuk memberikan upah yang tinggi antara lain disebabkan mereka dapat mengatasi cost tambahan kepada konsumen yang mana mereka memiliki kemampuan untuk mengatur harga, dalam hal ini adalah upah tenaga kerja. Pengujian terhadap sepuluh industri High Oligopoly pada tahun 1982 maupun 1988, kelima variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh nyata terhadap Kinerja Upah. Pada industri Moderate Oligopoly kecuali skala secara bersama-sama indikator struktur pasar terhadap Kinerja Upah terdapat hubungan nyata. Pada industri Non Oligopoly secara terpisah rasio modal tenaga kerja, luas pasar dan skala berpengaruh terhadap peningkatan upah. Implikasi dari hasil pengujian tersebut adalah bahwa faktor modal dan luas pasar berpengaruh terhadap pemberian upah, sedangkan hambatan masuk dan konsentrasi tidak mempunyai pengaruh, yang berarti tidak terdapat arus hambatan masuk. Dad hasil penelitian lapangan mengenai aspek perilaku terhadap Kinerja Upah terjadinya distorsi upah antara lain disebabkan kurang efisien dan efektifnya faktor kelembagaan antara lain Asosiasi, SPSI dan Pemerintah terhadap Kinerja Upah Tenaga Kerja. Dan terdapat kemungkinan kolusi di Asosiasi industri dalam hal penentuan tingkat upah tenaga kerja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, perlu adanya langkah nyata dalam hal peningkatan upah tenaga kerja misalkan melalui pelatihan dan pendidikan terhadap tenaga kerja dan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan. Diharapkan pula kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi terus dilanjutkan, khususnya dalam hal mengatur perilaku yang negatif dari industri konsentrasi tinggi, misalkan terjadinya kelebihan kapasitas, penentuan upah, dan lain-lain."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S18911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aswin Rivai
"The striking large investments in the wood manufacturing industry especially after the fi1ip provioed bv the increases in oil revenue, in its turn will change the production technology has been used by this industry. This changes, undisputed1y will have a profound impact on labour absorption and labour productivity. The wood manufacuring industry has been the focus on this thesis since most of the studies on wood maufacturing industry in Indonesia until the time being, were mostly laying the stress on their production capacity and export performances. Less attention or studies has been undertaken in discussing the production technology and its impacts on labour acsorption and labour productivity which are accounted to be one of the most important factors for success in increasing export performances. stUdY are: the production capacity as well Specifically, tne objectives of the as this 1. To review the changes and trendS of production tecnniques in the wood manufacturing indusry. 2. To estimate the changes in labour acsorption or its empioyment elasticity. 3. To estimate the value of the elasticity of substitution in this industry . . 4 . . To estimate the changes in laoour producti.vity in this industry. Based on the past experieces and previous studies discussing the similar topiC, tne study in tnis thesis also utili~ing the Constant Elasticity of SUDstitution (CES) production function as a theoritical baCKground of tne analysis. The labour demand function and lacour prOductivity were derived from the CES production function. The economic parameters of these functions were estimated after changing its mathematical forms into its statistical regression mOdels. By evaluating the capital-labour ratio (K/L), it can be concluded whether the wood manufacturing industry tenos to be capital intensive or VIce versa."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Yusianto
"Secara historis, kenaikan kontribusi industri pengolahan terhadap output dan tenaga kerja yang menyertai peningkatan pendapatan per kapita dan penurunan relatif kontribusi di sektor pertanian adalah merupakan generalisasi yang terbaik mengenal pembangunan (Chenery, 1986, p.l).
Menurut Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988, pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan ekonomi jangka panjang untuk mencapai struktur ekonomi yang semakin seimbang di mana sektor industri yang maju dan didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. Selanjutnya, proses industrialisasi harus mampu mendorong berkembangnya industri sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja baru, sumber peningkatan ekspor dan penghematan devisa, penunjang pembangunan daerah, penunjang pembangunan sektor-sektor lainnya serta sebagai wahana pengembangan dan penguasaan teknologi. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia mempunyai harapan yang besar terhadap sektor industri sebagai motor pembangunannya.
Data dari World Development Report 1990 menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 1988 memiliki produk nasional bruto (PNB) per kapita sebesar US $ 440. Dari 121 negara yang dikumpulkan, Indonesia masuk dalam kelompok negara berpendapatan rendah.
Dilihat dari pendapatan per kapitanya, Indonesia masih di atas rata-rata kelompok negara tersebut. Jika dibandingkan tahun 1965, Indonesia mengalami pertumbuhan PNB per kapita sekitar 4,3 persen pada periode 1965-1998. Laju pertumbuhan tersebut termasuk tinggi. Bila melihat struktur produksinya: (a) kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mengalami penurunan, yakni dari 56 persen (1965) menjadi 24 persen (1988). Dibandingkan kelompok negara berpendapatan rendah lainnya, penurunan kontribusi ini termasuk cepat; (b) kontribusi sektor industri terhadap PDB mengalami peningkatan, yakni dari 13 persen (1965) menjadi 36 persen (1999); (c) Kontribusi sektor Industri pengolahan terhadap PDB mengalami peningkatan, yakni dari 8 persen (1965) menjadi 19 persen (1988). Menurut klasifikasi UNIDO, suatu negara dikatakan dalam proses industrialisasi jika rasio nilai tambah industri pengolahan terhadap PDB nya adalah antara 10 hingga 20 persen (Moh. Arsjad Anwar, 1987, p. 411). Dengan demikian, jika Indonesia dimasukkan dalam klasifikasi UNIDO tersebut, maka Indonesia masuk dalam kelompok negara dalam proses industrialisasi (industrializing country).
Namun, apakah indikator UNIDO ini yang mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara dalam proses industrialisasi telah menunjukkan jenis transforrnasi struktural dalam perekonomian Indonesia ? Terutama dengan adanya fasilitas-fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap perkembangan sektor industri pengolahan ini bila dikaitkan dengan kebijaksanaan perdagangan.
Pemberian fasilitas tersebut terutama bersifat proteksi, baik tarif maupun bukan tarif. Adapun pemberian fasilitas-fasilitas tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga di negara-negara sedang berkembang lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan the infant industry argument, yakni pemberian perlindungan sementara bagi industri-industri yang masih baru dalam menghadapi persaingan pasar dunia. Hal tersebut juga berkaitan dengan Inward-looking strategy yang umumnya juga berlaku di negara-negara sedang berkembang. Masalahnya sekarang adalah apakah perlindungan tersebut masih dalam batas-batas yang dapat diterima atau tidak ? Adapun toleransinya dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: waktu, besar dan caranya proteksi diberikan.
Masalah lain yang cukup pokok bagi Indonesia adalah masalah ketenagakerjaan. Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1988 mengemukakan bahwa penciptaan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang jumlahnya makin besar merupakan tantangan utama pembangunan. Di mana kebijaksanaan perluasan lapangan kerja dalam Repelita V dimaksudkan tidak saja hanya sebagai realokasi tenaga kerja semata dari sektor pertanian ke sektor non pertanian melainkan juga untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja di berbagai sektor.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Andi Fahmi
"Hubungan antara struktur pasar dan kinerja masih menjadi bahan perbincangan antar ekonom hingga kini. Banyak teori-teori baru bermunculan dengan menggunakan pendekatan dan metodologi yang berbeda, namun dengan satu tujuan untuk mengetahui pola dan arah hubungan struktur pasar dan kinerja yang dihasilkan. Di samping itu, pola hubungan struktur dan kinerja sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana pasar tersebut berada. Hal itu menyebabkan topik hubungan struktur pasar dan kinerja tetap menarik untuk diteliti. Penelitian mencakup penelusuran pustaka sebagai upaya untuk memahami tentang dasar pemikiran hubungan struktur pasar dan kinerja, kedudukannya dalam analisa ekonomi industri, aliran-aliran ekonomi industri yang memiliki persepsi berbeda tentang pola hubungan struktur dan kinerja, serta bukti-bukti empiris yang diajukan ekonom-ekonom organisasi industri dan aliran-aliran yang ada. Studi empiris yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang pola hubungan struktur pasar dan kinerja di dalam industri pengolahan Indonesia. Kerangka analisa yang digunakan merupakan perpaduan antara kerangka SCP tradisional dan semangat Ekonomi Industri Baru, dengan memasukkan peralatan teori permainan, dalam hal ini teori permainan berulang (supergames). Dengan menggunakan metodologi panel, yaitu metode penyatuan data antar-waktu dan antar-individu, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara struktur pasar dan kinerja industri pengolahan Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa semakin terkonsentrasi pasar, maka semakin tinggi kekuatan pasar yang diperoleh. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa semakin terdiferensiasi suatu produk, maka semakin tinggi hambatan masuk yang dapat dikenakan perusahaan yang ada di pasar untuk mencegah masuknya perusahaan baru, sehingga semakin tinggi kekuatan pasar yang diperoleh. Kesimpulan lain yang di dapat berhubungan dengan tacit collusion. Semakin terkonsentrasi pasar semakin mudah untuk melakukan kolusi. Selain itu, semakin homogen produk yang dihasilkan, semakin mudah untuk mencapai dan mempertahankan kolusi. Namun kolusi akan lebih susah dipertahankan bila terjadi fluktuasi permintaan, karena kolusi cenderung untuk pecah pada saat permintaan turun."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
S19210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarni
"ABSTRAK
Analisa Sebab - sebab Kecelakaan Fatal pada Kegiatan Well Service dl
PT. X tahun 2005
Well Service atau Perawatan Sumur adalah salah satu kegiatan
penambangan minyak bumi yang tidak terlepas dari kemungkinan untuk
terjadi kecelakaan. Usaha untuk mengurangi kecelakaan_ salah satunya
adalah dengan mencari penyebab - penyebabnya.
Falctor tindakan tidak aman dan keadaan tidak aman dibahas untuk
melihat penyebab - penyebab dari keoelakaan. Dengan diketahuinya
penyebab langsung dan penyebab dasar kecelakaan, maka dapat dibuat
aturan dalam rangka untuk mencegah kecelakaan.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapaikan penyebab -
penyebab dari kecelakaan. Data - data yang digunakan diambil dari
dokumentasi yang ada di Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas Bumi dan
dokumentasi dari perusahaan. Data - data tersebut selanjutnya dianalisa
dengan menggunakan metode Pohon Kegagalan atau Fauit Tree Analysis.
Penelitian dilakukan dengan mengambil data kecelakaan yang
mengakibatkan seorang karyawan PT. X meninggal saat melakukan
pekerjaan Perawatan Sumur Minyk ( We!! Sevice ) yang berlokasi di
Perairan A pada tahun 2005.
Hasii penelitian menunjukan bahwa kecelakaan yang terjadi adalah
akibat dari tindakan tidak aman yang disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan pekerja_
Saran yang dapat dibenkan adatah perbaikan pada alat pengaman
dan peningkatan kemampuan sumber daya manusianya dengan meralui
pelatihan - pelatihan dan atau pendidikan formal sesuai dengan pekerjaan
yang ditanganinya.

ABSTRACT
Analysis on the Causes of Fatal Incidents in Well Service Activities in
PT. X 2005
Well-service activities in petroleum mining cannot be liberated from
the possibilities of incidents. One ofthe efforts to reduce these incidents is by
finding out the causal factors.
Unsafe acts and unsafe conditions are the factors to be studied to find
the causes of incidents. By knowing the direct causes and basic causes of
incidents, hence can be made rules in order to prevent incidents to occur.
`l'his research intends to understand the causes of incidents in well-
servlce activities. The datas used in this research was collected from the
documentations by Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi and company?s
documentations. These datas hereinafter analysed by using Pohon
Kegagalan method or Fault Tree Analysis.
Research conducted by taking example from an incident that caused
the death of PT X's employee while doing well-sewice activities located in
Territorial-Water A (Perairan A) in 2005.
The outcome of this research shows that incidents occur due to
unsafe acts triggered by the lack of worker?s knowledge.
This research suggests to repair safety devices and the improvement
of human resources through trainings and/or formal educations as according
to job handled by each worker.

"
2007
T34508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anrini Sofion
"Penulisan mengenai masalah pertjeraian untuk sebagian dari daerah kota Djakarta ini bukanlah merupakan suatu uraian jang mendalam serta lengkap mengenai pertjeraian untuk seluruh dae_rah kota Djakarta.Maksud tulisan ini tidak lain daripada suatu usaha pert.o-baan untuk mengetahui dan mentjari sebab2 dari masalah pertje_raian. Mengapa pertjeraiant Sebenarnja penulis mengambil tema masalah pertjeraian ini tertarik atas saran pembimbing dahulu, mengingat djuga angka pertjeraian untuk Indonesia pada umumnja adalah sangat tinbgi. Sangat tinggi bila dibandingkan dengan daerah luar Indonesia (lihat dattar lampiran). Dan didalam daerah Indonesia sendiri, Djawa dan Madura menduduki tempat jang pertama dalam tingginja angka pertjeraian. Apakah sebabnja? Untuk inilah penulis akan memberikan data2, data2 jang boleh dikatakan baru dalam tarai permalaan dalal usaha meneliti masalah pertjeraian.Pembatasan penulisan. Semula akan dibuat suatu penulisan mengenai pertjeraian jang terdjadi dalam suatu daerah kelurah_au. Disebabkan masalah pertjeraian dalam daerah wilajah Djakar ta Raja diatur dan diurus oleh Ketjamatan sebagai unit terke_t j it jang; berwenanb, maka Kantor Urusan Agama Magian Kepenghu_luan daerah Ketjamatan Djutinegara mendjadi sasaran pokok. Dari Kantor Urusan Agama ini penulis memperoleh 99 pertjontoh_an pertjeraian berdasarkan bahan statistik Kantor tersebut. Ke 99 sample ini terpaksa penulis ambil karena beberapa kesu_litan jang dialami ketika hendak mengambil sample langsung dari orang2 jang hendak bertjerai di Kantor Urusan Agama itu. Ternjata dengan djalan ini tidak didapatkan hesil jang diingin_kan. Dan selandjutnja penulis tidak selalu dapat mengikuti dja_lannja perkara2 pertjeraian karena keadaan dan waktu tidak mengiainkannja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1969
S12680
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>