Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103263 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rifkin, Bernard
"Salah satu masalah kependudukan yang terjadi sekarang ini adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk. Salah satu usaha menangani masalah tersebut adalah dengan menurunkan fertilitas.
Analisis pada penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan fertilitas.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari hasil SUPAS 1985 untuk propinsi Sulawesi Selatan. Responden yang diperhatikan adalah ibu-ibu yang pernah kawin berumur dibawah 50 tahun yang jumlahnya 5548 orang.
Variabel yang diperhatikan adalah. : Anak lahir hidup (CEB) sebagai dependen variabel sedangkan untuk independen variabelnya adalah: Umur kawin pertama, status pemakaian alat kontrasepsi, pendidikan yang ditamatkan, jenis pekerjaan, kematian anak, tempat tinggal dan umur ibu.
Metode analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik infrensial. Pada statistik infrensial dipakai metode statistika Regresi Ganda dan Garis Patah Paritas.
Hasil yang diperoleh dari analisis data adalah:
1. Terdapat perbedaan pola paritas menurut umur berdasarkan status pemakaian alat kontrasepsi dan latar belakang ibu.
2. Dengan hanya memperhatikan variabel antara maka setelah memperhitungkan pengaruh variabel lain dalam model diperoleh hasil bahwa umur kawin pertama berhubungan negatif dengan fertilitas baik di kota maupun di desa. Kemudian ibu yang tinggal di kota dan menggunakan slat kontrasepsi mempunyai jumlah anak lahir hidup yang lebih tinggi daripada ibu yang tidak menggunakan alat kontrasepsi sedangkan untuk ibu yang tinggal di desa dan menggunakan alat kontrasepsi jumlah anak lahir hidupnya lebih rendah dari ibu yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
3. Dengan hanya memperhatikan variabel latar belakang maka hasil yang diperoleh setelah meperhitungkan pengaruh variabel lain dalam model yang diperhatikan adalah: Kelompok ibu yang tidak bekerja dan kelompok ibu yang bekerja di sektor pertanian mempunyai jumlah anak lahir hidup yang lebih banyak dari ibu kerja di sektor non pertanian. Diperoleh pula bahwa ibu yang tidak sekolah, tidak tamat SD, serta ibu yang tamat SD mempunyai jumlah anak lahir hidup yang lebih sedikit dibanding dengan ibu yang tamat SLP+, namun perbedaan antara yang tidak tamat SD dan tamat SD tersebut tidak signifikan. Dan bagi ibu yang pernah mengalami kematian anak, jumlah anak lahir hidupnya lebih banyak dari yang tidak pernah mengalami.
4. Variabel latar belakang dan variabel antara jika diperhatikan dalam suatu model maka hasil yang diperoleh setelah memperhatikan pengaruh variabel lain dalam model adalah: umur kawin pertama berhubungan negatif dengan fertilitas, ibu yang menggunakan alat kontrasepsi, di kota anak lahir hidupnya lebih banyak tetapi di desa anak lahir hidupnya lebih sedikit. Kelompok ibu yang tidak bekerja dan ibu yang bekerja di sektor pertanian jumlah anak lahir hidupnya lebih banyak dari yang kerja di sektor non.
Kemudian ibu yang tidak sekolah, ibu tidak tamat SD serta ibu yang tamat SD jumlah anak lahir hidupnya lebih sedikit dari yang tamat SLP+. Selanjutnya diperoleh pula bahwa ibu yang pernah mengalami kematian bayi jumlah anak lahir hidupnya lebih tinggi.
Secara keseluruhan diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan asosiasi dari variabel yang diperhatikan berdasarkan tempat tinggal kecuali perbedaan pengaruh penggunaan alat kontrasepsi pada model yang memuat variabel antara dan variabel latar belakang secara bersama-sama. Serta diperoleh pula hasil pada semua model yang diperhatikan bahwa terdapat perbedaan jumlah anal lahir hidup dari ibu yang tinggal di kota dan di desa yang mana anak lahir hidup ibu yang tinggal di kota lebih tinggi."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Soewarto Citro Taruno
"Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengadakan kajian terhadap faktor-faktor sosial ekonomi dan faktor-faktor latar belakang yang mempengaruhi fertilitas, dan (2) mengadakan kajian terhadap bentuk-bentuk hubungan fertilitas dengan faktor-faktor tersebut.
Studi tentang faktor-faktor penentu fertilitas di Irian Jaya ini menggunakan data sekunder hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1985 yang telah dikumpulkan oleh Kantor Biro Pusat Statistik. Responden penelitian ini adalah wanita yang berstatus kawin (currently married women) berusia antara 15 - 49 tahun, yang berjumlah 1560 responden.
Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial. Teknik analisis yang dipergunakan untuk menduga pengaruh faktor-faktor penentu fertilitas di Irian Jaya adalah Teknik Analisis Regresi Linier Berganda yang Aditif.
Hasil temuan mengenai pola pengaruh atau pola hubungan masing-masing variabel bebas terhadap fertilitas (anak lahir hidup) setelah dikontrol terhadap variabel-variabel lainnya di dalam persamaan garis regresi, adalah sebagai berikut:
Pertama, umur perkawinan pertama dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan cenderung mempunyai hubungan atau pengaruh negatif dengan fertilitas.
Kedua, umur wanita, pengeluaran rumah tangga sebulan sebagai proksi penghasilan.. dan banyaknya mengalami kematian bays cenderung mempunyai hubungan atau pengaruh positif dengan fertilitas.
Ketiga, jenis pekerjaan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, agama, dan akseptor keluarga berencana mempunyai hubungan (asosiasi) dengan fertilitas, sebagai berikut:
(1) Wanita yang bekerja di bidang profesional dan tata usaha memiliki anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan wanita yang bekerja di bidang penjualan-jasa-produksi, dan wanita yang bekerja di bidang pertanian, serta wanita yang tidak bekerja.
(2) Wanita yang status pekerjaan sebagai pegawai/karyawan dan status pekerjaan sebagai pekerja keluarga mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang status pekerjaan sendiri tanpa bantuan buruh dan yang bekerja dengan bantuan buruh, serta wanita yang statusnya tidak bekerja.
(3) Wanita yang bertempat-tinggal di daerah perkotaan memiliki anak lahir hidup lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang bertempat tinggal di daerah pedesaan.
(4) Wanita yang menganut agama Islam atau Katholik memiliki jumlah anak lahir hidup lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang beragama Protestan/Kristen lainnya.
(5) Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi memiliki anak lahir hidup lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.

The purpose of this study was to investigate social economic and background variables which influence fertility, and to examine pattern of relationships between those variables and fertility.
This study was about the province of Irian Jaya and utilized the 1985 Inter Cencal Population Survey (SUPAS 1985) data collected by The Central Bureau of Statistics (Biro Pusat Statistik).
The respondents is considered in this study were currently married women only aged 15 to 49, i.e women in the reproductive ages. The total member of respondents analyzed was 1560.
The data was analyzed using descriptive and inferential analysis methods. Multiple Linear Regression was used for estimating coeficients of the fertility determinants. The empirical result of this study after controlling for other variables in the model were as follows:
1. Age at first marriage and highest education attained affected fertility negatively.
2. Wive's age, income (proxied by household monthly expenditure) and frequency of infant mortality affected fertility positively or were positively associated with fertility.
3. Type of work, work status, recidence, religion and family planning acceptance affected or were associated with fertility:
(i) Children ever born alive was lowest for women who were profesionals or were in administrative jobs.
(ii) Female employees and unpaid family workers had less children ever born alive as compared to self employed women (with or without temporary help).
(iii) Women living in the city had less children ever born alive as compared to women living in the villages.
(iv) Islamic and Catholic women had less children ever born alive as compared to Protestant women.
(v) Current acceptors (of family planning) had more children ever born alive as compared to women who had never been acceptors.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madris
"Titik fokus penelitian ini, adalah untuk mengetahui pengaruh upah terhadap jam kerja yang dikaitkan dengan berbagai karakteristik individu tenaga kerja seperti pendidikan, umur, jenis kelamin dan tempat tinggal. Di samping karakteristik individu tersebut juga dikaitkan dengan karakteristik secara makro seperti rasio ketergantungan, produk domestik regional bruto dan nilai investasi menurut daerah tingkat II di Sulawesi Selatan, yang kemudian disebut variabel kontekstual. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis penawaran tenaga kerja secara individu (invidual labor supply).
Penelitian ini didasarkan pada dua literatur utama. yakni teori ekonomi rumah tangga (New-Homes Economics) dan teori penawaran tenaga kerja (Economics Labor Supply) dalam aspek mikro. New-homes ecomics didasari konsep Utility, sedangkan konsep individual labor supply berkaitan dengan konsep biaya alternatif (opportunity cost), Kedua konsep tersebut, akan melahirkan konsep efek subtitusi (subtitution effect) dan efek pendapatan (income effect). Perpaduan antara kedua konsep ini akan melahirkan, apakah individu akan menambah alokasi waktu untuk bekerja atau tidak. Seandainya pun harga jasa tenaga kerja (upah/gaji) mengalami peningkatan (asumsi leisure merupakan barang normal), maka belum tentu individu menambah jam kerjanya. Hal tersebut sangat tergantung pada utility yang diterima jika dia mengkonsumsi jam leisure lebih sedikit dan juga tergantung opportunity cost-nya jika dia melepaskan sejumlah jam kerjanya yang sudah dia miliki sebelumnya.
Dari latar belakang teori inilah muncul, Bak-ward Bending Supply Curve dalam fungsi penawaran tenaga kerja, yang dimulai dari arah positif kemudian berubah menjadi negatif setelah harga leisure menjadi lebih terjangkau.
Studi ini menggunakan data mentah (row data) Shpas 1995, Jumlah sampel sebanyak 49.816 observasi; terdiri atas 22.105 tenaga.kerja yang bekerja dan mempunyai informasi jam kerja dan sebanyak 4.793 di antara yang bekerja berstatus buruh/karyawan. Di samping menggunakan data individu Supas 1995 juga menggunakan data kelompok, yaitu masing-masing PDRB harga konstan 1993 tahun 1995, nilai investasi tahun 1994, dan rasio ketergantungan tahun, masing-masing menurut daerah tingkat II se Sulawesi Selatan.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang bekerja dan berstatus buruh/karyawan. Untuk mengestimasi- fungsi penawaran tenaga kerja yang diduga berbentuk Bakward Bending Supply Cuve, digunakan model regresi dengan metode OLS. Variabel utama adalah jam kerja dan upah. Sedangkan variabel pendidikan, umur, jenis kelamin dan tempat tinggal merupakan variabel kontrol. Rasio Ketergantungan merupakan variabel kontekstual.
Penelitian ini berhasil menemukan pola penawaran tenaga kerja berbentuk parabola, mengikuti model teoretis, yakni pada awalnya arahnya positif, namun setelah mencapai backward bending supply curve hubungan antara jam kerja dengan upah berubah menjadi negatif.
Terdapat hubungan yang singnfikan antara jam kerja dengan masing-masing variabel upah, pendidikan, umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan rasio ketergantungan pada taraf alpha 0,05.
Pola hubungan antara umur dengan jam kerja berbentuk parabola, mirip huruf U terbalik, yakni pada umur yang relatif muda hubungan antara umur dengan jam kerja positif, tetapi setelah umur semakin tua hubungannya menjadi negatif Hubungan tersebut menyerupai pola APAK (Angka Partisipasi Angkatan Kerja) secara universal.
Rata-rata jam kerja masing-masing kelompok tenaga kerja yang berpendidikan di bawah SD, tamat SD dan tamat SLTP lebih tinggi daripada rata-rata jam kerja yang berpendidikan SLTA ke atas. Rata-rata jam kerja laki-laki lebih tinggi daripada rata-rata jam kerja perempuan Demikian halnya, rata-rata jam kerja di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Rasio ketergantungan berhubungan negatif dengan jam kerja yang ditawarkan ke pasar kerja."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faad Maonde
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Fertilitas di Sulawesi, suatu studi berdasarkan Data Survai Prevalensi Indonesia Tahun 1987, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi dan demografi terhadap fertilitas (sebagai tujuan umum) dan mempelajari perbedaan proporsi dan rasio kecenderungan faktor sosial ekonomi terhadap fertilitas dan terhadap variabel antara (pemakaian kontrasepsi, masa menyusui, masa kumpul dan masa subur) sebagai tujuan khusus dan/atau secara langsung maupun melalui variabel antara. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan berkaitan antara lain : Ananta (1981), Bongaarts (1978), David dan Blake (1956), Easterlin (1977) dan Freedman (1975).
Dari 993 orang wanita berumur 15-49 tahun, pada saat survai yang berstatus kawin, dari sub-sampel Sulawesi berjumlah 1069 berusia 15-49 tahun terdiri dari : 139 responden untuk Sulawesi Utara, 354 responden Sulawesi Tenggah, 395 Sulawesi Selatan dan 217 responden Sulawesi Tenggara. Jumlah tersebut ternyata 74,52 % bertempat tinggal di pedesaan dan selebihnya 25,48 % tinggal di perkotaan. Hasil empiris selanjutnya memperlihatkan bahwa pemakaian kontrasepsi dalam periode proximate (-9 sampai dengan -21) bulan sebelum survai, sebagai salah satu indikator untuk mengendalikan kelahiran tidak menunjukkan perkembangan kuantitas yang berarti yaitu sebesar 20,34 %. Dari 20,34 % peserta KB di Sulawesi ternyata hanya 5,34 % bertempat tinggal di perkotaan dan selebihnya 15 % bertempat tinggal di pedesaan.
Hasil analisis inferensial dari 7(tujuh) model regresi logistik berganda termasuk interaksi dua faktor yang diperhatikan, secara umum menunjukkan bahwa variabel sosial ekonomi dan demografi yang diperhatikan serta keempat variabel antara kecuali masa kumpul mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap-temungkinan melahirkan setahun sebelum survai. Pengaruh faktor sosial ekonomi dan demografi terhadap kelahiran setahun sebelum survai, melalui variabel antara dan tidak melalui variabel antara menunjukkan kecenderungan yang lama, kecuali variabel umur dan pendidikan responden cenderung berbeda.
Perbedaan karakteristik dan pengaruh berbagai faktor sosial ekonomi dan demografi diuraikan sebagai berikut
Umur Responden, berdasarkan hasil empiris menujukkan bahwa hubungan umur responden dengan kelahiran menunjukkan pola yang hampir berbentuk huruf U, baik terhadap responden di pedesaan demikian pula terhadap responden di perkotaan, dengan proporsi paling rendah terdapat pada kelompok responden berumur 20-29 tahun. Selanjutnya, hubungan umur terhadap proporsi pemakaian KB menunjukkan hubungan turun naik dengan proporsi paling rendah terdapat pada kelompok responden berumur 30-39 tahun.
Pengaruh umur responden setelah dikontrol variabel antara dan variabel sosial ekonomi terhadap proporsi kelahiran menunjukkan pengaruh negatif, dan setelah dikontrol oleh hanya variabel sosial ekonomi mempunyai pengaruh naik turun dengan kelahiran tertinggi terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun (Tabel 4.1 model-1, model-3) dan (lampiran-8, lampiran-10).
Pendidikan. Pendidikan isteri mempunyai hubungan terhadap proporsi kelahiran setahun sebelum survai. Berdasarkan hasil empiris untuk responden di perkotaan menunjukkan bahwa pendidikan isteri memberikan pola kelahiran yang menurun, sedangkan untuk responden di pedesaan memberikan pola turun naik dengan proporsi kelahiran terendah terdapat pada responden berependidikan tamat Sekolah Dasar. Pendidikan terhadap proporsi pemakaian kontrasepsi dalam periode proximate memberikan hasil empiris yang bervariasi yaitu untuk responden di perkotaan mempunyai hubungan turun naik dengan proporsi paling rendah terdapat pada responden berpendidikan tamat Sekolah Dasar, kemudian.untuk responden di pedesaan antara pendidikan tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar hampir tidak ada perbedaan yang berarti dengan proporsi sebesar 20, 50 % dan 50,54 %; dan kemudian pada responden berpendidikan SLTP sedikit meningkat menjadi 21,62 %.Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis inferensial, pendidikan responden memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelahiran setahun sebelum survai antara analisis model-1 dan model-3 yaitu :
Berdasarkan analisis model-1, pengaruh pendidikan terhadap kelahiran setahun sebelum survai dengan dikontrol oleh variabel antara dan variabel sosial ekonomi demografi lainnya memberikan pengaruh negatif, artinya semakin tinggi pendidikan yang dicapai oleh responden semakin kecil kemungkinannya untuk melahirkan.
Berdasarkan analisis model-3, pengaruh pendidikan terhadap kelahiran dengan dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya memberikan pengaruh positif, artinya semakin tinggi pendidikan yang dicapai responden semakin tinggi kemungkinnya responden melahirkan.
Di sisi lain, pengaruh pendidikan isteri melalui variabel antara terhadap proporsi kelahiran dengan memperhitungkan pengaruh status tempat tinggal dan status pekerjaan isteri (sebagai faktor interaksi) memberikan hasil estimasi bahwa tingkat pendidikan isteri mempunyai resiko yang tidak konsisten (bervariasi) terhadap kelahiran (berhubungan positif/ negatif). Dan pendidikan responden terhadap kemungkinan pemakaian kontrasepsi dalam periode proximate yang ditemukan dalam studi ini bertentangan dengan temuan sebelumnya di mana semakin tinggi pendidikan responden semakin tinggi kemungkinannya dalam menggunakan kontrasepsi, tetapi dalam temuan berdasarkan analisis model-4 dalam studi ini memberikan hasil bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai oleh responden semakin kecil kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi. Hal ini ada kecenderungan rendah/kecilnya prosentase responden yang menggunakan kontrasepsi.
Pengaruh pendidikan suami berdasarkan model-3 dengan dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya dalam model memberikan hasil bahwa pendidikan suami mempunyai pengaruh positif terhadap kemungkinan melahirkan setahun sebelum survai.
Tempat Tinggal. Karena didominasi oleh responden yang tinggal di pedesaan sebesar 74,52 % dari seluruh responden maka, kecenderungannya akan memberikan warna karakteritik responden di pedesaan. Berdasarkan hasil empiris menunjukkan bahwa tempat tinggal mempunyai hubungan dengan proporsi kelahiran setahun sebelum survai, dan proporsi pemakaian kontrasepsi. Hubungan tersebut tergambar bahwa kelahiran di pedesaan lebih tinggi 0,4 % dibandingkan dengan kelahiran di perkotaan yaitu antara 38,34 % dan 37,94 %, sedangkan pemakaian kontrasepsi di perkotaan lebih tinggi 0,54 % dibandingkan dengan pemakaian kontrasepsi di pedesaan yaitu antara 20,41 % dan 20,95 %.
Berdasarkan analisis inferensial memberikan basil bahwa status tempat tinggal menurut model-1 dan model-3 memberikan estimasi yang sama yaitu :
Berdasarkan model-1, pengaruh tempat tinggal responden terhadap proporsi kelahiran setahun sebelum survai yang dikontrol variabel antara, variabel sosial ekonomi dan demografi memberikan estimasi bahwa resiko melahirkan di pedesaan lebih tinggi 1,9 kali dibandingkan dengan di perkotaan (berhubungan positif).
Berdasarkan model-3, pengaruh tempat tinggal responden terhadap proporsi kelahiran dengan dikontrol hanya variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya, memberikan estimasi bahwa resiko melahirkan di pedesaan lebih tinggi 1,54 kali dibandingkan dengan kelahiran di perkotaan.
Di sisi lain, tempat tinggal terhadap kelahiran melalui variabel antara dengan memperhitungkan pengaruh pendidikan dan status pekerjaan isteri (sebagai faktor interaksi) serta di kontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi memberikan basil bahwa resiko melahirkan di pedesaan tidak konsisten (bervariasi) yaitu kelahiran di pedesaan mempunyai pengaruh positif/negatif (naik turun) dibandingkan dengan di perkotaan. Dan tempat tinggal responden terhadap proporsi pemakaian kontrasepsi dengan dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi berdasarkan model-4 memberikan basil estimasi bahwa proprsi pemakaian kontrasepsi di pedesaan lebih rendah 0,76 kali dibandingkan di perkotaan (negatif).
Status Pekerjaan Isteri. 493 orang (49,65 %) responden dengan status bekerja pada saat survai mempunyai hubungan terhadap proporsi kelahiran setahun sebelum survai. Hubungan yang ditunjukkan berdasarkan hasil empiris memberikan hasil bahwa responden yang bekerja mempunyai proporsi melahirkan lebih rendah dibandingkan yang tidak bekerja, baik terhadap responden yang tinggal di pedesaan demikian juga terhadap responden di perkotaan (label 4A.3).
Status pekerjaan (analisis model-1) terhadap kelahiran dengan dikontrol oleh variabel antara dan tanpa dikontrol variabel antara (model-3), variabel sosial ekonomi dan demografi memberikan pengaruh positif artinya semakin tinggi proporsi responden yang bekerja semakin tinggi pula kemungkinan responden melahirkan.
Status pekerjaan isteri terhadap kelahiran dengan melalui variabel antara dengan memperhitungkan variabel pendidikan dan status tempat tinggal (sebagai faktor interaksi) serta dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya di dalam model memberikan hasil bahwa resiko melahirkan terhadap status pekerjaan isteri tidak konsisten (bervariasi). Dan status pekerjaan isteri terhadap pemakaian kontrasepsi ditemukan serupa yaitu bervariasi.
Variabel Antara. Pengaruh variabel antara (pemakaian kontrasepsi, kumpul, menyusui dan subur) berdasarkan model-1 yaitu variabel antara dengan dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi memberikan kesimpulan bahwa pemakaian kontrasepsi dan menyusui pengaruh negatif, kemudian untuk variabel masa subur mempunyai pengaruh positif. Selanjutnya berdasarkan model-2 memberikan kesimpulan yang serupa kecuali masa kumpul tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kelahiran setahun sebelum survai. "
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtar Wisnu Wardoyo
"Pendahuluan
Salah satu Propinsi di Indonesia yang paling menonjol perkembangannya adalah DKI Jakarta, baik dari segi fisik maupun penduduknya. Perkembangan DKI Jakarta dapat dilihat dari perkembangan maupun pertumbuhan penduduknya khususnya berdasarkan sensus penduduk tahun 1970, 1980 dan SUPAS 1985 penduduk DKI Jakarta telah mencapai 4,6 juta, 6,5 juta dan 7,9 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 4,5 persen, 3,4 persen, dan 4,0 persen.
Sedangkan menurut Alatas dan Tursilaningsih (1988) angka pertumbuhan untuk DKI Jakarta sebesar 3,93 persen, baik untuk tahun 1971-1980 maupun untuk tahun 1980-1985.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suleman Hi. Abdul Kahar
"Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu propinsi yang memiliki perkembangan pesat di kawasan Timur Indonesia. Dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang pesat tersebut, maka propinsi ini memiliki daya tarik bagi penduduk sekitarnya sebagai tempat memperbaiki taraf hidup. Namun demikian, meski dengan kecenderungan yang makin menurun, Propinsi Sulawesi Selatan masih tetap dikenal sebagai salah satu propinsi yang memiliki angka migrasi keluar cukup besar. Data SUPAS 1995 memperlihatkan bahwa sejumlah 149.148 orang pergi meninggalkan Sulawesi Selatan selama kurun waktu 5 tahun (1990-1995). Sementara itu jumlah migran masuk ke Sulawesi Selatan 137.341 orang. Hal ini berarti bahwa migrasi veto Sulawesi Selatan menunjukkan angka yang negatif.
Arah tujuan migrasi keluar dan Sulawesi Selatan terutama menuju ke propinsi-propinsi lain yang relatif masih berdekatan dengan Sulawesi Selatan, seperti Maluku dan propinsi-propinsi lain yang terletak di Pulau Sulawesi. Tujuan utama lain dari arah keluarnya migrasi penduduk Sulawesi Selatan adalah propinsi-propinsi di Jawa, terutama DI Yogyakarta dan DKI Jakarta. Tujuan dan penelitian ini adalah mempelajari pola tujuan migrasi keluar dari Sulawesi Selatan, selain itu penelitian ini juga bertujuan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan arah migrasi keluar dari Sulawesi Selatan. Data yang digunakan adalah data hasil SUPAS 1995. Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor individu migran (karakterisitik sosial, ekonomi dan demografi) seperti kelompok umur, jenis kelamin, status perkawinan dan tingkat pendidikan migran; dan faktor-faktor kontekstual, baik di daerah asal maupun daerah tujuan. Faktor kontekstual yang dijadikan sebagai variabel bebas adalah selisih PDRB, selisih industrialisasi dan selisih tingkat urbanisasi antara daerah tujuan dan daerah asal.
Pengolahan data dengan analisis regresi logistik multinomial memperlihatkan bahwa perbandingan antara tujuan migrasi ke Jawa-Bali terhadap propinsi lain dipengaruhi oleh perbedaan kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan migran yang setelah dikontrol terhadap ketiga variabel kontekstual semuanya signifikan. Untuk daerah tujuan Sumatera-Kalimantan terhadap propinsi lain dipengaruhi oleh perbedaan kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan migran dan semua signifikan pada a = 5 persen. Sedangkan perbandingan tujuan ke propinsi lain Sulawesi terhadap propinsi lain dipengaruhi oleh kelompok umur, tingkat pendidikan dan status perkawinan. Jika variabel kontekstual dimasukkan ke dalam model, maka terlihat bahwa besarnya selisih PDRB, industrialisasi dan tingkat urbanisasi antara daerah tujuan dan daeah asal mempengaruhi besarnya perbandingan tujuan migrasi ke Jawa terhadap propinsi lainnya. Hal yang sama juga diperlihatkan pada tujuan migrasi ke Sumatera-Kalimantan. Sedangkan untuk tujuan migrasi ke propinsi lain Sulawesi relatif terhadap propinsi lain, pengaruh selisih terhadap industrialisasi juga positif. Sedangkan pengaruh selisih PDRB yang memperlihatkan angka negatif.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T3515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Sugiyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan fertilitas (anak lahir hidup) menurut ibu bekerja dan tingkat pendidikan dengan memperhatikan umur perkawinan pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur responden.
Untuk dapat mengungkapkan keterangan tentang perbedaan anak lahir hidup menurut ibu bekerja dan tingkat pendidikan ibu dengan memperhatikan umur perkawinan pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur responden, telah dikemukakan beberapa hipotesis. Analisis data dilakukan dengan analisa deskriptif yaitu dengan menggunakan tabulasi silang dan beberapa teknik, demografi, dan analisa inferensial yaitu dengan menggunakan regresi ganda. Sumber data utama adalah dari hasil Survey Pendudukan Antar Sensus 1985 yang d.ipublikasi oleh Kantor Biro Pusat Statistik.
Penemuan-penemuan dalam studi ini secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut. Melalui metode analisis regresi ganda digunakan untuk mempelajari perbedaan jumlah anak lahir hidup menurut tempat tinggal, ibu bekerja dan tingkat pendidikan ibu dengan memperhitungkan umur kawin pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur ibu. Berdasarkan analisis statistik, diperoleh hasil bahwa ibu yang bekerja di sektor pertanian cenderung mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan dengan responden yang bekerja di sektor non-pertanian baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Ada dugaan sementara bahwa ibu yang bekerja di sektor pertanian tersebut telah memiliki jumlah anak banyak, sehingga kebutuhan keluarganya tidak cukup dipenuhi dari sektor pertanian. Keadaan ini cenderung mendorong mereka untuk pindah ke sektor non-pertanian/sektor informal.
Responden yang bertempat tinggal di perkotaan dan berpendidikan SD kebawah kecuali tidak sekolah mempunyai jumlah anak lahir hidup sedikit lebih banyak dibandingkan responden yang berpendidikan SLTP ke atas. Berarti hubungan pendidikan dengan jumlah anak, lahir hidup mempunyai hubungan negatif. Hal ini mungkin disebabkan faktor latar belakang responden, yaitu responden yang berpendidikan rendah (SD kebawah) pada umumnya kurang memiliki pengetahuan terutama tentang pengaturan jarak kelahiran. Sedangkan responden yang bertempat tinggal di pedesaan, mereka yang berpendidikan SD kebawah mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih sedikit dari pada responden yang berpendidikan SLTP ke atas, berarti hubungan pendidikan dengan jumlah anak lahir mempunyai hubungan positif. Kemungkinan yang dapat dijelaskan, yaitu responden dengan latar belakang pendidikan rendah memiliki pengetahuan tentang gizi yang rendah pula. Sehingga wanita dengan pendidikan rendah secara biologis cenderung kurang subur dan pertama kali mendapatkan haid terlambat serta akhir haid lebih cepat. Menurut semua jenjang pendidikan, responden yang bertempat tinggal di perkotaan mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih banyan dibandingkan di pedesaan. Kenyataan ini tidak seperti yang diharapkan yaitu di perkotaan mempunyai jumlah anak: lahir hidup lebih rendah dibandingkan di pedesaan.
Pengaruh negatif antara umur kawin pertama terhadap jumlah anak lahir hidup baik diperkotaan maupun di pedesaan. Keadaan ini tetap konsisten dengan hasil-hasil temuan sebelumnya. Menurut tempat tinggal, pengaruh negatif aniara umur kawin pertama terhadap jumlah anak lahir hidup lebih besar di perkotaan dari pada di pedesaan. Berdasarkan hasil perhitungan dari SUPAS 1985 rata--rata umur kawin pertama di perkotaan sebesar 22,5 tahun dan di pedesaan sebesar 19,5 tahun. Secara rasional, di pedesaan dengan rata-rata umur kawin pertama yang lebih rendah ada kecenderungan untuk mempunyai anak: lahir hidup lebih banyak.
Berdasarkan pemakaian alat kontrasepsi, baik untuk daerah perkotaan maupun pedesaan, responden yang memakai alat kontrasepsi cenderung mempunyai anak lahir hidup lebih banyak, dibandingkan dengan responden yang tidak memakai alat kontrasepsi. Hal ini diduga, responden yang memakai alat kontrasepsi adalah mereka yang mempunyai jumlah anak lahir hidup sesuai jumlah anak yang diinginkan, dan tidak menambah anak lagi.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Buraerah H. Abd Hakim
"Fertilitas ialah jumlah kelahiran hidupyang dihasilkan oleh seorang wanita selama aktifitas masa reproduksinya tetap berlangsung, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor langsung maupun tidak langsung. Dari keempat determinan fertilitas, penggunaan kontrasepsi memberikan dampak positif, dan pengaruhnya bervariasi sehubungan dengan prevalensi "Current user". Dari data sekunder tahun 1988 menunjukkan fluktuasi pemakaian kontrasepsi di Sulawesi Selatan dan kenyataan itu secara langsung atau tidak langsung memberi konsekuensi meningkatnya tingkat fertilitas di Sulawesi Selatan terutama golongan umur 20 - 44 tahun.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder, Survey Pencapaian Program Keluarga Berencana Serta Pengaruhnya Terhadap Fertilitas di Sulawesi Selatan tahun 1988. Yang termasuk responden adalah Pasangan Usia Subur, yaitu ibu yang sejak penelitian ini dilakukan berada di dalamkeadaan status kawin dan berumur 15 -40 tahun, serta menggunakan salah satu jenis alat kontrasepsi. Dalam pengolahan dan analisa data, digunakan program SPSS, sedangkan perkiraan besarnya TFR diterapkan cara yaitu dikemukakan oleh Bongaart, yang memperhitungkan TFR langsung dari faktor-faktor yang dianggap berpengaruh. Dalam penelitian ini akan dihitung besarnya TFRuntuk empat Kabupaten serta masing-masing Kabupaten, kemudian mempelajari pola serta perubahan fertilitas sehubungan dengan perubahan dari faktor-faktor yang dianggap mempengaruhinya. Setelah itu secara khusus akan dipelajari besarnya dampak masing-masing determinan fertilitas terhadap ?Total Fecundity " ( TF ) utamanya penggunaan kontrasepsi, baik untuk empat Kabupaten maupun per Kabupaton. Dalam menentukan besarnya TFR dan faktor-faktor yang meinpengaruhinya diterapkan cara Bongaart, sedangkan pola fertilitas akan dihitung menurut umur ibu, selanjutnya perubahan fertilitas dinilai berdasarkan grafik 5 dan 6.
Dari basil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
1. TFR untuk empat Kabupaten adalah 3,4 kelahiran perwanita, sedangkan untuk masing-masing Kabupaten adalah Jeneponto 2,9 kelahiran perwanita; Luwu 3,2 kelahiran perwanita; Barru 2,5 kelahiran perwanita; dan Bone 5,1 kelahiran perwanita.
2. Pola fertilitas menurut umur ibu untuk empat Kabupaten berbentuk hurup U terbalik, dan pola tersebut bervariasi menurut Kabupaten.
3. Tingkat fertilitas mengalami perubahan untuk tiga tahun terakhir baik untuk empat Kabupaten maupun masing-masing Kabupaten.
4. Penggunaan kontrasepsi mempengaruhi tingkat fertilitas di Sulawesi Selatan baik untuk empat Kabupaten maupun masing-masing Kabupaten.
5. Untuk masing-masing Kabupaten pengaruh tersebut bervariasi dan cenderung ditentukan oleh prevalensi current user yang ada setempat.
Dengan melihat pada keempat determinan fertilitas yang termasuk dalam rumus Bongaart maka proporsi wanita usia subur status kawin, masa tidak subur selama masa menyusui, pengaruhnya hampir merata pada semua Kabupaten, sedangkan dua determinan lainnya yaitu keguguran dan penggunaan kontrasepsi pengaruhnya bervariasi menurut Kabupaten. Disarankan bahwa untuk menekan tingkat fertilitas di Sulawesi Selatan perlu ditingkatkan penggunaan kontrasepsi secara aktif, serta mempertahankan lamanya menyusui. Perlu dilakukan penelitian yang berskala lebih luas untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi dan efektifitas penggunaannya. Bahwa metode Bongaart merupakan cara yang cukup baik dan sederhana untuk memperkirakan besarnya TFR sehubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang Abdul Madjid. S
"ABSTRAK
Keberhasilan program kependudukan di Indonesia memberikan kontribusi sangat berarti kepada keberhasilan pembangunan pada umumnya. Hasil upaya tersebut menyatu dalam ujud nyata yang telah dirasakan masyarakat, terbukti dengan adanya pengakuan dan penghargaan yang datang dari berbagai kalangan, bahkan dari luar negeri.
Salah satu bukti keberhasilan itu antara lain angka fertilitas telah menurun dari 5.5 pada periode 1967-1970 menjadi 3.3 pada periode 1584-1987. Dan diramalkan bahwa pada tahun 2000 wanita Indonesia usia 15-49 akan menunjukkan fertilitas sebesar 2.7, Suyono (1989).
Pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat tidak hanya cukup bangga dengan keberhasilan yang telah dicapai, melainkan sadar bahwa masih banyak hal yang perlu terus diupayakan agar dengan itu dapat mempertahankan dan sekaligus meraih keberhasilan yang lebih baik lagi.
Upaya-upaya tersebut antara lain melakukan berbagai studi, seperti dalam bidang kependudukan dan bidang-bidang lainnya yang lebih rinci dan berkesinambungan.
Guna mencapai sasaran secara konsisten sebagaimana diharapkan, maka penguasaan aspek-aspek kependudukan seperti faktor-faktor yang menentukan fertilitas, perlu dikaji ulang dengan kontinyu dan simultan; melalui berbagai studi multidisipliner. Hal ini perlu, karena hasil-hasil studi yang telah ada akan senantiasa dirasakan masih belum memadai baik jumlah maupun ragamnya. Kurangnya hasil penelitian ini tidak saja dirasakan di kota-kota besar, di tingkat daerah sekalipun akan terjadi hal serupa sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai bidang.
Berkenaan dengan kurangnya hasil-hasil penelitian tersebut seperti hasil analisis fertilitas di propinsi Sumatera Selatan, dirasakan menambah adanya kendala, khususnya yang berkaitan dengan proses perencanaan pembangunan baik sektoral maupun global. Hal ini memperkuat niat penulis untuk melakukan studi ini.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>