Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Retnowati
" LATAR BELAKANG
Saat ini usaha keluarga berencana mulai banyak dikembangkan pada pihak keluarga. Secara garis besar pelaksanaan keluarga berencana pada pria dilakukan dengan cara mekanis atau dengan cara penggunaan obat. Cara mekanis diharapkan akan mengganggu penyaluran sperma, misalnya dengan melakukan vasektomi sehingga akan menyumbat saluran sperma, sedangkan penggunaan obat keluarga berencana diharapkan dapat menghambat pembentukan sperma atau pematangan sperma. Cara yang dipergunakan dalam keluarga berencana yang menggunakan obat yang mengandung hormon merupakan cara yang terakhir.
Spermatogenesis pada dasarnya merupakan proses yang dikendalikan susunan syaraf melalui poros hipotalamus hipofisis - testis (HHT). Harmon atau anti hormon yang dapat mengganggu poros HHT pada dasarnya akan mengganggu pula spermatogenesis, sehingga memungkinkan untuk dipakai dalam melaksanakan keluarga berencana pada pria . Obat-obat tersebut dapat bekerJa di berbagai tingkat pada poros HHT.
Pada dasarnya suatu obat atau suntikan keluarga berencana untuk pria yang bersifat hormon harus dapat menghambat proses spermatogenesis secara reversibel tanpa mengganggu libido dan tingkah laku keJantanan. Hambatan spermatogenesis dapat dilakukan dalam poros HHT, dalam tingkat hipotalamus, hipofisis atau testis. Pada tingkat hipotalamus diperlukan suatu senyawa yang dapat menghambat sekresi gonadotropin Releasing Harmon (GnRH), pada tingkat hlpofisis diperlukan suatu senyawa yang dapat menghambat sekresi hormon gonadotropin CFSH dan LH) dan tingkat testis diperlukan senyawa yang secara langsung dapat menghambat spermatogenesis.
Dari berbagai obat-obat keluarga berencana yang mengandung hormon yang sedang dan telah ditellti antara lain kombinasi hormon progestin-androgen. Cara kerja kombinasi hormon progestin-androgen adalah melalui hambatan sekresi hormon FSH dan LH oleh progestin, sehingga poros pernbentukan sperma terganggu dan sintesis androgen pun menurun. Untuk
mencegah penurunan libido dan potensi seksual akibat penurunan hormon androgen, maka pemberian hormon progestin dikombinasikan dengan hormon androgen.
Berbagai percobaan telah dilakukan dengan menggunakan
kombinasi depo medroksiprogesteron asetat dan testosteron enantat. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi tersebut umumnya dapat menyebabkan azoospermia atau aligozoospermia berat sekitar 75-82% dari kasus yang diteliti. Sayangnya belum ada penelitlan yang memperoleh 100% azoospermia. Untuk itu perlu dicari kombinasi obat lain yang mungkin mempunyai prospek lebih baik. Salah satu alternatif adalah penggunaan kombinasi norethisteron enantat dan testosteron enantat. Seperti halnya depo medroksiprogesteron asetat, norethisteron enantat ,juga mempunyai kemampuan dalam menekan gonadotropin.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Pujianto
"Dalam rangka mencari altematif kontrasepsi untuk pria, telah dilakukan berbagai penelitian mengenai tanaman-tanaman yang diduga mengandung zat-zat antifertilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak cairan perasan (juice) buah paria (Momordica charantia L) terhadap kesuburan dan kadar hormon testosteron dalam darah mencit jantan strain AJ. Pemberian ekstrak dilakukan dengan dosis 800 mg/ml, 900 mg/ml, dan 1000 mg/ml selama 40 hari.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 5 macam perlakuan yakni dosis 800 mg/ml, 900 mg/ml, 1000 mg/ml, kontrol dengan perlakuan, dan kontrol tanpa perlakuan, dan masing-masing perlakuan dengan 6 kali ulangan.
Ekstrak buah paria diperoleh dengan cara penguapan cairan perasan (juice) buah paria menggunakan penangas air bersuhu 50 ° C. Kemudian dibuat dosis ekstrak 800 mg, 900 mg, dan 1000 mg dalam aquabides. Cairan ekstrak diberikan pada mencit secara oral dengan menggunakan spuit khusus sebanyak ± 0,5 ml dua kali sehari (pagi dan sore) selama 40 hari.
Setelah masa pemberian selesai mencit dikawinkan dengan betina dewasa fertil untuk mengetahui jumlah anak yang dilahirkan. Setelah 5 hari dicampur dengan betina, mencit dikorbankan untuk meniiai beberapa parameter kesuburan dan kadar hormon testosteron dalam darah. Parameter kesuburan yang diteliti antara lain :
A. Jumlah anak
B. Konsentrasi spermatozoa vas deferens
C. Jumlah sel-sel spermatogenik yakni :
1. Spermatogonium
2. Spermatosit preleptoten
3. Spermatosit primer pakhiten
4. Spermatid"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Kusmana
"Pada saat ini alat kontrasepsi untuk wanita cukup tersedia dan bervariasi, sedangkan alat kontrasepsi bagi pria masih sangat terbatas jenisnya. Oleh karena itu perlu dipikirkan untuk mendapatkan metode kontrasepsi bagi pria lebih banyak lagi. Alat kontrasepsi tersebut sebaiknya mudah digunakan, efektif, aman, efek samping sangat minimal, tidak toksik, bersifat reversibel, dan tidak mengurangi kenyamanan saat melakukan senggama (Swerdloff, dkk, 1993). Metode kontrasepsi yang telah dilakukan untuk kaum pria antara lain secara mekanis melalui kondom, secara operatif melalui vasektomi, dan secara hormonal untuk menghambat produksi dan pematangan spermatozoa (Tadjudin, 1985; Swerdloff , dkk., 1993).
Penggunaan hormon pada kontrasepsi pria dimaksudkan untuk menghambat proses spermatogenesis melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis (Bremner & De Kretser, 1976; Wu, 1988). Metode pendekatan semacam ini didasarkan pada pengetahuan, bahwa kelangsungan spermatogenesis sangat tergantung pada sekresi hormon gonadotropin, yaitu LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) oleh kelenjar hipofisis (Sutyarso, 1997).
Harmon LH menginduksi sel Leydig untuk memproduksi testosteron, sedangkan FSH diperlukan untuk mengontrol fungsi sel Sertoli guna memproduksi zat-zat makanan yang diperlukan untuk perkembangan normal sel-sel germinal selama proses spermatogenesis dan menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) (Soeradi, 1987; Moeloek, 1991). Selama proses spermatogenesis, hormon FSH dan testosteron intratestikular yang bekerja secara sinergis diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi sel-sel germinal sampai terbentuk spermatozoa yang fungsional. Di samping itu, testosteron intratestikular, diperlukan untuk pembelahan reduksi serta proses pematangan spermatozoa baik selama berada di dalam tubulus seminiferus atau di dalam epididimis (Johnson & Everitt, 1980). Dengan demikian kontrasepsi hormonal bertujuan menghambat produksi hormon gonadotropin, dan diharapkan akan berpengaruh pula terhadap produksi dan kualitas spermatozoa.
Matsumoto (1988) melaporkan bahwa pemberian testosteron enantat (TE) dosis tinggi pada pria normal secara intra muskular dapat menimbulkan oligozoospermia. Penurunan jumlah sperma tersebut terjadi dari 78 + 15 x 106/m1 menjadi 2,0 + 8 x 106/ml. Temyata kualitas spermatozoa dari semen oligozoospermia tersebut mengalami penurunan, yaitu pada motilitas dan morfologi sperma bentuk ovalnya. Selanjutnya World Health Organization (WHO, 1990) mengkoordinasikan data dari 10 pusat studi yang ada di tujuh negara dengan hasil, bahwa pemberian hormon TE sebanyak 200 mg/minggu pada 271 pria sehat dan fertil menyebabkan 157 (65%) pria tersebut mengalami azoospermia setelah 6 bulan perlakuan?"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
D509
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhuda
"Pare merupakan salah satu jenis tanaman yang diduga bersifat antifertilitas. Dugaan ini didasarkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa pemberian ekstrak buah pare dapat mempengaruhi perkembangan sel-sel yang aktif membelah seperti sel tumor dan feotus. Beberapa hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa pemberian ekstrak buah pare dapat mempengaruhi proses spermatogensis. Walaupun demikian perlu diteliti dosis optimum yang dapat mempengaruhi proses spermatogenesis secara keseluruhan. Tujuan penelitian, yaitu untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak buah pare dosis 750 mg sampai dosis 2000 mg/kgBB terhadap kesuburan dan kadar testosteron tikus jantan strain LMR. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan. Sebanyak 24 ekor tikus jantan ditempatkan dalam tiga kandang masing-masing delapan ekor. Enam ekor tikus pertama masing-masing menerima dosis ekstrak buah pare 750 mg, 1000 mg, 1250 mg, 1500 mg,1750 mg dan 2000 mg/kgBB ,sedangkan dua ekor sisanya disediakan sebagai kontrol perlakuan dan kontrol tanpa perlakuan. Tiap dosis perlakuan diberikan secara oral sebanyak 0,5 mL/hari selama 50 hari. Kontrol perlakuan hanya diberi pelarut berupa CMC 1% sebanyak 0,5 mL, sedangkan kontrol tanpa perlakuan tidak diberi perlakuan apapun. Setelah perlakuan selesai (50 hari), keesokan harinya tikus jantan dikawinkan dengan tikus betina fertil fase proestrus selama tujuh hari.
Selanjutnya tikus jantan dimatikan dengan eter untuk diambil darah dari jantung dan spermatozoa vas deferen. Tikus betina dipelihara sampai melahirkan anak. Parameter yang dinilai adalah kadar testosterone jumlah, persentase motilitas, persentase kelainan bentuk kepala spermatozoa dan jumlah anak.
Hasil dan kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah pare pada dosis 1250 mg sampai dosis 2000 mg/kg BB meningkatkan kadar testosteron dan persentase kelainan bentuk kepala spermatozoa yang sangat bermakna (P<0,01), sedangkan dibawah dosis tersebut tidak berpengaruh (P>0,05). Sebaliknya pemberian ekstrak buah pare dosis 1250 mg sampai dosis 2000 mg/kg BB dapat menurunkan jumlah, persentase motilitas spermatozoa dan jumlah anak sangat bermakna (P<0,01), sedangkan dibawah dosis tersebut tidak berpengaruh. Hasil penelitian dapat disimpulkan pemberian esktrak buah pare pada dosis 1250 mg sampai dosis 2000 mg/kg BB dapat meningkatkan kadar testosteron dan menurunkan fertilitas tikus jantan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Rajawali, 1981
304.63 Sek
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sutji Rochani D., author
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh beberapa variabel sosial ekonomi dan demografi terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh wanita migran risen dan wanita non migran risen di DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam menganalisis bersumber pada Survai Prevalensi Indonesia 1987 untuk daerah DKI Jakarta.
Dasar yang digunakan untuk menganalisis, adalah kerangka pemikiran Ronald Freedman (1975) yang mengembangkan suatu model yang disebut The sosiological analysis of fertility levels. Freedman menggunakan dasar pemikiran Davis and Blake dalam ruang lingkup sosiologis yang lebih luas. Variabel independen terdiri dari variabel sosial ekonomi, antara lain adalah pendidikan isteri/responden, pendidikan suami, pekerjaan suami, status bekerja isteri, tempat tinggal isteri waktu berumur kurang dari 12 tahun, status migrasi isteri/responden dan variabel demografi lainnya adalah umur isteri, umur kawin pertama, serta lama kawin. Sedangkan yang digunakan sebagai variabel dependen adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup sampai saat survai.
Hasil analisis tesis ini adalah
1. Umur dan lama kawin mempunyai hubungan positif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
2. Umur kawin pertama mempunyai hubungan negatif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
3. Pendidikan isteri, wanita migran risen yang tamat SMA atau lebih mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita migran risen yang tamat SMP atau kurang. Sedangkan wanita non migran risen dengan pendidikan yang lebih rendah yaitu tamat SMP atau lebih cenderung mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan wanita non migran risen yang berpendidikan tamat SD atau kurang.
4. Pendidikan suami dari wanita migran tampaknya tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan pendidikan suami wanita non migran cenderung mempunyai hubungan negatif terhadap paritasnya.
5. Wanita migran yang tidak pernah bekerja cenderung mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita migran status kerja lainnya. Dan wanita non migran yang bekerja terus (maksud bekerja terus adalah sebelum kawin sampai saat wawancara masih bekerja) mempunyai paritas lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita non migran status kerja lainnya.
6. Pekerjaan suami terlihat tidak mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap paritas yang dimiliki wanita migran maupun wanita non migran.
7. Tempat tinggal waktu kecil dari wanita migran cenderung tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan wanita non migran yang waktu kecil tinggal di kota besar mempunyai paritas lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita non migran yang waktu kecil tidak tinggal di kota besar.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Nurina Paramita
"Penelitian ini bertujuan memelajari pengaruh intensitas cahaya malam hari terhadap fertilitas dan channel yang membuat intensitas cahaya malam hari berpengaruh terhadap fertilitas di Indonesia. Hasil regresi panel fixed effects dengan data tiga tahunan dari data Susenas, Podes, dan satelit DMSP/OLS menunjukkan bahwa intensitas cahaya malam hari sebagai proksi tingkat pembangunan dan penggunaan listrik, berpengaruh signifikan terhadap penurunan fertilitas di Indonesia. Intensitas cahaya malam hari berpengaruh signfikan terhadap peningkatan umur kawin pertama dan penurunan pengguna alat/metode kontrasepsi modern.

This research aims to study impact of night-time lights intensity on fertility and channel that makes night-time lights intensity affects fertility in Indonesia. The results of fixed effect panel regression with triennial data from National Socioeconomic Survey, Village Census, and DMSP/OLS satellite show that night-time lights intensity as a proxy for capturing development level and electricity use, significantly affects fertility decline in Indonesia. Night-time lights intensity significantly affects increasing of age at first marriage and decreasing user proportion of modern contraception."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T46119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sujudi
"ABSTRAK
Angka fertilitas di Indonesia pada saat ini sudah mulai menunjukkan penurunan walaupun pada tingkat yang masih tinggi. Ini berarti bahwa usaha untuk menurunkan angka fertilitas perlu terus dilakukan bahkan harus ditingkatkan, agar tujuan seperti yang telah digariskan dapat dicapai.
Berbagai usaha telah dilakukan baik oleh instansi pemerintah maupun instansi swasta untuk menurunkan fertilitas. Hal ini tentunya bukan merupakan tujuan akhir suatu program. Keberhasilan dalam mencapai angka fertilitas yang rendah,
diharapkan selanjutnya dapat memberikan pengaruh yang lebih luas, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa sebenarnya usaha untuk menurunkan fertilitas telah menunjukkan titik-titik terang. Pandangan diatas dilatarbelakangi oleh gambaran bahwa pengetahuan masyarakat tentang keluarga berencana sudah cukup tinggi, juga jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup sudah tidak terlalu besar.
Menurut Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1979, di Pulau Jawa terdapat 82,79 persen perempuan dalam status kawin yang berumur 15-49 tahun pernah mendengar tentang keluarga berencana (di Pulau Jawa kota= 85,75 % ;Jawa Pedesaan= 82,20%). Untuk di luar Pulau Jawa sedikit lebih rendah, yaitu kota=80,73°1, dan Pedesaan 62,89%. persen(BPS,1981). Hal ini cukup dapat dimengerti karena di luar Pulau jawa kegiatan program KB dilakukan lebih lambat."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1986
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Siswanti E
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor sosial budaya dan fertilitas, dimana didalam faktor tersebut terdapat aspek sentralitas kekerabatan. Dalam sentralitas kekerabatan ini dapat dilihat dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat di Indonesia pada umumnya terdapat perbedaan yang menyolok antara kota dan pedesaan, sehingga sering dikatakan bahwa masyarakat kota sebagai masyarakat yang bercorak patembayan dan masyarakat pedesaan bercorak paguyuban. Dua corak masyarakat yang berbeda ini tentunya akan mempunyai dampak yang berbeda pula dalam perilaku fertilitas. Akan tetapi perilaku fertilitas tidak sepenuhnya tergantung pada sifat kekerabatan, faktor individu seperti umur, pendidikan, umur kawin pertama dan pemakaian alat juga mempengaruhi fertilitas. Penelitian ini bersumber kepada data SPI 1987, dan dipilih Propinsi Sawa Timur sebagai daerah penelitian. Responden penelitian ini adalah wanita yang berstatus kawin (currently married women) berusia antara 15 - 49 tahun berjumlah 1581 responden. Untuk menggali informasi lebih mendalam, dilakukan wawancara dengan responden yang telah menikah dan juga para orang tua serta para pimpinan tidak formal dalam masyarakat.
Teori yang menjadi dasar analisis dalam penelitian ini adalah analisa yang diajukan oleh Davis dan Blake yang dikembangkan oleh Freedman. Teori ini cenderung berpangkal pada tingkat fertilitas yang terjadi pada suatu saat, kemudian diteliti faktor-faktor yang melatar belakangi kehidupan individu dan masyarakat. Model tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang kuat antara lingkungan dan struktur sosial dan ekonomi. Struktur sosial ekonomi saling berpengaruh melalui norma mengenai besarnya keluarga dan norma mengenai peubah antara yang pada gilirannya mempengaruhi fertilitas melalui peubah antara. Sebaliknya fertilitas mempengaruhi struktur sosial ekonomi dan tingkat mortalitas melalui peubah - peubah tersebut. Dari model ini juga dapat dilihat bagaimana norma-norma social dan organisasi bekerja mempengaruhi fertilitas melalui peubah antara.
Analisa data dilakukan dengan cara analisa deskriptip yaitu menyajikan data dalam bentuk tabulasi silang untuk membahas masing-masing hubungan dari model yang dibuat. Sedangkan untuk melihat peubah bebas dalam satu model secara bersama-sama mempunyai hubungan dengan peubah tak bebas dilakukan dengan analisa regresi ganda. Langkah-langkah dalam analisa ini dibagi menjadi tiga model. Model pertama membahas hubungan antara peubah antara dengan jumlah anak yang dilahirkan, model ke-dua hubungan antara peubah sosial budaya dengan jumlah anak yang dilahirkan, sedangkan model ke-tiga, hubungan antara peubah antara dan peubah sosial budaya secara bersama-sama terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:
Model pertama, Umur kawin pertama menunjukkan hubungan yang negatif dengan jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Semakin muda usia pada waktu kawin maka jumlah anak yang dilahirkan ada kecendurangan lebih banyak. Sedangkan wanita yang pernah pakai alat kontrasepsi menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Wanita yang pernah pakai alat kontrasepsi mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak pernah pakai alat kontrasepsi. Interaksi umur dan pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan hubungan positif baik di kota maupun pedesaan. Ini berarti wanita yang tinggal di kota dan pedesaan memakai alat kontrasepsi hanya untuk tujuan "stopping". Sedangkan wanita yang, berumur muda masih dalam masa pembentukan keluarga, sehingga masih enggan untuk memakai alat kontrasepsi. Interaksi umur kawin pertama dan pemakaian alat kontrasepsi untuk daerah kota menunjukkan hubungan yang negatif. Artinya wanita yang kawin pada umur muda mempunyai kecenderungan tidak menggunakan alat kontrasepsi, mengingat masa awal suatu perkawinan bertujuan untuk pembentukan keluarga. Wanita yang tinggal di kota meskipun sudah relatif modern ternyata belum banyak memakai alat kontrasepsi. Berarti perilaku masyarakat kota masih mempunyai nilai-nilai yang berlaku pada umumnya, yaitu bertujuan untuk mempunyai anak lebih dahulu sampai mempunyai anak berikutnya.
Model ke-dua, wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah di pedesaan mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah. Wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah diduga dipengaruhi saran-saran dari orang tua yang dapat mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan. Masyarakat pedesaan yang mempunyai corak paguyuban dan struktur masyarakat yang bersifat mekanis mempunyai nilai-nilai tradisionil yang masih layak untuk ditaati, antara lain masih adanya pengaruh dari orang tua terutama aturan-aturan terhadap jumlah anak yang dilahirkan dan di satu sisi masih ada pengaruh dari orang tua dikarenakan masih percaya adanya mitos yaitu masih percaya adanya pemeo-pemeo seperti sendang kapit pancuran. Di kota tidak ada perbedaan antara wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah dengan yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Suatu hal yang wajar kalau kita simak bagaimana ciri kota di Indonesia yang bercorak patembayan dengan struktur masyarakat yang bersifat organis, kota mempunyai lingkungan budaya yang sering dipandang banyak menerima medernisasi menyebabkan ikatan sosial masyarakat yang ada terutama dalam keluarga inti semakin "longgar", sehingga dapat diartikan bahwa pengaruh lingkungan masyarakat lebih dominan daripada lingkungan keluarga terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Sedangkan wanita yang tidak tamat SD mempunyai anak lebih banyak dari yang tidak pernah sekolah baik di kota maupun di pedesaan.
Model ke-tiga, Umur ibu tetap menunjukkan hubungan yang positif dengan jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Pada umumnya semakin tinggi umur seseorang wanita maka semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan, karena peubah umur dengan jumlah anak yang dilahirkan mempunyai korelasi yang tinggi. Demikian halnya dengan umur kawin pertama yang pada model ke-tiga ini tetap menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan.
Apabila hanya memperhatikan peubah antara saja (model pertama) pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Setelah peubah sosial budaya diperhatikan (model ke﷓ dua) ternyata menunjukkan hubungan positif. Perubahan ini dikarenakan ada hubungan yang kuat dengan peubah pendidikan. Apabila dibandingkan menurut tempat tinggal, rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita yang memakai alat kontrasepsi di pedesaan lebih kecil dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Karena pada umumnya tingkat sosial ekonomi orang kota lebih tinggi dibandingkan pedesaan, diharapkan keikut sertaan wanita yang memakai KB lebih tinggi di kota. Keikut sertaan masyarakat kota dalam KB bukan karena kurang kesadaran atau tidak mampu membiayai, kemungkinan disebabkan segi pelayanan yang dirasakan tidak sesuai dengan masyarakat kota. Karena pada umumnya orang kota ingin mendapatkan pelayanan yang lebih pribadi atau ?a personalized servive" . Sedangkan di pedesaan lebih banyak dikarenakan struktur masyarakatnya yang "kolektif" sehingga datang berduyun-duyun ke Puskesmas adalah sesuatu yang wajar.
Tidak ada perbedaan antara wanita yang berpendidikan dengan yang tidak pernah sekolah terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Dari hasil korelasi Pearson ternyata ada hubungan yang cukup kuat dengan peubah umur kawin pertama dan pemakaian alat kontrasepsi. "
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumastuti Widyaningsih
"ABSTRACT
scope and methods of research: An effective contraception is now being searched to improve family plan naming, Concerning with this, levamisole is one alternate as contraception. Levamisole is an anathematic, which can male spermatozoa immotile in vitro within 2 minutes, by damaging the seminal diamine oxidase. Levamisole is quickly absorbed from digestive system when administered orally, its muscular and subcutan injection and is quickly distributed widely to all body tissues and the liquid in the body levamisole is possibly discovered in plasma semen since there is a similarity of troop bundle with nitro imidazole. TO discover the influence, it has been observed in a research of a male mouse strain AJ with the dose 03 mg, 1.0 mg, 15 mg, 2.0 mg, 2.5 mg given orally daily for 46 days. The males are then crossed with fertile females, the males than to be sacrificed for research: such as testicular histological, percentage of motile spermatozoa and the percentage of abnormal spermatozoa.
Result and conclusion: Administering levamisole in daily doses 03 mg, 1.0 mg, 1.5 mg, 2.0 mg, 25 mg produces no significant changes (p > 0.05) in the spermatogonium A, primary pakhitene spermatocyt cell and number born per litters. It also doesn't indicate the decrease of motile spermatozoa percentage, the weight of testis, diameter of seminiferous tubules and the body weight. Percentage of abnormal spermatozoa however shows significant increases at daily doses 1.0 mg compared with control groups (p r 0.05). It can be concluded that doses of levamisole given orally for 46 days has no effect on the mouse's fertility.

ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara penelitian: Kontrasepsi yang efektif bagi pria saat ini sedang dicari dalam meningkatkan keluarga Berencana. Sehubungan dengan hal tersebut, levamisol merupakan alternatif sebagai alat kontrasepsi. Levamisol merupakan antelmintik yang dapat membuat spermatozoa imotil secara in vitro dalam jangka waktu 2 menit, karena menggangu diamine oksidase seminal. Levamisol segera diabsorpsi dari saluran cerna pada pemberian per oral, pemberian intramuskular dan injeksi subkutan serta segera didistribusi luas pada semua jaringan dan cairan tubuh. Adanya kesamaan gugus levamisol dengan nitroimidazol, besar kemungkinan ditemukan levamisol dalam plasma semen. Untuk mengetahui pengaruh tersebut telah dilakukan penelitian pada mencit jantan strain AJ dengan dosis: 0,5 mg, 1,0 mg, 1,5 mg, 2,0 mg dan. 2,5 mg/hari selama 46 hari. Selanjutnya mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina fertil, kemudian mencit jantan dikorbankan guna pemeriksaan: gambaran histologi testis, persentase spermatozoa motil dan persentase spermatozoa abnormal.
Hasil dan Kesimpulan: Pemberian levamisol dengan dosis: 0,5 mg, 1,0 mg, 1,5 mg, 2,0 mg dan 2,5 mg/hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p > 0,05 pada: jumlah spermatogonium A, jumlah sel spermatosit primer pakiten, persentase spermatozoa motif, jumlah anak, berat testis, diameter tubulus seminiferous dan berat badan. Persentase spermatozoa abnormal menunjukkan hasil signifikan p < 0,05 pada dosis 1,0 mg/hari. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian levamisol oral selama 46 hari tidak berpengaruh terhadap kesuburan mencit jantan.;Ruang Lingkup dan Cara penelitian: Kontrasepsi yang efektif bagi pria saat ini sedang dicari dalam meningkatkan keluarga Berencana. Sehubungan dengan hal tersebut, levamisol merupakan alternatif sebagai alat kontrasepsi. Levamisol merupakan antelmintik yang dapat membuat spermatozoa imotil secara in vitro dalam jangka waktu 2 menit, karena menggangu diamine oksidase seminal. Levamisol segera diabsorpsi dari saluran cerna pada pemberian per oral, pemberian intramuskular dan injeksi subkutan serta segera didistribusi luas pada semua jaringan dan cairan tubuh. Adanya kesamaan gugus levamisol dengan nitroimidazol, besar kemungkinan ditemukan levamisol dalam plasma semen. Untuk mengetahui pengaruh tersebut telah dilakukan penelitian pada mencit jantan strain AJ dengan dosis: 0,5 mg, 1,0 mg, 1,5 mg, 2,0 mg dan. 2,5 mg/hari selama 46 hari. Selanjutnya mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina fertil, kemudian mencit jantan dikorbankan guna pemeriksaan: gambaran histologi testis, persentase spermatozoa motil dan persentase spermatozoa abnormal.
Hasil dan Kesimpulan: Pemberian levamisol dengan dosis: 0,5 mg, 1,0 mg, 1,5 mg, 2,0 mg dan 2,5 mg/hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p > 0,05 pada: jumlah spermatogonium A, jumlah sel spermatosit primer pakiten, persentase spermatozoa motif, jumlah anak, berat testis, diameter tubulus seminiferous dan berat badan. Persentase spermatozoa abnormal menunjukkan hasil signifikan p < 0,05 pada dosis 1,0 mg/hari. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian levamisol oral selama 46 hari tidak berpengaruh terhadap kesuburan mencit jantan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>