Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58727 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chyntia Dyah Rahmadhani
"Penelitian ini mengulas tentang Hikayat Merong Mahawangsa: Salasilah Negeri Kedah Darulaman. Hikayat Merong Mahawangsa terdiri atas lima bab yang mengisahkan tentang silsilah keturunan Merong Mahawangsa dan pendiri Kedah. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Apa saja peristiwa yang dapat dikategorikan mitos dalam Hikayat Merong Mahawangsa?; (2)Bagaimana peristiwa-peristiwa mitos bermunculan dalam Hikayat Merong Mahawangsa?; (3) Bagaimana perbedaan penggambaran peristiwa yang terjadi antara Hikayat Merong Mahawangsa dan film Merong Mahawangsa? Penelitian ini bertujuan untuk (1)Menyebutkan peristiwa-peristiwa yang dapat digolongkan sebagaimitos dalam Hikayat Merong Mahawangsa; (2)Memunculkan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dalam Hikayat Merong Mahawangsa yang merupakan mitos;(3) Mendeskripsikan perbedaan penggambaran peristiwayang terjadi antara Hikayat Merong Mahawangsa dan film Merong Mahawangsa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif karena penulisbermaksud menjabarkan dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam Hikayat Merong Mahawangsa dan film Merong Mahawangsa secara detail tanpa mengubah keadaan yang sesungguhnya. Naskah yang digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini merupakan naskah Hikayat Merong Mahawangsa: Salasilah Negeri Kedah Darulaman dengan nomor naskah MS134 koleksi dari Digital Library of Malay Manuscript."
ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2020
400 JIKKT 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mila Aprilia
"Penelitian ini mengkaji naskah Cariyos Dhusun Kutha Liman Boten Kenging Kalebetan Priyantun (selanjutnya disingkat: CDKL). CDKL merupakan naskah koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode koleksi NB 1075. Selain memuat mitos mengenai larangan, dalam teks CDKL juga terdapat cerita mengenai asal usul Desa Kutaliman. Berdasarkan hal tersebut, didapati masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana Desa Kutaliman diasumsikan sebagai desa larangan yang disampaikan dalam teks CDKL? Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif larangan serta realitas sosial masyarakat Desa Kutaliman yang dikemukakan teks CDKL. Penelitian ini hanya berdasarkan pada satu naskah yaitu naskah CDKL dan dilakukannya langkah kerja filologi yang meliputi inventarisasi naskah; deskripsi naskah; dan suntingan teks. Untuk mengetahui isi teks dikaji dengan mengacu pada klasifikasi Motif Indeks Stith Thompson (1946). Klasifikasi motif cerita dalam teks CDKL bertujuan untuk membantu mendeskripsikan ragam motif cerita yang digunakan. Hasil Penelitian menunjukan bahwa teks CDKL memiliki dua motif cerita sebagai penanda mitos larangan di Desa Kutaliman yaitu B221.4 Land of Elephants dan C900 Punishment for Breaking Taboo. Keberadaan mitos mengenai dilarangnya aparatur sipil untuk mengunjungi Desa Kutaliman merupakan bentuk dari pemanfaatan potensi lingkungan Desa Kutaliman oleh masyarakatnya.

This study examines the script of Cariyos Dhusun Kutha Liman Boten Kenging Kalebetan Priyantun (next abbreviated: CDKL). CDKL is a collection manuscript of the National Library of the Republic of Indonesia with collection code NB 1075. In addition to carrying myths about the ban, in the CDKL text there is also a story about the origin of the village of Kutaliman. Based on that, the main problem found in this study is how the Kutaliman Village is assumed as the forbidden village presented in the CDKL text? Therefore, this study aims to find out the motives of the prohibition as well as the social reality of the village community I put forward the text CDKL. This research is based only on one manuscript is the manuscript CDKL and carried out philological work steps that include inventory of manuscript; manuscript descriptions; and editing of text. To find out the content of the text studied by reference to the Stith Thompson Index Motive Classification (1946). The classification of story motifs in the CDKL text aims to help describe the variety of story motives used. The results of the research showed that the CDKL text had two narrative motifs as a marker of the myth forbidden in the village of Kutaliman: B221.4 Land of Elephants and C900 Punishment for Breaking Taboo. The existence of the myth about the prohibition of civilian equipment to visit Kutaliman Village is a form of the potential exploitation of the Kutaliman village environment by its people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hamidi
"BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkenalan saya dengan nama Abdulkadir Jailani bukan suatu hal yang baru, melainkan suatu pertemuan yang sudah lama berlangsung. Sejak kecil saya telah mengenal nama tokoh ini dengan akrab. Setiap habis panen kakek saya selalu menyelenggarakan pembacaan riwayat hidup Abdulkadir Jailani yang kami sebut nadar. Peristiwa seperti ini dapat berulang lagi sebelum panen musim mendatang, jika ada peristiwa luar biasa seperti, sembuh dari sakit keras atau ada anggota keluarga yang terlepas dari musibah yang besar. Demikian juga tatkala salah seorang saudara saya ada yang menikah, sunatan anak laki-laki, atau memperingati tujuh bulan kandungan anak pertama, maka pembacaan riwayat hidup Abdulkadir Jailani kembali digelar.
Penyelenggaraan nadar ini sangat disukai anak-anak karena pada peristiwa ini biasanya banyak makanan yang enak-enak. Untuk nadar biasanya nenek saya menghidangkan makanan yang lebih banyak dan lebih khusus dari makanan yang dihidangkan dalam acara tahlilan biasa. Kesukaan lain pada acara ini adalah berkumpul bersanta teman dan tetangga dalam suasana yang menyenangkan. Sebelum acara dimulai, anak-anak dapat bergurau dengan leluasa asal saja suara kami tidak melebihi suara orang tua-tua yang juga sedang berbincang-bincang. Gurauan kami ini akan terhenti seketika, kalau acara akan dimulai.
Bertahun-tahun kemudian, tepatnya setelah penataran Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian UI pada tahun 1987, timbul pertanyaan-pertanyaan yang selama ini tidak terpikirkan. Mengapa nadar kali itu begitu mengakar pada masyarakat kami dengan latar belakang penyelenggaraan yang berlainan, tetapi dengan satu tata cara yang sama? Pertanyaan ini muncul karena tradisi pembacaan riwayat hidup ini bukan hanya dilaksanakan oleh tetangga-tetangga satu kampung, melainkan juga dilakukan oleh tetangga-tetangga di luar kampung kami. Pertanyaan lain yang muncul mengikuti pertanyaan pertama adalah tentang tokoh utamanya. Mengapa riwayat hidup yang dibaca itu riwayat hidup Abdulkadir Jailani dan bukan riwayat hidup Nabi Muhammad? Bukankah Nabi Muhammad merupakan tokoh ideal yang semua perilaku hidupnya harus dicentoh oleh setiap muslim?
Sebelum kedua pertanyaan ini menemukan jawaban yang tepat, tiba-tiba muncul jawaban yang lain dari Imran AM lewat bukunya Kitab Manakib Syekh Abdul Qadir Jaelani Merusak Aqidah Islam (1984). Seperti yang sudah tergambar dari judulnya, buku ini berisi sorotan pengarang atas kitab yang selama ini selalu dibaca di kampung saya. Secara garis besar buku ini terbagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama, membahas istilah manakiban, wali, karamah, nazar, tawasul, tabaruk, hakikat, dan syariat. Istilah-istilah ini dibahas satu persatu mulai dari pengertiannya sampai dengan penentuan hukumnya sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh, dia mengartikan manakib sebagai riwayat hidup yang memiliki hubungan dengan sejarah kehidupan orang-orang besar atau tokoh-tokoh penting (Imran, 1984:3). Hukum membaca manakib menurut Imran dilarang oleh agama, jika pembacaan tersebut mempunyai niat yang berlebih-lebihan, seperti mengharap dagangan cepat laku atau untuk mengusir makhluk halus (1984:6). Bagian kedua berisi koreksi Imran terhadap isi cerita manakib Abdulkadir. Tidak kurang dari 19 bagian cerita yang dibahas serta tiap bagian dikoreksi sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh, dia mengoreksi kebiasaan Abdulkadir tidak tidur, tidak makan, dan minum dalam waktu yang lama. Imran mempertanyakan kebenaran kebiasaan Abdulkadir ini. Menurutnya, ajaran seperti ini tidak ada dalam syariat Islam (1984:91). Tentu saja pembahasan seperti ini tidak diharamkan. Artinya orang bisa saja berpendapat tentang sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi, pendapat tersebut bukan satu-satunya pendapat. Pandangan ini hanya?
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanny Sri Lestari
"ABSTRAK
Mitos Dewi Sri adalah sebuah cerita kepercayaan rakyat yang sudah sangat tua atau lama. Mitos atau cerita Dewi Sri dikenal di kalangan masyarakat Jawa baik secara lisan maupun tertulis. Pada cerita lisan yang tersebar di kalangan masyarakat luas terdapat berbagai macam versi namun Intil ceritanya tetap sama. Bentuk penyebaran lainnya adalah secara tertulis dalam bentuknya naakah cerita. Dalam naskah--naskah lama cerita Dewi Sri tidak berdiri sendiri tetapi bergabung dengan atau termasuk dalam suatu bagian cerita yang besar, namun seperti halnya dalam cerita lisan inti ceritanya tetap sama.
Cerita Dewi Sri versi lisan dan tulisan ini memiliki satu keunikan jika diperhatikan secara seksama. Keunika tersebut terletak pada versi pengembangan garis besar ceritanya. Pengembangan versi cerita bertumpu pada sebelas hal. Pertama, Dewi Sri berasal dari kahyangan. Kedua, Dewi Sri istri Raden Sedana. Ketiga, Dewi Sri, memiliki kecantikan yang sempurna. Keempat, Dewi Sri sebagai istri Raden Sedana, menghadapi persoalan dengan raksasa Kala. Kelima, Dewi Sri dan Raden Sedana melarikan diri ke hutan untuk menghindari raksasa kala. Keenam, Dewi Sri dan Raden Sedana bersembunyi di hutan. Ketujuh, Dewi Sri dan Raden Sedana berjanji membalas budi rakyat yang telah menolong mereka berdua. Kedelapan, Dewi Sri dan Raden Sedana, akhirnya mati karena sakit. Kesembilan, setelah kematian Dewi Sri dan Raden Sedana dari tempat kuburnya muncul tanaman yang sangat berguna bag' manusia. Ke sepuluh, raksasa Kala eangat marah dan menjelma menjadi binatang perusak tanaman rakyat. Kesebelas, Dewi memohon pada dewata agar mau menolong rakyat. Pada bagian yang kesebelas ini versi pengembangan ceritanya banyak sekali.
Dewi Sri memang bukan mahluk manusia. Dewi Sri adalah mahluk supernatural dari Jenis perempuan. Kemudian menjelma ke bumi juga sebagai mahluk perempuan lagi, kebetulan juga dengan nama Sri. Dewi Sri membalas budi manusia yang menolongnya dengan cara meninggalkan tanaman yang berguna bagi umat manusia. Ketika sudah meninggalkan bumi kembali ke dunia supernatural, masyarakat mengenangnya dengan membuat kegiatan upacara. Kegiatan upacara mengenang jasa Dewi Sri ini, akhirnya berkembang menjadi kegiatan ritual budaya.
Sementara itu di sisi lain dalam masyarakat Jawa dikenal suatu konsep budaya yang sudah tertanam kuat, bahwa perempuan Jawa yang baik adalah perempuan yang mampu melaksanakan ma lima. Ma lima adalah konsep masyarakat Jawa tentang perempuan Jawa yang ideal, artinya seorang perempuan Jawa harus mampu, pertama, masak yaitu mengolah bahan makanan yang sehat untuk keluarganya. Kedua, masak yaitu merawat penampilan jasmaninya dengan baik agar tetap sehat. Ketiga, manak artinya melahirkan dan merawat anak-anaknya dengan baik. Keempat, mrantasi yaitu mampu mengatasi segala masalah dengan cekatan dan baik. Kelima manembah, yaitu menyembah kepada Tuhan dengan baik sesuai dengan ajaran agamanya. Konsep ini dikenal dan tertanam dengan baik pada setiap perempuan Jawa, baik itu yang berpendidikan tinggi maupun yang berpendidikan rendah.

Ketika situasi jaman berubah, konsep yang dikenal oleh masyarakat Jawa tidak mengalami perubahan. Tetapi keadaan fisik social masyarakat mengalami perubahan yang besar sesuai dengan menggelegarnya era industrialisasi di seluruh. Indonesia dengan pusatnya di Jawa. Kota besar selalu dipenuhi oleh kegiatan industri yang dilapisi oleh sarana sampingan yang selalu menarik perhatian orang untuk melihat. Akibatnya arus perhatian penduduk juga terarah pada keadaan ini. Banyak perempuan Jawa yang.ikut suaminya atau keluarganya masuk ke kota. Sementara tinggal di kota persoalan yang dihadapi tidak lama seperti ketika di desa.
Keadaan ini tidak menimbulkan perubahan yang banyak bagi perempuan Jawa yang sudah mengenal konsep ma lima. Satu dari kelima unaur konsep ma lima yang dianggap dapat membantu keluarga dalam memecahkan kesulitan hidup di perkotaan adalah ma yang keempat yaitu mrantasi. Wujud nyatanya dilakukan dengan melanjutkan tradisi berjualan rempah-rempah. Jika di desa hal ini dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, maka di kota perempuan Jawa yang berjualan rempah-rempah melakukannya dengan dipandu oleh suatu pemikiran yaitu harus mendapatkan keuntungan nyata secara ekonomis, karena hal ini sangat berarti banyak bagi keluarganya.
Situasi selanjutnya adalah perempuan Jawa yang tinggal di daerah perkotaan dan berjualan rempah-rempah di pasar. Pertama, perempuan Jawa yang berjualan rempah-rempah di pasar pada ummnya memang menikmati pendidikan formal yang sangat terbatas. Tetapi dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan rumah-tangga mereka, mereka mendapat pendidikan informal yang terns menerus. Jadi secara tidak langsung mereka memiliki satu pengetahuan tentang keperluan rumah-tangga, dalam segi tertentu misalnya untuk segi ramuan tradisional, seperti kecantikan dan kesehatan. Kedua, pengalaman berjualan membantu meningkatkan pemahaman mereka terhadap maters rempah-rempah yang
diperdagangkan. tetapi hal ini sekaligus merupakan malapetaka yang berujung saringan nasib dan rejeki bagi mereka. Maksudnya bagi perempuan Jawa yang berjualan rempah-rempah sebagai pemula Bering terjadi, mereka tidak mampu mengelola barang dagangannya dan akhirnya tidak mampu berjualan lagi karena kehabisan modal.
Ketiga, dart basil situaai ini perempuan Jawa yang mampu bertahan adalah pereempuan Jawa yang bernasib balk mampu nnenemukan jalan keluarnya. Misalnya dengan mengurangi volume maters dagangan tetapi meragamkan materi dagangan. Terutama materi dagangan yang mampu bertahan hingga satu bulan lebih. Dengan cara demikian mereka berharap agar mereka dapat memperpanjang waktu penjualan dan masih dapat melakukan transaksi dagang, Berta memperkecil resiko kerugian akibat materi menjadi busuk.
Keempat, situasi ini membuat perempuan Jawa berada pada satu keadaan yang sangat menjepit. Di satu sisi mereka harus membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Di nisi yang lain pengetahuan mereka secara formal sangat minim. Situasi ini menggiring perempuan Jawa pada satu titik pandang bahwa kegiatan yang mereka lakukan ini harus dapat dipertahankan dan sekaligue dapat memberikan jalan keluar bags" pemehuhan - kebutuhan rumah-tangga.
Kelima, sesuatu yang harus dipertahankan ini bagi perempuan Jawa yang berjualan rempah-rempah di pasar, bukan hanya dihitung secara kemampuan berfikir tetapi juga harks-ada pemberian dart Tuhan Yang Maha Kuaaa. Dengan kepasrahan ini, perempuan Jawa berusaha memohon kepada Tuhan agar diberi peruntungan yang balk. Hal ini mengingatkan mereka kepada Dewi Sri yang telah memberikan kemammuran pada manusia.
Dari situasi yang terus menerus mengalami perubahan akhirnya terjadi suatu keadaan yang menggiring pada suatu ?pandangan masyarakat bahwa perempuan Jawa yang ideal adalah perempuan Jawa yang mampu mrantasi. Artinya tidak hanya sebagai ibu rumah-tangga, tetapi juga mampu membantu menutupi keperluan rumah-tangganya dengan bekerja di luar rumah. "
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mina Elfira
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Helmina Kastanya
"Cerita rakyat Air Tukang merupakan salah satu cerita rakyat Maluku yang dapat dikategorikan sebagai mitos. Cerita ini menarik dan telah dibuatkan naskah tertulisnya oleh Evi Olivia Kumbangsila sebagai bahan literasi bagi anak-anak di jenjang sekolah menengah pertama dan diterbitkan oleh Badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada tahun 2016. Cerita rakyat Maluku Air Tukang yang mengisahkan tentang kehidupan tujuh bidadari ini sarat dengan nilai budaya di dalamnya. Penggambaran beberapa aspek kebudayaan dalam cerita ini sangat penting terutama terkait nilai-nilai budaya termasuk di dalamnya tentang tradisi lisan Maluku yang perlahan mulai ditinggalkan masyarakat pemiliknya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dangan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang digunakan adalah teks cerita rakyat Maluku Air Tukang. Instrumen kunci di dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis isi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat nilai pendidikan, nilai sosial, dan nilai moral dalam cerita tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat."
ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2020
400 JIKKT 8:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rismawati
"Tulisan ini mengkaji tentang mitos dan realitas yang tergambar dalam film pendek Lamun Sumelang karya Ludy Oji Prastama tahun 2019. Film ini telah mendapat beberapa penghargaan dari Piala Maya 2019. Mitos dan realitas sosial yang digambarkan dalam film ini berlatar belakang masyarakat Gunung Kidul yang masih percaya kepada mitos antara lain pulung gantung, memberi tumbal manusia, dan arwah orang yang bunuh diri akan gentayangan, namun dilandasi dengan suatu argumentasi bahwa kepercayaan terhadap mitos bukan semata-mata dikarenakan masyarakat Gunung Kidul masih percaya terhadap mitos-mitos itu, melainkan dikarenakan kondisi sosial ekonomi yang memprihatinkan hingga situasi kesehatan menjadi terdampak karena ketidakmampuan finansial. Jadi, permasalahan yang perlu dikaji adalah bagaimana representasi mitos dan realitas sosial masyarakat Gunung Kidul yang terkandung dalam film pendek Lamun Sumelang. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan refleksi pada masyarakat tentang mitos dan realitas sosial masyarakat Gunung Kidul. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra dari Sapardi Djoko Damono dan pendekatan representasi Stuart Hall untuk menganalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga mitos, yaitu dan dua realitas sosial, yaitu kesehatan dan ekonomi yang terdapat dalam film pendek Lamun Sumelang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa kepercayaan mistis yang digambarkan dalam film ini sangat berkaitan erat dengan kondisi dan situasi persoalan masyarakatnya.

This paper study about myths and realities reflected in the Lamun Sumelang short movie created by Ludy Oji Prastama in 2019. This movie has received several awards from Piala Maya 2019. The myths and social realities reflected in this movie are set in the background of the Gunung Kidul people who still believe in myths, including pulung gantung, giving human sacrifices, and the spirits of people who commit suicide will be overwhelmed, however, it is based on an argument that belief in myths is not solely because the people of Gunung Kidul still believe in these myths, but because of poor socioeconomic conditions until the health situation becomes affected due to financial incompetence. Thus, the problem that needs to be studied is how the representation of the myths and social realities of the Gunung Kidul community contained in the short movie Lamun Sumelang. This study aims to provide insight and reflection on the community about the myths and social realities of the Gunung Kidul community. This research is a qualitative research using the literary sociology approach from Sapardi Djoko Damono and the Stuart Hall representation approach to analyze. The results showed that there are three myths, namely and two social realities, namely health and economics contained in the short film Lamun Sumelang. Based on the results of this research, it can be stated that the mystical beliefs depicted in this film are closely related to the conditions and situation of the problems of the community."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Desmiati
"Penyalinan sebuah naskah menunjukkan keberagaman wawasan. Naskah HSAQJ sebagai salah satu naskah keagamaan berisi hal-hal yang tidak saja terkait dengan masalah agama, tetapi juga cerita-cerita unik yang menjadi 'bumbu' dalam naskah ini. Ada beberapa alas an mengapa penulis memilih HSAQJ. Pertarna, HSAQJ Muhammad Bakir belum ada suntingan teksnya. Kedua, berangkat dari pendapat Henry Chambert-Loin (1984:55) yang menyatakan bahwa Muhammad Bakir jika menyalin naskah keagamaan akan setia pada contoh salinan. Apabila menyalin naskah non-keagamaan, ia akan menjadi seorang pengarang. Teks disunting dengan menggunakan metode edisi biasa. Setelah itu dilakukan analisis terhadap isi teks melalui perbandingan antara naskah Jawa dan ML.256A. Berdasarkan basil perbandingan tersebut terlihat keistimewaan dan kekhasan penyalinan Muhammad Bakir. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam penyalinan, Muhammad Bakir tetap mempertahankan penulisan kata-kata berbahasa Arab. Muhammad Bakir juga memasukkan kata-kata berbahasa Betawi. HSAQJ sebagai naskah keagamaan adalah sebuah hikayat yang berkhas Islam Dalam HSAQJ terdapat bentuk pengajaran dan hal ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penyebaran Islam di Nusantara"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S10751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dwi Irmawati
"Wayang kulit purwa merupakan produk budaya Jawa yang mengandung tontonan, tuntunan, dan tatanan. Lakon pada pertunjukan wayang kulit purwa terbagi dalam lima zaman, yakni mitos awal zaman, Lokapala, Arjunasasrabahu, Ramayana, dan Mahabharata. Lakon Dumadine Sanjata Cakra termasuk ke dalam mitos awal zaman. Pada pertunjukkan wayang kulit purwa selalu menyajikan pertarungan antara keutamaan dan keangkaramurkaan. Penyebab pertarungan keduanya ialah berhubungan dengan perebutan harta, tahta, dan wanita. Dalam lakon Dumadine Sanjata Cakra dikandung etika kekuasaan. Penelitian ini membahas etika kekuasaan melalui deskripsi pertarungankeutamaan dengan keangkaramurkaan, mitos dan kekuasaan, dan simbol dan kekuasaan  dalam lakon Dumadine Senjata Cakra. Untuk menjawab permasalahan, penelitian ini menerapkan metode deskriptif kualitatif dari Creswell (2010), transkripsi lisan ke tulis, kerangka konseptual etika kekuasaan dari Franz Magnis Duseno (1984), kerangka konseptual mitos dari Van Peursen (1989), dan kerangka teori simbol dari Turner dalam Disesrtasi Woro Aryandini (1998). Penelitian ini menyajikan hasil pembahasan yang signifikan bahwa etika kekuasaan melalui kajian tentang senjata cakra mampu memberikan pedoman dan tuntunan spiritual bagi masyarakat. Etika kekuasaan dikonstruksi melalui pertarungan kekuatan keutamaan dengan keangkaramurkaan, mitos, dan simbol. Senjata Cakra sebagai manifestasi dari spiritualitas kekuasaan manusia memberikan motivasi terhadap keberlangsungan keharmonisan dan keselarasan alam semesta.

Wayang kulit purwa is a Javanese cultural product that contains spectacle, guidance and order. The plays in the Purwa shadow puppet show are divided into five eras, namely the myth of the beginning of the era, Lokapala, Arjunasasrabahu, Ramayana, and Mahabharata. Dumadine Sanjata Cakra’s play is included in the myth of the beginning of time. Purwa shadow puppet shows always present a battle between virtue and cruelty. The cause of the fight between the two is related to the struggle for wealth, throne and women. In Dumadine Sanjata Cakra's play, the ethics of power is contained. This research discusses the ethics of power through descriptions of the struggle between virtue and wrath, myth and power, and symbols and power in Dumadine's play Weapon Cakra. To answer the problem, this research applies Creswell's(2010) qualitative descriptive method, oral to written transcription, the power ethics conceptual framework of Franz Magnis Suseno (1984), Van Peursen's conceptual framework of myth (1998), and Turner's symbol theory framework in a Dissertasion byWoro Aryandini (1998). This research presents significant discussion results that the ethics of power through the study of chakra weapons are able to provide spiritual guidance and guidance for society. The ethic of power is constructed through a struggle between the power of primacy and terror, myth and symbols. Chakra weapons as a manifestation of the spirituality of human power provide motivation for the continued harmony and harmony of the universe."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"The meaning and concept of the world " saleh" is unique in literary studies. There are many interpretations of "saleh" in the short story "Robohnya Surau kami" written by Navis...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>