Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172400 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firdaus Sai Sohar
"Penyakit Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan penyakit yang masih banyak dibicarakan dalam bidang THT. Hal ini disebabkan usaha penatalaksanaannya guna memperbaiki fungsi pendengaran di samping penyembuhan penyakit masih banyak mengalami kegagalan (27).
Selain itu adanya Kolesteatom yang sering menyertai penyakit ini sudah tidak asing lagi. Adanya kolesteatom mengarahkan penyakit OMSK berubah menjadi ganas/maligna dengan segala akibat yang ditimbulkannya. Oleh karena itu usaha-usaha untuk mengetahui secara dini OMSK maligna termasuk mengetahui adanya kolesteatom sangat penting.
Bidang radiologi merupakan sarana penunjang dalam pelayanan masyarakat, khususnya dalam penegakan diagnosa penyakit.
Peningkatan kemampuan dalam penegakan diagnosa tidak dapat dipisahkan dari tersedianya sarana alat diagnostik yang semakin bertambah canggih, di samping kemampuan manusia penggunanya.
Pembangunan Kesehatan Nasional yang merupakan bagian integral Pembangunan Nasional dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan (21). Tahap demi tahap ditingkatkan dengan tidak lupa memperhatikan skala prioritas. Oleh karena itu walaupun di beberapa pusat pelayanan kesehatan sudah tersedia alat-alat radiologi yang canggih seperti tomografi komputer, masih banyak sarana pelayanan kesehatan yang hanya didukung oleh alat-alat radiologi konvensional.
Pemeriksaan radiologi mastoid diperlukan untuk mengetahui ada/tidaknya kolesteatom, luas serta lokasi kerusakan yang diakibatkannya, walaupun secara klinis adanya kolesteatom yang menyertai 0MSK tipe ganas sudah dapat diketahui. Disamping itu pemeriksaan tulang mastoid juga diperlukan untuk menilai pneumatisasi rongga udara.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Kolesteatoma merupakan penyakit yang menyebabkan destruksi tulang dan komplikasi yang berbahaya. Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-∝) merupakan sitokin utama yang terlibat dalam proses tersebut. Tujuan: Mengetahui hubungan ekpresi TNF-a dengan destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe bahaya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan cross sectional design. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk menilai ekspresi TNF-∝ pada kolesteatoma. Hasil: Ekspresi TNF-a yang positif/overexpressionlebihbanyakpada kelompok destruksi tulang derajat sedang yaitu sebanyak 57,9%. Terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-∝ dengan derajat destruksi tulang (p=0,001).Kesimpulan: Terdapat hubungan antara ekspresi TNF-∝ dengan destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita OMSK tipe bahaya."
ORLI 45:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Tri Budi Widyanto
"Pendahuluan
Karsinoma serviks uterus merupakan satu di antara keganasan pada wanita yang penting. Di negara-negara maju ia menduduki urutan setelah kanker payudara, kolorektum dan endometrium, sedangkan di negara negara yang sedang berkembang kanker serviks uterus menempati urutan pertama (2,26).
Di Amerika Serikat, The American Cancer Society memperkirakan kasus-kasus baru karsinoma serviks uterus yang invasif, selama tahun 1981 ditemukan sebanyak 16.000 kasus dengan kematian 7.200 kasus (dikutip dari 13,39). Pada tahun 1987, angka ini sedikit berubah, ialah ditemukan 14.000 kasus baru dengan 6.800 kasus kematian (dikutip dari 17).
Di Indonesia, walaupun kita belum mempunyai sistem registrasi dan pelaporan yang baik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan penderita kanker sekitar 50 per 100.000 penduduk, dengan karsinoma serviks uterus menduduki urutan pertama (dikutip dari 30).
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dari tahun 1978-1982 ditemukan kanker ginekologik sebanyak 3.874 dan 73% di antaranya ialah karsinoma serviks uterus. Dari angka angka yang dikumpulkan Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, dari tahun 1979-1980, tampak bahwa karsinoma serviks uterus menempati urutan pertama, yang disusul kanker payudara dan kulit (2). Selama tahun 1985, di tempat yang sama, MANGUNKUSUMO dkk. melaporkan bahwa di antara 10 tumor ganas primer yang tersering menurut lokasi, kanker serviks uterus tetap menduduki urutan pertama (24,4%), disusul kanker payudara 20,1% dan rektum 6,6% {22).
Karsinoma serviks uterus pada umumnya terjadi pada wanita golongan sosial ekonomi rendah (2,26).
Pada umumnya penderita datang pada stadium yang sudah lanjut. WAGGONER dan SPRATT (1969), menemukan 374 dari 945 kasus karsinoma serviks uterus {39,58%) berada pada stadium III (36).
Telah disepakati oleh para ahli, bahwa dalam penentuan tingkat klinik penyakit karsinoma serviks uterus diperlukan pemeriksaan pemeriksaan rutin ialah pemeriksaan fisik, pelvis, pemeriksaan radiologik foto toraks dan urografi intravena, sistoskopi serta rektosigmoidoskopi (2,4,13,15,17,26,29,36, 37,38,39).
Akhir akhir ini, dengan ditemukannya alat alat canggih seperti Tomografi Komputer dan Magnetic Resonance Imaging, pusat-pusat kedokteran di luar negeri telah mencoba untuk mengevaluasi perluasan kanker serviks uterus dengan alat-alat tersebut (4,12,13,17,19,28,37,38,39). Pemeriksaan dengan alat alat tersebut masih mahal, apalagi penderita penderita karsinoma serviks uterus umumnya berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah. Sehingga untuk penentuan perluasan penyakit, pemeriksaan urografi intravena tetap merupakan pemeriksaan radiologik yang tidak ditinggalkan (2,4,13,15,17,26,29,36,37,38,39).
Pemeriksaan urografi intravena merupakan bagian pemeriksaan yang penting dalam evaluasi awal kanker serviks uterus oleh karena dapat memperlihatkan adanya obstruksi ureter yang menunjukkan bahwa tingkat penyakit telah lanjut, yaitu stadium IIIB dan keadaan tersebut menentukan harapan hidup penderita (dikutip dari 13). Gambaran abnormal urogram intravena yang ditemukan sebelum pengobatan berhubungan erat dengan prognosis yang buruk (dikutip dari 36). Pada stadium lanjut, dengan pemeriksaan urografi intravena dapat ditemui adanya obstruksi traktus urinarius/hidronefrosis. FRIEDLAND dkk.(1983), menemukan 15-35% kasus dengan hidronefrosis unilateral maupun bilateral {11). Sedangkan MESCHAN dkk. {1984) menemukan
hidronefrosis pada 20% kasus (24). Adanya hidronefrosis menunjukkan prognosis yang buruk (7). Sebab utama kematian penderita karsinoma serviks uterus ialah gagal ginjal akibat obstruksi ureter bilateral (11)?
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno S. Wardani
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviati Sri Racha
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T58806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Deny Irwan
"Sejak operasi kraniofaringioma pertama kali dilakukan oleh A.E.Halstead tahun 1908, selalu terjadi perdebatan di antara para ahli khususnya mengenai patologi dan terapi kraniofaringioma. Karena sifat tumor yang tumbuh secara lambat, maka dimungkinkan pengangkatan tumor secara total makroskopis. Posisi anatomisnya yang berdekatan dengan struktur penting, khususnya hipotalamus serta sifatnya yang menimbulkan perlekatan erat pada struktur tersebut, maka perlu hal tersebut menjadi pertimbangan sebelum melakukan tindakan pembedahan. Misalnya apakah akan dilakukan pengangkatan tumor secara total dengan kemungkinan terjadinya defisit neurologis pasca operasi atau dengan pengangkatan sebagian tumor dan dilanjutkan dengan terapi radiasi. Hasii akhir yang balk di antara semua metode yang pemah dicoba tetap saja masih menjadi perdebatan, meskipun beberapa penulis telah membuktikan bahwa pengangkatan tumor secara total mempunyai hasil akhir yang lebih balk dan angka rekurensi yang lebih rendah. Dengan berkembangnya teknik bedah mikro di bidang bedah saraf, maka dimungkinkan pengangkatan tumor kraniofaringioma secara total.
Setiap kraniofaringioma mempunyai kekhususan tersendiri terutama mengenai letak tumor terhadap struktur di sekitarnya serta konsistensi massa tumornya, sehingga teknik pendekatan dan jalur anatomis untuk tindakan operasinya juga memerlukan strategi yang berbeda-beda untuk setiap kraniofaringioma. Untuk itu diperlukan pengetahuan topografi dan anatomi bedah mikro yang balk. Operator harus mengenal dan dapat memperkirakan secara akurat posisi tumor terhadap hipotalamus, jaras optik, sistem ventrikel serta arteri karotis bahkan arteri basilaris beserta cabangcabangnya. Tanpa pengetahuan dasar anatomi mikro yang memadai, tidak mungkin seorang ahli bedah saraf dapat menjadi operator yang handal khususnya pada operasi kraniofaringioma, yang merupakan salah satu golongan tumor yang sulit memberikan hasil yang baik.
Yasargil' pads sebuah tulisannya menyebutkan bahwa dalam periode 22 tahun telah melakukan 144 operasi kraniofaringioma, dapat mengangkat seluruh tumor balk melalui sekali atau beberapa kali operasi. Setelah dilakukan evaluasi akhir disimpulkan bahwa tata laksana dengan pengangkatan tumor secara total mempunyai hasil akhir yang lebih baik.
Sedangkan Tomita melakukan pengangkatan total pada 27 kasus kraniofaringiorna pada anak. empat kasus diantaranya tidak dapat dilakukan pengangkatan secara total karena terdapat perlekatan yang hebat pada hipotalamus, letak khiasma yang pre fixed disertai bentuk tumor yang bilobus, letak khiasma terlalu post fixed dan terjadi episodic bradikardi setiap kali dicoba membebaskan perlekatan tumor dari hipotalamus.
Tim E Adamson I meneliti 104 spesimen dari 93 penderita kraniofaringioma dan menyebutkan bahwa tipe adamantinous yang 91-95 % massa tumor terdiri dari komponen kistik, mempunyai defisit neurologis visual pasca operasi yang lebih rendah dibanding dengan tipe skuamous papilari Hanya hal tersebut tidak diteliti lebih lanjut apakah hasil yang lebih baik tersebut dikarenakan sifat tumornya yang mempunyai komponen terbanyak berbentuk kistik yang lebih mudah diangkat pada waktu operasi.
Penelitian ini mencoba melihat gambaran klinis pasien dengan kraniofaringioma sebelum dan sesudah operasi dalam kaitannya dengan ukuran tumor. Parameter keberhasilan pengangkatan tumor tersebut dibagi dalam pengangkatan sub total dan total. Dilakukan beberapa tabulasi silang untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut, antara Iain konsistensi tumor ( kistik dan solid ), massa kalsifikasi, teknik pendekatan operasi, dan sebagainya, mempengaruhi kesulitan pengangkatan tumor selama operasi. Walaupun tentunya disadari bahwa masih banyak faktor di luar hal tersebut yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan operasi, misalnya penguasaan pengetahuan dan teknik operasi, dukungan neuro anestesi dan perawatan paska operasi yang tidak dapat dideskripsikan dalam penelitian. Sampai saat ini belum ada yg menulis aspek Minis kraniofaringioma dengan tinjauan khusus pada penurunan visus di Bagian Bedah Saraf RSUPN Ciptomangunkusumo."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Rohdiana
"Gangguan pendengaran sensorineural merupakan salah satu komplikasi pada otitis media supuratif kronik (OMSK). Kelainan ini bisa bersifat sementara atau permanen dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Pemeriksaan audiometri konvensional, masking dan tes Sensorinural Acuity Level (SAL) dapat menilai seberapa besar kejadian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK dan faktor yang berhubungan.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang bersifat deskriptif analitik yang dilakukan di Poli THT RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari-Mei 2015 melibatkan 73 telinga OMSK. Gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK didapatkan sebanyak 24,7% dan umumnya terjadi pada frekuensi tinggi. Tipe OMSK, durasi penyakit, dan tipe perforasi dapat memengaruhi gangguan pendengaran sensorineural dan secara statistik bermakna. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi pada OMSK dan pemeriksaan audiometri yang benar dapat menentukan kejadian ini. Tipe OMSK, durasi penyakit, dan tipe perforasi memengaruhi kejadian gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK.

Sensorineural hearing loss is one of the complications of chronic suppurative otitis media (CSOM). This order can be temporary or permanent and influenced by many factors. Conventional audiometry, masking, and Sensorineural Acuty Level (SAL) test can diagnose this incident. This study aims to determine the prevalence sensorineural hearing loss in chronic suppurative otitis media and related factors.
This study was a cross sectional descriptif analytic which done at ENT Department Cipto Mangunkusumo Hospital periode January to May 2015 involving 73 ears of CSOM. The prevalence of sensorineural hearing loss in CSOM is about 24,7% and generally occurs at high frequency. Type of CSOM, duration of disease, and type of perforation may affect sensorineural hearing loss and statistically significant. Sensorineural hearing loss accurs in CSOM and audiometry examination can determine this condition. Type of CSOM, duration of disease, and type of perforation influence the incidence of sensorineural hearing loss in CSOM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiah Sari
"Tuba Eustachius berfungsi mengatur dan memodulasi status pneumatik dari telinga tengah dan mastoid untuk menjaga lingkungan yang sesuai untuk transmisi suara optimal oleh membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Fungsi TE merupakan faktor penting dalam patogenensis otitis media dan pembersihan ruang telinga tengah serta penting dalam keberhasilan operasi telinga tengah. Otitis media supuratif kronik OMSK adalah inflamasi kronik telinga tengah dan kavum mastoid dengan gambaran klinis adanya keluar cairan telinga berulang atau otorea melalui perforasi membran timpani yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Penelitian ini ingin mengetahui sebaran dan kesesuaian hasil pemeriksaan fungsi ventilasi TE menggunakan sonotubometri dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee pada subjek OMSK tipe aman. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang pada 51 subyek yang diambil secara consecutive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan proporsi hasil pemeriksaan ventilasi TE dengan sonotubometri normal sebanyak 35,5 dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee normal sebesar 5,9 . Uji kesesuaian dengan Kappa antara kedua alat didapatkan kesesuaian yang lemah namun secara statistik bermakna. Perhitungan kesesuaian dengan proporsi confounding didapatkan hasil yang sesuai antara kedua alat sebesar 70,6 .

Eustachian Tube ET function is to regulate and modulate pneumatic status of middle ear and mastoid cavity for maintenance of appropiate environment for optimal noise transmision by the tympanic membrane and ossicular chain. ET function is the important factor in otitis media pathogenesis and clereance of middle ear cavity also for middle ear surgery prognosis. Chronic suppurative otitis media CSOM is chronic inflamation of middle ear and mastoid cavity with reccurent ear discharge or otorrhoea through tympanic membrane perforation which occurs more than 3 months.This study is intended to investigate the proportion and association of examination on ET ventilation function with sonotubometry and impedance audiometry using automatic Toynbee on CSOM benign type subject. This study is a cross sectional descriptive research in 51 subjecst which were taken by consecutive sampling. The results is that the normal proportion of ET ventilation function with sonotubometry is 35,5 and with impedance audiometri using automatic Toynbee is 5,9 . The correlation test with Kappa from the two devices is weak but is statistically significant. Another correlation test with confounding proportion indicates that the two devices match at 70,6 ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55688
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hably Warganegara
"ABSTRAK
Tindakan operasi timpanomastoidektomi pada pasien otitis media supuratif kronis (OMSK) perlu dipahami struktur tiga dimensi intraoperatif, yaitu diantaranya adalah jarak dinding superior liang telinga ke tegmen, jarak dinding posterior liang telinga ke sinus sigmoid dan besar sudut sinodura. Salah satu struktur yang juga berperan pada penyakit OMSK adalah aditus ad antrum. Aditus ad antrum merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan sel-sel udara mastoid yang berfungsi sebagai penyimpan udara. Struktur-struktur tersebut dapat dievaluasi pada pemeriksaan tomografi komputer. Saat ini belum didapatkan variasi jarak struktur anatomi tersebut pada pasien OMSK dan bukan OMSK, serta kajian introperatif pada pasien OMSK di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini adalah studi analisis potong lintang yang terdiri dari 2 penelitian pendahuluan. Penelitian pertama adalah penelitian variasi jarak struktur anatomi tulang temporal menggunakan pengukuran TK tulang temporal pada pasien OMSK dan bukan OMSK, masing-masing terdiri dari 30 TK tulang temporal yang dikumpulkan secara konsekutif. Penelitian kedua adalah penelitian kesesuaian variasi jarak struktur anatomi tulang temporal antara pengukuran TK tulang temporal dengan intraoperatif pada 5 pasien OMSK yang dikumpulkan secara konsekutif total sampling selama 9 bulan. Pada penelitian 30 TK tulang temporal OMSK dan 30 bukan OMSK didapatkan perbedaan ukuran yang lebih kecil pecontoh yang OMSK, yaitu pada jarak dinding superior liang telinga ke tegmen 2 (irisan tegmen sejajar spina henle), jarak dinding superior liang telinga ke tegmen 3 (irisan tengah tegmen antara skutum dan spina henle), besar sudut sinodura dan luas aditus ad antrum. Pada penelitian 5 pasien OMSK didapatkan kesesuaian yang sangat kuat antara pemeriksaan TK tulang temporal dengan intraoperatif pada jarak dinding posterior liang telinga ke sinus sigmoid.

ABSTRACT
In performing timpanomastoidectomy procedure for chronic suppurative otitis media, it is important to understand about the three dimensional structure intraoperative. Some of the important structure in the temporal bone are the distance from superior part of canalis acouticus externus to the tegmen, distance from posterior part of canalis acousticus externus to the sigmoid sinus and sinodural angle. One of another important structure related to chronic suppurative otitis media is aditus ad antrum. Aditus ad antrum is a canal which connect the tympanic cavity with mastoid air cells that functioned as air reservoir. Those structure can be evaluated in computed tomography examination. In dr. Cipto Mangunkusumo hospital, we still have no data about the variation of temporal bone anatomic structure distance in chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media also about evaluation of chronic supurative otitis media patients intraoperative. This research is a cross sectional study that consist of 2 preeliminary study. The first research was evaluating the variation of temporal bone anatomic structure distance using computed tomography examination from chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media, each consist of 30 computed tomography recruited consecutively. The second research was evaluating the correlation of variation temporal bone anatomic structure distance using computed tomography examination and intraoperative from 5 chronic suppurative otitis media patient recruited consecutively total sampling for 9 months. From the measurement of each 30 computed tomography from chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media patients, there was a smaller measurement in CSOM patients in the distance from superior part of canalis acousticus externus to tegmen 2, distance from superior part of canalis acousticus exterrnus to tegmen 3, sinodural angle and the width of aditus ad antrum. From the evaluation of 5 CSOM patients there was a very strong correlation between computed tomography examination and intraoperative findings in the distance of posterior part of canalis acousticus externus to sigmoid sinus."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>