Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71805 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspa Handayani
"ABSTRAK
Perbaikan gizi merupakan faktor penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena erat hubungannya dengan peningkatan derajat kesehatan, pertumbuhan jasmani, dan kecerdasan. Protein hewani diketahui memiliki kelebihan dibandingkan protein nabati, karena mengandung asam-asam amino esensial yang lebih lengkap den seimbang, lebih mudah dicerna dan diabsorpsi, sehingga nilai biologisnya lebih tinggi. Widya Karya Pangan dan Gizi III tahun 1983 (1), yang membahas keadaan gizi di Indonesia, mengusulkan angka kecukupan protein hewani sebesar 10 g/kapita/hari. Namun, pada pendataan Biro Pusat Statistik (BPS) 1985 (2) didapatkan konsumsi protein hewani masyarakat sebesar 8,22 g/kapita/hari atau 11,80 % konsumsi protein total. Jumlah ini masih jauh di bawah kebutuhan yang dianjurkan, yakni 20 % konsumsi protein total. Pada Widya Karya Pangan dan Gizi 1988 (3) target konsumsi protein hewani sebesar 15 g/kapita/hari atau merupakan 30 % seluruh kebutuhan protein yaitu sebesar 50 g/kapita/hari.
Data BPS 1985 menunjukkan bahwa 59,65 % protein hewani yang dikonsumsi berasal dari ikan, 34,94 % nya berasal dari ikan asin {21 % dari protein hewani berasal dari ikan asin).
Ikan diketahui mengandung protein yang mempunyai kualitas setara protein daging hewan lain, mengandung asam lemak tak jenuh lebih tinggi daripada daging, berserat halus, dan mudah dicerna. Oleh karena itu untuk meningkatkan konsumsi protein hewani, ikan asin merupakan salah satu pilihan. Ikan asin selain digemari masyarakat, secara ekonomis relatif terjangkau, dan produksinya memadai.
Di Indonesia pembuatan ikan asin dilakukan secara tradisional, yang pada umumnya dibuat dari ikan segar dengan menambahkan garam dapur (NaCl) sebanyak 25-30 % berat ikan, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Di dalam proses pengolahan kadangkala ditambahkan garam sendawa sebagai pengawet (4). Garam sendawa mengandung kalium nitrat dan natrium nitrit, yang merupakan prekursor nitrosamin yang dikenal bersifat karsinogenik. Nitrosamin dapat terbentuk sebagai hasil reaksi antara nitrit dan senyawa amin pada daging ikan dan hewan lain {5-9). Reaksi nitrosasi dapat terjadi baik in vitro maupun in vivo (5-10). Hadiwiyoto dan kawan-kawan membuktikan bahwa penggunaan garam sendawa yang berlebih pada 'cured meat' menimbulkan senyawa nitrosamin dan reside nitrit (4). Christiansen dan kawan-kawan, dikutip dari Hadiwiyoto, membuktikan genggunaan 2000 'part per million' (ppm) garam nitrat pada sosis mengakibatkan terbentuknya senyawa nitrosamin (4). Penelitian Yu dan kawan-kawan (6,7) serta Tannenbaum dan kawan-kawan (11) menemukan adanya nitrosamin pada sampel 'Cantonese-style salted fish' yang juga dibuat secara tradisional dengan penggaraman dan pengeringan di bawah sinar matahari.
Beberapa penelitian menghubungkan konsumsi ikan asin dengan keganasan nasofaring (KNF). Penelitian Poirier dan kawan-kawan di 3 daerah dengan resiko tinggi KNF (Tunisia, Cina Selatan, den Greenland), menemukan adanya nitrosamin pada sampel makanan yang diawetkan, termasuk 'Cantonese-style salted fish'. Penelitian Yu den kawan-kawan menemukan adanya nitrosamin pada sampel 'Cantonese-style salted fish', dan adanya hubungan bermakna antara konsumsi ikan asin dengan timbulnya KNF di Hong Kong dan Guang-xi, Cina. Penelitian terhadap etnik Cina yang bermukim di California dan Malaysia juga menemukan hubungan bermakna antara konsumsi ikan asin dan timbulnya KNF. Pada penelitian eksperimental dengan tikus percobaan oleh Yu dan kawan-kawan yang diberi 'Cantonese-style salted fish' menimbulkan karsinoma daerah nasal atau paranasal {12). Penelitian lain {13) menyatakan adanya kaitan antara virus Epstein-Barr (VEB) dan konsumsi ikan asin merupakan penyebab utama timbulnya KNF."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yayok Witarto
"Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok
Tempat : PT. NATIONAL GOBEL - Cimanggis - Jawa Barat.
Metodologi : Studi korelasi, pada 108 orang laki-laki berusia 20 - 55 tahun, perokok dan bukan perokok, yang terpilih secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data umnm, kebiasaan mcrokok, konsumsi suplemen vitamin C, asupan makanan serta kadar vitamin C plasma dan MDA plasma.
Hasil : Kebiasaan merokok terdapat pada 45.4% subyek penelitian. Berdasarkan Indeks Brinkman, 37,1% termasuk perokok ringan, 8,3% perokok sedang dan tidak didapatkan perokok berat. Nilai median kadar vitamin C plasma 0.51( ,04 - 1.36 ) mg/dl dan nilai median kadar MDA plasma 0,63 ( 0,22 - 4,74 ) nmol/ml. Didapatkan hubungan bermakna antara asupan energi, protein, serat, merokok dan konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar vitamin C plasma serta hubungan bermakna antara konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar MDA plasma. Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma pada bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang namun korelasi tersebut tidak bermakna ( r-0,014; p=0,916; r--0,170; p=0,295; 1=a-0,317; Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C (r=-0,943; p = 0,005 ).
Kesimpulan : Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok, namun korelasi tersebut tidak bermakna. Walaupun tidak bermakna, ada kecenderungan korelasi semakin menguat sesuai peningkatan gradasi merokok. Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C.

Objective: To identify the correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation.
Place : PT. National Gabel - Cimanggis - Bogor.
Methods : The simple random sampling was used for correlation study of 108 subjects, smokers and non smokers, age between 20 - 55 years. Data collections including: general data, smoking habit, consumption of vitamin C supplement, food intake and plasma level of vitamin C and MDA.
Result : The smokers found a total of 45.4% of the subjects. Using Brinkman's index, the gradation of light smokers were 37.1%, moderate smokers were 82% and there was no heavy smoker. Median value of vitamin C level in plasma was 0.51(0.04 - 1.36) mg/dl and for MDA level in plasma was 0.63 (0.22 -- 4,74) nmol/ml. Significant relationship was found between energy intake, protein, fiber, smoking habit and consumption of vitamin C supplement with plasma level of vitamin C. Significant relationship was found between consumption of vitamin C supplement with plasma level of MDA. Negative correlation was found between plasma level of vitamin C with plasma level of MDA of non smokers, light smokers and moderate smokers but not significant ( r -0.014, p=0.15; r=-0.170, p:'J.295; r=-0.317,p=0406). Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of' MDA( r = - 0.943, p = 0.005 ).
Conclusion : Negative correlation was found between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation, but not significant. Although not significant, there was a tendency of stronger correlation if smoking gradation increase. Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Sadeli
"ABSTRAK
In order to maintain issued of environmental safe and clean, Indonesian government has been tried very hard to reduce toxicity, especially in water cooling systems by prohibiting chromate to be used.
A part from inhibitor chromate, the industries still use some inhibitors such as zinc phosphate, polyphosphonat etc, but the dangers of these inhibitors still unsolved. To anticipated of this condition, in this time has been made an advances of development of unpoisonous inhibitor called Ascorbic Acid (vitamin C).
The investigation started with behaviour of Ascorbic Acid in near neutral aqueous solution regarding corrosion of stainless steel. The experiment result indicated that inhibition of Ascorbic Acid gave effectiveness of 75 - 83 %. with intervals of 60 - 100 ppm. This effectiveness values can be said that Ascorbic Acid very promising to be used for inhibitor corrosion. Furthermore research must take place to get more information about inhibition of Ascorbic Acid, so that Ascorbic Acid can be used commercially in industries."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Romadhanayanti
"L-asam askorbat adalah antioksidan alami dan penangkap radikal yang melindungi komponen seluler terhadap kerusakan oksidatif oleh radikal bebas dan oksigen aktif. Namun, L-asam askorbat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya dan oksigen di udara menyebabkan hilangnya aktivitas dan juga tidak larut dalam minyak, sehingga memiliki penggunaan terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa etil askorbil eter dari L-asam askorbat yang berasal dari buah belimbing wuluh hasil reaksi eterifikasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar L-asam askorbat baik dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh.
Dari hasil analisis didapat kadar L-asam askorbat dalam filtrat dan hasil pengeringannya masingmasing sebesar (33,29 ± 0,513) % b/v dan (27,31 ± 0,124) % b/b. Kondisi analisis ini dilakukan dengan menggunakan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v), kecepatan alir 1,0 ml/menit, panjang gelombang 248 nm dengan kolom C-18.
Dari hasil analisis kualitatif didapat waktu retensi dari senyawa etil askorbil eter yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat adalah 2,706 menit dan dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah 2,505 menit dan 2,719 menit. Lalu secara kuantitatif didapat bahwa kadar dari senyawa etil askorbil eter dari standar asam askorbat adalah (21,36 ± 0,555) % b/b dan dari serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah (10,29 ± 0,082) % b/b.

L-Ascorbic acid is a natural antioxidant and radical scavenger that protects cellular components of oxidative damage by free radicals and active oxygen. However, L-ascorbic acid is easily oxidized by heat, light and oxygen in the air led to the loss of activity and also does not dissolve in the oil, so it has a limited use.
The aim of study was to obtain ethyl ascorbyl ether of L-ascorbic acid compound from carambola wuluh fruit that was result of etherification and then analyzed qualitative and quantitative with chromatography liquid high performance. The research was initiated with determination of the levels of Lascorbic acid in filtrate and the result of dried from carambola wuluh fruit filtrate.
From the analysis of L-ascorbic acid levels in the filtrate and dried result were obtained, respectively (33.29 ± 0.513)% w/v and (27.31 ± 0.124)% w/w. The condition analysis was performed using mobile phase acetonitrile-water (4:6 v /v), flow rate 1.0 ml/min, wavelength 248 nm with the C-18 column.
The results of qualitative analysis were obtained the retention time of ethyl ascorbyl ether compounds of etherification from the L-ascorbic acid standard was 2.706 minutes and from L-ascorbic acid in the powder from dried result of carambola wuluh fruit filtrate was 2.505 minutes and 2.719 minutes. Then quantitatively obtained that the levels of ethyl ascorbyl ether from standard L-ascorbic acid was (21.36 ± 0.555)% w/w and the powder from dried result of carambola wuluh fruit filtrate was (10.29 ± 0.082)% w/w.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1814
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Slamat
"Mengelahui efek pemberian suplementasi vitamin C dan E terhadap kadar
malondialdehida plasma pada perokok kretek filter selama empat minggu di Jakarta.
Penelitian ini merupakan uji klinis paralel, acalg tersamar tunggal antara kelompok
yang inendapat suplementasi vitamin C dan E (P) dengan kelompok yang mendapat
plasebo (K). Sebanyak 40 orang perokok kretek filterr di rumah makan, Jakarta Utara
memenuhi ln-iteria dan diikutkan dalam penelitian Dilakukan randomisasi blolc untuk
menentukan kclompok perlakuan dan kontrol. Kelompok perlakuan mendapatkan
suplementasi vitamin C 500 mg dan E 400 IU/hari selama empat minggu, dan
kclompok kontrol mendapat plasebo. Data yang dikumpulkan meliputi data demograti
(usia, konsumsi rokok, indeks Brinkman, tekanan dan lg kadar glukosa darah puasa,
kadar kolesterol tétal), IMT, analisis asupan zat gizi, kadar malondialdehida plasma.
Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan atau uji Mann Whimsy dengan
batas kemaknaan p <0,05.
Karakteristik demografi subyek pada awal penelitian meliputi usia, konsumsi rokok,
indeks Brinkman, tel-canan damh, Radar glukosa darah puasa, kadar kolesterol total,
IMT , analisis asupan zat gizi, kadar malondialdchida plasma antara kelompok
perlakuan dan kontrol homogen. Rerata kadar MDA plasma awal pada kelompok
perlakuan dan pada kelompok kontrol 1,39i0,19 vs 1,34=b=0,09 nmol/mL. Pada akhir
perlakuan, rerata kadar MDA plasma sabesar 1,18=l=0,22 pada kelompok perlakuan dan
1,3 1=k0,13 nmol/mL kelompok kontrol, berbeda bermakna (p <0,03‘7).
Setelah suplementasi vitamin C 500 mg dan E 400 IU/hari selama empat minggu
tcrdapat perbedaan bermakna renta kadar MDA plasma antara kedua kelompok.

Abstract
To investigate the effects of vitamin C and E supplementation on plasma
malondialdehycle in clove cigarettes smokers during four weeks in Jakarta
This is a parallel randomized single-blind clinical study between interventional
group with vitamin C and E supplementation (P) and control group with has
placebo (K). Forty clove cigarettes smokers in Rmtaurant, Jakarta had fulfilled
the criteria and recruited in the research. Subjects were allocated by block
randomization into intervention and control group. Intervention group treated
with vitamin C 500 mg and vitamin E 400 IU daily for 4 weeks, while control
group treated with placebo. Data collection includes demographic characteristic
(age, smoking habits, Brinkman index, blood pressure, blood glucose, total
cholesterol), body mass index (BMI), daily nutrient analysis, plasma MDA.
Statistical analysis using unpairod t-test or Mann Whitney test with significant
level at p < 0,05.
Demographic characteristic (age, smoking habits, Brinlcman index, blood
pressure, blood glucose, total cholesterol), body mass index (BMI), daily
nutrient analysis, plasma MDA between both groups were homogen. Initial
plasma MDA in the intervention group. and control were l,39=|=0,l9 vs
l,34=l=0,09 nmol/tnL. After intervention plasma MDA were l,l8=k0,22 in the
intervention group and 1,3l£),13 nmol/mL in control group (p <0,03'7).
After supplementation of vitamin C 500 mg/day and vitamin E 400 IU/day
during 4 weeks, showed significantly differences average of plasma MDA
between two groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T31625
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muharijal
"Pengujian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara laju aliran bahan dengan temperature pengeringan minimum dan daya tambahan pada pengering semprot di laboratorium perpindahan massa Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Adapun variable pengujian adalah aliran bahan, tekanan nozzel, aliran udara dan dew point. Variasi aliran bahan sebesar 0,18; 0,27; 0,36 dan 0,54 [liter/jam], tekanan nozzle 1; 2; dan 3 [bar], laju aliran udara 0,0047; 0,0067; 0,0082; dan 0,0097 [m /det], dew point 10;17;23 [oC].Dari percobaan yang sudah dilakukan, pada aliran bahan yang rendah dengan variable lain konstan aliran udara, tekanan nozzle, dew point maka temperatur pengeringan minimum akan rendah. Untuk daya tambahan, kenaikan aliran bahan sangat mempengaruhi penurunan daya tambahan yang dibutuhkan. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui masalah ndash; masalah apa saja yang timbul.

Tests conducted to determine the relationship between the feed flow rate with minimum drying temperature and additional power on the spray drying in laboratory mass transfer department of mechanical engineering, University of Indonesia. The variables of test are feed flow rate, pressure nozzle, air flow rate and dew point. Variation of feed flow rate of 0,18 0,27 0,36 and 0,54 litre hour pressure nozzle 1 2 and 3 bar , air flow rate 0,0047 0,0067 0,0082 dan 0,0097 m3 sec , dew point 10 17 23 oC .From the experiments that have been carried out, the lower feed flow with other variables are constant pressure nozzle, air flow rate and dew point so the lower drying temperature. For additional power, the higher feed flow rate effects lower the additional power needed. This test aims to determine any issue that arises. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Zuainah Saswati
"Serat asbes yang terinhalasi masuk ke dalam alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan produksi reactive oxigen spesies (ROS) yang dapat memicu terjadinya reaksi inflamasi. Interleukin 6 merupakan penanda reaksi inflamasi akibat pajanan serat asbes. Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang bekerja sebagai scavenger ROS. Vitamin C juga dapat menghambat aktivitas faktor transkripsi NFқB. Vitamin E selain dapat menghambat aktivitas faktor transkripsi JAK/STAT3 dan NFқB, juga dapat menghambat aktivitas COX2 dan LOX5.
Penelitian potong lintang di sekretariat serikat buruh pabrik asbes X Kabupaten Karawang bulan Oktober 2014 dilakukan untuk menilai korelasi asupan vitamin C, E dengan kadar interleukin 6 pada pekerja pabrik asbes. Lima puluh dua pekerja pabrik asbes berhasil menyelesaikan protokol penelitian. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat korelasi bermakna (p >0,05) antara asupan vitamin C dengan kadar IL-6 dan antara asupan vitamin E dengan kadar IL-6. Terdapat korelasi positif antara kadar vitamin C dengan kadar IL-6 (r = 0,31) dengan p <0,05, namun tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin E dengan kadar IL-6.

Asbestos fibers that are inhaled into the alveoli cause increased production of reactive oxygen species (ROS) which may trigger inflammation reaction. Interleukin 6 (IL-6) is a marker of inflammation reaction caused by asbestos fibers exposure. Vitamin C and vitamin E are antioxidants acting as ROS scavengers. Vitamin C can also inhibit the activity of transcription factor NFқB. Vitamin E can inhibit the activities of transcription factors JAK/STAT3 and NFқB as well as the activities of COX2 and LOX5.
A cross-sectional sudy at a labor union secretariat in Karawang Regency in October 2014 was conducted to evaluate the correlations between intakes and levels of vitamin C and vitamin E and level of IL-6 in asbestos factory workers. Fifty two asbestos factory workers finished the study. The result showed no significant correlation between vitamin C intake and IL-6 level or between vitamin E intake and IL-6 level. There was a moderate positive correlation between vitamin C level and IL-6 level (r = 0.31, p <0.05), but there was no correlation between vitamin E level and IL-6 level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
"ABSTRAK
Tujuan
Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan E 400 mg oral selama empat hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma. sebagai penanda stres oksidatif pada penderita luka bakar sedang berat.
Penelitian ini merupakan one group pre post tes yang memberikan suplementasi vitamin C t 000 mg i.v dan vitamin E 400 mg oral yang pada 13 subyek penelitian yaitu penderita luka bakar kategorl sedang berat dengan luas luka bakar kurang dari 60%, yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data diperoleh melalui wawancara, rekam medik, pengukuran antropometri analisis asupan menggunakan metode food record, dan pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan kadar vitamin C, E serum dan MDA plasma pada sebelum dan setelah suplementasi. Analisis data untuk data berpasangan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon, sedangkan untuk dua kelompok tidak berpasangan menggunakan uji Mann Whitney. Batas kemaknaan pada penelitian ini ada1ah 5o/a.
Sebanyak 13 orang subyek penelitian, terdiri dari perempuan 53.85o/o, dengan median usia 32 (18 55) subyek memiliki status gizi normal (61.54%), Median luas Juka bakar adalah 22 (5-57)%, dengan kasus terbanyak adalah luka bakar berat (61.50%), dan penyebab terbanyak adalah api (76.9%). Kadar vitamin C pasca suplementasi menga!ami sedikit peningkatan yang tidak bermakna. Kadar vitamin E subyek penelitian meningkat bermakna (p=0,016) pasca suplementasi, walaupun masih dalam kategori rendah. Kadar MDA pasca supiementasi mengalami penurunan bermakna(p=O,Ol9).
"
2009
T31989
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Nadya
"Latar belakang. Pandemi akibat COVID-19 telah menyebabkan jutaan kematian di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Anak, sebagai salah satu kelompok berisiko juga rentan terinfeksi. Hingga saat ini belum ada bukti definitif pengobatan etiologi terhadap COVID-19. Pemberian vitamin C dosis tinggi, yang diketahui memiliki efek antivirus, antioksidan, antiinflamasi, dan imunomodulator, menjadi salah satu pilihan terapi potensial pada pengelolaan COVID-19. Akan tetapi, belum ada data terkait pengaruhnya pada anak dengan COVID-19 dalam mempercepat penyembuhan.
Metode. Penelitian uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan pada anak dengan COVID-19 derajat ringan-sedang di RSCM antara Oktober 2021 sampai Maret 2022. Kelompok perlakuan diberikan vitamin C dosis maksimal, sedangkan kelompok kontrol diberikan vitamin C dosis berdasarkan angka kecukupan gizi. Luaran yang dinilai adalah durasi konversi menjadi negatif dan perbaikan gejala batuk, demam, diare, serta penggunaan oksigen. Analisis dilakukan untuk membandingkan pengaruh vitamin C yang diberikan pada kedua kelompok.
Hasil. Sebanyak 40 subjek terlibat dalam penelitian, terbagi atas 20 subjek pada kelompok perlakuan dan 20 subjek pada kelompok kontrol. Median durasi terjadinya viral clearance pada kelompok perlakuan adalah 12 hari sedangkan pada kelompok kontrol 15,5 hari (p=0,588). Durasi gejala batuk pada kelompok perlakuan dibanding kontrol memiliki median 6 dibanding 5 hari (p=0,629), pada gejala demam 2 dibanding 3 hari (p<0,05), pada keluhan diare 2 dibanding 4 hari (p=0,172), dan lama penggunaan oksigen pada kedua kelompok adalah 5 hari (p=0,647).
Simpulan. Pada penelitian ini, vitamin C oral dosis maksimal dapat mempersingkat durasi demam serta memiliki kecenderungan untuk mempercepat durasi terjadinya viral clearance dan hilangnya diare dibandingkan pemberian vitamin C dosis sesuai angka kecukupan gizi.

Background. COVID-19 pandemic has caused millions of deaths worldwide, including Indonesia. Children, as one of the risk groups are also susceptible to infection. To date, there is no definitive evidence of an etiologic treatment for COVID-19. Administration of high doses of vitamin C, which is known to have antiviral, antioxidant, anti-inflammatory, and immunomodulatory effects, is a potential therapeutic option in the management of COVID-19. However, there is no data regarding its effect in children with COVID-19 in accelerating healing.
Methods. A single-blind randomized clinical trial study was conducted on children with mild-moderate COVID-19 at Cipto Mangunkusumo hospital between October 2021 and March 2022. The treatment group was given the maximum dose of vitamin C, while the control group was given a dose of vitamin C based on recommended dietary allowance. The outcomes assessed were duration of negative conversion and improvement in symptoms of cough, fever, diarrhea, and oxygen use. An analysis was carried out to compare the effect of vitamin C administered on the two groups.
Result. A total of 40 subjects were involved in the study, divided into 20 subjects in intervention group and 20 subjects in control group. The median duration of viral clearance in the treatment group was 12 days while that in the control group was 15.5 days (p=0.588). The duration of cough symptoms in the treatment group compared to the control group had a median of 6 vs 5 days (p=0.629), for fever symptoms 2 vs 3 days (p<0.05), diarrhea complaints 2 vs 4 days (p=0.172), and duration oxygen use in both groups was 5 days (p=0.647).
Conclusion. In this study, the maximum dose of oral vitamin C can shorten the duration of fever and has a trend in accelerating the duration of viral clearance and diarrhea compared to recommended dietary allowance of vitamin C.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>