Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82950 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Wahyati Yustina
"BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila & UUD '45, Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber tertib hukum yang tertinggi di Indonesia. Di dalam GBHN (TAP MPR -RI No.II/MPR/1998), tersurat beberapa pedoman yang dapat dijadikan landasan pembangunan dalam bidang hukum di negeri ini di antaranya adalah pedoman yang terdapat di dalam pola umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah dan kebijaksanaan Pembangunan bidang hukum, ditegaskan :
A. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila & UUD ?45, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakan, pelayanan dan kepastian hukum serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
B. Pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan kondisi yang mantap sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, menimbulkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat, memberi rasa aman dan tenteram, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
C. Dalam rangka pembangunan hukum, perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kodifikasi dan unifikasi bidangbidang hukum tertentu serta penyusunan perundang?undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan diberbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
D. Dalam rangka meningkatkan penegakan hukum, perlu terus dimantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan tegas dan : wewenangnya masing-masing, serta terus ditingkatkan kemampuan dan kewibawaanya dan dibina sikap, perilaku dan keteladanan para penegak hukum sebagai pengayom masyarakat yang jujur, bersih, tegas dan adil.
E. Penyuluhan Hukum perlu dimantapkan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam rangka tegaknya hokum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman dan kepastian hukum serta terbentuknya perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat pada hukum.
F. Dalam rangka mewujudkan pemerataan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum, perlu terus diusahakan agar proses peradilan menjadi lebih sederhana, cepat dan tepat dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Sejalan dengan itu, perlu lebih dimantapkan penyelenggaraan pemberian bantuan dan konsultasi hokum bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu.
G. Untuk menunjang upaya pembangunan hukum, perlu terus diusahakan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan serta ditingkatkan pendayagunaannya.
H. Dalam usaha pembangunan hukum perlu ditingkatkan langkah-langkah untuk mengembangkan dan menegakkan secara serasi hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan Pancasila & UUD'45.
Dari apa yang dimuat dalam GBHN tersebut tampak bahwa pembangunan dan pembinaan bidang hukum diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan di segala bidang, sehingga dapatlah diciptakan ketertiban dan kepastian hukum. Dalam rangka itulah, perlu dilanjutkan usaha-usaha dalam penertiban badan-badan penegak hukum sesuai fungsi dan wewenangnya masing-masing peningkatan dan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, serta usaha-usaha untuk meningkatkan kesadaran hokum dalam masyarakat sehingga menghayati hak dan kewajibannya dalam konteks negara hukum. Perlindungan
dimaksud ditujukan kepada masyarakat, yang salah satu diantaranya adalah "anak". Kebijakan demikian adalah wajar karena upaya 'untuk mensejahterakan masyarakat, yang salah satu anggotanya adalah "anak" adalah merupakan kebijakan sosial, yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia.Seperti dikatakan Barda Nawawi
Arief dalam salah satu artikelnya yang berjudL " Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penanggulangan kejahatan" pada salah satu bagiannya disebutkan sebagai berikut ;
Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Jadi identik dengan kebijakan atau perencanaan pembangunan nasional yang meiiputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan. Penanganan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan ini sangat penting karena disinyalir dalam berbagai kongres PBB (mengenai Prevention of Crime and The Treatment of? "
Lengkap +
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Librianto
"ABSTRAK
Di Indonesia lebih dari 50 % penduduknya terdiri dari anak dan pernuda oleb sebab itu perhatian yang memadai perlu diberikan kepada kelompok penduduk yang masih muda ini yang merupakan pendukung hari depan bangsa· Dalam hukum pidana di Indonesia telah diadakan perbedaan perlakuan antara tersangka kejahatan dewasa dan kejabatan anak semenjak pemerikaan pendahuluan sampai pemeriksaan di persidangan telah diaktakan perbedaan penerapan tindakan serta hukuman yang dapat di jatuhkan hakim terhadap kejahatan anak. Bilamana harus dan tiada pilihan lain kecuali menerapkan tindakan serta hukuman terhadap si anak, patut diperhatikan hukuman yang setepatnya. Tindakan serta hukuman yang dapat dijatuhkan hakim terhadap perkara-perkara kejahatan anak ini sangat tergantung kepada sikap hakim dalam menangani perkara-perkara kejahatan anak ini. Melalui skripsi ini penulis ingin memberikan gambaran mengenai sikap Hakim dalam menangani perkara-perkara kejahatan anak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1996
364.36 DEL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Coffey, Alan R.
New Jersey: Prentice-Hall, 1974
364.36 COF j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Oslo: Norwegian University Press, 1991
364.36 YOU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sudbury, Mass: Jones and Bartlett Publishers, 2011
364.36 JUV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wagiati Soetodjo
Bandung: Refika Aditama, 2006
345.081 WAG h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Iswardani Adianto
"Pelangaran hukum dan penyimpangan perilaku oleh anak-anak/remaja, atau disebut juga 'delinkuensi' telah menjadi perhatian para ahli dibidang ilmu-ilmu sosial. Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk memahami masalah delinkuensi ini antara lain melalui penelitian-penelitian ilmiah. Salah satu topik yang menarik dan bermanfaat untuk diteliti adalah faktor-faktor penyebab delinkuensi. Menarik karena banyaknya teori yang membahas masalah ini; dan bermanfaat karena hasilnya selalu dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan program pembinaan bagi anak delinkuen.
Menurut Teori Kontrol, faktor yang berpengaruh terhadap delinkuensi bisa berupa kontrol personal, seperti konsep diri yang tinggi; bisa berupa kontrol sosial, seperti ikatan sosial yang kuat dengan lingkungan. Pendekatan psiko sosial lain mengatakan bahwa penyebab delinkuensi bisa bersifat internal, seperti inteligensi, kepribadian, tipe/bentuk tubuh, dsb; dan bisa bersifat eksternal, seperti keadaan keluarga, pengaruh teman, pengaruh TV/media massa, dsb.
Pada penelitian ini hanya ingin dipelajari pengaruh beberapa faktor yang secara teoritis dikatakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap delikuensi, yaitu inteligensi, konsep diri, kemampuan hubungan sosial, ikatan sosial dan kondisi keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang dilakukan terhadap 50 anak delinkuen di Lembaga Pemasyarakatan Anak (Pria) Negara Tangerang (LPAN).
Dengan analisa statistik regresi berganda, didapatkan hasil faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap delinkuensi pada kelompok ini adalah kemampuan hubungan sosial dan kondisi keluarga. Hasil lain yang diperoleh adalah dari gambaran umum inteligensi didapatkan 38 % dari subyek tergolong Borderline Mental Retardation, 34 % tergolong Average, 26 % Mentally Defective dan hanya 2 % yang tergolong Superior.
Gambaran konsep diri menunjukkan bahwa 88 % subyek memiliki konsep diri yang rendah, yaitu pada percentile 19 menurut norma populasi normal. Gambaran kemampuan hubungan sosial adalah sebanyak 80 % subyek memiliki kemampuan hubungan sosial yang tinggi; dan dari gambaran ikatan sosial subyek didapatkan sebanyak 86 % memiliki ikatan sosial yang tinggi. Gambaran kondisi keluarga menunjukkan 90 % mempunyai keluarga yang beresiko tinggi terhadap delinkuensi."
Lengkap +
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Subekhan
"Anak sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa, dengan semua kekhususan sifatnya ialah generasi harapan yang kepadanya dibebankan rnasa depan bangsa dan negara. Oleh karenanya jaminan tumbuh kembangnya menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa termasuk masyarakat dan pemerintah. Jaminan itu harus nampak dalam peraturan-peraturan hukum yang memperhatikan sifat khusus dari anak-anak sehingga dapat memberi jaminan bagi kesejahteraan anak. Memberikan jaminan tumbuh kembangnya secara wajar melalui peraturan hukum yang mengacu pada kesejahteraan anak termasuk anak yang berkonflik dengan hukum. Tulisan dengan judul penyelesaian perkara anak secara restorasi dalam penerapan sistem peradilan anak adalah suatu hasil analisa tentang praktek SPP anak dan penerapan konsep restorative justice sebagai konsep baru dalam menyelesaikan perkara anak. Dengan metode penelitian normatif empiris yang bersifat kualitatif penelitian ini memperoleh hasil diantaranya; jaminan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang diatur dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. belum memberikan perlindungan anak secara memadahi. Hal ini dikarenakan UU No. 3 tahun 1997 belum. rnengatur keragaman sanksi untuk dapat diterapkan kepada anak yang berkonflik dengan hukum sebagai suatu kebutuhan pembinaan anak yang sangat beragam. Ketiadaan aturan pelaksana dari sanksi hukum dalam UU No. 3 tahun 1997 adalah salah satu kekurangan dalam segi pengaturan secara normatif untuk melindungi anak berkonflik dengan hukum. Minimnya sarana dan prasarana dan budaya hukum (profesionalisme) aparat penegak hukum menjadikan penerapan SPP untuk anak, tidak mencerminkan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Sedangkan munculnya konsep penyelesaian secara restorative Justice yang diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada anak dengan menghindarkan anak bersentuhan SPP anak, ternyata tidak dapat diterapkan secara efektif. Hal itu dikarenakan belum adanya aturan hukum sebagai landasan penyelesaian model ini dan perubahan masyarakat dari gemeinschaft ke arah gesselschaft berdampak pada sulitnya rnengharapkan partisipasi masyarakat dalam penyelesaian yang bersifat restorasi tersebut. Selain dari itu, konsep restorative justice yang tidak melembagakan proses penyelesaianya berdampak pada hasil yang dicapai dalam penyelesaian restorasi tidak memberikan kepastian hukum. Beranjak dari kelemahan penerapan SPP anak dan penerapan konsep restorative justice, penulis menawarkan konsep restorative justice dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Konsep tersebut dihardpkari dapat rnenginrplemenLaslkan nilai-nilai yang terdapat dalam restorative justice dalam praktek SPP anak. Tawaran konsep ini mensyaratkan ketentuan dalam UU No. 3 tahun 1997 dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang profesional, dengan memberikan keluasan kewenangan kepada Bapas sebagai inisiator penyelesaian secara restorative justice.

Children as a gift from god, with all their characteristics is a generation of our hope and to them the future of our country and nation is been given. So that, the guarantee of their growth and development is responsible of all national elements including society and government. Seemingly, it should be realized by regulations observing their special character, then, it will ensure their prosperity. Properly, giving growth and development guarantee by regulations referring to children prosperity including for them in conflict with law. This thesis with in title of Settlement of children cases in the form of restorative justice process through the application of the juvenile justice system is result of analysis on criminal justice system (SPP} practice and application of restorative justice concept as new one for settling children case. By method of empirical normative research in qualitative nature, it obtains results among them: legal protection for children in conflict with law as provided with law No.3/1997 on juvenile juctice, it had not given children protection adequately, yet. It caused by such laws had not set forth varied sanction to be applied for children in conflict with law as any most varied building requirement for children. Normatively, the absence of operational regulations for law sanction in such laws is any lack for protecting children in conflict with law. The minim of structure and infra structure as well as legal culture (professionalism} of law enforcer had not made application juvenile justice system reflecting the children in conflict with law. Whereas, the appearance of concept of restorative justice settlement being wished to give children protection while avoiding children touch juvenile justice system, really it may not be applied effectively. It stems from regulations to base this model settlement and society changing from gemeinschaft to gesselschaft having impact the difficulty to wish society participation for such restorative justice settlement. Additionally, restorative justice concept having not institutionalized its settlement process had brought about the proceeds achieved in restoration settlement had not given legal certainty. Based on weaknesses of applying juvenile justice system and restorative justice concept, the author offer restorative justice concept in juvenile justice system. It is wished may implement the values expressed in restorative justice in juvenile justice system. This concept requires in the regulation in law No.3/1997 should be realized by professional law enforcer while giving authority to socialization association (Bapas) as initiator of restorative justice settlement."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>