Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100359 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ermita Isfandiary Ibrahim
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Penentuan LBM penting untuk penetapan dosis pemakaian obat-obatan, pemberian cairan, penentuan taraf metabolisme, pengaturan gizi pada masa pertumbuhan, penentuan kegemukan dan evaluasi kegemukan. Selama ini yang dipakai adalah Berat Badan Total (BBT), padahal jumlah lemak tubuh normal ialah 15 - 18% BBT pada pria dewasa atau 20 - 25% BBT pada wanita dewasa. Banyak cara untuk menentukan LBM antara lain ekskresi kreatinin urin 24 jam. Cara ini didasarkan atas pemikiran bahwa kreatinin berasal dari kreatin sedangkan ± 98% kreatin terdapat di otot yang merupakan bagian terbesar LBM.
Tujuan penelitian ialah mempelajari hubungan antara kreatinin urin 24 jam dengan LBM pada orang Indonesia. Bila hubungan ini cukup kuat akan dibuat suatu rumus prediksi LBM, rumus ini kemudian dibandingkan dengan 3 rumus lain yaitu rumus dari Forbes, Cheek dan Miller. Penelitian dilakukan pada 77 mahasiswa pria umur 20 - 23 tahun. LBM diperoleh dari BBT dikurangi lemak tubuh, sedangkan lemak tubuh diperoleh dengan memasukkan berat jenis tubuh (BJT diperoleh dengan densitometer) ke dalam rumus Siri. Kemudian dibuat persamaan regresi dengan LBM sebagai variabel dependen dan kreatinin urin 24 jam sebagai variabel independen.
Hasil dan Kesimpulan: Didapat hubungan cukup kuat antara kreatinin urin 24 jam dan LBM dengan r = 0,59. Rumus prediksi yang diperoleh ialah : LBM = 25,76 + 0,0145 Cr mg/24 jam. Nilai rata-rata dari selisih antara nilai LBM perhitungan dengan nilai prediksi LBM hasil rumus Peneliti, Forbes, Cheek, dan Miller berturutturut: 0,38%; 3,50%; 9,46% dan 6,95%. 'Standard error' masingmasing 0,85%; 1,08%; 1,13% dan 1,33%. Kisarannya berturut-turut: -19,66% sampai +20,69%; -19,53% sampai +23,83%; -14,19% sampai +31,93%; dan -6,73% sampai +-36,03%. Ditetapkan bahwa suatu rumus dapat diterima bila 95% subyek penelitian dengan nilai prediksi LBM berkisar ± 10%. Jumlah subyek penelitian yang masuk dalam kisaran ± 10% darn. LBM perhitungan, bila nilai LBM nya diprediksi dengan keempat rumus di atas berturut-turut: 65 orang = 84,42%; 55 orang = 71,43%; 39 orang = 50,65%; dan 38 orang = 49,35%. Mengingat tak ada satu pun rumus yang dapat diterima maka perlu dilakukan pengujian kembali rumus yang telah dibuat.

ABSTRACT
24-Hour Creatinine Excretion And Lean Body Mass (LBM)Scope and Method of Study: LBM is important in determining dosage of drugs, administration of fluids, metabolic rate, nutrition in growth and obesity. Total body weight (TBW) is usually used for this purpose, whereas in reality it includes total body fat which is 15-18% of TBW in males, and 20-25% in females. There are many ways of determining LBM, one of which utilizes 24-hour urinary creatinine excretion. The method is based on the fact that creatinine is formed from creatine, and about 98% of creatine can be found in muscles which makes up most of LBM. The aim of this investigation is to study the correlation between 24-hour urinary creatinine excretion and LBM in Indonesians. If a strong correlation exists, a predictive formula will be constructed, which will then be compared with 3 other formulae from Forbes, Cheek, and Miller.
The study was done on 77 male students aged 20-23 years. LBM was calculated from TBW minus body fat; body fat was derived from Siri formula using Total Body Density measured with a densitometry. A regression equation was made with LBM as dependent variable and 24-hour urinary creatinine as independent variable.
Findings and Conclusions: A strong correlation exists between 24-hr urinary creatinine excretion and LBM with r = 0.59. The predictive formula obtained is: LBM (kg) = 25.76 + 0.0145 Cr mg/24h. The mean difference between predicted LBM in this investigation, LBM obtained from Forbes, Cheek, Miller, and computed LBM are, respectively, 0.38%, 3.50%, 9.46%, and 6.95%, with standard error of 0.85%, 1.08%, 1.13% and 1.33%; ranging from -19.66% to +20.69%, -19.53% to +23.83%, -14.19% to +31.93%, and' -6.73% to 36.03%. An equation was accepted if 95% of all LBM predicted from that equation fell within ± 10% of the calculated LBM. Using subjects in this investigation, the amount of LBM obtained from the 4 mentioned equations that fell within ± 10 % of calculated LBM are, respectively, 65 subjects (84.42%), 55 subjects {71.43%), 39 subjects (50.65%), and 38 subjects (49.35%). Since none of the above equation can Be satisfactorily accepted, the LBM pre-diction equation obtained from this investigation needs to be tested further.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T58505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Setiati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S31242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardja Priatna
"Tekanan darah bervariasi secara diurnal. Studi terdahulu telah menunjukkan, bahwa ada hubungan antara tekanan darah khususnya tekanan darah sistolik dengan hipertrofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi dengan koefisien korelasi yang bervariasi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pada subyek normotensi, tekanan darah diukur secara ambutatorik 24 jam sudah mempengaruhi indeks massa ventrikel kiri. Untuk mengetahui koretasi antara tekanan darah baik secara kasual maupun ambulatorik 24 jam dengan indeks massa ventrikel kiri pada subyek normotensi, telah dilakukan penelitian di RSJHK terhadap 42 karyawan bidang administrasi RSJHK. Semua subyek termasuk normotensi pada pengukuran kasual. Tiga di antaranya dieksklusi karena kelainan katup, dan gangguan pada pemeriksaan ambulatorik 24 jam sehinggga tidak memenuhi syarat untuk dianalisis. Subyek penelitian semuanya laki-Iaki, berumur 37,81 ± 4,65 tahun. Penelitian dilakukan dalam periode Nopember 1997 sampai dengan Juli 1998. Pengumpulan data dilakukan secara prospektif.

Blood pressure varies diurnally. Previous studies have shown that there is a relationship between blood pressure, especially systolic blood pressure, and left ventricular hypertrophy in hypertensive patients with varying correlation coefficients. This study aims to find out whether in normotensis subjects, blood pressure measured ambutatorically at 24 hours has affected the left ventricular mass index. To determine the correlation between blood pressure both casually and ambulatory 24 hours with the left ventricular mass index in normotensis subjects, a study has been conducted at RSJHK on 42 employees in the field of administration of RSJHK. All subjects included normotensis to casual measurements. Three of them were excluded due to valve abnormalities, and interference with the 24-hour ambulatory examination so they were not eligible for analysis. The research subjects were all male, aged 37.81 ± 4.65 years. The research was conducted in the period from November 1997 to July 1998. Data collection is carried out prospectively "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Nyeri pada klien postoperasi appendiktomi dirasakan oleh setiap klien dengan respon yang berbeda, mengingat respon nyeri itu sendiri bagi setiap orang merupakan sesuatu yang unik. Menariknya kondisi tersebut memacu peneliti untuk, melakukan penelitian yang berjudul “"Hubungan Antara Mobilisasi Dini Dengan Tingkat Nyeri Pada Klien Post Operasi
Appendiktomi Dalam 24 Jam Pertama". Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.
Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi, sedangkan responden yang dipilih 20 orang dengan kondisi kesadaran compos mentis pada klien post appendiktomi 24 jam pertama. Setelah dilakukan uji statistik Pearson Product Moment Coefisient Corelation dengan tingkat kebermaknaan (α = 0,05 ) disimpulkan adanya hubungan yang Iemah ( r = 0,25 ) antara pemberian mobilisasi dini 24 jam pertama dengan tingkat nyeri pada klien post operasi appendiktomi."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5234
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Ari Seja
"Objektif: untuk mengetahui apakah produksi urin awal pada hari pertama memiliki korelasi secara signifikan terhadap kejadian delayed graft function(DGF) dan dapat menjadi faktor prediktor terjadinya DGF.
Metode: Penelitian ini membandingkan kejadian dari DGF dengan produksi urin awal yang dilaporkan studi, diambil dari database secara elektronik pada Medline, Cochrane dan EBSCO. Data akan diolah secara bivariat dan multivariat dan melihatkan sensitivitas dan spesifisitas berdasarkan hasil penelitian.
Hasil: Total 179 penelitian didapatkan dari pencarian data. Dan 2 penelitian didapatkan dari sumber yang lain. Dari 1721 penelitian, 9 penelitian di ambil. Dan terdapat 5 penelitian yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas penelitian. Secara umum, 9 penelitian ini memiliki tingkat bias yang rendah hingga sedang. Hampir seluruh penelitian melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara produksi urin pada hari pertama dengan kejadian DGF. Dan seluruh penelitian setuju bahwa produksi urin awal merupakan prediktor yang sensitif untuk memprediksi DGF. Untuk spesifisitas memiliki nilai yang berbeda dari masing-masing penelitian. Perbedaan penggunaan batas yang optimal pada masing-masing penelitian merupakan penyebab adanya perbedaan variable atau hasil terkait spesifisitas.
Kesimpulan: Produksi urin awal memiliki hubungan yang signifikan terkait kejadian DGFdan merupakan parameter yang baik digunakan untuk memprediksi kejadian DGF.

Objective : This study aimed to discover whether the UOP1 correlates significantly to the DGF incidence and can be a DGF predicting factor.
Methods: This study compared the incidence of DGF with the UOP1 reported by studies obtained from the electronic databases, namely MEDLINE, Cochrane, and EBSCO. Studies that performed multivariate or bivariate analysis and/or reported sensitivity and specificity were included in this review..
Results: A total of 1719 studies were obtained from the database search, and 2 studies were enrolled from other sources. Out of 1721 studies, 9 studies were recruited in this review, 5 of which reported sensitivity and specificity. Overall, nine of these studies had a low to moderate risk of bias. Almost all studies reported a significant relationship between the UOP1 and DGF. All studies agreed that the UOP1 is a sensitive predictive factor in predicting DGF. The specificity reported by the studies examined in this review varied greatly. The use of optimum cut-off in each study is considered to be the cause of this variability.
Conclusion: The UOP1 is significantly related to the incidence of DGF and is a proper parameter for the prediction of DGF events.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Costa, Carol
Jakarta: Prenada Media , 2004
657 COS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Costa, Carol
Jakarta: prenada Media, 2007
657 COS at (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Haidar Syaifullah
"Sindrom prahaid didefinisikan sebagai suatu kumpulan gejala, baik somatik ataupun psikologis, yang dialami wanita pada 7-14 hari sebelum menstruasi yang telah berlangsung selama beberapa siklus. Sindrom prahaid telah terbukti menyebabkan penurunan produktivitas pada wanita terutama yang telah bekerja dan prevalensi di Jakarta belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran sindrom prahaid dan hubungannya dengan indeks massa tubuh agar diketahui beratnya gangguan yang disebabkan sindrom prahaid.
Penelitian ini adalah studi analitik observasional menggunakan desain penelitian potong lintang. Data didapat dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan langsung ke sampel. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji Kolmogorov- Smirnov untuk mengetahui hubungan antara sindrom prahaid dan indeks massa tubuh. Dari 106 sampel, didapatkan 40 (37,7% ) tidak mengalami sindrom prahaid dan 66 (62,3%) mengalami sindrom prahaid.
Dari analisis menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov tidak didapat perbedaan bermakna antara sindroma prahaid pada sampel dengan indeks massa tubuh <25 dengan >=25 (p>0,05). Disimpulkan bahwa sindrom prahaid tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks massa tubuh dan prevalensi sindrom prahaid pada wanita usia 15-24 tahun adalah 62,3%.

Premenstrual syndrome is defined as a collection of symptoms, somatic or psychological, that is experienced at 7-14 days before menstruation and already happened for several cycles. Premenstrual syndrome is proven to make a drop in productivity, especially in a working female, and the prevalence of it is unknown in Jakarta. The objective of this research is to describe the prevalence of premenstrual syndrome and relation with body mass index. After this objective is completed, we hope to know the burden premenstrual syndrome caused.
The design of this research is observational analytic cross sectional study. Data is obtained by handing questionnaires directly to the subject. The collected data is analyzed using Kolmogorov-Smirnov test to find out the relation between premenstrual syndrome and body mass index. From 106 samples, 40 (37,7%) samples weren't diagnosed as premenstrual syndrome and 66 (62,3%) were diagnosed as premenstrual syndrome.
From the analysis using Kolmogorov-Smirnov test, we did not get any meaningful relation between premenstrual syndrome in samples with body mass index less than twenty five with equal to or more than 25 (p>0,05). It is concluded that premenstrual syndrome did not have any meaningful correlation with body mass index and the prevalence of premenstrual syndrome is 62,3% in 15-24 year old female."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Patriani
"Nefropati diabetik adalah salah satu komplikasi yang banyak terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2 DM tipe 2 . Salah satu metode untuk mengukur tingkat kerusakan ginjal dan memprediksi perkembangan serta progresivitasnya adalah rasio albumin kreatinin urin UACR . Selain UACR, kolagen tipe IV urin diduga dapat menjadi penanda alternatif yang lebih sensitif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis UACR, kadar kolagen tipe IV urin, serta mengetahui hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2 yang berusia lebih dari 25 tahun di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dengan desain studi cross sectional dan teknik pengambilan consecutive sampling. Terdapat 3 kelompok sampel, yakni subjek nondiabetes sebagai kontrol n = 10 , pasien DM tipe 2 dengan normoalbuminuria n = 62 , dan pasien DM tipe 2 dengan albuminuria n = 27. Albumin urin diukur secara imunoturbidimetri sedangkan kreatinin urin diukur secara kolorimetri enzimatik. Kadar kolagen tipe IV diukur berdasarkan prinsip sandwich ELISA.
Hasil uji beda rerata pada ketiga kelompok menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada nilai UACR p < 0,001 dan kadar kolagen tipe IV urin p < 0,001 . Uji korelasi antara nilai UACR dan kadar kolagen tipe IV menunjukkan adanya hubungan moderat pada kelompok pasien DM tipe 2 r = 0,336; p = 0,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa kolagen tipe IV belum cukup kuat untuk dijadikan penanda kerusakan ginjal.

Diabetic nephropathy DN is one of the most complications that happened in Type 2 Diabetes Mellitus Patients T2DM . Urine albumin creatinine ratio UACR is a gold standard method to assess renal dysfunction levels and predict the development and progression of early DN. Type IV collagen is glomerular basement membrane's component which expected to be an earlier marker for determining renal dysfunction levels.
The aim of this study was to assess UACR, urinary type IV collagen, and correlation both of them in T2DM patients more than 25 years old at Pasar Minggu Community Health Center by cross sectional study and consecutive sampling method. There were 3 sampling groups of this study, nondiabetic subjects as control n 10 , normoalbuminuric patients n 62 , and albuminuric patients n 27 . Urine albumin was measured by immunoturbidimetry, meanwhile urine creatinine was measured by colorimetric enzymatic assay. Urinary type IV collagen was analyzed by sandwich ELISA.
The result of comparing means of the groups showed significant differences on urinary type IV collagen p 0,001 and UACR p 0,001 . The correlation test showed possitive moderate correlation r 0,336 p 0,001 between UACR and urinary type IV collagen in T2DM patients. It might be indicate that urinary type IV collagen was not an accurate biomarker for assessing renal dysfunction.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Yuliana Pratiwi
"Nefropati diabetik merupakan komplikasi DM tipe 2 yang umumnya ditandai dengan kondisi albuminuria dari hasil penilaian UACR. TGF-β1 urin merupakan faktor pertumbuhan yang banyak dikaitkan dengan patologis dari kerusakan ginjal pada nefropati diabetik. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan nilai UACR dengan kadar TGF-β1 urin pada pasien DM tipe 2. Desain studi pada penelitian ini yaitu cross sectional dimana pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Sampel yang diperoleh berjumlah 99 subjek penelitian (62 pasien DM normolbuminuria, 27 pasien DM albuminuria, dan 10 subjek non DM sebagai kontrol) di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Kadar TGF-β1 urin diukur menggunakan ELISA, sedangkan nilai UACR diperoleh dari hasil uji laboratorium klinik. Hasil dari uji beda rerata pada kadar TGF-β1 urin menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,790) pada ketiga kelompok sampel. Hasil analisis hubungan kadar TGF-β1 urin dengan nilai UACR pada kelompok DM normoalbuminuria dan albuminuria juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna (r = -0,079; p = 0,462). Hal ini diduga adanya pengaruh tekanan darah dan konsumsi obat antihipertensi yang berpotensi mempengaruhi kadar TGF-β1 urin. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kadar TGF-β1 urin dengan nilai UACR tidak terdapat hubungan yang signifikan pada pasien DM tipe 2.

Diabetic nephropathy is one of type 2 DM complication that can be detected by UACR (Urine Albumin Creatinine Ratio) as a marker for albuminuria condition. Urinary transforming growth factor β1 (TGF-β1) is a growth factor related to pathology of kidney disease in nepropathy diabetic. The aim of the present study was to know the correlation between TGF-β1 and UACR in type 2 DM patients. Design study was using cross sectional with consecutive sampling method. The study was performed in 99 subjects (62 DM normolbuminuria patients, 27 DM albuminuria patients, and 10 non DM subject as controls) at Pasar Minggu Community Health Center. Urinary TGF-β1 level was measured by ELISA, and UACR was measured in clinical laboratory. The result of mean difference test showed that urinary TGF-β1 level (p = 0,790) difference were not present in three group samples. Analysis correlation urinary TGF-β1 level and UACR in DM normoalbuminuria and albuminuria groups did not show correlation (r = -0,079; p = 0,462), and the result might influenced by blood pressure and received antihypertention medication that potent to reduce urinary TGF-β1 level. In conclusion, urinary TGF-β1 level and UACR did not have significant correlation in type 2 DM patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>