Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frans J. Rengka
"ABSTRAK
Lembaga Bantuan Hukum yang dikenal sekarang di Indonesia merupakan hal baru. Karena dalam sistem hukum tradisional lembaga seperti itu tidak dikenal. Dia baru dikenal semenjak Indonesia memberlakukan sistem hukum Barat yang bermula pada tahun 1848, ketika di negeri Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya.
Berdasarkan asas konkordansi, maka dengan Firman Raja tanggal 16 Mei 1848 No. 1 perundang-undangan baru di Negeri Belanda tersebut juga diberlakukan untuk Indonesia, antara lain peraturan tentang susunan kehakiman dan kebijaksanaan peradilan (Reglement op de Rechterlijke Organisatie et het Beleid der Justitie) yang lazim disingkat dengan R.O.
Karena dalam peraturan baru itu diatur untuk pertama kali lembaga advokat, maka dapat diperkirakan bahwa pada saat itu untuk pertama kali Lembaga Bantuan Hukum dalam arti formal mulai dikenal di Indonesia. Tetapi nampaknya peranan Lembaga Bantuan Hukum pada masa itu, kurang begitu dirasakan oleh karena jumlah para advokat yang bergerak di bidang bantuan hukum masih terbilang sedikit.
Begitu pula pada masa pendudukan Jepang, belum ada tanda tanda kemajuan. Meskipun R.O. peninggalan Belanda masih diberlakukan, namun kondisi dan situasi pada saat itu sangat tidak memungkinkan untuk pengembangan program bantuan hukum secara baik. Karena pusat perhatian kita pada waktu itu adalah menitikberatkan pada usaha-usaha mempertahankan kemerdekaan baik secara fisik maupun secara politis.
Setelah tahun 1950 hingga pertengahan tahun 1959 yaitu saat Soekarno mengambil oper kekuasaan.dengan menggantikan konstitusi, pluralisme hukum di bidang peradilan dihapuskan sehingga hanya ada satu sistem peradilan untuk seluruh penduduk (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung). Demikian pula hanya berlaku satu hukum acara bagi seluruh penduduk, akan tetapi peradilan yang dipilih bukan Raad van Justitie melainkan Landraad hukum acaranya bukan Rechtsvorderjng, melainkan HIR.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa banyak ketentuan-ketentuan hukum yang menjamin bantuan hukum yang berlaku bagi orang Eropa tidak ikut diwarisi ke dalam perundang-undangan yang berlaku setelah kemerdekaan. Dengan lain perkataan yang berlaku sejak tahun 1950 hingga saat ini adalah sistem peradilan dan peraturan hukum acara dari zaman kolonial khusus bagi bangsa Indonesia yang justru sangat miskin menjamin ketentuan-ketentuan mengenai bantuan hukum.
Selain itu, pada masa ini campur tangan eksekutif begitu besar di bidang peradilan, sehingga banyak hakim berorientasi kepada pemerintah karena tekanan yang dalam praktik dimanifestasikan dalam bentuk setiap putusan dimusyawarahkan dulu dengan kejaksaan. Akibatnya, tidak ada lagi kebebasan bagi para hakim untuk memutuskan sesuatu perkara secara tidak memihak. Lebih jauh lagi wibawa pengadilan jatuh dan harapan serta kepercayaan pada bantuan hukum hilang. Pada masa inilah bantuan hukum yang diemban oleh profesi advokat Indonesia mengalami kemerosotan yang luar biasa jika tidak dikatakan hancur sama sekali. Pada saat ini pula banyak advokat meninggalkan profesinya, karena merasa mereka tak berperanan lagi, karena kebanyakan orang yang berperkara lebih suka meminta pertolongan kepada jaksa, hakim untuk menyelesaikan perkaranya.
Campur tangan kekuasaan eksekutif kepada pengadilan mencapai puncaknya dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu UU No. 19 Tahun 1964. Dalam Undang-Undang tersebut dimuat ketentuan-ketentuan yang bertentangan secara diametral dengan asas-asas dalam negara hukum atau "rule of law". Sejak itu boleh dikatakan peranan advokat menjadi lumpuh dan bantuan hukum menjadi tidak ada artinya sama sekali meskipun hukum acara tidak mengalami perubahan apa-apa. Periode ini oleh Buyung dikatakan periode paling pahit bagi sejarah bantuan hukum Indonesia."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heriyanto Citra Buana
"Penelitian tesis ini difokuskan pada penilaian penyalahgunaan kewenangan serta penerapan Doktrin Corporate Law dalam menganalisis kasus Badan Usaha Milik Negara. Bentuk peneliitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dan menggunakan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitiannya adalah dalam menjalankan Perusahaan Direktur Badan Usaha Milik Negara telah terikat dalam berbagai aturan melalui Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas juga diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Direksi dalam menjalankan pengurusan di Perseroan wajib melaksanakan dengan penuh itikad baik dan tanggung jawab sesuai tujuan Perseroan. Doktrin-Doktrin Corporate Law telah memberikan pengaturan yang menjadi kewajiban dan larangan atas kepengurusan Perseroan. Penyimpangan terhadap penerapan Doktrin Corporate Law dalam Perseoan BUMN menjadi parameter dalam menentukan kesalahan Direksi yang bisa diukur dari, Doktrin Fiduciary duty, Doktrin businnes judgment rule, Doktrin ultra vires dan Doktrin Piercing the Corporate Veil. Disamping itu juga bahwa perlu diperjelas kedudukan dan status kekayaan BUMN itu terpisah dari kekayaan Negara dalam UU yang terkait satu dengan yang lain, kemudian penilaian atas kerugian harus dilakukan seproposional mungkin guna menghindari disorder of law dan memastika keadilan bisa tercapai sesuai dengan yang semestinya serta penting kedepanya doktrin-doktrin tersebut harus diperkuat dan diadopsi dalam setiap sendi-sendi aturan hukum Negara untuk dijadikan dasar paradigmatik untuk menyelesaikan persoalan dalam pengelolaan perusahaan

This thesis research is focused on the assessment of abuse of authority and the application of Corporate Law Doctrine in analyzing the case of State-Owned Enterprises. The form of research used is juridical-normative and uses an explanatory research typology. The result of the research is that in running the Company the Director of State-Owned Enterprises has been bound by various rules through Law no. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies is also regulated in Law no. 19 of 2003 concerning State-Owned Enterprises. The Board of Directors in carrying out management in the Company is required to carry out in full good faith and responsibility in accordance with the objectives of the Company. The doctrines of Corporate Law have provided regulations that are obligations and prohibitions on the management of the Company. Deviations from the application of the Corporate Law Doctrine in SOEs are a parameter in determining the errors of the Board of Directors which can be measured from the Fiduciary dutyDoctrine, the Business Judgment Rule Doctrine, Ultra Vires Doctrine and the Piercing the Corporate Veil Doctrine. Besides that, it is also necessary to clarify the position and status of BUMN assets separately from state assets in laws that are related to one another, then an assessment of losses must be carried out as proportionally as possible in order to avoid disorder of law and ensure justice can be achieved in accordance with what should be and is important in the future. these doctrines must be strengthened and adopted in every joint of the rule of state law to be used as a paradigmatic basis for solving problems in company management"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kolvenbach, Walter
Deventer: Kluwer, 1979
346.06 KOL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irsyad Noeri
"Dimana ada hak di sana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar (ubi jus ibi remedium). Seseorang yang buta hukum tidak mungkin menuntut hak yang dimilikinya karena ia tidak tahu hak apa yang dia miliki seseungguhnya, disinilah pemenuhan hak atas bantuan hukum menjadi penting untuk menghilangkan diskriminasi antar manusia (dalam hal ini yang mengerti hukum dengan mereka yang buta hukum).
Persamaan kedudukan antara orang miskin (dan buta hukum) dengan orang kaya (dan tidak buta hukum) diatur dalam Pasal 56 KUHAP. Persamaan kedudukan di muka hukum adalah ciri utama sebuah negara hukum yang implementasinya dalam peradilan adalah adanya proses peradilan yang adil (due process of law).
Penelitian ini mencoba menjawab permasalahan apakah bantuan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 56 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah terlaksana; bagaimana bantuan hukum dijalankan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; perbuatan hukum apa yang bisa dilakukan jika pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma terhadap orang miskin ini tidak dilakukan.
Ketiadaan sanksi bagi aparat penegak hukum jika ketentuan Pasal 56 KUHAP dilanggar dan kurangnya dana untuk program bantuan hukum cuma-cuma meningkatkan jumlah terdakwa yang memenuhi syarat, menolak didampingi penasehat hukum. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 56 KUHAP, sesuai ketentuan yang dimungkinkan dapat diungkapkan melalui Eksepsi, Pledoi, Banding dan Kasasi, yang merupakan kesempatan terdakwa berbicara, tetapi pada akhirnya tergantung kearifan Hakim."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22426
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adtyawarman
"Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum yang telah dipositifkan melalui Undang-Undang kedalam kenyataan. Dengan dentikian perscalan penegakan hukum adalah persoalan usaha mewujudkan ide-ide abstrak tersebut menjadi konkrit dalam kenyataan. Dicantumkannya hak bagi seorang tersangka untuk memperoleh bantuan hukum pada proses pemeriksaan ditingkat penyidikkan dalam hukum positif tidaklah berarti bahwa sajak saat itu mereka yang berhak, yaitu tersangka akan begitu saja memperoleh bantuan hukum dari penasehat hukum dalam penegakkan ide bantuan hukum menjadi kenyataan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor ini dapat bersifat positif dalam arti menunjang, maupun negatif dalam arti menghambat. Suatu hambatan akan mengakibatkan penegakkan ide bantuan hukum tidak dapat terwujud.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakkan ide bantuan hukum menjadi kenyataan, yaitu: (1) substansi, (2) struktur dan kultur (3) sarana dan fasilitas. substansi berhubungan dengan aspek hukum positif yang mengalokasikan hak bantuan hukum, struktur berhubungan dengan mekanisme kelembagaan penyelenggara bantuan hukum, kultur berhubungan dengan nillai-nilai yang ada di kalangan.lembaga tersebut, sarana dan fasilitas berhubungan dengan hal-hal yang memungkinkan bagi suatu lembaga untuk menjalankan tugas-tugas yang dibebankan padanya. Jadi meskipun bantuan hukum jelas-jelas merupakan hak yang diberikan oleh hukum positif, namun hak itu barulah berupa ide-ide yang abstrak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wiwit Nursetyanto
"ABSTRAK
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian mengakui adanya bentuk Usaha Bersama sebagai badan hukum, namun bentuk badan hukum ini belum diatur secara khusus di Indonesia. Fokus pembahasan Tesis ini pada masalah apakah Usaha Bersama merupakan badan hukum; bagaimana tugas dan tanggung jawab organ Usaha Bersama; dan apa saja kekurangan yang dihadapi Usaha Bersama jika dibandingkan dengan Perseroan Terbatas. Jenis penelitian ini adalah normatif dan bersifat deskriptif analitis. Metode penelitian yang digunakan adalah Studi Kepustakaan dengan menggunakan bahan pustaka atau data sekunder terkait Usaha Bersama khususnya pada AJB bumiputera 1912. Sebagai hasil penelitian didapat bahwa Usaha Bersama merupakan badan hukum, sehingga sebagai badan hukum melekat ciri-ciri yang dimiliki oleh badan hukum; AJB Bumiputera 1912 sebagai Usaha Bersama, menurut Anggaran Dasarnya, memiliki organ perusahaan yang terdiri dari Badan Perwakilan Anggota, Dewan Komisaris, dan Direksi. Ketiga organ tersebut melakukan metabolisme tubuh dari dalam badan hukum AJB Bumiputera 1912, menjalankan roda kegiatan perusahaan ke arah visi dan misinya. Kegiatan organ-organ tersebut meliputi fungsi pembuatan kebijakan, pelaksanaan dan pengawasan; Dibandingkan dengan Perseroan Terbatas, Usaha Bersama memiliki beberapa kekurangan seperti terbatasnya akses penambahan modal; Usaha Bersama menjadi kurang dapat berkompetisi karena terbatasnya modal; penerapan tata kelola perusahaan berkurang kualitasnya karena aspirasi anggota terpaksa melalui sistem perwakilan; perlindungan yang rendah terhadap pemegang polis dan tertanggung asuransi dari risiko kegagalan perusahaan dan pengurangan hak-hak dalam polis bila terjadi masalah kesehatan keuangan; pembagian hasil keuntungan baru dapat dinikmati pada waktu klaim polis ataupun pada saat polis habis kontrak; dan kemungkinan adanya demutualisasi sebagai proses konversi badan usaha dari Usaha Bersama menjadi Perseroan Terbatas.

ABSTRACT
Indonesian Act No. 40 of 2014 on Insurance acknowledges the form of Mutual Company as a legal entity, but this form of legal entity has not been regulated specifically in Indonesia. The focus of this thesis lies on the issues such as is the Mutual Company a legal entity or not; What are the duties and responsibilities of Mutual Company?s organ in Bumiputera 1912 Mutual Life Insurance Company; and what are the disadvantages of Mutual Company compared to a Limited Liability Company. This is a normative research using analytical description. The method used in this research is literature study using all of related literatures or secondary data related to Mutual Company especially on Bumiputera 1912 Mutual Life Insurance Company. The research points out that: Mutual Company is a legal entity. It has characteristic features similar to legal entity; Bumiputera 1912 Mutual Life Insurance Company, according to its Articles of Association, has organs consisting of Representative Board Members, Board of Commissioners and Board of Directors. All of them are running the company's activities toward its vision and mission. Activities of these organs including the functions of policy making, implementation and supervision; Compared to the Limited Liability Company, Mutual Company has some disadvantages such as: Lack to the access towards additional capital; Mutual Company become less able to compete due to limited capital; Application of corporate governance is deteriorating due to the aspirations of members forced through a system of representation; a low protection against the policyholder and insured person according to the risk of company failure and the reduction of the rights under the policy in the issue of financial health problem; The profit sharing only can be enjoyed at the time of claims under the policy or at the end of the contract limit time; The possibility of demutualization as the conversion process of a business entity from a Mutual Company into a Limited Liability Company.
"
Universitas Indonesia, 2016
T45277
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Mokhamad Isa Mahdi
"Tujuan penelitian ini adalah "Meneliti eksistensi Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional sebagai Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah dan menganalisis kinerja peranan Inspektorat Jenderal Depdiknas sebagai lembaga pengawasan internal pemerintah dalam perspektif ketahanan nasional".
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara serta pengumpulan data melalui penelusuran dokumen yang kemudian dianalisis dengan statistika deskriptif, sehingga pendekatan yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif.
Penelitian ini dilaksanakan di Inspektorat Jenderal Departemcn Pendidikan Nasional, yaitu sebuah lembaga pengawasan internal pemerintah yang Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 030/0/2002 mempunyai tugs; melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
Secara umum Itjen Depdiknas telah dapat mewujudkan sebagian besar sasaran yang ditctapkan dalam rangka pencapaian misi organisasi. Sasaran yang ingin dicapai dalam tahun 2004 sebanyak tujuh sasaran, namun demikian pada beberapa sasaran masih perlu mendapat perhatian segenap jajaran Itjen Depdiknas guna mengoptimalisasikan pencapaiannya.
Keberhasilan yang dicapai oleh Itjen Depdiknas dalam tahun 2004 adalah telah berhasil melaksanakan hampir seluruh program dan kegiatan yang direncanakan dalam Pet cana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2004. Ella merujuk pada tugas dan fungsi Itjen Depdiknas sebagai lembaga pengawasan internal pemerintah, dalam tahun 2004 tagas dan fungsi tersebut dilaksanakan dengan melakukan kegiatan, pengawasan dan pemcriksaan umum, pemeriksaan khusus, pengawasan tematik, audit kinerja, fasililasi pengawasan, pengawasan terpadu dan pemantauan tindak lanjut temuan hasil pengawasan.
Tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal Depdiknas telah sejalan dengan pembinaan ketahanan nasional yang dapat diidentikan dengan pembinaan keuletan dan ketangguhan. Dirnana fungsi pengawasan merupakan tugas manajemen yang bertujuan untuk menjamin agar setiap yang direncanakan (visi, misi, dan tujuan) yang diinginkan dapat tercapai dengan rnulus tanpa melalui penyelewengan yang akan menjauhkan diri dari proses pencapaian visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai.

The objective of this research is to describe extension of General Inspectorate of National Education Departement as Government Internal Inspection Institution and to analyze the performance of General Inspectorate of National Education Departement roles as Government Internal Inspection Institution in perspective of national tenacity.
The method of this research is observation and interview as well as data collection through observation of document further analyzed with descriptive statistic, so that the conducted approach represents qualitative research.
This research was conducted in General Inspectorate of National Education Departement. namely an government internal inspection based on the Decision of Minister of National Education Departement No. 030/0/2002 having duty to conduct functional inspection in around of national education departement.
Generally general director of national education departement have realized most part of target established in the event of reaching organization mission. The expected target reached in 2004 is in number of 7 targets, however. in some of targets it still needs to get attention wholly from general inspectorate of national education departement officers in order to optimize its realization. The realized succesfully by general inspectorate of national education depanement in 2004 is succesful in conducting almost all program and activity planned in Annual Performance Plan (APP) 2004_ If referring to the dutties and functions of general inspectorate of national education departement as government internal inspection institution, in 2004 such duties and function was conducted with executing activities, monitoring and general inspection, special -inspection, thematic inspection, performance audit, inspection facility, integrated inspection and the monitoring of inspection results follow up.
The duties and functions of general inspectorate of national education departement are also inc with the contruction on national tenacity which can be identified with the construction of endurance and integrity. Where the function of inspection represents management duties aiming to warrant every expected plan (vision, mission and objective) can be reached smoothly without through violation which will escape from the process of vision realization and mission and objective reached."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Opik Taofik Nugraha
"Penelitian tentang bantuan hukum dalam proses penyidikan tindak pidana di Polresta Bogar dilakukan bertujuan untuk menunjukan dan memberikan gambaran tentang pelaksanaan bantuan hukum dalam proses penyidikan yang terjadi di Polreste Bogar. Adapun yang menjadi fokus pennasalahan yang diteliti adalah bantuan hukum yang tidak digunakan dalam proses penyidikan tindak pidana di Polresta Bogor.
Bantuan hukum dalam proses penyidikan tindak pidana dapat dilihat
dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan terhadap tersangka oleh pemeriksa (penyidiklpanyidik pembantu), dan dalam penyediaannya bantuan hukum dapat dilakukan baik oleh tersangka ataupun pemeriksa (penyidik I penyidik pembantu ).
Kegiatan pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk mencari, menggali,
menemukan dan mengumpulkan berbagai infonnasi yang berkaitan dengan tindak pidana yang Ieiah terjadi serta melihat keidentikan informasi yang. diperoleh tersebut dengan keterangan maupun barang bukti lainnya yang ditemukan.
Dengan demikian bentuan hukum sangat penting digunakan dalam
proses penyidikan guna membantu menemukan kebenaran secara yuridis alas tindak pictana yang Ieiah te adi hukum dapat membantu menyeimbangkan kedudukan ataupun posisi
seorang tersangka yang memiliki keterbatasan dan pembatasan dengan pemeriksa (penyidik/penyidik pembantu) yang mempunyai berbagai kewenangan.
Akan tetapi pelaksanaan yang terjadi di lapangan hanya sebagian kecil tersangka _yang dapat menikmati bantuan hukum dalam proses penyidikan, sebagian besar atau pada umumnya tersangka tidak mendapatkan dan menggunakan bantuan hukum tersebut dalam proses penyidikan.
Kondisi tersebut lerjadi karena bantuan hukum dalam proses
penyidikan tindak pidana terkait serta berhubungan erat dengan berbagai gejala yang terjadi dan terbentuk dalam kegiatan pemeriksaan yang terwujud dalam berbagai pola perilaku ataupun tindakan, baik yang dilakukan oleh pemeriksa (penyidiklpenyidik pembantu), tersangka maupun. penasiha! hukum sebagai orang yang memberikan jasa bantuan hukum kepada tersangka.
Kegialan pemeriksaan merupakan interaksi yang lerjadi antara
pameriksa (penyidlk/penyidik pambantu), tersangka maupun panasihal hukum. Perilaku ataupun tindakan dari masing-masing individu yang berinteraksi dalam kegiatan pemeriksaan, pada umumnya lebih dibimbing dan diarahkan pada partimbangan pertukaran sosial, karena parilaku dalam interaksi lersebut dilakukan dengan berorientasi kepada berbagai tujuan yang ingin dicapai baik yang bersifat instrintik maupun ekstrintik melalui berbagai sarana yang dimiliki.
Dengan adanya orientasi berbagai tujuan tersebut datam interaksi kegialan pemeriksaan terhadap lersangka dalam proses penyidikan tindak pidana di Polresta Bogor, menimbulkan berbagai gejala yang muncul dan lerwujud dalam pola-pola perilaku atau tindakan baik yang dilakukan oleh pemeriksa, tersangka ataupun penasihat hukum.
Makna yang terkandung dibalik gejala-gejala yang telah di
dipahami secara menyeluruh dan utuh (holistik) artinya antara satu gejala dengan gejala lainnya dihubung-hubungkan dengan tidak terpisah-pisah maka penggunaan bantuan hukum dalam proses penyidikan tindak pidana di Polresta Bogar berhubungan dan terkait era! dengan gejala-gejala yang te adi tidak diketahui, dipahami dan disadari maka kondisi atau keadaan tentang bantuan hukum dalam proses penyidikan tindak pidana di Polresta Boger cenderung tidak akan mengalami perubahan dan tetap
akan terjadi seperti yang sedang dan telah berlangsung selama ini.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T5021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>