Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144559 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winarkus
"Public participation has a very important role in environmental development, particularly in the management of domestic solid waste. According to Law. no. 4/1982 on the Basic Provision for Environmental Management, every citizen has the obligation to maintain the living environment, to abate and restore its damage and pollution. At the same time, the success of development is critically determined by the political will, spirit and discipline on the part of the state apparatus and active participation of the public.
Without these, development efforts will not succeed. According to Emil Salim (1987: 12), the success of development depends on the degree of behavioral stability which the citizens might possess towards environmental harmony.
Within the framework of development implementation in order to increase the people's welfare, the Municipal Government of Bengkulu has launched the development motto Saiyo Sakato Kito Bangun Putri Gading Cempaka Menuju Kota Semarak, which means that the particular municipal region should be developed through people's mutual deliberation to become a city environment which is shady, decorative, safe, tidy, and memorable, it has been brought up as a local programmed under the Local Regulation no. 1/1991 on the City's Birthday and Motto.
It is obvious that various efforts are needed to achieve the programme's success, one of which is the promotion of city cleanliness, which responsibility is in the hands of both the Local Government and the citizens as well. Hence public participation is very potential asset in the field of city environmental cleanliness. Environmental cleanliness provision service constitutes one of the Government social services. Nevertheless active. public concern and participation in this field is urgent, so that the people won't have to endure any discomfort which might come as the result of inappropriate management.
It was assumed that the success of environmental cleanliness programme is related to three factors which re-quire investigation, i.e.
1 organization
2 waste management and financing
3 public participation
The results of the study indicates that the organization of the urban solid waste management has not been every effective and comprehensive enough. Domestic waste management coverage of the particular city is still limited in the form of activities in waste collection, transportation and very simple treatment. Owed to scarcities of funds, means and infrastructures, the city cleanliness provision service cover only about 30.4% of the city population or 31.30% of the municipal region.
Based on the fact, two hypotheses to be tested are:
1. People or public perfection to achieve a comfortable, cozy, safe and memorable city programme is influenced by their socio-economic condition.
2. Community participation in the environmental cleanliness programme is influenced by their perception.
Conducted through interviews using structured questionnaires, the validity and reliability of which have been previously tested. To be able to answer the research objectives, seven parameters were chosen to represent that were assumed as causing the differences in the people's perception and behavior (participation) in environmental cleanliness programme.
Sample locations were stratifiedly taken at the Kelurahan levels, while units of analysis, i.e. 126 respondents were systematically and randomly selected, representing a population of 1027 (12.3%). To test whether influence does exist between the dependent and independent variables, statistical tests were applied, using Pearson correlation coefficient and t-test; while determination coefficient test was conducted to measure the degree of influence between the two variables. From the test results it was assumed that:
There are positive correlations between variables age, level of education, sex differences, length of stay, income and social institution, with level of perception; while negative correlation was found out between variables length of stay and level of perception.
There is positive correlation between level of perception and level of participation.
The study indicates that out of the 126 respondents studied, 11.11% is categorized as having very good perception, 86.50% good, 1.58% moderate, and 0,81% poor. Levels of participation in the environmental cleanliness programme were 7.14% good, 42.85% moderate, 49.20% poor, and 0.81% very poor.

Peranserta masyarakat sangatlah penting artinya dalam pembanguanan lingkungan, terutama dalam pengelolaan limbah padat domestic. Pada hakekatnya setiap orang berkewajiban memelihara kerusakan serta pencemaran (UU No. 4/1982). Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh tekad, semangat dan disiplin para penyelenggara Negara serta peranserta masyarakat. Tanpa peranserta masyarakat, pembangunan tidak akan berhasil dengan baik. Salim (1987:12) berpendapat bahwa keberhasilan pembangunan akan mantap dicapai apabila penduduk telah memiliki sikap yang mantap terhadap keselarasan lingkungan.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah kotamadya daerah tingkat II Bengkulu telah menetapkan Motto pembangunan yaitu Seiyo Sekato Kito Bangun Bumi Putri Gading Cempaka Menuju Kota Semarak, yang artinya dengan musyawarah mufakat kita bangun bumi putri gading cempaka menuju kota sejuk, meriah, aman, rapid an kenangan. Program tersebut dipertegas melalui Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1991, tentang Hari Jadi dan Motto Kotamadya Daerah Tingkat II Bengkulu.
Untuk dapat mencapai keberhasilan program tersebut tentunya tidak hanya satu usaha tetapi perlu beberapa usaha, di antaranya adalah kebersihan, di dalam hal ini tentunya peranserta masyarakat Kotamadya Bengkulu merupakan potensiutama dan tidak dapat dibebenkan hanya kepada Pemerintah Daerah semata, terutama dalam bidang kebersihan lingkungan.
Kebersihan merupakan salah satu fasilitas pelayanan yang dituntut masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menghendaki peranserta nyata dalam sikap hidup warganya. Apabila kebersihan kota tidak mendapat perhatian selayaknya maka beberapa akibat yang akan menjadi beban masyarakat itu sendiri.
Untuk mencapai keberhasilan program keberhasilan tersebut ada beberapa hal yang perlu diketahui serta kemungkinan perlu diperbaiki yaitu:
1. Pengorganisasian
2. Manajemen perlimbahan dan pendanaannya
3. Peranserta masyarakat
Dari hasil penelitian dan pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian pengelolaan limbah padat domestic belum berjalan sebagaimana mestinya dan belum menyeluruh, sedangkan manajemen pengelolaannya baru terbatas kepada pemungutan/pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan, serta dari ketersediaan dana, sarana dan prasarana maka jangkauan pelayanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kotamadya Bengkulu baru mencapai 30,43% dari jumlah penduduk atau baru 31,30% dari luas wilayah administrasi Kotamadya Bengkulu.
Atas dasar hal tersebut di atas maka disusun hipotesis, yakni:
1. Persepsi masyarakat tentang program kebersihan untuk menciptakan kota SEMARAK dipengaruhi oleh kondisi masyarakat.
2. Peranserta masyarakat dalam program kebersihan untuk menciptakan kota SEMARAK dipengaruhi oleh persepsinya.
Untuk membuktikan hipotesis di atas, dilakukan pengumpulan data primer dengan menggunakanpertanyaan atau pernyataan berstruktur yang telah diuji validitas dan reliabilitas kepada masyarakat, serta 7 faktor kondisi individu yang penulis anggap sebagai penyebab perbedaan persepsi untuk bersikap dan berperilaku (berperanserta) dalam program kebersihan lingkungan.
Lokasi pengambilan sampel ditetapkan secara multi-stage hingga pada tingkat kelurahan/desa, sedangkan keluarahan/desa lokasi sampel ditetapkan secara purposive random sampling, yang tujuannya supaya dapat mewakili seluruh wilayah Daerah Tingkat II Kotamadya Bengkulu. Dari jumlah populasi 1027 diambil 126 sebagai responden yang diambil dengan metode penarikan sampel sistimatik.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh di antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan rumus koefisien korelasi Pearson dan uji t serta untuk mengetahui besarnya pengaruh digunakan uji koefisien determinasi. berdasarkan hasil uji dimaksud maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat korelasi antara umur, pendidikan, jenis kelamin, lama tinggal, pendapatan dan kelembagaan sosial dengan persepsi dan tidak terdapat korelasi antara daerah asal dengan persepsi.
2. Terdapat korelasi antara persepsi dengan tingkat peranserta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 126 responden yang persepsinya terdapat program kebersihan lingkungan baik sebesar 86,50%, yang sangat baik 11.11%, kurang 0,81% dan cukup 1,58%. Untuk tingkatperanserta yang masuk katagori baik hanya 7,14%, cukup 42,85%, kurang 49,20% dan yang sangat kurang 0.81%."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Saleh
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
TA3579
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Saleh
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
TA3751
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Widodo
"Ringkasan
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peranserta masyarakat dalam Pelaksanaan Program Kebersihan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tujuan penelitian adalah identifikasi tingkat peranserta masyarakat terhadap pelaksanaan program Kebersihan dan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat peranserta itu, adanya perbedaan tingkat peranserta antara warga masyarakat di lingkungan wilayah Kotamadya Surakarta.
Peranserta masyarakat dalam Pelaksanaan Program Kebersihan kegiatan-kegiatan kebersihan. Untuk mengukur tingkat peranserta masyarakat terhadap program kebersihan ditetapkan indikator-indikator berikut menghadiri rapat/pertemuan, memberikan gagasan, memberikan dukungan, memberikan sumbangan barang, uang, melaksanakan pengangkutan sampah, melaksanakan perbaikan saluran air dan melaksanakan instruksi Walikotamadya. Sedang faktor-faktor yang mempengaruhi peranserta adalah bantuan fasilitas kerja, bimbingan/penyuluhan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, keadaan lingkungan pemukiman, koordinasi pemerintah daerah, serta pandangan dan sikap masyarakat.
Penelitian ini dilakukan pada 10 kelurahan, dipilih secara acak di lima wilayah kecamatan di Kotamadya Dati II Surakarta Jawa Tengah. Dari masing-masing kecamatan diambil 15 responden sehingga keseluruhan responden ada 75 orang.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa 65,33 persen tingkat peranserta masyarakat tinggi, sedang 34,6 persen lainnya rendah/sangat rendah. Hal ini tentunya ada hubungannya dengan kesempatan, kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berperanserta.
Penelitian ini diarahkan untuk mendeteksi sejumlah faktor yang memberi peluang bagi terciptanya kesempatan, kemampuan serta kemauan masyarakat untuk berperanserta. Faktor yang ada hubungannya dengan kesempatan masyarakat untuk berperanserta adalah bantuan fasilitas kerja, sedangkan faktor-faktor kemampuan adalah bimbingan/penyuluhan, pendidikan dan pendapatan. Adapun faktor-faktor yang ada hubungannya dengan kemauan masyarakat untuk berperanserta adalah keadaan lingkungan pemukiman, koordinasi pemerintah daerah, pandangan dan sikap masyarakat terhadap program kebersihan.
Faktor yang ada hubungan dengan kesempatan masyarakat untuk berperanserta, seperti Bantuan fasilitas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara yang mendapat bantuan fasilitas kerja, banyak sekali, banyak, kurang dan kurang sekali terhadap tingkat peranserta masyarakat dalam program kebersihan. Hal ini mungkin disebabkan karena warga masyarakat yang kurang/kurang sekali mendapat bantuan fasilitas kerja tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan warga masyarakat yang banyak mendapat bantuan fasilitas kerja dalam mengikuti kegiatan kebersihan terutama kegiatan yang membutuhkan fasilitas kerja yang dibebankan kepada warga masyarakat.
Ada tiga faktor yang diteliti dalam hubungannya dengan kemampuan masyarakat yaitu Bimbingan/penyuluhan, pendidikan dan pendapatan. Terdapat korelasi positip antara warga masyarakat yang memperoleh bimbingan/penyuluhan sangat intensif, intensif dan kurang intensif terhadap tingkat peranserta masyarakat dalam kegiatan kebersihan. Adanya pemahaman akan manfaat program kebersihan mengakibatkan peranserta yang tinggi, sebaliknya kurang intensifnya bimbingan/penyuluhan akan sulit bagi warga masyarakat memahami dan menganalisa tujuan kegiatan kebersihan, sehingga ia akan bertindak ragu-ragu dalam berperanserta terhadap kegiatan kebersihan.
Faktor Pendidikan dan pendapatan tidak nyata pengaruhnya terhadap tingkat peranserta masyarakat dalam uji statistik korelasi Spearman. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kesamaan latar belakang sosial budaya, sehingga power atau kekuasaan resmi yang berasal dari pemerintah akan sangat berpengaruh sekali terhadap setiap warganya.
Faktor yang mempengaruhi kemauan masyarakat berperanserta adalah keadaan lingkungan pemukiman, koordinasi pemerintah daerah, tanggapan dan sikap masyarakat terhadap program kebersihan.
Keadaan lingkungan pemukiman yang diduga berpengaruh terhadap tingkat peranserta masyarakat, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara keadaan lingkungan pemukiman baik, cukup, kurang. Hal ini mungkin disebabkan warga masyarakat berorientasi pada kepentingan pribadi dan status seseorang yang pada kenyataan mereka ini kurang berperanan dalam kegiatan kebersihan.
Terdapat korelasi positif antara koordinasi pemerintah daerah dengan tingkat peranserta masyarakat dalam program kebersihan, hal ini dikarenakan power atau kekuasaan resmi yang berasal dari pemerintah akan sangat berpengaruh sekali terhadap kegiatan masyarakat, nilai hormat dan rukun dalam kehidupan sehari-hari yang memungkinkan mereka mau bertenggang rasa terhadap pendapat, anjuran maupun ajakan pemerintah Daerah untuk melaksanakan kegiatan kebersihan.
Demikian juga pada pandangan dan sikap masyarakat terdapat hubungan yang positif dengan tingkat peranserta masyarakat. Terdapat perbedaan yang nyata antara warga masyarakat yang bersikap sangat membantu, membantu dan acuh tak acuh terhadap peranserta dalam program kebersihan.
Tingkat peranserta masyarakat dalam kegiatan kebersihan dipengaruhi secara nyata oleh faktor-faktor Bantuan fasilitas kerja yang diberikan oleh pemerintah, koordinasi dari pemerintah daerah, pandangan dan sikap masyarakat terhadap program kebersihan dan bimbingan/penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah terutama oleh pejabat dan petugas yang berhubungan langsung dengan pengelolaan kebersihan, sedangkan tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan keadaan lingkungan pemukiman tidak terdapat hubungan dengan tingkat peranserta masyarakat terhadap pelaksanaan program kebersihan, namun masih banyak faktor-faktor lain diluar tingkat peranserta yang berpengaruh terhadap keberhasilan program kebersihan di Kotamadya Surakarta.

Summary
This thesis is a result of research about community participation in the implementation of cleanliness program and factors that affect it.
The objectives of this research are to identify level of community participation in the implementation of the cleanliness program and to identify factors that affect level of that participation and difference of participation level among community in the Regency of Surakarta.
Community participation in the implementation of cleanliness program means community involvement in 'the cleanliness activity. These are indicators used to measure level of participation among the members of community in the implementation of the cleanliness program: giving ideas, giving supports, giving material and financial supports, doing sanitary renovation, and obeying the government's instructions. Factors that affect participation are support for working facilities, coordination?s among the government's organ, perception and attitude of members of community, guidance / counseling, level of income, level of education and human settlement environment.
This research is conducted in 10 kelurahan (villages); samples are collected by randomness in five districts (kecamatan) in the Surakarta Regency, Central Java. There is ten villages (kelurahan) chosen among five districts (kecamatan). Fifteen samples are put in each district. Totally, there are 75 samples.
The result of the research shows that 65,33 percent of the respondents have high level of participation, while 34,6 percent of them shows law level of participation. This is certainly related to opportunity, ability, and the will of the community to participate.
This research is intended to identity factors that give probability for creating opportunity, ability and also the will of the members of the community to participate. Factor related to opportunity for participation is supports for work facilities, while the factors related to ability are guidance / counseling, education and income. The factors that have relation to the will of community to participate are the settlement environment, coordination among the organs of the government, the perception and attitude of community of, and toward, the cleanliness program. Factor that has relation to people's opportunity to participate, like supports for work facilities shows that there are significant differences among the people in getting work facilities. The greater the facilities they get, the higher the level of participation they have in the cleanliness program.
There are three factors studied here that are related to community ability, namely guidance / counseling, education and income. There is a positive correlation between the people who get very intensive, intensive and less intensive in guidance / counseling to level of community participation in the cleanliness program activities.
Understanding of cleanliness program utilities causes high participation, on the other hand the lack of guidance / counseling causes to the difficulty in understanding and in analyzing the aims of the cleanliness activity, so they will act doubly in participating in the cleanliness activity.
Education and income factors don't have significant effect on level of community participation, according to statistical evaluation in Spearman Correlation. This is, maybe, caused by the similarity in socio-cultural backgrounds, 50 the power or legal authority of the government will have very significant affect on every people.
The factors that affect the will of the community to participate are human settlement environment, coordination among the government's organs, perception and attitude of community of, and toward, the cleanliness program.
Human settlement environment which is predicted has an effect on level of community participation doesn't show a significant effect between good, enough and less in human settlement environments. Probably this is caused by orientation among individuals in the community to their own interests and statuses. Accordingly, they show less attention to the cleanliness program.
There is a positive correlation between coordination among the government's organs and the level of community participation in cleanliness program. Consequently, the power or legal authority of the government has very significant effect on community activity, appreciation to values and friendship in daily life style, which enable them to be ready to appreciate public opinions, advice and instructions from the Regency government to do cleanliness activity.
Similarly, there is positive correlation between perception and attitude of the community of, and toward, cleanliness and their level of participation. In other words, those with positive perception and attitude show more participation in the cleanliness program.
Level of community participation in the cleanliness activity is significantly affected by such factors as supports for working facilities, which are given by the government, and coordination among the government?s organs, perception and attitude of community to the cleanliness program, and guidance / counseling which are given by the government, especially by bureaucrats and officials who have direct relation with cleanliness management. On the other hand, level of income, level of education and human settlement environment don't have relation to level of community participation in the implementation of the cleanliness program, but there are still other factors out of level of participation that influence the success of the cleanliness program in the Surakarta Regency.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sena Sunandar
"Tesis ini berupaya menjelaskan bagaimana peningkatan peran serta UKM dalam mewujudkan ketahanan ekonomi di kota Depok. Ketahanan ekonomi dapat dicapai dengan meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan sehingga dapat tercapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Berkembangnya dan majunya suatu UKM di satu daerah sangatlah berkaitan dengan ketahanan daerah karena sebagian besar UKM dalam memproduksi barang dan jasa disesuaikan dengan pendapatan mayarakat yang rendah, sehingga dengan tingkat pendapatan rata-rata masyarakat yang rendah tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan.
Untuk mendukung penelitian ini digunakan metode penelitian dengan pendekatan metodologi kualitatif. Dengan data-data kualitatif tersebut kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam
lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat yang digunakan untuk menentukan prioritas pendekatan yang tepat untuk menciptakan arah kebijakan. Orang-orang (informan) terdiri dari pejabat pemerintah, pengusaha UKM yang (asosiasi) dan pengusaha UKM yang tidak masuk asosiasi.
Hasil yang diperoleh dalam penentuan pendekatan yang tepat untuk menciptakan arah kebijakan masalah UKM adalah pendekatan dengan para pengusaha UKM, kesejahteraan. Sedangkan analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi UKM sebagai upaya-upaya dalam hal untuk meningkatkan UKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, dan mikro. Adapun upayaupayanya adalah (1) Meningkatkan kerjasama/kemitraan dengan bank untuk meningkatkan produksi, (2) Mengimplementasi kebijakan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga kesejahteraan masyarakat tercapai, (3) Mengimplementasi peraturan-peraturan dari pemerintah pusat maupun daerah untuk pemberdayaan dan peningkatan UKM. Sehingga permasalahan yang ada dapat diselesaikan dan dapat meningkatkan UKM untuk mensejahterakan masyarakat dengan memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia

This thesis seeks to explain how an increase of the participation of Small Medium Enterprise (SME) in realizing economic resilience in the city of Depok. Economic resilience can be achieved by increasing economic growth and sustainable development so as to reach prosperity and welfare of the community. The development and progress of a SME in one area is related to the resistance area for the majority of SME in producing goods and services adjusted to the low income society, so that the average income level of low public did not affect the demand for the goods produced To support this research, used qualitative methodology research with approach.
With the qualitative data we can follow and understand the flow of events in chronological order, assess cause and effect within the minds of local people and gained a lot and useful explanations are used to determine the priority of the right approach to creating policy direction. The people (informants) consist of government officials, enterpheneurship (associations) non enterpheneurship association.
The results obtained in determining the right approach to create direction policy is approach to the problems of SME are SME, welfare. Where as the SWOT analysis is used to define SME as a strategy in terms of efforts to improve SME should be a planned, systematic and well thorough on both macro and micro There are efforts such as (1) Enhancing cooperation/partnership with banks to increase production, (2) Implementing the policies of the central government and local governments so that public welfare is achieved, (3) Implementing regulations of central and local government for the empowerment and enhancement SME. So that existing problems can be solved and can improving the welfare of society by SME to take advantage of opportunities that are open and potential resources, especially the available locally resources.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspita Sari
"Partisipasi pria di Indonesia dalam pemilihan KB berjenis MOP masih sangat rendah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran partisipasi suami dalam KB MOP di Kecamatan Selebar Kota Bengkulu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada 10 orang informan utama yaitu suami yang memilih MOP dan suami yang memilih kontrasepsi lain. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam pada bulan Juni-Juli 2023 dan dilakukan analisis isi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa partisipasi suami dalam MOP disebabkan karena istri tidak bisa ber-KB lagi, ada efek samping dan kegagalan dari kontrasepsi sebelumnya. Suami yang memilih MOP memiliki pengetahuan dan keyakinan yang baik serta mendapatkan dukungan dari istri dan petugas kesehatan. Sementara suami yang memilih kontrasepsi lain memiliki pengetahuan yang kurang dan tidak memiliki keyakinan untuk melakukan MOP serta kurang mendapatkan dukungan dari keluarga, tokoh masyarakat maupun petugas kesehatan. MOP masih dianggap tabu dan ada anggapan tentang efek samping MOP yang dapat menganggu fungsi seksual pria. Fasilitas MOP sangat terjangkau dan prosedur MOP dilakukan secara gratis. Keberadaan sarana informasi tentang MOP di lingkungan tempat tinggal kurang memadai namun informan dapat mengakses informasi secara pribadi melalui media cetak maupun digital seperti internet. Diperlukan strategi peningkatan penyuluhan, pembentukan kelompok KB pria dan peningkatan pengetahuan tentang MOP bagi kader dan tokoh masyarakat.

The participation of men in Indonesia in choosing the MOP type of family planning is still very low. This study aims to look at the picture of the husband in KB MOP in Selebar District, Bengkulu City. This research is a qualitative research with a case study approach on 10 main informants from husbands who choose MOP and husbands who choose other contraception. Data collection was carried out using in-depth interviews in June-July 2023 and content analysis was carried out. The results of the study revealed that the husband's participation in MOP was due to the fact that the wife could not take family planning anymore, there were side effects and failure of previous contraception. Husbands who choose MOP have good knowledge and confidence and get support from their wives and health workers. Meanwhile, husbands who chose other contraception had less knowledge and did not have the confidence to do MOP and received less support from their families, community leaders and health workers. MOP is still considered taboo and there are assumptions about the side effects of MOP that can interfere with male sexual function. The MOP facility is very affordable and the MOP procedure is performed free of charge. The existence of information facilities about MOP in the neighborhood is quite adequate, but informants can access information personally through print and digital media such as the internet. A strategy is needed to increase counseling, form family planning groups for men and increase knowledge about MOP for cadres and community leaders."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muria Herlina
"Salah satu dampak krisis ekonomi adalah obat dan pengobatan oleh dokter menjadi mahal yang menyebabkan masyarakat beralih ke pengobatan alternatif. Pada kenyataannya, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan belum sepenuhnya mampu menangani masalah-masalah kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemilihan jenis pengobatan alternatif dan faktor-faktor yang berhubungan dengan hal tersebut di Kota Bengkulu. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional untuk menyelidiki hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, keyakinan dan sikap terhadap pemilihan jenis pengobatan alternatif. Responden adalah 100 orang kepala keluarga yang berdomisili lebih dari 3 tahun dilokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap dan variabel pekerjaan yang berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif, sementara umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan keyakinan tidak berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif. Dari variabel-variabel tersebut, yang paling dominan hubungannya dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif adalah sikap dengan nilai OR = 3,2937 (CI = 1,3511-8,0297).
Proporsi pengobatan alternatif yang memilih jenis keterampilan adalah 62% yang terdiri dari 49% ditolong oleh tukang pijat, 10% oleh pijat refleksi dan 3% oleh sinshe akupuntur. Sementara itu proporsi yang memilih pengobatan alternatif jenis ramuan obat adalah 38% yang terdiri dari ramuan (19%), penjual jamu (16%), tabib (2%), dan pengobatan dengan pendekatan agama yang dipadukan dengan ramuan (1%).
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pengobatan alternatif dimasa yang akan datang maka disarankan untuk melakukan pengawasan dan pelatihan disamping memberikan sertifikat khususnya kepada tukang pijat, tukang pijat refleksi, penjual jamu dan pengobatan yang menggunakan ramuan. Disamping hal ini juga disarankan untuk meningkatkan kerjasama antara pengobatan altematif dengan para dokter sesuai bidang keahlian masing-masing.

One of the impact of economic crisis was the medicine as well as medication by doctor became expensive therefore many of the community turn to alternative medication. In fact, the science and technology of medication couldn't fully handle all health problems.
The purpose of this research to know the description choosing kind of alternative medication usage and factors related it in Bengkulu City. The design of this research was cross sectional to investigate relationship between ages, education, occupation, income, knowledge, believe and attitude with choosing kind of alternative medication. The respondents are 100 head of families who had lived more than three years in the location of the research.
The result of the research showed that attitude and occupation variables had relationship with choosing kind of alternative medication while age, education, occupation, income, and knowledge have no relationship. From those variables, the most dominant variable to alternative medication choosing kind was attitude with OR = 3, 2937 (CI = 1, 3511 - 8, 0297 ).
The proportion of alternative medication who choose kind skilled was 62% which consist of 49% helped by message attendant, 10% by reflection message and 3% by sinshe acupuncture (Chinese healer). Meanwhile, the proportion who choose kind of alternative medication using compounds was 38% which consist of compounds (19%), jamu seller (16%), tabib (traditional healer) 2% as well as medication by using religious approach combined with compound (1%).
In order to increase the quality of alternative medication choosing kind in the future, it was suggested to hold supervision and training and giving certificate especially to message attendants, reflection messenger, jamu sellers as well as medication using herbal compound. Besides this, it was also recommended to enhance the cooperation between alternative healers with doctors according to their skill respectively.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Kurniawan
"Skripsi ini membahas tentang perubahan administrasi di daerah Bengkulu yang sebelumnya merupakan sebuah keresidenan hingga menjadi provinsi. Penelitian yang dilakukan guna mengetahui proses terbentuknya Provinsi Bengkulu dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Data penelitian ini menggunakan sumber primer maupun sumber sekunder yang didapatkan melalui studi pustaka diberbagai perpustakaan, seperti Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional RI, dan perpustakaan lain yang penulis kunjungi. Keadaan Daerah Bengkulu pada perkembangannya dari masa kolonial hingga kedaulatan Republik Indonesia yang sangat memprihatinkan mendorong tokoh masyarakat untuk menjadikan daerah Bengkulu berotonomi penuh. Perkembangan Administrasi Keresidenan Bengkulu menjadi sebuah provinsi merupakan dinamika perubahan sosial politik dan ekonomi. Keresidenan Bengkulu yang sudah dari zaman kolonial tetap eksis hingga masa kemerdekaan Republik Indonesia. Masa Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 menggambarkan ketertinggalan daerah bengkulu dari segala bidang dibandingkan dengan daerah lain, hal ini menjadikan faktor utama tokoh masyarakat Bengkulu untuk menjadikan Keresidenan Bengkulu sebagai provinsi yang berotonomi penuh. Pada tahun 1967 perjuangan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat membuahkan hasil dengan dikeluarkannnya UU No. 9 tahun 1967 dan diangkatnya M. Ali Amin Sebagai Gubernur Pertama Bengkulu Pada tahun 1968.

This thesis explores administrative transformation of Bengkulu from a residency into an autonomous province. Historical research method is conducted in pursuance of understanding the transformation process. Primary and secondary data source required for this research are gathered from literature studies from various libraries such as Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional RI, and others. The afflictive condition of Bengkulu, on its development from colonialization era to independency of Republik Indonesia, was the sole cause that prompted local social figures to start manifesting Bengkulu as a fully autonomous region. Administrative development of Bengkulu Residency into a province was a social politics and economics dynamics change. Bengkulu Residency had maintained its existence steadily from colonialization era to independency of Republik Indonesia. Independency declaration of Republik Indonesia period in 1945 portrayed the underdeveloped condition of Bengkulu compared to other regions, which was the main factor of local social figures to transform Bengkulu into a fully autonomous region. On 1967, the endeavor of local social figures came into realization as UU No. 9 tahun 1967 was declared, followed with the appointment of M. Ali Amin as the first governor of Bengkulu in 1968.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Yuliana
"Angka kematian perinatal merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI tahun 1999, angka kematian perinatal di Indonesia saat ini masih tinggi yaitu 45 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian perinatal di Kotamadya Bengkulu adalah 177 dari 7.207 kelahiran hidup. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi kematian perinatal di Kotamadya Bengkulu. Periode pengamatan dilakukan selama satu tahun terhitung mulai I Januari 1999 sampai dengan 31 Desember 1999.
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan kasus kontrol dengan perbandingan jumlah kasus dan kontrol sebanyak 1:1, sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 131 kasus dan 131 kontrol. Pengambilan kontrol dilakukan pada wilayah yang sama dengan kasus secara random sampling tanpa melakukan maching. Kasus adalah bayi yang meninggal pada masa perinatal antara tanggal I Januari 1999 sampai dengan 31 Desember 1999 di Kotamadya Bengkulu, sedangkan kontrol adalah bayi yang lahir hidup dan tidak mati pada wilayah dan periode waktu yang sama.
Hasil penelitian menemukan bahwa dari 12 variabel, 11 variabel bermakna dengan p < 0,05 yaitu umur (P= 0,0001 dan OR=13,54), paritas (PN 0,0001 dart Olt 3,95), pendidikan (P= 0,002 dan OR=2,24), kondisi kesehatan (P= 0,016 dan OR~,46), kelengkapan pemeriksaan (PN 0,0001 dan OR=12,54), frekuensi pemeriksaan (P= 0,0001 dan QR=5,759), jenis penolong persalinan (P= 0,0001 dan OR=12,05), jenis persalinan (P= 0,0001 dan OR= 4,88), lama persalinan (P= 0,0001 dan OR=33,75), komplikasi persalinan (P= 0,0001 dan OR= 10,506), berat badan bayi (P= 0,0001 dan OR 200,35).
Berdasarkan model akhir dari penelitian ini, didapatkan bahwa faktor yang berhubungan erat dengan kematian perinatal adalah berat badan bayi, umur ibu, paritas, kelengkapan pemeriksaan, dan komplikasi persalinan. Untuk menghindari dan menurunkan angka kematian perinatal, disarankan untuk melakukan penyuluhan kepada ibu hamil melalui Dasa Wisma, kelompok pengajian dan organisasi masyarakat, tentang peningkatkan upaya pendeteksian dini terhadap ibu hamil yang berisiko tinggi, penundaan kehamilan untuk ibu yang berumur <20 tahun, dan menghentikan kehamilan untuk ibu yang memiliki anak lebih dari tiga atau berusia > 35 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi terpilih. Untuk kasus BBLR dapat dilakukan penyebarluasan informasi kesehatan dengan pengenalan metode kanguru, baik di rumah maupun di fasilitas kesehatan.

Prenatal mortality rate (PMR) is one of the health status indicator. In Indonesia prenatal mortality rate is still bight, estimated around 45 per 1000 life births. Hite the PMR in Bengkulu city is 177 of 7.207 live birth. This study is aimed to determine factors that influence of prenatal mortality in Bengkulu City. Observation was conducted for one year from 1st January 1999 to 31st December 1999.
This study used case control design with comparison 1 case and I control. The sample size is 131 cases and 131 control. Control was taken random is without matching. Cases are infants who die during prenatal period, whereas controls are infant who born and live within period 1st January 1999 to 31st December 1999 in Bengkulu City.
This study showed that 11 of 12 variables were significant with p < 0,05. They are age (p = 0,000I and OR = 13,54), parity (p = 0,0001 and OR=3,95), education (p = 0,002 and OR = 2,24), health status (p = 0,016 and OR = 0,46), complete examination (p = 0,0001 and OR = 12.54), frequency visit (p = 0,0001 and OR = 5,759), type of birth (p = 0,0001 and OR = 12,05), type of delivery (p = 0,0001 and OR = 4,88), delivery duration (p = 0,0001 and OR = 33,75), delivery complication (p = 0,0001 and OR = 1 0,506), birth weight (p = 0,0001 and OR = 200,35).
According to this study, there are some factors have close relation with prenatal mortality. They are birth weight, mother's age, parity, complete examination, and delivery complication. To prevent prenatal mortality, health provider should give health education for pregnant women trough organization like Dasa Wisma and Pengajian or the other organization. Second, increase early detection for high pregnant woman. Third, delaying pregnancy for young mother with age < 20 years and stopping pregnancy for old mother with age > 35 years by using contraception. To reduce Low Birth Weight by cases, health information about introduction of kangaroo method at home or health facility.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T3921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Kurniawan
"Skripsi ini membahas tentang perubahan administrasi di daerah Bengkulu yang sebelumnya merupakan sebuah keresidenan hingga menjadi provinsi. Penelitian yang dilakukan guna mengetahui proses terbentuknya Provinsi Bengkulu dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Data penelitian ini menggunakan sumber primer maupun sumber sekunder yang didapatkan melalui studi pustaka diberbagai perpustakaan, seperti Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional RI, dan perpustakaan lain yang penulis kunjungi. Keadaan Daerah Bengkulu pada perkembangannya dari masa kolonial hingga kedaulatan Republik Indonesia yang sangat memprihatinkan mendorong tokoh masyarakat untuk menjadikan daerah Bengkulu berotonomi penuh. Perkembangan Administrasi Keresidenan Bengkulu menjadi sebuah provinsi merupakan dinamika perubahan sosial politik dan ekonomi. Keresidenan Bengkulu yang sudah dari zaman kolonial tetap eksis hingga masa kemerdekaan Republik Indonesia. Masa Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 menggambarkan ketertinggalan daerah bengkulu dari segala bidang dibandingkan dengan daerah lain, hal ini menjadikan faktor utama tokoh masyarakat Bengkulu untuk menjadikan Keresidenan Bengkulu sebagai provinsi yang berotonomi penuh. Pada tahun 1967 perjuangan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat membuahkan hasil dengan dikeluarkannnya UU No. 9 tahun 1967 dan diangkatnya M. Ali Amin Sebagai Gubernur Pertama Bengkulu Pada tahun 1968.

This thesis explores administrative transformation of Bengkulu from a residency into an autonomous province. Historical research method is conducted in pursuance of understanding the transformation process. Primary and secondary data source required for this research are gathered from literature studies from various libraries such as Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional RI, and others. The afflictive condition of Bengkulu, on its development from colonialization era to independency of Republik Indonesia, was the sole cause that prompted local social figures to start manifesting Bengkulu as a fully autonomous region. Administrative development of Bengkulu Residency into a province was a social politics and economics dynamics change. Bengkulu Residency had maintained its existence steadily from colonialization era to independency of Republik Indonesia. Independency declaration of Republik Indonesia period in 1945 portrayed the underdeveloped condition of Bengkulu compared to other regions, which was the main factor of local social figures to transform Bengkulu into a fully autonomous region. On 1967, the endeavor of local social figures came into realization as UU No. 9 tahun 1967 was declared, followed with the appointment of M. Ali Amin as the first governor of Bengkulu in 1968."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>