Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158783 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muchlis Adenan
"ABSTRAK
Sejak pertama kali dilaporkan adanya penderita DBD tahun 1974 dari Palembang, jumlah penderita DBD di Sumatera Selatan terus menunjukkan kecenderungan untuk meningkat dan merupakan suatu masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi. Khusus untuk Kotamadya Palembang, menunjukkan bahwa angka penderita DBD didaerah ini selalu merupakan jumlah, prosentase maupun Incidence Rate DBD tertinggi dibandingkan daerali tingkat II lain yang terdapat di Sumatera Selatan.
Cara mencegah penularan demam berdarah dengue adalah dengan memutuskan rantai penularannya. Kebijaksanaan maupun strategi yang dianggap paling efektif oleh Departemen Kesehatan RI untuk memutuskan rantai penularan tersebut dewasa ini adalah dengan pengendalian vektor utama penular DBD di Indonesia yaitu Aedes Aegypti. Pengendalian vektor tersebut sangat berkaitan erat dengan perilaku manusia, terutama perilaku pencegahan penyakit DBD.
Survey yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI cq Proyek P2M Propinsi Sumatera Selatan tahun 1990 menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku penduduk Kotamadya Palembang mengenai hal yang berhubungan dengan penyakit DBD ternyata menunjukkan suatu tingkat pengetahuan yang baik dan tinggi. Dilain pihak hasil survey index vektor di Kotamadya Palembang menggambarkan tingkat index yang tinggi atau jelek.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana hubungan dan pengaruh perilaku pencegahan DBD yang dilaksanakan penduduk Palembang terhadap index vektor DBD sendiri. Dengan metode survey analitik dan deskriptif serta pendekatan cross sectional, dilakukan pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner wawancara untuk memperoleh data perilaku dan formulir survey index vektor untuk mengetahui index vektor disaat penelitian.
Lokasi penelitian Kotamadya Palembang dengan sample dipilih seiumlah kelurahan yang dianggap memenuhi kriteria sample yang telah ditentukan. Sedangkan responden adalah kepala keluarga atau yang mewakili.
Data diberi skor hingga berbentuk skala interval, lalu diolah dengan uji statistik parametrik secara univariate (deskriptif), bivariate ( korelasi) dan multivariate (multiple regressi), menggunakan piranti lunak SPSS/PC+ dan EPI INFO versi 5.
Hasil penelitian membuktikan secara statistik bahwa perilaku PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan Proteksi mempunyai hubungan bermakna dan berpengaruh terhadap tingkat index vektor yangdiukur dengan CI (Container Index) dan HI (House Index). Sedangkan perilaku Abatisasi secara statistik tidak mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap CI dan HI. Secara keseluruhan perilaku pencegahan penyakit DBD mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap index vektor CI dan HI. Khususnya beberapa perilaku spesifik seperti menanam sampah bekas yang bisa terisi air, membersihkan saluran air limbah hujan, PSN secara massal dan mengurangi pakaian tergantung mempunyai peranan penting dalam hubungan dan pengaruh terhadap CI dan HI.
Beberapa saran antara lain untuk memperhatikan peranan "social support" dan perilaku spesifik daerah agar perilaku pencegahan DBD bisa ditingkatkan sehingga dapat mengendalikan vektor penular DBD. Perencanaan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD hendaknya juga dikaitkan dengan geiala sosial yang ada disuatu daerah selain angka insidens dan kematian."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilman Zulkifli Amin
"ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia antara lain di Kecamatan Bayah. Dalam memberantas DBD diperlukan data dasar antara lain tingkat pengetahuan warga mengenai DBD. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan warga mengenai vektor DBD di kecamatan Bayah. Penelitian ini merupakan survei menggunakan desain cross sectional. Data diambil pada tanggal 12 - 14 Agustus 2009 dengan mewawancarai warga yang berada di kecamatan Bayah pada saat itu. Data diolah menggunakan uji chi square.
Hasilnya menunjukkan warga yang mempunyai tingkat pengetahuan baik mengenai vektor DBD ialah 10 orang (9,4%), cukup 27 orang (25,5%) dan tingkat pengetahuan kurang 69 orang (65,1%%). Warga tersebar merata pada berbagai kelompok usia. Kelompok usia 18-34 tahun sebanyak 45 orang (42,5%), kelompok usia 35-50 tahun sebanyak 39 orang (36,8%), dan kelompok usia > 50 tahun sebanyak 22 orang (20,8%). Sebagian besar warga mempunyai tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 68 orang (64,2%). Lebih dari setengah warga yang tergabung dalam penelitian ini tidak bekerja yaitu sebanyak 63 orang (59,4%). Kebanyakan dari warga berjenis kelamin perempuan 83 orang (72,3%) Sebagian besar warga hanya mendapatkan informasi dari 1 sumber (43%) dan sumber informasi yang paling berkesan adalah media elektronik (48,1%) sedangkan informasi dari tetangga menempati urutan kedua (28,3%). Dari uji chi square terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai vektor DBD dengan usia dan tingkat pendidikan. Tingkat pengetahuan mengenai vektor DBD dengan jenis kelamin, jumlah sumber informasi, sumber informasi yang paling berkesan, dan status pekerjaan tidak berbeda bermakna. Disimpulkan tingkat pengetahuan warga mengenai vektor DBD kurang dan berhubungan dengan usia dan tingkat pendidikan.

ABSTRACT
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is a health problem for Indonesian people, like in Bayah. In order to exterminate DHF, basic data of people knowledge level of DHF are needed. Therefore, the objective of this research is to know people knowledge level about DHF vector. This research used cross sectional design; done to Bayah?s people by interviewing and filling questionnaires about people knowledge of DHF vector. Data was taken on August 12th-14th, 2009 by interviewing the people at that time. Data was analyzed using chi square test.
The result showed that the people with good, fair, and bad knowledge level of DHF vector are 10 people (9,4%), 27 (25,5%), and 69 (65,1%), consecutively. The people fairly distributed at the age group. The amount at the group of age 18-34 years old is 45 (42,5%), at the group of age 35-50 years old is 39 (36,8%), at the group of age > 50 years old is 22 (20,8%). Most of the people have bad education that is 68 (64,2%). More than half of the people that join in this research don?t work. Most of the people are female 83 (72,3%) Most of the people got information from one information sources (43%) and the most impressive source was electronic media (48,1%); while information from neighbour hold the second position (28,3%). From chi square analysis test, there were significance relation between knowledge level of DHF vector with age and education level. But, there were no significance relation between knowledge level of DHF vector with sex, information sources, and job status. It was concluded that the knowledge of the people was bad and the knowledge level had significant relation with age and education level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Rusnanta
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Kasus DBD juga menjadi masalah kesehatan di Jakarta, termasuk Kelurahan Rawasari dan Cempaka Putih Barat. Dalam pemberantasan vektor, perlu dilakukan survei entomologi terkait pengukuran tingkat penyebaran dan kepadatan vektor DBD. Melalui survei ini, dilakukan identifikasi jenis container dan wilayah rumah sebagai faktor pendukung berkembangnya vektor DBD. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil pada tanggal 28 Maret 2010 dengan mengunjungi total 200 rumah masing-masing 100 rumah di Rawasari dan 100 rumah di Cempaka Putih Barat. Sampel diambil dengan menggunakan single larval method dan dianalisis dengan uji Chi-square.
Hasil ketiga indeks larva Aedes aegypti menunjukkan Rawasari memiliki nilai Container Index (CI) 6%, House Index (HI)14%, dan Breteau Index (BI) 15 sedangkan Cempaka Putih Barat memiliki nilai CI 6,1%, HI 17%, dan BI 21. Berdasarkan standar WHO, kedua wilayah tersebut termasuk area yang berpotensi menjadi risiko tinggi penularan DBD (CI>5%, HI>10%, 5

Dengue Haemorraghic Fever (DHF) is one of a public health problem in Indonesia, especially in Jakarta, including Rawasari and Cempaka Putih Barat. Entomological survey had to be done for measuring the distribution and density level of DHF vector. The study used cross-sectional design. It was conducted by visiting total of 200 houses with each region consisting of 100 houses that have been choosen at randomly on March 28th 2010. The researcher performed single larval method to choose the sample and analyzed by Chi-square test.
The outcome of Aedes aegypti larval indices showed Rawasari has a value of Container Index (CI) 6%, House Index (HI) 14%, and Breteau Index (BI) 15 while in Cempaka Putih Barat has a value of CI 6,1%, HI 17%, and BI 21. Based on WHO standards, both areas are include in the area where potentially high risk of dengue transmission (CI>5%, HI>10%, 5"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Kepadatan populasi Ae.aegypti meningkat di musim hujan, dan dapat diukur dengan angka rumah, angka wadah, angka brito dan landing rate. Nyamuk ini mengalami metamorfosis lengkap dan memerlukan waktu 10 hari untuk pertumbuhan dari telur sampai nyamuk dewasa. Ae.aegypti dan Ae.albopictus sepintas lalu sulit dibedakan, karena keduanya berwarna dasar hitam dengan belang-belang putih pada bagian badannya; namun perbedaan terlihat pada mesonotum yang membentuk gambaran lire (Ae.aegypti) dan garis tebal putih yang memanjang (Ae.albopictus). Pemerintah telah memilih dan menganjurkan untuk melaksanakan pengendalian vektor DBD dengan PSN. "
MPARIN 6 (1-2) 1993
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muyono
"Penyakit menular yang dibawa oleh vektor yang masih menjadi masalah hingga saat ini adalah penyakit Daman Berdarah Dengue (DBD), yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Sejak ditemukan di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta penyakit ini cenderung menyebar luas sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Di Sumatera Selatan selama 5 tahun yaitu 1998 - 2002 tercatat rata rata jumlah kasus DBD 1.583 kasus (IR = 66,3/100.000 penduduk) dan CFR 2%, sedangkan Kota Palembang pada kurun waktu yang sama menunjukkan angka kejadian berfluktuasi, tahun 1998 (3022 kasus, CFR 2,94%), lalu tahun 1999 menjadi 1330 kasus (CFR : 2,25%), dan hingga akhir tahun 2002 tercatat sebanyak 1074 kasus (CFR : 1,67%).
Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kejadian penyakit DBD, Angka Babas Jentik (ABJ) dan hubungan antara iklim yang meliputi curah hujan, hari hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin dengan kejadian penyakit DBD dan ABJ serta hubungan ABJ dengan kejadian penyakit DBD di Kota Palembang Tahun 1998 - 2002.
Desain penelitian menggunakan studi ekologi time trend dengan memanfaatkan data sekunder yang dikumpulkan dari laporan bulanan Subdin P2P Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Stasiun Klimatologi Kenten Palembang serta menggunakan analisis rata-rata hitung (mean) dan analisis Korelasi Pearson diperoleh hasil sebagai berikut:
Kejadian DBD tertinggi tahun 1998 (3.022 kasus, IR = 2216,41100.000 penduduk dan CFR = 2,94%) dan terendah tahun 2001 (816 kasus, IR = 54,91100.000 penduduk serta CFR terendah tahun 2000 yaitu 1,14%). Sedangkan rata-rata ABJ selama 5 tahun sebesar 83,68%, angka tertinggi tahun 1999 (88,0%) dan terendah tahun 2002 (78%). Gambaran iklim: Curah hujan : rata-rata (227,23 mm), tertinggi Maret (367,16 mm) dan terendah Agustus (88,86 mm); Hari hujan : rata-rata (16,2 hari), tertinggi Desember (22,8 hari) dan terendah Agustus (9,4 hari); Suhu : rata-rata (26,9°C), tertinggi Mei (27,6°C) dan terendah Januari (26,06°C); Kelembaban: rata-rata (84,3%), tertinggi Januari (87,4%) dan terendah September (79,2%); Kecepatan angin: rata rata (3,06 knot), tertinggi September (3,8 knot) dan terendah April (2,03 knot).
Hubungan antara iklim dengan kejadian penyakit DBD diperoleh hasil sebagai berikut: Curah hujan: data tahun 2001, ada hubungan bermakna antara curah hujan dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Hari hujan: data tahun 1999, 2002 dan 2002, ada hubungan bermakna antara hari hujan dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Suhu udara: data tahun 2002, ada hubungan bermakna antara suhu udara dengan DBD, arah negatif dan tingkat hubungan kuat; Kelembaban udara: data tahun 2001 dan 2002, ada hubungan bermakna antara kelembaban udara dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Kecepatan angin: data tahun 1999, ada hubungan bermakna antara kecepatan angin dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat. Sedangkan hubungan antara iklim dengan Angka Bebas Jentik dan hubungan antara Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian penyakit DBD tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan.
Untuk mengantisipasi kejadian DBD dimasa mendatang perlu dilakukan pencegahan dengan jalan: mengaktifkan pokja DBD, upaya menggerakkan masyarakat melakukan PSN-DBD, pembagian abate dan ikan predator; peningkatan promosi penanggulangan DBD melalui media massa/elektronik; peningkatan survailence aktif ke rumah sakit minimal seminggu 2 kali dan survailence vektor; serta perlu ditingkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi terkait seperti badan meteorologi dan geofisika, dinas pendidikan, Pemda dan Tim Penggerak PKK.

Contagion disease brought by vector which still become problem till now days is Dengue Disease (DBD), cause by dengue virus which contagious through mosquito vector of Aides aegypli. Since found in Indonesia in the year 1968 in Surabaya and Jakarta this disease tend to widely disseminate in line with the increase of mobility and density.
In South Sumatra during 5 year that is 1998 - 2002 noted an average rate cases of DBD L583 cases (IR = 66,3/100.000 residents) and CFR 2%, while Palembang at the same time show event fluctuation number, year 1998 (3022 cases, CFR 2,94%), then year 1999 becoming 1330 cases (CFR : 2,25%), and till the end of year 2002 noted as much 1074 cases (CFR : 1,67%).
This research aim is to know prescription of DBD disease occurrence, Free Number Larva (ABJ) and relation between climate which covers rainfall, rain day, temperature, dampness and speed of wind with DBD disease occurrence and ABJ also relation ABJ with DBD disease occurrence in Palembang Year 1998 - 2001.
Research design use study of ecology time trend by using secondary data collected from monthly report of Subdin P2P of Palembang City Health Service and Kenten Palembang Climatology Station and also use analysis of mean calculation and Pearson Correlation analysis obtained by following result:
Highest DBD occurrence in year 1998 (3.022 cases, IR = 2216,41100.000 resident and CFR = 2,94%) and lowest in year 2001 (816 cases, IR = 54,9/100.000 resident also lowest CFR in year 2000 is 1,14%). While ABJ mean during 5 year equal to 83,68%, highest number in year 1999 (88,0%) and lowest in year 2002 (78%). Climate Description: Rainfall: mean (227,23 mm), highest in March (367,16 mm) and lowest in August (88,86 mm); Rain day: mean (16,2 day), highest in December (22,8 day) and lowest in August (9,4 day); Temperature: mean (26,9oC), highest in May (27,6oC) and lowest in January (26,06oC); Dampness: mean (84,3%), highest in January (87,4%) and lowest in September (79,2%); Wind speed: mean (3,06 knot), highest in September (3,8 knot) and lowest in April (2,03 knot).
Relation between climate and DBD disease occurrence obtained following result: Rainfall: year 2001 data, there are meaningful relation between rainfall by DBD, positive direction and strong relation level; Rainy day: data of year 1999, 2002 and 2002, there is a meaningful relation between rainy day with DBD, positive direction and strong relation level; Air temperature: data of year 2002, there is a meaningful relation between air temperature with DBD, negative direction and strong relation level; Air dampness: data of year 2001 and 2002, there is a meaningful relation between air dampness by DBD, positive direction and strong relation level; Wind speed: year data 1999, there is a meaningful relation between wind speed by DBD, positive direction strong relation level. While relation between climate with Free Number of Jentik and relation between Free Number of Jentik (ABJ) with DBD disease occurrence is not found a significant relation.
To anticipate DBD occurrence in the next period require prevention by: activating pokja DBD, spraying before infection season, strive to make society do PSN, allotting abate and fish predator; improvement of DBD prevention promotion through mass medialelectronic; improve active surveillance to hospital minimally 2 times in one week; and need to improve cooperation pass program and pass sectored with related institution like geophysics and meteorology, education, Local Government and PICK Activator Team.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoning Rahayu
"Dengue adalah infeksi yang ditularkan melalui nyamuk yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Penyakit tersebut semula hanya di perkotaan sekarang sudah sampai di pedesaan. Wilayah binaan Puskesmas Sambungmacan I termasuk sporadic DBD, namun ada peningkatan kasus dari tahun 2011 sebanyak 2 kasus menjadi 19 kasus dengan 1 kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan (P2) DBD dan kejadian DBD di wilayah binaan Puskesmas Sambungmacan I.
Rancangan studi dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan teknik sampling stratified random sampling dan jumlah sampel 275 responden. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian DBD adalah fogging focus (p=0,00), penyelidikan epidemiologi (p=0,00), penemuan dan pertolongan penderita DBD (p=0,00) dan penyuluhan (p=0,00).
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan DBD yang mencakup fogging focus, penyelidikan epidemiologi, penyuluhan, penemuan dan pertolongan penderita dengan kejadian DBD.

Dengue is a mosquito-borne infection found in tropical and subtropicalregions around the world. The disease was originally only in urban areas is now up in the countryside. I Sambungmacan target area health centers including sporadic DHF, but there is an increase in cases of the year 2011 as many as 2 cases to 19 cases with 1 death.
This study aims to determine the implementation of prevention and eradication (P2) DHF and dengue incidence in the target area Health Center of Sambugmacan I.
The design of this research study is crosssectional sampling with stratified random sampling technique and sample is 275 respondents. Data collection by interview using a questionnaire.
The results showed that the variables significantly associated with the incidence of dengue is fogging focus (p = 0.00), epidemiological investigation (p = 0.00), the discovery and rescue of DHF patients (p = 0.00) and education (p = 0 , 00).
It can be concluded that there is a significant correlation between the implementation of prevention and eradication of dengue include fogging focus, epidemiological investigations, lectures, inventions and patient help with the incidence of dengue.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S58728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan , 1999
614.588 52 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Chandra
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, bersifat endemik di daerah tropis dan sub tropis, terutama di daerah perkotaan. Virus dengue yang ditransmisikan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti juga merupakan penyakit arbovirus yang penting dalam ha[ morbiditas dan mortalitas. Di Indonesia, DBD pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cendenung meningkat. Faktor virus seperti variasi stereotipe dan genotipe virus dengue diyakini berperan menentukan derajat keparahan penyakit. Pada penelitian ini dilakukan analisis variasi genetik gen E dan NS I virus DEN-3 yang diisolasi dari pasien dengan manifestasi klinis yang berbeda, yaitu mulai clan yang ringan (DD) sampai yang terberat yaitu DBD dan DSS. Strain DS 002/06 (DD), DS 029/06 (DBD), DSA 02/06 (DSS) dan 17104 (DBD) diisolasi dan kasus dengue di Jakarta tahun 2004 dan 2006. Keempat strain tersebut kemudian dibandingkan dengan 11 strain DEN-3 yang berasal dan Indonesia dan Thailand. Homologi nukleotida gen E ditemukan berkisar antara 92,4 - 99.9%, sedangkan untuk asam amino E antara 96,5-100%. Sementara itu homologi gen NSI berkisar antara 92,1- 99,9% untuk nukleotida dan 97,1-100% untuk asam aminonya. Dijumpai berbagai variasi di sepanjang kedua gen tersebut, tetapi tidak ditemukan perbedaan yang spesifik yang bisa membedakan antara strain penyebab DD, DBD dan DSS. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa semua strain strain DEN-3 Indonesia yang disolasi pada tahun 2004 dan 2006 konsisten berada di subtype I."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virginia Dwiyandari
"Infeksi baik yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau penyebab infeksi dan keadaan non-infeksi lainnya dapat menimbulkan respon inflamasi sistemik tubuh. Respon inflamasi sistemik ini merupakan akibat dari kerusakan endotelial yang luas yang dapat mengakibatkan aktivasi sistem koagulasi baik secara langsung maupun akibat dilepaskannya mediator-mediator inflamasi.
Endotel normal adalah dalam keadaan anti trombotik, profibrinolitik. Kondisi tersebut terjadi akibat produksi penghambat koagulasi dan modulator fibrinolisis. Kerusakan endotel akan mengubah kondisi anti trombotik, profibrinolitik menjadi protrombotik, antifibrinolitik. Aktivasi sistem koagulasi akibat kerusakan endotel terjadi melalui pelepasan faktor jaringan atau tissue factor (TF) dan pembentukan trombus trombosit oleh faktor von willebrand (FvW) kemudian terjadi penghambatan fibrinolisis oleh plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1). Faktor von willebrand disintesis oleh endotel dan trombosit dan bersirkulasi sebagai multimer besar FvW. Bila terjadi kerusakan jaringan, multimer besar FvW akan terpapar dan menarik trombosit untuk membentuk trombus trombosit. Trombosit dan sel endotel kemudian akan mengeluarkan PAI yang menghambat aktivitas fibrinolisis. Aktivitas antikoagulan juga akan terhambat melalui berkurangnya ekspresi trombomodulin, antitrombin III (ATIII), dan sintesis tissue factor pathway inhibitor (TFPD. Kompleks tissue factor-faktor VII teraktivasi (TF-FVIIa) yang terbentuk akibat stimulasi mediator inflamasi kemudian akan mengaktivasi pembentukan trombin dan fibrin. Trombin yang terbentuk dapat menstimulasi kembali adhesi endotel dan agregasi trombosit dan menstimulasi sel endotel untuk melepaskan FvW dan tissue plasminogen activator (tPA).
Pada infeksi virus demam berdarah seperti virus dengue, keterlibatan endotel merupakan faktor yang penting dalam terjadinya manifestasi Minis. lnfeksi virus dengue dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis dengan manifestasi Minis yang terberat adalah demam berdarah dengue (DBD) yang disertai renjatan atau sindrom syok dengue (SSD). Demam berdarah dengue terutama yang bermanifestasi berat menimbulkan masalah kesehatan di kawasan Asia Tenggara termasuk di Indonesia akibat tingginya angka kematian. Pada awal tahun 2004 terjadi kejadian luar biasa di sebagian besar profinsi Indonesia dimana tercatat 52.013 kasus DBD yang dirawat dengan angka kematian pada 603 kasus.
Keterlibatan endotel pada infeksi virus dengue dapat menyebabkan gangguan hemostasis baik secara langsung akibat interaksi mikroorganisme dengan sel endotel maupun secara tidak langsung melalui ekspresi TF pada permukaan sel endotel yang diperantarai oleh pelepasan sitokin.
Penelitian van Gorp, dkk mendapatkan bahwa pada SSD yang bertahan hidup terjadi kondisi prokoagulan pada awal perjalanan penyakit dan menjadi antikoagulan pada face rekonvalesen yang ditandai dengan peningkatan kadar trombin antitrombin (TAT) pada awal perawatan dan semakin menurun sesuai perjalanan penyakit. Trombin antitrombin menunjukkan terdapatnya pembentukan trombin dan konsumsi antitrombin, Sedangkan pada pasien DBD berat yang tidak bertahan hidup tetap terjadi kondisi prokoagulan ditandai dengan kadar TAT yang tetap tinggi. Berkurangnya antikoagulan alamiah seperti ATIII, protein C, dan protein S merupakan salah satu penyebab menetapnya kondisi prokoagulan. Ekspresi antikoagulan alamiah seperti ATIII maupun protein C, protein S merupakan akibat dari terjadinya kerusakan endotel luas pada DBDISSD.
Penelitian Willis mendapatkan adanya penurunan kadar antikoagulan seperti protein C, S, dan ATIII pada pasien SSD yang sebanding dengan beratnya penyakit, demikian juga Van Gorp yang mendapatkan nilai protein C dan S yang lebih rendah pada pasien yang meninggal dibanding pasien yang hidup. Kondisi prokoagulan berupa pembentukan trombin dan penurunan antikoagulan terjadi akibat kerusakan endotel yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas vaskular. Peningkatan permeabilitas vaskular ini berhubungan dengan beratnya perembesan plasma yang dapat dinilai dari terjadinya gejala klinis syok.
Penelitian terdahulu mendapatkan pada DBD derajat II telah terjadi koagulasi intravaskular diseminata (KID) yang juga ditandai oleh penurunan kadar ATIII dan jumlah trombosit. Terjadinya penurunan ATIII pada DBD menimbulkan pertanyaan apakah penurunan ATIII hanya akibat pemakaian antitrombin mengiringi pembentukan trombin atau apakah ada faktor lain yang menyebabkan penurunan kadar ATIII seperti akibat dari pelepasan sitokin, akibat langsung dari kerusakan endotel, ataupun akibat gangguan hati yang menyertai DBD/SSD. Apabila pemakaian antitrombin sebagai penyebab utama penurunan antitrombin diduga akan terdapat hubungan yang kuat antara penurunan antitrombin dengan pembentukan trombin. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kasus yang fatal terjadi akibat menetapnya kondisi prokoagulan yang mengakibatkan terjadinya mikrotrombi pada berbagai organ tubuh dan menyebabkan kegagalan multi organ. Di lain pihak gangguan fungsi organ pada DBD dapat sebagai akibat langsung dari virus ataupun proses imunologis. Apabila didapatkan hubungan antara pembentukan trombin dengan gangguan fungsi organ yang dapat dinilai melalui skor PELOD (pediatric logistic organ dysfunction) maka diduga mikrotrombi sebagai penyebab utama gangguan fungsi organ yang terjadi."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Junghans
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan di beberapa negara yang terletak di daerah tropis maupun subtropis. Meningkatnya kejadian penyakit DBD dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor iklim. Dalam program pemberantasan penyakit DBD faktor iklim belum banyak mendapat perhatian, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan DBD yang dilakukan belum optimal.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta, untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor iklim dan kejadian DBD. Faktor iklim yang diteliti meliputi curah hujan, jumlah hari hujan, kelembaban, suhu, kecepatan angin, dan pencahayaan matahari.
Penelitian ini merupakan studi ekologi/studi korelasi populasi dengan menggunakan data sekunder selama 5 tahun (1998-2002) Data jumlah kasus DBD per minggu diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur, sedangkan data faktor-faktor iklim diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jakarta. Data iklim harian selanjutnya dikonversi menjadi data per minggu.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara curah hujan, kelembaban dan jumlah kasus DBD, hubungan yang sedang antara jumlah hari hujan, suhu, pencahayaan matahari dan jumlah kasus DBD, serta hubungan yang tidak bermakna antara kecepatan angin dan jumlah kasus DBD. Bentuk hubungan antara curah hujan, jumlah hari hujan, suhu, kecepatan angin, penyinaran matahari dan jumlah kasus DBD adalah cubic, sedangkan bentuk hubungan antara kelembaban dan jumlah kasus DBD adalah quadratic.

Relationship between Climate and Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in East Jakarta 1998-2002Dengue hemorrhagic fever (DHF) is epidemic disease in Indonesia and some countries in tropical, subtropical and temperate areas of the world. The increasing of DHF cases is caused many factors, and one of them is climate factor. This factor does not get much interested in DHF controlling programs yet, so that the intervention strategy is not optimum.
The research is conducted in East Jakarta, to know whether climate factors are related to DHF cases. The climate factor in the study is rainfall, rain days, humidity, temperature, wind velocity, and sun shine.
This study is an ecological study using secondary data for 5 years (1998-2002). The weekly DHF cases data come from East Jakarta Health Services, and the daily climate data come from Jakarta meteorological station, conversed to weekly data for 5 years in 1998 to 2002.
The study shows that there are a significant relationship between DHF cases and rainfall, rain days, relative humidity, temperature, and sunshine. There is not significant relationship between DHF cases and wind velocity. The model of relationship between climate factors and cases are cubic, except the relationship between humidity and cases is quadratic.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>