Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93042 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Windyastuti Budi Hendrarti
"ABSTRAK
Di dalam pranata masyarakat modern, acapkali muncul berbagai ragam tuntutan publik, termasuk juga tuntutan akan perluasan partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik lebih dipahami sebagai suatu proses menumbuhkembangkan kesadaran dan keterlibatan warga negara dalam aktivitas politik tanpa mengenal segregasi peran jenis kelamin.
Khususnya melihat partisipasi politik wanita, dapat dilihat dari keterlibatan wanita yang dapat duduk di lembaga-lembaga perwakilan, baik di tingkat Pusat maupun di Daerah. Namun demikian, keterlibatan politik wanita bukan dinilai dan ditentukan semata-mata oleh banyaknya wanita yang mampu duduk di lembaga perwakilan saja, akan tetapi yang lebih penting adalah sejauh manakah keaktifan, intensitas, penampilan dalam setiap kegiatan dan sikap politiknya.
Menurut pengamatan penulis, keterlibatan politik wanita di kelembagaan DPRD Tingkat I Jawa Timur dapat diklasifikasikan masih rendah. Kenyataannya, rendahnya partisipasi politik wanita lebih disebabkan oleh sistem nilai yang berlaku dan dikembangkan dalam kelembagaan DPRD yang memang tidak kondusif bagi pengembangan dan aktualisasi peran wanita secara maksimal. "
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryati
"Sejalan dengan arus liberalisasi dan kebijakan negara yang berfokus pada pembangunan, partisipasi wanita sebagai warga negara dianggap sama penting dengan partisipasi pria. Namun dalam kenyataannya, partisipasi politik wanita hanya tinggi pada saat pemilihan umum. Bentuk dan intensitas partisipasi politik yang lebih tinggi lagi, terutama di institusi politik, begitu sulit dijangkau oleh wanita. Penelitian tentang wanita anggota DPR RI periode 1999-2004 ini memiliki tujuan untuk mengetahui: 1) tingkat partisipasi politik mereka: 2) hambatan partisipasi politik mereka dan 3) hubungan antara hambatan partisipasi politik dengan tingkat partisipasi politik mereka. penelitian ini didesain sebagai suatu survai yang bersifat eksplanatori. Hambatan partisipasi politik yang memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi politik wanita, dalam penelitian ini dibatasi pada tiga hal, yaitu: 1) hambatan kultural: 21 hambatan struktural dan: 3) hambatan psikologis. Partisipasi politik sebagai variabel terikat dalan penelitian ini diukur dari: 1) frekuensi kehadiran rapat: 2) intensitas keikutsertaan dalam panitia dan badan DPR: 31 intensitas kunjungan kerja: komunikasi dengan pemilih dan 41 tingkat populasi penelitian adalah seluruh wanita anggota DPR RI periode 1999-2004 yang diangkat sejak tahun 1999 berjumlah 42 orang. Walaupun penelitian ini dirancang sebagai suatu sensus namun responden yang berhasil ditemui hanya mencapai 25 orang sehingga penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian sensus tidak lengkap. Analisis data menggunakan prosedur Korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden mengalami hambatan partisipasi politik yang sedang sebanyak 60 persen. Sekitar 72 persen zesponden semiliki tingkat partisipasi politik yang juga sedang. Dari hasil uji Korelasi Spearman tidak terlihat adanya asosiasi di antara variabel-variabel tersebut. Berdasarkan hasil secara peneltiian, teoritik pendapat yang dikemukakan oleh para ahli seperti Vicky Randall, Nadezhda Svhedova, penelitian sebelumnya Ani mengenal Sutjipto pengaruh dan temuan hambatan partisipasi politik terhadap tingkat partisipasi politik dapat dikatakan tidak selalu sejalan. Untuk itu serangkaian penyempurnaan dalam studi sejenis perlu dilakukan. Hal penting yang disarankan bagi studi di masa depan adalah penggunaan konsep partisipasi politik bagi elit politik sehingga dapat digunakan variabel-variabel yang lebih sesuai dan penggunaan multi teknik pengumpulan data.

In line with the current of liberalization and state policies that focus on development, women's participation as citizens is considered as important as men's participation. However, in reality, women's political participation is only high during general elections. Higher forms and intensity of political participation, especially in political institutions, are very difficult for women to reach. This research on women members of the DPR RI for the period 1999-2004 aims to determine: 1) their level of political participation: 2) barriers to their political participation and 3) the relationship between barriers to political participation with their level of political participation. This research was designed as an explanatory survey. Barriers to political participation that have an influence on the level of women's political participation, in this study are limited to three things, namely: 1) cultural barriers: 21 structural barriers and: 3) psychological barriers. Political participation as a dependent variable in this research is measured from: 1) frequency of meeting attendance: 2) intensity of participation in DPR committees and bodies: 31 intensity of working visits: communication with voters and 41 levels. The research population is all female members of the DPR RI for the 1999-2004 period who were appointed since 1999 totaling 42 people. Even though this research was designed as a census, only 25 respondents were found, so this research can be categorized as incomplete census research. Data analysis used the Spearman Correlation procedure. The research results showed that the majority of respondents experienced moderate obstacles to political participation, amounting to 60 percent. Around 72 percent of respondents have a moderate level of political participation. from the test results Spearman's correlation does not show any association between these variables. Based on research results, theoretical opinions expressed by experts such as Vicky Randall, Nadezhda Svhedova, Ani's previous research regarding Sutjipto, the influence and findings of barriers to political participation on the level of political participation can be said to not always be in line. For this reason, a series of improvements in similar studies need to be carried out. An important thing that is recommended for future studies is the use of the concept of political participation for political elites so that more appropriate variables can be used and multiple data collection techniques can be used."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5744
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utang Suwaryo
"Umat Islam Indonesia pada umumnya tengah mengalami perubahan (transformasi), khususnya NU sebagai organisasi keagamaan Islam. (jami'yah diniyah islamiyah) yang anggotanya cukup banyak, mencapai sekitar 15 juta dan cabang-cabangnya tersebar luas di seluruh Nusantara. Perubahan ini disebabkan oleh perubahan situasi dan kondisi yang ada, sehingga NU ditantang harus mampu merubah format lamanya dalam memandang kehidupan politik dengan format baru, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan konstelasi yang ada yang akan menjamin keberadaan NU itu sendiri. Dengan demikian, maka akan timbul kemungkinan adanya kebudayaan. politik baru pada kalangan warga NU baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Sepanjang kehidupannya dari mulai dilahirkan yaitu pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H) di Surabaya Jawa Timur oleh Hadratus Syeikh Hasyim Asya'ri dan KH Abdul.Wahab Hasbullah sampai sekarang NU mengalami pasang surut dalam kehidupan politik, partisipasi mereka dalam politik berubah-ubah, sesuai dengan pernbahan pandangan mereka dalam menanggapi kehidupan politik. NU didirikan bermula sebagai organisasi sosial non politik, non kooperasi yang ketat dengan Pemerintah Kolonial Belanda dan sebagai jawaban atau reaksi dari kalangan ulama Ahlus Sunnah wal Jamaa'h terhadap gerakan pembaharuan Islam yang tumbuh di Saudi Arabia yang menamakan dirinya Wahabi yang selanjutnya menjalar ke Indonesia melalui Muhamadiyah, Al Irsyad dan Persis.
Kemudian pada tahun 1942-1945 NU dipaksa untuk bekerja sama dengan Pemerintah Jepang melalul wadah MIAI (Majlis Islam A'la Indonesia) yang merupakan satu-satunya badan yang menghimpun aspirasi umat Islam di Indonesia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, agama dan kelaskaran (bersenjata). Setelah tahun 1945 MIAI berubah menjadi Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) dimana NU dalam Masyumi ini memperoleh status keanggotaan istimewa. Aspirasi politik NU seluruhnya diwakilkan melalui Masyumi.
Karena dalam tubuh Masyumi terjadi keretakan, maka NU keluar dari Masyumi dan pada tahun 1952 NU berdiri sendiri sebagai partai politik dan secara langsung bebas berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan atas nama sendiri sampai tahun 1973. NU menyusun program perjuangan sendiri yaitu ingin menegakkan syaria't Islam secara konsekuwen. NU berusaha mewujudkan suatu negara kesatuan berdasarkan Islam yang menjamin dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan memeluk agama, dan kebebasan mempunyai serta mengembangkan pikiran dan paham yang tidak merugikan. Haluan perjuangan NU adalah perdamaian, bentuk negara yang diinginkan adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Sadariah
"Tesis ini mengangkat masalah maraknya kasus unjuk rasa para pekerja pabrik di kawasan industri Tangerang. Pembahasan aksi unjuk rasa para pekerja pabrik tersebut di analisa dengan pendekatan ilmu Politik. Melalui metode kwantitatif, penelitian ini mencoba mengukur tingkat pengetahuan dan kesadaran para pekerja pabrik dengan menggunakan konsep Budaya Politik dari Rossenbaum dan Partisipasi Politik dari Sammuel Huntington.
Permasalahan yang diangkat adakah seberapa tinggi tingkat pengetahuan dan kesadaran politik (Budaya Politik) para pekerja pabrik khususnya yang berkaitan dengan kepentingan mereka sebagai pekerja; seberapa tinggi tingkat partisipasi politik pekerja khususnya dalam kasus unjuk rasa; adakah hubungan antara tingkat Budaya Politik dengan tingkat Partisipasi Politik tersebut.
Dari hail penelitian di lapangan maka dapat diketahui ternyata pengetahuan dan kesadaran para pekerja pabrik yang terlibat aktif dalam aksi unjuk rasa di lingkungan pabrik ditempat mereka bekerja ternyata adalah para pekerja yang memiliki tingkat pengetahuan dan keaadaran politik yang tinggi dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pekerja pabrik.
Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah para pekerja yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam arti mereka terlibat dalam rangkaian aksi unjuk rasa dari mulai menyebarkan issue, mengajak dan menghimbau sesama rekan pekerja, mengadakan rapat pertemuan; memberi bantuan dana maupun pemikiran, sampai pada aksi unjuk rasa itu sendiri. Mereka yang aktif tersebut diikuti dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran politik yang tinggi dalam hal yang berkaitan dengan kepentingan pekerja seperti pahamnya mereka mengenai besarnya tingkat upah dan berbagai insentif lainnya, Cara menyalurkan aspirasi mereka termasuk menempuh cara nonkonvensional ketika mereka mengalami jalan buntu dalam menempuh jalur formal.
Dari pengujian statistik diketahui terdapat hubungan yang kuat den signifikan antara tingkat Budaya Politik dengan tingkat Partisipasi Politik sebesar 0,99. Hal ini bermakna semakin tinggi tingkat Budaya Politik maka semakin tinggi pula tingkat Partisipasi Politiknya. Atau semakin baik kesadaran dan pengetahuan pekerja pabrik mengenai hakhaknya maka semakin aktif mereka dalam menuntut hak-hak baik dengan cara konvensional maupun non konvensional. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research is intended to answer the following research questions: 1) What the motivation of women in the management of a political party; 2) how the positiomn, role and contribution of women in the management of a politicl party and 3) what the weakness and excess of the women involvement in political party management. sampling included Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) and Partai Keadilan Sejahtera (PKS) . This research showed that women who hold some power in the structure influence by the extend they hold position and role involved who hold some authority in management structure of PDI as well as PKS , actively involved in party activity. women contribution who hold some power in the structure influence by the extend they hold position and role. The excess of the women involvement in management were expressed in terms of in patience, accuracy, spirit and wisdom. The weakness of there involvement in management may be influence by internal and external factors."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amurwani Dwi Lestariningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi peristiwa yang dialami oleh para tahanan politik wanita di Kamp Pelantungan dan menjelaskan kehidupan para tahananan politik selama di dalam kamp serta hubungannya dengan masyarakat sekitarnya. Setelah peristiwa 30 September 1965. Orang-orang yang beraliran komunis ditangkap dan penjarakan. Beberapa wanita yang ikut dalam organisasi yang berideologi komunis ditahan. Mereka kemudian digolongkan menurut tingkat keterlibatannya. Para tahanan politik wanita dianggap terlibat, akan tetapi tidak mempunyai bukti yang kuat digolongkan sebagai tahanan politik golongan B. Sejak itu kehidupan mereka mulai berubah. Mereka harus menjalani pemeriksaan, serta dipisahkan dari keluarganya. Di tahan dari satu kamp ke kamp yang lainnya. Mereka disiksa baik secara fisik maupun psikologis.
Pada tahun 1971, pemerintah mereedukasi para tapol wanita golongan B di Pelantungan, sebelum mereka dikembalikan ke dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan para tapol wanita di Pelantungan tampaknya tidak jauh berbeda dengan perlakuan yang sarat dengan tindak kekerasan yang berupa penyiksaan mental maupun fisik. Penyiksaan dan pelecehan seksual dialami oleh para tapol wanita. Beberapa orang tapol bahkan mengalami kehamilan. Selama di dalam kamp para tapol direedukasi agar menjadi manusia yang berideologi Pancasila dan meninggalkan ideologi komunis, melalui berbagai kegiatan.
Berkaitan dengan masalah itu beberapa pertanyaan yang muncul kemudian adalah; Mengapa Pelantungan dipilih sebagai tempat rehabilitasi para tapol wanita? Siapa sajakah yang dijadikan tapol wanita? Bagaimanakan aktifitas para tapol wanita selama di kamp? Bagaimana para mantan tapol wanita menjalani kehidupan setelah bebas dari kamp tahanan politik di Pelantungan? Seberapa jauh upaya reedukasi ideology mampu mengubah ideologi tapol?
Untuk menjawab penelitian ini digunakan metode sejarah lisan. Hal ini berkaitan dengan kesulitan dalam mencari sumber-sumber tertulis yang mengungkapkan tentang kehidupan para tapol selama di Kamp. Pelantungan.
Dari metode ini dapat diperoleh jawaban, bahwa pemilihan Pelantungan sebagai kamp reedukasi para tapol wanita berkaitan dengan status pemilikan tanah, yaitu tanah milik militer sejak masa Hindia Belanda. Disamping tempat yang terisolir jauh dari jangkauan masyarakat luas. Beberapa dari penghuni kamp adalah para tokoh politik wanita dan aktifis organisasi wanita onderbouw PKI, meskipun terdapat kesalahan penangkapan terhadap beberapa gadis muda yang tidak terlibat dalam organisasi yang berideologi komunis. Selama di kamp para tapol menjalani rehabilitasi mental, pendidikan/penerangan agama, kesehatan, hiburan, olah raga, latihan kerja dan kerajinan. Setelah menjalani reedukasi selama di kamp program itu telah berhasil mematikan identitas mematikan identitas diri para tapol wanna. Setelah keluar dari kamp para tapol cenderung menyembunyikan identitas dirinya Mereka kemudian membuat suatu kelompok berupa paguyupan "Pakorba Pelantungan" yang diisi dengan kegiatan arisan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurludfah
"Aspek-aspek yang menjadi sorotan dalam sebuah komitmen partai adalah (1) Bagaimana visi dan misi partai diinternalisasikan, (2) Bagaimana program-program partai mendorong partisipasi perempuan, (3) Bagaimana kaderisasi meningkatkan kualitas keterwakilan, (4) Bagaimana pola rekrutmen, (5) Bagaimana keterserapan perempuan dalam jabatan struktual partai. Selama ini kelima hal tersebut diduga menjadi penghambat partisipasi dan keberperanan dalam partai politik.
Meskipun jumlah populasi penduduk perempuan adalah mayoritas namun partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam parlemen belum memenuhi kuota yang diharapkan keterlibatan anggota perempuan pada forum-forum permusyawaratan serta penempatan perempuan pada posisi jabatan partai mengalami banyak hambatan terutama faktor budaya organisasi serta kultur sumber daya perempuan itu sendiri, akan tetapi perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan gender dijumpai terus berkembang baik secara kuantitas keanggotaan parlemen maupun secara kualitas keberperanannya yaitu ikut menentukan kebijakan-kebijakan politik. Persepsi kelompok perempuan yang selama ini termarginalkan mulai terkikis oleh komunikasi politik yang semakin terbuka demikian pula meskipun sangat terbatas pengembangan, pemberdayaan, dan kaderisasi anggota parlemen perempuan.
Agar partai politik dapat memenuhi keterwakilan 30% tersebut perlu membangun kaderisasi dan kemitraan stratejik dengan aktivis perempuan diberbagai lintas organisasi baik parpol, ormas, dan LSM serta lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapasitas secara berkelanjutan.

Aspects that become the spotlight in a party commitment are (1) How internalized party vision and mission, (2) how the party's programs encourage women's participation, (3) how to improve the quality of cadre recruitment representation, (4) how the pattern of recruitment, (5) How keterserapan women in the Office of structural party. During these five things are thought to be a barrier to participation and function in political parties.
Although the number of female population are the majority but the participation and representation of women in Parliament has not met the expected quota for women members involvement in consultative forums as well as the placement of women in positions of the party although women participation experienced many obstacles especially factors organizational culture as well as cultural resources women itselfbut the struggle to obtain gender equality found growing both in quantity and quality of membership of Parliament in its role of taking decisive political policies. Perceptions of women's groups that had been marginalized eroded by an increasingly open political communication as well although very limited development, empowerment, and the regeneration of women parliaments.
In order to, political parties meet the 30% representation of the need to build strategic partnerships with cadres and activists across various organizations both political parties, organizations, and NGO?s and educational institutions to increase capacity on an ongoing basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"ABSTRAK
Pembangunan politik merupakan bagian daripada pembangunan nasional. Pembangunan Nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan, dengan senantiasa harus merupakan perwujudan Wawasan Nusantara serta memperkukuh Ketahanan Nasional, yang diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan diselaraskan dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, sesuai dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.
Pembangunan Nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tentram dan rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat. Pembangunan Nasional menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, yaitu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Selama Orde Baru berkuasa, pemerintah telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 6 kali mulai dari tahun:1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada pemilu yang berlangsung secara berkala tersebut masingmasing organisasi politik peserta pemilu memperoleh dukungan pemilih yang bervariasi. Dukungan yang bervariasi itu tidak hanya karena pemilu itu diikuti
banyak partai, tetapi juga karena masing-masing organisasi politik mempunyai pendukung yang bermacammacam. masyarakat Indonesia yang majemuk dari segi sosial, budaya, ekonomi dan agama, menyebabkan anggotaanggota dapat menyampaikan aspirasi politiknya secara LUBER, JURDIL atau tidak sama sekali.
Kegiatan memilih pada Pemilihan Umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat dalam hal penyaluran aspirasinya, yaitu melalui memilih atau tidak memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga legislatif.

"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T17717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Rahayu
"Tasawuf dan politik cenderung dianggap sebagai konsep yang saling bertolak belakang. Tasawuf politik merupakan istilah yang menunjukkan sinergitas antara tasawuf dan politik, dimana politik dapat mencapai tujuan idealnya dengan menerapkan nilai-nilai tasawuf. Dalam karya ilmiah ini, hubungan antara tasawuf dan politik diteliti pada komunitas tasawuf perkotaan, yaitu komunitas Kenduri Cinta dan hubungannya dengan partisipasi politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi politik dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner dengan teknik purposive sampling. Selain kategori demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap partisipasi politik, terdapat variabel bebas yang diuji antara lain Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Situasi dan Lingkungan Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif untuk mengetahui hubungan antar variabel dan metode inferensial untuk mengetahui pengaruh variabel, baik secara parsial maupun global. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta cenderung rendah. Berdasarkan hasil uji global, semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Sementara pada hasil uji regresi, variabel Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik berpengaruh secara positif terhadap tingkat partisipasi politik. Namun, variabel Motivasi Politik berpengaruh secara negatif, sehingga semakin meningkat motivasi politik, maka semakin menurun tingkat partisipasi politiknya. Penelitian ini dapat disempurnakan dengan menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh informasi yang lebih detail dan mendalam terkait kecenderungan tingkat partisipasi politik yang rendah pada jamaah Kenduri Cinta.

Sufism and politics tend to be considered as contradictory concepts. Political Sufism is a term that shows the synergy between Sufism and politics, where politics can achieve its ideal goals by applying the values of Sufism. In this study, the relationship between Sufism and politics is examined in an urban Sufism community, namely the Kenduri Cinta community and its relationship with political participation. The aim of this research is to determine the level of political participation and analyze the factors that influence the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. The method used in this research is a quantitative method by distributing questionnaires with a purposive sampling technique. Apart from the demographic categories which include age, gender, education level, and economic level which will be analyzed how the impact toward political participation, other independent variables also had been tested including Political Concern, Political Motivation, Political Situation and Environment, Political Education and Political Orientation. Data analysis was carried out using descriptive methods to determine the relationship between variables and inferential methods to determine the influence of variables, both partially and globally. The results show that the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation tends to be low. Based on the results of the global test, all independent variables together have an impact toward the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. Meanwhile, in the regression test results, Political Concern, Political Motivation, Political Education and Political Orientation have a positive effect on the level of political participation. However, the Political Motivation variable has a negative impact, so that the more political motivation increases, the lower the level of political participation. This research can be refined by using qualitative methods to obtain more detailed and in-depth information regarding the tendency for low levels of political participation among the Kenduri Cinta congregation."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huntington, Samuel P.
Jakarta: Rineka Cipta, 1994
320 HUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>