Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227105 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Damsar
"ABSTRAK
Pembangunan yang dilaksanakan pada masa semenjak 1965 telah merubah infrastruktur material dan struktur sosial yang ada sebelumnya. Keadaan ini akan memberi dampak terhadap seluruh aktifitas kehidupan masyarakat, termasuk pola pembagian kerja secara seksual. Pertanyaan penelitian ini adalah mengapa terjadi perubahan pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab sebelumnya a. Perubahan apa yang terjadi pada pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? b. Bagaimana sebab-sebab muncul pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? c. Perubahan infrastruktur material dan struktur sosial apa yang telah terjadi selama proses pembangunan? Serta reaksi simbolik masyarakat terhadap perubahan infrastruktur material dan struktur sosial tersebut? dan apa dampaknya terhadap pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat?
Penelitian ini dilakukan di Desa Galo Gandang Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Pengumpulan data primer dan sekunder secara intensif dilakukan pada akhir Februari sampai Juni 1992. Fokus waktu yang dilihat adalah masa Orde Baru dan memperbandingkannya dengan masa sebelum Orde Baru, ini dilakukan untuk memahami suatu proses perubahan. Dalam melakukan penelitian, pertama kali dilakukan sensus terhadap seluruh rumahtangga yang ada di Galo Gandang selanjutnya dilakukan wawancara mendalam terhadap sejumlah informan kunci.
Hasil penelitian ini berkesimpulan bahwa pembangunan adalah proses perubahan sosial yang direncanakan untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Ini berarti pembangunan, bagi pelaksananya, merupakan hasil interpretasi terhadap kenyataan yang ada. Pembangunan dilakukan karena ada sesuatu hal yang problematis. Hal yang problematis ini diinterpretasikan dan dicari jalan keluarnya. Pencarian jalan keluar, dengan melakukan suatu pembangunan, merupakan suatu usaha untuk mengintegrasikan hal yang problematis ke dalam hal yang non problematis.
Pembangunan yang dilaksanakan di Galo Gandang telah menyebabkan perubahan atau pergeseran pada sebagian infrastruktur material dan struktur sosial yang ada sebelumnya. Faktor-faktor infrastruktur material dan struktur sosial serta perubahan yang terjadi didalanya dan faktor super struktur budaya merupakan faktor yang bermain dalam proses interpretasi para aktor terhadap hal yang problematis dalam pembagian kerja secara seksual.
Proses interpretasi dilakukan lewat interaksi dan konversasi, para aktor mengeksternalisasikan diri dalam bentuk tindakan. Seiring dengan perjalanan waktu, tindakan tersebut mengalami pembiasaan dan berlanjut menjadi institusi bila terjadi tipifikasi dari tindakan pembiasaan yang dilakukan secara bersama, seperti yang terjadi pada pembagian kerja secara seksual dalam pekerjaan membuat genteng dan batu bata pada masa pembentukannya. Namun, tidak semua habitualuisasi berlanjut pada institusi, masuknya pria dalam penyediaan bahan baku berupa pasir pada pekerjaan membuat gerabah misalnya. Institusi berupa pola pembagian kerja secara seksual, seperti pria membuat batu bata wanita membuat genteng, merupakan sesuatu yang bersifat umum, eksternal, dan coersive.
Melalui proses sosialisasi, pembagian kerja secara seksual, seperti pria membuat batu bata wanita membuat genteng, dialami sebagai data subyektif dalam kesadaran aktor yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, terlihat bahwa pembagian kerja secara seksual dikonstruksi secara sosial.
Ada beberapa perubahan pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat di Galo Gandang. Dalam industri gerabah terjadi dua perubahan yang berhubungan dengan pembagian kerja secara seksual yaitu masuknya pria dalam kegiatan pemasaran dan kegiatan penyediaan bahan baku gerabah, sebelumnya hanya dilakukan wanita. Sementara itu, perubahan yang berhubungan dengan pembagian kerja secara seksual dalam industri batu bata adalah masuknya wanita dalam kegiatan membuat batu bata, semula hanya dilakukan pria.
Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa tautan hubungan antara patron dan klien dimotivasi oleh klien yaitu sebanyak 3 (75%) dari 4 kasus, sisanya dimotivasi oleh patron. Juga ditemukan bahwa perekrutan pekerja didasarkan atas saling kenal.
Penelitian ini merekomendasikan bahwa perlu dipertimbangkan variabel hubungan anak-bapak angkat dalam pemilihan lokasi penelitian. Temuan penelitian akan lebih kaya dan menarik apabila dilakukan di dua lokasi yang berbeda tetapi masih dalam konteks budaya yang sama. Dan akan lebih menarik, apabila dilakukan kajian lintas budaya. Di samping itu, metode penelitian ini dapat juga dipergunakan dalam penelitian yang lain."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmariza
"Meskipun secara hukum perempuan dan laki-laki dijamin mempunyai hak yang sama dalam pendidikan seperti tertulis di dalam pasal 31 UUD 1945, pasal 5,6 dan 7 Undang - Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang - Undang nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, tetapi dalam kenyataan pendidikan perempuan Indonesia masih tertinggal dari laki-laki baik dilihat dari tingkatannya maupun bidang ilmu yang ditekuni.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ketertinggalan perempuan dalam pendidikan lebih banyak disebabkan oleh faktor nilai budaya yang bias jender yang disosialisasikan di dalam keluarga, sekolah, masyarakat, maupun media massa. Beberapa Penelitian menemukan bahwa keluarga mengutamakan pendidikan (yang lebih tinggi) bagi anak laki-laki, karena anak laki-laki diharapkan dapat mendukung orang tua secara ekonomi pada masa tua. Sedangkan keengganan orang tua untuk "menanamkan modal" untuk pendidikan anak perempuan, disebabkan adanya anggapan bahwa orang tua tidak dapat menikmati investasi yang ditanam karena anak perempuan setelah menikah akan meninggalkan rumah orang tua mereka untuk mengabdi kepada keluarga suami (Budiati, 1991; Johnson, 1992). Hal tersebut bertolak belakang dengan kenyataan yang dihadapi oleh anak perempuan dalam masyarakat Minangkabau, di mana anak perempuan sangat diharapkan di dalam keluarga untuk mendukung orang tua pada masa tua. Sedangkan anak laki-laki setelah menikah akan meningggalkan rumah orang tua untuk bertanggungjawab terhadap istri dan anak-anaknya (Miko,1996). Namun demikian, dibandingkan dengan anak laki-laki, pendidikan anak perempuannya masih lebih rendah terutama pada tingkatan sekolah menengah ke atas.
Hal tersebut mendorong penulis untuk mengetahui dan memahami lebih dalam bagaimana persoalan yang dihadapi anak perempuan Minangkabau berkaitan dengan pendidikannya. Mengingat perubahan sosial yang terjadi telah mengakibatkan berkurangnya (hilangnya) faktor-faktor sosial budaya yang mendukung status dan kedudukan perempuan Minangkabau dewasa ini.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data yang utama. Sebagai pendukung digunakan teknik observasi, dan studi pustaka dan studi dokumen. Penelitian dilakukan di desa Singgalang Kecamatan X Koto Propinsi Sumatera Barat. Subyek penelitian adalah anak perempuan dengan status pendidikan yang berbeda, yaitu: Putus Sekolah, SMP, SMEA, SMA, dan Pesantren Putri. Di camping itu, wawancara juga dilakukan dengan kedua orang tua responder, saudara laki-laki, mamak, tokoh masyarakat (Ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai), dan Pejabat Kandepdikbud Kecamatan X Koto.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari hubungan kekerabatan mamak-kemenakan suku-salko, induak bako-anak pisang, dan andan pasumandan, maka status dan kedudukan anak perempuan menjadi lemah, kerena hubungan kekerabatan ini di desa penelitian sudah renggang. Anak perempuan tidak lagi dapat mengharapkan dukungan dari mamaknya, karena sudah teijadi pergeseran peran mamak di dalam masyarakat Minangkabau.
Selanjutnya bila dilihat dari hubungan kekuasaan di dalam keluarga, kedudukan perempuan (anak perempuan) juga semakin lemah. Pergeseran peran mamak, semakin berkurangnya harta pusaka yang semula menjadi andalan ekonomi dan kemandirian perempuan, serta pola keluarga inti semakin memperkokoh kedudukan suami (sumando) di dalam keluarga. Ditemukan bahwa ayah/suami merupakan pengambil keputusan utama terhadap persoalan persoalan di dalam keluarga termasuk terhadap anak perempuan Di samping ayah, anak laki-laki merupakan orang yang berkuasa terhadap anak perempuan, sedangkan Ibu nampak kurang mempunyai kekuasaan di dalam keluarga, karena hampir semua keputusan di dalam keluarga diputuskan oleh ayah.
Bila dilihat dari pembagian kerja di dalam keluarga, perempuan (anak perempuan) adalah orang yang bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaan rumah tangga (kerja reproduktif). Tidak terlibatnya laki-laki dalam pekerjaan ini karena dalam masyarakat Minangkabau ada hambatan budaya tentang yang pantas dan tidak pantas dikerjakan oleh laki-laki Minang apalagi bila ia menjadi Sumando atau penghulu kaum, ketidakpantasan mengerjakan pekerjaan rumah menjadi semakin kuat. Sosialisasi peran reproduktif ini sangat ditekankan kepada anak perempuan, sehingga tidak jarang hal ini berdampak buruk terhadap pendidikan anak perempuan.
Mengenai pendidikan anak perempuan di dalam keluarga, pada umumnya anak perempuan tidak merasakan adanya diskriminasi dalam pendidikan, namun mereka merasakan adanya perbedaan penilaian terhadap anak perempuan yang bersekolah dengan anak laki-laki yang bersekolah, karena perbedaan tujuan menyekolahkan anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan cenderung memilih sekolah yang sesuai dengan jendernya, serta ada kecenderungan anak perempuan terkungkung dengan stereotip jender dalam memandang pendidikan. Ayah, dan saudara laki-laki mempunyai peran yang besar dalam pendidikan anak perempuan karena mereka mempunyai wawasan yang luas, tetapi tidak demikian dengan ibu mereka. Keadaan ini tidak terlepas dari faktor "merantau" yang merupakan sesuau yang khas bagi laki-laki Minang.
Beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam pendidikan anak perempuan didesa penelitian di antaranya adalah: Adanya sikap subinisif anak perempuan terhadap hal-hal yang selama ini di dominasi oleh laki-laki seperti ilmu pasti dan teknik, tradisi kawin muda dan stigma gadih gadang indak balaki, beban pekerjaan rumah tangga yang sepenuhnya dibebankan kepada anak perempuan, rendahnya motivasi dan kesadaran anak perempuan dan orang tua akan manfaat pendidikan bagi anak perempuan, tradisi merantau yang khas bagi laki-laki, kebijakan pendidikan yang belum sepenuhnya sensitif jender, sistem NEM dan rayonisasi, serta kondisi pendidikan penduduk desa Singgalang yang masih relatif rendah."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984
738.3 KER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1984
666.44 KER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hakimullah Arif Iskandar
"Arsitektur vernakular merupakan wujud arsitektur lokal suatu masyarakat tertentu yang menjadi cerminan dari nilai-nilai budaya masyarakat tersebut. Rumah gadang dan surau merupakan dua bangunan utama arsitektur vernakular dalam masyarakat Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, perempuan memiliki peran yang lebih besar dalam pandangan adat. Nilai-nilai budaya matrilineal ini sangat terasa dalam bangunan rumah gadang. Rumah gadang dimiliki oleh perempuan, sehingga anak laki-laki dipersiapkan untuk merantau meninggalkan kampung halamannya. Surau inilah yang menjadi pusat dari kegiatan anak laki-laki Minangkabau. Surau tidak hanya di gunakan sebagai tempat ibadah, namun juga digunakan sebagai tempat pendidikan ilmu agama dan adat yang menjadi bekal merantau. Besarnya peranannya dalam masyarakat inilah yang menjadikan surau sebagai salah satu citra arsitektur vernakular masyarakat Minangkabau yang kaya dengan nilai-nilai budaya.

Vernacular architecture is a form of existing architecture for the society group that becomes a reflection of the cultural values of the society. Rumah gadang and surau are the two main buildings of vernacular architecture in Minangkabau society. In the matrilineal system of Minangkabau, women have a greater role in customary views. These matrilineal cultural values are deeply felt in the Rumah Gadang. Rumah Gadang is owned by the women, so the boys are prepared to wander away from his hometown. Surau is the center of the whole activities of the Minangkabau boys. Surau is not only used as a place of worship, but also used as a place of religious and custom education that became the provision in wandering away tradition. Because its role in the society makes the surau as one image of vernacular architecture of Minangkabau society that is rich in custom values of Minangkabau."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfitrah Yuda
"Pelayanan antenatal merupakan salah satu intervensi kesehatan yang efektif untuk menurunkan angka kematian ibu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal di Kabupaten Tanah Datar tahun 2010 dengan melihat selisih cakupan antara K1 dan K4. Dengan desain penelitian cross sectional dan metode penelitianya kuantitatif, dilaksanakan pada bulan Februari-April 2011. Besar sampel, seluruh bidan di desa dan di pustu sebanyak 220, yang bisa digunakan datanya 170 responden dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Hasilnya ditemukan 47,6% bidan di desa memiliki kualitas kerja baik dan 52,4 % bidan di desa memiliki kualitas kerja kurang.
Hasil analisis uji statistik dengan chi square menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kualitas kerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal adalah sekolah asal, pengalaman pelayanan ANC, lama kerja, status kepegawaian, motivasi yang diperkuat oleh kebutuhan fisiologi dan rasa aman, sedangkan yang tidak berhubungan adalah pendidikan, pengetahuan, pelatihan, status perkawinan, supervisi, kelengkapan alat, klasifikasi desa dan imbalan dengan kualitas kerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal. Perlu diberikan pelatihan khusus bagi bidan yang akan di tempatkan di desa guna peningkatan pengetahuan dan keterampilan khususnya pelayanan natenatal dan pertolongan persalinan normal agar mempunyai bekal yang cukup untuk di turunkan dilapangan.

Antenatal care is one of effective health interventions to reduce maternal mortality. The purpose of this study was to determine the factors that affect the quality of work in the village midwives in antenatal care in Tanah Datar to see the difference in coverage between K1 and K4. With cross-sectional study design and quantitative methods penelitianya, conducted in February-April 2011. Large samples, the whole village midwives in health centers and as many as 220, which can use the data 170 respondents using a questionnaire as a research tool.
The results found 52.4% of midwives in the villages have been working less quality and 47.6% of midwives in the village has a good quality of work. The results of statistical analysis with chi square test showed a significant relationship with quality work in the village midwives in antenatal care is the school of origin, the ANC service experience, length of employment, employment status, motivation is reinforced by the physiological needs and security, while unrelated to education, knowledge, training, marital status, supervision, equipment is completed, the classification of the village and returned with the quality of work in the village midwives in antenatal care. Need to be given special training for midwives will be in place in the village in order to improve knowledge and skills in providing specialized assistance services natenatal and normal in order to have enough stock to be upgraded in the field.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermayulis
"Penelitian ini bersifat yuridis empiris, yang dilakasanakan pada masyarakat yang bermukin di daerah ,thak Mvi Tigo, Propinsi Sumatera Barat. Masalah yang dikaji tentang: Perkembangan hubungan kekerabatan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat matrilineal Minang dipandang dari pengamaan tanah komunal dalam hal ini adalah hak ulayat sebagai salah satu "media" pengikatnya; Dinamika perubahan penguasaan tanah komunal (tanah ulayat) menjadi tanah milik pribadi (perorangan) dalam masyarakat hukum adat matrilineal Minangkabau; Pengaruh pemilikan pribadi atas tanah terhadap perubahan hubungan kekerabatan; Pengaruh perubahan hubungan kekerabatan terhadap sistem kekerabatan dalam masyarakat hukum adat matrilineal.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa keterikatan masyarakat hukum adat Minangkabau terhadap tanah telah munyebabkan timbulnya pola migrasi yang berorientasi ke kampung, dalam arti selalu memelihara hubungan dengan kampung. Hubumgan rantau - kampung ini terbina dengan pola pewarisan, yang memungkinkan saling mewarisi tanah yang mereka dapat dan dapatkan dari hasil harta pencaharian. Di dalam perkembangannya, hubungan rantau- kampung dalam saling mewarisi mulai memudar, kalaupun masih ditemukan saling mewarisi, maka pola demikian terjadi di lingkungan yang terbatas pada keluarga inti yaitu terdiri dari mamak ibu - anak (kemenakan).
Semakin terpusatnya penguasaan dan pewarisan tanah kepada keluarga inti, dan diterimanya nilai dan norma pemilikan individu di tengah masyarakat, menyebabkan semakin lemahnya ikatan keluarga luas (extended family), yang ditunjukkan oleh semakin intensif dan penguasaan tanah oleh keluarga inti, adanya upaya untuk selalu mempertahankan agar tanah tetap berada pada keluarga inti. Perubahan pola penguasaan tanah ini semakin jelas dengan sertifikasi tanah yang menunjuk meta seseorang dam llama mamak kepala wrzris sebagai wakil dari anggota kerabat matrilinealnya Penguasaan tanah ulayat sebagai tanah milik komunal (bersama) yang sudah terfokus kepada penguasaan keluarga inti, telah melatarbelakangi pendapat para praktisi (khususnya BPN dan Departemen Kehutanan pada masa era Orde Baru) yang menyatakan tanah ulayat sudah tidak ada Pendapat tersebut telah mewarnai berbagai kebijakan yang berkaitan dengan tanah (khususnya tanah ulayat), sehingga kebijakan yang diambil menunjukkan tidak adanya sinkronisasi di dalam pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat yang telah diamanatkan oleh Pasal 3 UUPA.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan tidak adanya sinkronisasi vertikal maxima horizontal. Tidak adanya sinkronisasi vertikal terlihat dan ketentuan tentang pendaftaran tanah yang tidak memungkinkan pengakuan hak masyarakat hukum adat yang diatur dengan Pasal 3 UUPA dengan bentuk-bentuk hak yang diatur di dalam Pasal 16 UUPA, kompersi hak-hak atas tanah, dan penghapusan lembaga gadai sebagai lembaga yang dianggap menyengsarakan rakyat. Tidak adanya sinkronisasi horizontal terlihat dari tidak adanya keterkaitan antara Pasal 3 UUPA dengan ketentuan Pasal 2 UUPK tentang jenis jenis hak atas tanah hutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
D99
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>