Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87820 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Husni Mawardi
"Tesis ini menganalisa tentang keputusan pemerintah Indonesia yang pada akhirnya mengeluarkan Tata Niaga Impor Gula. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Indonesia sebagai setelah berjalannya liberalisasi pertanian berupa AoA WTO selama beberapa waktu dan ternyata tidak berdampak baik bagi perkembangan industri gula domestik Indonesia.
Berakhirnya Perang Dingin pada akhir tahun 1980-an telah mendorong terjadinya perubahan dalam konstalasi hubungan internasional dan terciptanya suatu tatanan dunia baru (new world order). Isu geo-politik dan keamanan yang selama ini mendominasi interaksi global secara perlahan beralih ke isu geoekonomi. Karena itu era pasca Perang Dingin lebih banyak diwamai oleh peningkatan kerjasama internasional terutama dalam bidang ekonomi. Bila pada era Perang Dingin perspektif dominannya adalah `division', kini beralih menjadi `integration'.
Dalam konteks ekonomi, integrasi merupakan upaya untuk menyatukan potensi ekonomi dari berbagai negara dengan tujuan yang lama, yaitu mencapai kesejahteraan. Kerjasama ekonomi ini terinstitusionalisasikan melalui beberapa lembaga, baik yang bersifat internasional maupun regional. Peningkatan kerjasama ekonomi internasional misalnya ditandai dengan perundingan yang diselenggarakan secara berkelanjutan untuk menyempurnakan sistem perdagangan dunia. Putaran Kenedy, Putaran Tokyo, dan Putaran Uruguai menupakan upaya untuk melakukan moderasi sistem perdagangan dunia menjadi lebih terbuka.
Dengan demikian, semangat internasionalisme baru akan membuka jalan untuk menumbuhkan suatu sistem ekonomi global untuk kepentingan dunia. Pembentukan lembaga - lembaga multirateral, seperti World Bank, IMF, dan WTO, berupaya untuk mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional dan arus modal.
Keberadaan badan - badan keuangan tersebut ternyata mejadi alat tunggangan negara - negara maju untuk mensukseskan kepentingan mereka. Seperti yang dilakukan terhadap WTO, yang diharapkan dapat menjadi jembatan untuk masuknya komoditas dan barang produksi mereka ke negara - negara lain dengan tanpa kesulitan, terutama negara - negara berkembang. Salah satu komoditastersebut adalah gula. Dengan alasan liberalisasi pertanian sebagai wujud datangnya masa perdagangan bebas, WTO akhimya mengeluarkan AoA yang mengatur tentang bebas masuknya beberapa komoditas luar negeri. Hal ini ternyata merugikan negara - negara berkembang karena kesempatan bebas masuknya komoditas tersebut mematikan industri domestiknya.
Indonesia sebagai salah satu produsen gula terbesar di Indonesia pada masa lalu, juga terkena imbasnya karena pemberlakuan AoA ini. Industri Gula domestiknya tidak mampu bersaing dengan gula impor yang masuk. Selain kualitas yang bagus, harga gula - gula impor tersebut sangat murah. Sebagai akibatnya, banyak petani tabu, sebagai bahan baku gula, mulai beralih menanam tanaman budidaya lain, sedangkan pabrik gula sebagai pengolah mulai banyak yang tutup. Hal ini akhirnya membuat pemerintah Indonesia berusaha membuat cara untuk bisa mengembalikan kondisi industri gula domestiknya. Salah satu cara yang dilakukannya adalah dengan mengeluarkan Tata Niaga Gula Impor.
Penulisan pada tesis ini menggunakan perspektif nasionalis sebagai kerangka pemikiran, untuk menelaah mengapa pada akhirnya Indonesia mengeluarkan Tata Niaga lmpor Gula setelah pasca pelaksanaan AoA WTO. Sedangkan perspektif liberalis hanya menjelaskan keberadaan pelaksanaan liberalisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sartono Kartodirdjo, 1921-2007
Yogyakarta: Aditya Media, 1991
338.1 SAR s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wenda C. Kusumah
"Sebagai negara dengan sistim perekonomian terbuka sumber pendapatan Indonesia sangat tergantung pada pendapatan ekspornya. Keuntungan komparativ yang dimiliki Indonesia adalah pada usaha pertanian, karena subsektor perkebunan merupakan penyumbang devisa yang relatif besar pada sektor pertanian maka diperlukan penelitian akan perkembangan ekspor dari subsektor perkebunan tersebut untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi perkebunan Indonesia (KPI) baik pada sisi permintaan maupun pada sisi penawarannya. Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi pada model ekonometri yang dimodifikasi dari model permintaan dan penawaran ekspor komoditi primer dari sekelompok Negara Sedang Berkem6ang ( NSB ) yang dibuat oleh Harian E. Bond Pada tahun 1987. Dari penelitian diketahui bahwa permintaan terhadap KPI dipengaruhi oleh harga relatif antara harga ekspor KPI terhadap harga produK sejenis di negara pengimpor dan tingkat pendapatan perkapita negara pengimpor. Sedangkan penawaran KPI dipengaruhi oleh tingkat harga relatif antara harga ekspor KPI dengan harga KPI di dalam negeri. harga relatif satu tahun lalu. kapasitas produksi perkebunan dan faktor kebijakan yang dikeluarkan untuk mendorong ekspor Indonesia. Variabel kapasitas produksi dan faktor kebijakan pada model penawaran ekspor KPI menghambat tingkat penawaran ekspor KPI, oleh karena itu perlu peningkatan peran dunia usaha dan formuiasi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi perkebunan di Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Disamping itu, valuasi terhadap manfaat dari fungsi ekosistem hutan harus menganut prinsip nilai asuransi (insurance value).
Tujuan penelitian ini (1) Menghitung total nilai Manfaat bersih sekarang (NPV) kelayakan kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten. (2) Menghitung total nilai manfaat ekosistem hutan di Kabupaten Melawi (3) Menemukan model penentuan luas optimum areal perkebunan kelapa sawit pada suatu kawasan ekosistem hutan Hasil penelitian mendapatkan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak feasible untuk dilakukan dengan cara melakukan konversi terhadap ekosistem hutan. Jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan dampak kerugian lingkungan yang sangat signifikan dengan nilai NPV negatif sebesar Rp (248.349.067.033.000,-). Sementara itu analisis manfaat biaya mempertahankan ekosistem hutan adalah positif yaitu sebesar Rp 38.563.349.907.000,-.
Berdasarkan analisis suitabilitas menunjukkan bahwa dari total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan seluas 234.348 ha, maka yang dapat dikonversikan untuk lahan perkebunan kelapa sawit hanya seluas 31.498 ha dan yang tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan seluas 202.850 ha.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konversi ekosistem hutan untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam batas-batas tertentu di Kabupaten Melawi masih dapat dilakukan dengan syarat bahwa penentuan kelayakan luas areal perkebunan kelapa sawit harus menggunakan Indeks Ky. Indeks Ky adalah merupakan suatu indeks kompromi yang mengakomodasi 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu keberlanjutan lingkungan (ekologi), keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Selain itu, indeks ini juga mendasari pada konsep pengelolaan sumbedaya hutan yaitu prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan prinsip standar minimum yang aman ( safe minimum standar). Sehingga Indeks Ky ini dinamakan juga dengan Social, Economy and Environment Compromise Indeks (SEECI).
Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan HHCA yang dilakukan di wilayah studi (Kabupaten Melawi) telah mendapatkan Indeks Ky sebesar 6,4401. Dengan menerapkan angka Indeks Ky ini, analisis suitabilitas terhadap total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan di Kabupaten Melawi seluas 234.348 ha menemukan bahwa hanya 31.498 ha yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dan 202.850 ha tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dengan komposisi ini, nilai kerusakan akibat konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dapat diimbangi manfaat mempertahankan kawasan ekosistem hutan. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dicapai.

ABSTRACT
To maintain the benefits of forest ecosystems with a variety of functions, we need a valuation that is comprehensive and terintegratif. In addition, the valuation of the benefits of forest ecosystem function must adhere to the principle of insurance (insurance value).
The purpose of this study (1) Calculate the total net present value of benefits (NPV) Feasibility of oil palm plantations in the district. (2) Calculating the total value of the benefits of forest ecosystems in the District Melawi (3) Finding the optimum model for determining the area of oil palm plantations in an area of forest ecosystem.
The results find that the activities of oil palm plantations is not feasible to be done by way of conversion of forest ecosystems. If this is done it will cause environmental impacts are very significant losses with a negative NPV of USD (248.349.067.033.000, -). Meanwhile, the cost benefit analysis is positive to maintain the forest ecosystem that is Rp 38,563,349,907,000, -. Based suitabilitas analysis showed that of the total provisioning plantations on 234,348 ha of forest area, then that can be converted to oil palm plantations covering an area of only 31 498 ha and will be retained as an area of 202,850 ha of forest area.
The conclusion of this research is the Conversion of forest ecosystems to serve as oil palm plantations within certain limits in the District Melawi still can be done on condition that the determination of the feasibility of oil palm plantation area must use the Index Ky. Ky Index is an index of compromise that accommodates 3 (three) pillars of sustainable development is environmental sustainability (ecological), social sustainability and economic sustainability. In addition, this index also underlies the concept of management of forest resources towards the fulfillment of the principle of prudence (prudential principle) and the principle of minimum standards of safe (safe minimum standards). So the index is called Ky also with Social, Economy and Environment compromise Index (SEECI).
The result using the approach HHCA conducted in the study area (District Melawi) has gained Ky. index of 6.4401. By applying this Ky index numbers, analysis suitabilitas of the total plantation area in the reserve forest area in the district covering an area of 234,348 ha Melawi found that only 31 498 ha which can be converted into oil palm plantations, and 202,850 ha will be retained as forest area. With this composition, the value of damage caused by conversion of forests into oil palm plantations can offset the benefits of maintaining forest ecosystem area. Thus the concept of sustainable development by creating a balance environmental, economic and social development can be achieved."
Depok: 2011
D1293
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sukarno, 1927-
"Buku ini berisi amanat Presiden Sukarno kepada rakyat Indonesia tentang sensus pertanian ..."
Djakarta: Departemen Penerangan RI,
K 338.109 598 SUK a
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Suharyanto
"Untuk meningkatkan devisa negara dari ekspor karet alam, perubahan pola permintaan konsumen, perkembangan struktur persaingan dan perubahan lingkungan perdagangan karet alam dunia perlu direspon melalui strategi perencanaan produksi yang tepat. Tujuan penelitian ini untuk menetapkan kombinasi produksi karet alam yang optimum dalam batasan-batasan yang dihadapai oleh perkebunan karet di Indonesia pada perode perencanaan dua tahun ke depan dan untuk mengetahui struktur persaingan yang mempengaruhi daya saing karet alam Indonesia. Metode programma linier digunakan untuk merencanakan kombinasi optimum produksi karet. Analisis struktur persaingan dan daya saing industri karet nasional dikaji dengan model Porter.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa potensi marjin laba pada kondisi optimum untuk perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta, dun prosesor pengolah karet rakyat berturut-turut adalah 1.993 milyar, 1.802 milyar dan 13.113 milyar rupiah per tahun. Kombinasi produksi optimum untuk perkebunan besar negara adalah (ton/tahun): SIR 3CV(26.743), SIR 5 (15.320), RSS 1 {28.520), RSS 2( 1.769), RSS 3(320), lateks pekat (21. 237), SIR 10 (3.543) dan SIR 20 (55.062). Kombinasi produksi optimum untuk perkebunan besar swasta adalah (ton/tahun): SIR 3CV (26.196), SIR 5 (13.860), RSS 1(25.803), RSS 2(L601), RSS 3 (289), lateks pekat .(19.214), SIR 10 (3.209) dan SIR 20(49.778). Kombinasi produksi optimum untuk prosesor pengolah karet rakyat adalah (ton/tahun): SIR 10 (72.688) dan SIR 20 (940.612).
Berdasarkan analisis kelebihan/kekurangan pada kondisi optimum, kapasitas pabrik karet remah dari perkebunan besar negara maupun swasta yang berlebih disarankan untuk diefektifkan dengan cara mengolah kelebihan bahan baku yang berasal dari karet rakyat. Perkebunan besar negara dan swasta perlu mengurangi kelebihan bahan olah lateks. Untuk perkebunan karet rakyat, produksi bahan olah koagulum disarankan untuk dikurangi.
Hasil analisis persaingan diketahui bahwa pesaing yang perlu diwaspadai adalah industri ban global dan industri karet sintetik, pesaing lama dari Malaysia dan Thailand, dan pendatang baru potensial dari negara-negara Afrika seperti Pantai Gading, Nigeria, Liberia, dan Kamerun."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aaryya Wijana Saktyabudi
"Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai gejala anak yang dipekerjakan pada perkebunan rakyat tembakau di Indonesia. Alat analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah kriminologi kritis. Data sekunder yang digunakan untuk membahas gejala anak yang dipekerjakan adalah laporan penelitian, artikel jurnal, dan skripsi yang membahas mengenai situasi anak yang dipekerjakan pada perkebunan rakyat tembakau. Hasil analisis menunjukkan bahwa anak yang dipekerjakan pada perkebunan tembakau mengalami kekerasan pengabaian atau pembiaran berupa jam kerja yang berlebihan dan dampak kesehatan seperti Green Tobacco Sickness. Selain itu, terdapat pula faktor-faktor struktural seperti neoliberalisme, norma sosial, dan kemiskinan yang masih melekat pada masyarakat sehingga masih melanggengkan anak-anak untuk dipekerjakan dan berdampak pada child well-being mereka. Dalam hal ini, pemerintah sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab tidak berperan aktif dalam mengatasi gejala yang ada.

This final project discusses the symptoms of child labor on people’s tobacco plantations inIndonesia.Criticalcriminology isusedasananalysistoolinthiswriting.Secondary data used to discuss child labor symptoms include research reports, journal articles, and theses that discuss the situation of children working on people’s tobacco plantations. The analysis results show that children working on people’s tobacco plantations experience physical neglect and abuse, such as excessive working hours and health impacts like Green Tobacco Sickness. Additionally, there are structural factors like neoliberalism, social norms, and poverty that still persist in society, perpetuating the employment of children and affecting their well-being. In this case, the government, as an institution with responsibility, has not played an active role in addressing the existing symptoms."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lana Utrujatulhayat
"Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan provinsi Riau sebagai penyumbang lahan perkebunan kelapa sawit terluas. Sektor perkebunan tersebut berkembang hampir di seluruh wilayah kabupaten provinsi. Dari tiga sistem pengelolaan perkebunan, pengembangan sektor kelapa sawit ini lebih gencar dilaksanakan dengan status perkebunan swasta baik perusahaan maupun investor asing. Seiring dengan pertumbuhannya yang semakin meningkat, sektor perkebunan kelapa sawit justru berpotensi menimbulkan masalah terhadap kelestarian lingkungan. Menggunakan green criminology sebagai perspektif utama yang didukung teori marxs ecology, penelitian ini menjelaskan bagaimana lingkungan hidup secara tidak langsung mengalami viktimisasi secara struktural akibat upaya pemerintah dalam mengembangkan sektor perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau. Pendekatan kualitatif dengan metode observasi, wawancara, dan studi pustaka digunakan peneliti untuk mendeskripsikan fenomena dan memberikan porsi analitis dalam pembahasan penelitian ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bentuk viktimisasi struktural terhadap lingkungan tersebut terjadi dengan proses perumusan Rancangan Peraturan Daerah Ranperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi RTRWP Riau sebagai legal factor.

Indonesia is the largest palm oil producer in the world with Riau province as a contributor to the largest palm oil plantation. The plantation sector is spread all over the provincial area. Based on 3 three plantation maintenance systems, the development of palm oil sector is more intensively conducted with the status of private estates both companies and foreign investors . As development rise, palm oil plantation sector potentially creates problem to the environment. Using green criminology as the main perspectives that supported by Marx 39 s ecology theory, this research explains how living the environment ecology indirectly experiences structural victimization because of the state rsquo s efforts in developing palm oil sector in Riau province. A qualitative approach with the method of observation, interview, and literature study used by researchers to describe the phenomenon and provide an analytical portion in the discussion of this study. This research concluded that the structural form of victimization against the environment occurred with the drafting local regulation process Ranperda of Riau Provincial Spatial Planning RTRWP as a legal factor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rico Laurence
"Fenomena penyakit gugur daun Pestalotiopsis (PGDP) pada perkebunan karet yang disebabkan oleh Pestalotiopsis sp. menyebabkan penurunan area tutupan kanopi sebesar 75—90% diikuti penurunan produksi lateks hingga 45%. Patogen tersebut telah menginfeksi 383.000 ha perkebunan karet di Indonesia dan berdasarkan hasil lapangan, tidak teramati klon yang resistan terhadap PGDP. Pengendalian PGDP dengan fungisida memerlukan biaya yang besar sehingga diusulkan perakitan klon resistan untuk mengurangi dampak patogen terhadap produktivitas perkebunan karet. Oleh karena itu, diperlukan studi mengenai gen ketahanan pada tanaman karet. Gen HbPAL (Hevea brasiliensis phenylalanine ammonia lyase) diyakini dapat menjadi kandidat gen yang potensial sebagai kriteria seleksi terhadap ketahanan penyakit. Enzim PAL merupakan prekursor dalam sintesis asam salisilat yang berperan dalam aktivasi systemic acquired resistance (SAR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekspresi gen HbPAL yang diduga merupakan salah satu gen ketahanan yang berperan dalam respons tanaman terhadap PGDP. Penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat ekspresi gen HbPAL pada klon moderat (IRR 112) dan rentan (GT 1) dengan terlebih dahulu mempreparasi sampel daun sehat, perlukaan, dan perlukaan + infeksi. Sampel daun yang sudah dipreparasi diekstraksi RNAnya kemudian disintesis menjadi cDNA untuk selanjutnya dianalisis menggunakan real-time polymerase chain reaction (qPCR). Penelitian ini mengindikasikan adanya perbedaan ekspresi gen HbPAL antara daun sehat, perlukaan dan perlukaan + infeksi Pestalotiopsis sp. Hasil penelitian sesuai dengan hasil pengamatan lapangan yang menunjukkan keunggulan klon moderat IRR112 dibandingkan klon rentan GT 1. Meskipun demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi validitas hasil penelitian, hal ini diakibatkan oleh adanya kelemahan dalam proses penelitian sehingga belum dapat disimpulkan adanya korelasi antara infeksi Pestalotiopsis sp. terhadap peningkatan ekspresi gen ketahanan HbPAL.

The phenomenon of Pestalotiopsis Leaf Fall Disease (PLFD) in rubber plantations caused by Pestalotiopsis sp. results in a reduction of the canopy coverage by 75—90%, followed by a decline in latex production of up to 45%. This pathogen has infected 383,000 hectares of rubber plantations in Indonesia, and field observations have not identified any clones resistant to PLFD. Controlling PLFD with fungicides involves a large cost, hence the proposal for the assembly of resistant clones to reduce the pathogen's impact on the productivity of rubber plantations. Therefore, studies on resistance genes in rubber plants are needed. The HbPAL gene (Hevea brasiliensis phenylalanine ammonia lyase) is believed to be a potential candidate gene as a selection criterion for disease resistance. The PAL enzyme is a precursor in the synthesis of salicylic acid, which plays a role in the activation of systemic acquired resistance (SAR). This research aims to determine the level of HbPAL gene expression, suspected to be one of the resistance genes that play a role in the plant's response to PLFD. The research was conducted by measuring the level of HbPAL gene expression in moderate (IRR 112) and susceptible (GT 1) clones by first preparing samples of healthy leaves, wounded leaves, and wounded + infected leaves. The prepared leaf samples were extracted for their RNA, then synthesized into cDNA, and subsequently analyzed using real-time polymerase chain reaction (qPCR). This study indicates a difference in the expression of the HbPAL gene between healthy leaves, wounded leaves, and wounded + infected leaves with Pestalotiopsis sp. The results are consistent with field observations indicating the superiority of the moderate clone IRR112 over the susceptible clone GT 1. However, further research is needed to validate the findings of this research due to gaps in the research method thus it is not possible to determine the correlation between Pestalotiopsis sp. infection and the increase in the expression of the HbPAL resistance gene."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
TRAN THI NGOAN
"This article introduces the research results of a site index classification for Acacia hybrid plantations in Dong Nai Province. The objectives of this study were to (i) determine a baseline age of Acacia hybrid plantations to establish their site indices and (ii) develop site index curves for Acacia hybrid plantations. Three standard plots were established for each age group of 1-10 years with 111 trees per plot; 108 trees were measured for the estimation of growth criteria. Three trees were used for tree truncation, and truncated trees did not count for the estimation of tree growth criteria. In this study, the site index (SI) for Acacia hybrid plantations was divided into three levels according to the total height of the dominant trees. The heights collected from 108 trees were used to build the functions of the SI, and three truncated trees were used to examine the possibilities of the functions of SI. Research results showed that the appropriate baseline age of Acacia hybrid plantations at Dong Nai Province is 8 years. The site indices of hybrid plantations were divided into three site levels of I, II, and III, corresponding to heights of 24, 20 and 16 m, respectively. To improve the effectiveness of Acacia hybrid plantation businesses, owners should focus on growing plantations at site index levels of I or II."
Bogor: Seameo Biotrop, 2021
634.6 BIO 28:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>