Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Syaoqie
"Latar belakang penelitian ini adalah selama ini penelitian tentang pesantren masih jarang yang meniliti pesantren yang berbasis Muhammadiyah. Kebanyakan yang diteliti adalah pesantren berbasis NU yang secara historis merupakan milik pribadi seorang kyai. Model seperti itu berkaitan dengan sistem kepemimpinan tradisional yang lebih mengandalkan kepada kharisma yang dimiliki kyai. Kyai adalah orang yang memiliki peranan besar dalam menentukan mekanisme institusional dalam mengelola pesantren. Sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat dan proses perubahan sosial yang cepat, pesantren mengalami perubahan serta perkembangan pesat. Berkaitan dengan perubahan model kepemimpinan, seorang kyai tidak lagi mengurusi semua hal, ia hanya dijadikan manajer Namun, proses perubahan pesantren menjadi lembaga formal ke dalam bentuk yayasan yang berbadan hukum serta struktur organisasi yang lebih modern, pada realitasnya tetap tidak merubah kesan bahwa pesantren merupakan properti keluarga. Karena proses pelembagan pesantren menjadi yayasan tetap mendudukan keluarga kyai terdekat sebagai pemegang kebijakan.
Oleh karena itu, sangat relevan untuk melihat dan menganalisis pola kelembagaan dan mekanisme penyelenggaraan serta sistem kepemimpinan dari sebuah pesantren yang didirikan bukan atas dasar inisiatif mandiri dari kyai, akan tetapi pesantren yang didirikan sebagai sebuah lembaga pendidikan keagamaan dari organisasi Muhammadiyah. Pesantren Muhammadiyah kebanyakan berdiri atas kebutuhan organisasi terhadap kelangkaan ulama yang ada di Muhammadiyah, sehingga pesantren yang berada dibawah asuhan Muhammadiyah sangat berorientasi kepada persyarikatan guna menjawab kebutuhan organisasi. Segala kebijakan, aturan dan mekanisme yang dibangun akan disesuaikan dan selaras dengan cita-cita persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi yang membidani kelahiran pesantren tersebut.
Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut adalah pesantren yang didirikan oleh lembaga (Muhammadiyah) dengan memakai pola yayasan yang memakai struktur organisasi modern. Status pesantren ini adalah milik Muhammadiyah. Hal ini terlihat dari proses berdirinya yang dibangun secara bersama-sama oleh para anggota Muhammadiyah Garut. Oleh karena pesantren ini bukan milik pribadi melainkan milik lembaga, maka peran lembaga Muhammadiyah dalam menentukan gerak dan langkah pesantren sangat besar. Sistem dan mekanisme aturan yang ada ditetapkan secara bersama-sama sesuai dengan aturan yang ada dalam persyarikatan Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai pemilik pesantren menunjuk beberapa orang sebagai badan pengelola yang bertugas menjalankan roda keseharian pondok pesantren dengan dipimpin oleh seorang mudir. Dalam menjalankan pengelolaan pondok, badan pengelola diberi kewenangan secara otonom dan penuh. Sedangkan untuk mengawasi dan mengontrol setiap kebijakan dan pengelolaan pondok, Muhammadiyah menunjuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Garut sebagai badan pengawas. Sistem yang ada akan berjalan secara efektif kaiau semua unit melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing. Tapi, kalau salah satu tidak berjalan maka akan terjadi disfungsi. Walaupun secara model kelembagaan, pesantren Darul Arqam Muhammadiyah memakai pola kelembagaan yang berbentuk yayasan, namun karena PDM sebagai badan pengawas tidak berfungsi maka terjadi pergeseran menjadi kelembagaan yang didominasi oleh seseorang.
Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut, sebagai pesantren yang didirikan oleh lembaga, memiliki kekhasan yang menjadi ciri dan identitas lembaga yang mendirikannya, Panama, tujuan pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut dirancang khusus untuk mencetak kader-kader ulama persyarikatan yang berwawasan luas, mandiri dan kreatif sesuai dengan kepribadian Muhammadiyah. Kedua, pada aspek kurikulum selain mengacu kepada kurikulum yang ditetapkan oleh Departemen Agama (Tsanawiyah dan Aliyah), Departemen Pendidikan Nasional (SLTP dan SMU), dan pesantren secara umum, juga memiliki kurikulum yang berbau idialogis, yaitu dengan memasukan mata pelajaran kemuhammadiyahan dan ketarjihan sebagai mata pelajaran wajib. Ketiga, secara pengelolaan di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut, ada keterlibatan organisasi Muhammadiyah sebagai pemilik dengan menunjuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Garut sebagai badan penyelenggara yang bertugas dan bertanggungjawab mengawasi perkembangan pesantren.
Secara paralel ketika pala kelembagaannya berjalan secara modern, maka pola kepemimpinannya pun berjalan secara modern. Pala kepemimpinan yang bersifat kolektif yang dibangun diatas struktur organisasi yang modern, yang tidak memfigurkan dan memberikan kewenangan hanya kepada satu orang, melainkan diemban oleh beberapa orang secara bersama-sama. Dalam struktur dan gaya kepemimpinan seperti itu, mudir dibantu oleh pembantu pimpinan dan para pembina berusaha bersama-sama untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembinaan ke arah calon ulama tarjih Muhammadiyah.
Pergeseran kepemimpinan kolektif bergeser meniadi kepemimpinan yang kharismatis ketika sistem yang ada tidak berjalan, dan kelebihan-kelebihan individu seorang pemimpin muncul ke permukaan. Sehingga muncul model kepemimpinan kharismatis yang tersentral kepada seorang mudir dan mengabaikan prosedur serta aturan yang berlaku. Walaupun begitu, model kepemimpinan kharismatis yang ada di Darul Arqam berbeda dengan pesantren yang secara kelembagaan unsurnya masih sederhana. Pada pondok pesantren yang memfigurkan seorang kyai, gaya otoriter/paternalistik dilakukan dengan mudah, karena ia sekaligus penguasa tunggal dan pemilik pesantren yang memimpin, mengontrol maupun mencita-citakan harapannya. Kehendak kyai langsung dilaksanakan tanpa menghiraukan pihak-pihak lain, yang memang tidak ada tokoh yang setaraf. Sedangkan di Darul Arqam tidak sesederhana tersebut, karena ia memiliki lembaga yang mengawasi seluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh mudir serta aturan formal yang mengikat kepemimpinan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Zuraidah
"Tesis ini membahas implementasi Program Pertukaran Pemuda Indonesia (PPIK) tahun 2009/2010 yang dilaksanakan di Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, model kepemimpinan yang berlangsung, dan faktor-faktor internal dan ekstemal yang membentuk model kepemimpinan tcrsebut terjadi. Penelitian ini ada1ah penelitian kualitatif dengan metode wawancara, Hasil peneiHian ini menunjukkan adanya implementasi program yang memenubi tiga dari empat criteria, model kepemimpinan menurut Kouzes dan Posner Leadership Practices, dan faktor-faktor yang mcmbcntuk adanya model yang muncul. Penulis menyarankan agar konseptor PPIK meningkatkan kefokusan dalam pengembangan kepemimpinan sehingga dapat tercipta output karakter dan modei kepemimpinan yang kuat, dalam implementasi program diperiukan jaringan yang luas agar pelaksanaannya lebih optimal dan optimalisasi komunikasi dan sosialisasi antara PPIK dan warga sehingga terbentuk adaptasi budaya yang baik lL'ltuk mendukuug model kepemimpinan dan kesuksesan program.

The focus of this study is program implementation of Indonesia Canada Youth Exchange Program 2009/2010 (ICYEP) that was hold in Cikandang, Cikajang, Gamt, West Java. leadership model that was happened there, and internal and external factors that influence the leadership model. This research is qualitative by dopt'l interview method to collect the data, The researcher found that there are three from four criterias in program implementation, some kinds of leadership model by Kouzes and Postner, and some factors to build the leadership model. It is also suggested that the coneeptor of ICYEP inereasing the focus of leadership development so that will get good and strong output in character and model of leadership, huge network to implement ICYEP for more optimal, and optimalir.e communication and socialization between the participants of ICYEP and the villagers of Cikandang, so that it will get good culture adaptation to create leadership model and the succeed of the program."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33507
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sholahudin Malik
"Isu sentral penelitian ini adalah pola kepemimpinan kharismatik dan proses rutinisasi kharisma yang terjadi di sebuah lembaga yang disebut Pesantren. Pesantren As-Syaf'i'yah adalah salah satu lembaga yang telah mengalami alih generasi kepemimpinan dari Kyai (Pimpinan Pesantren) kepada anak-anaknya Konsep kepemimpinan dan urbanisasi kharisma ini merujuk pada konsep Weber.
Studi ini menggunkan metode penelitian kualitatif, penulis memilih teknik indept interview (wawancara mendalam) untuk membuka apa raja mengenai pola kepemimpinan KH. Abdullah Syafi'i (Pendiri Pesantren As-Syafiiyah), bagaimana kiprahnya dalam memimpin pesantren. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus (case study). Dengan menggunakan studi kasus, penelitian ini diharapkan tidak akan melebar, melainkan terfokus pada penelitian kepemimpinan dan rutinisasi kharisma di pesantren As-syafiiyah. Penulis juga menggunakan pendekatan Life Story (Sejarah Hidup). Penggalian sejarah hidup ditakukan lewat wawancara yang berhubungan dengan biografi dan penelusuran calatan-catatan atau dokumentasi, yaitu penggalian dengan maksud untuk menguugkap sejarah masa lalu. Dalam hal ini penulis menelusuri sejarah hidup KH. Abdullah Syafi'ie dan kiprahnya mendirikan pondok pesantren As-Syaf'i'yah.
Berdasarkan hasil penelitian, keunggulan pribadi, kemampuan mewujudkan mimpi-mimpi untuk membangun pesantren dan masyarakat, keikhlasan dan kekuatan menyedot massa yang dimthla KH. Abdullah Syafi'ie menandainya sebagai pemimpin kharismatik Janis tatanan ini dilegitimasikan dengan kualitas-kualitas pribadi terkemuka dari individu-individu yang luar biasa kesuciannya, heroismenya atau keutamaannya yang memungkinkan mereka untuk memerintah sejumlah besar orang dalam hubungan-hubungan tatap muka. Kharisma diiukiskan sebagai kualitas﷓kualitas adimanusiawi yang dikenakan pada para nabi dan para pahlawan militer yang memungkinkan mereka untuk memaksakan gagasan-gagasan dan nilai-nilai mereka sendiri pada seluruh kelompok.
Dalam upaya menemukan keotentikan dan fokus penelitian penulis menggunakan teori Max Weber mengenai Kharisma dan Rutinisasi Kharisma. Beberapa proses yang relevan yang dikemukakan Weber antara lain dengan ditandai sediktnya tiga hal : Pertama, Pencarian orang-orang yang memiliki tanda-tanda atau isyarat-isyarat kharisma yang serupa dengan tanda-tanda yang telah dimiliki seorang pemimpin kharismatik terdahulu. Kedua, Secara biologis terun-temurun kharisma dapat diwariskan. Dalam hal ini pemimpin kharismatik dapat diganfikan oleh keturunannya, yang juga memiliki kualitas-kualitas yang sama. Cekga, cara pemecahan yang sangat sederhana dan lazim ialah menyerahkannya kepada keputusan pemimpin berkharisma dan meminta dia untuk memilih seorang pengganti.
Penulis juga meneliti proses perjalanan rutinisasi kharisma tersebut. Setelah Kharisma terbentuk apakah telah terjadi proses delegitimasi kharisma. Dari data-data yang tersedia, make ditemukan proses terjadinya delegitimasi kharisma dari anak-anak KH. Abdullah Syafi'ie tersebut. Sedikitnya ada 6 faktor yang melatar balakangi delegitimasi itu dengan indikator yang nampak dan perlakuan komunitas pesantren dada umumnya.
Setanjutnya, pada konteks perubahan masyarakat modem di tengah arus perubahan kola di sekitar kompteks pesantren As-Syafiiyah. Ketika Abdullah Syafi'ie berkiprah, Jatiwaringin belum seramai sekarang, Struktur masyarakatnya masih homogen dimana mata pencaharian penduduk Iebih banyak berkebun dan pedagang. Tetapi masyarakat Jatiwaringin sekarang sangat plural. Semakin derasnya arus urbanisasi, dimana kebanyakan para pendatang tidak mengetahui secara pasti perjalanan pesantren dan aktivitas pimpinannya. Gerak perubahan dan pluralitas masyarakat tersebut, menurut analisa penuts juga menjadi salah satu kontribusi tidak populerya para pimpinan pesantren. Ditambah minimnya proses interaksi kalau tidak dikatakan tidak ada proses interaksi sama sekali antara pimpinan pesantren dengan masyarakat sekitar kecuali dalam lingkup pengajian yang jumlahnya terbatas.
Faktor eksternal ini mendorong perubahan masyarakat tradisional ke rasional, yang dinyatakan Weber akan menjadikan kharisma tidak lagi menjadi elemen yang paring panting. Hal ini akan menandai babak bare dimana sistem dan birokrasi menjadi jawaban atas masyarakat modern dan rasional."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmono Widagdo
"Kehadiran kader mutlak dibutuhkan dalam Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM), yaitu suatu upaya yang dilandasi peran-serta masyarakat, adalah suatu strategi untuk memelihara kelangsungan hidup di samping untuk membina tumbuh kembang anak secara sempurna baik fisik maupun mental. Dari berbagai kepustakaan diperoleh informasi bahwa peran-serta masyarakat khususnya sebagai kader tidak dapat timbul begitu saja tetapi harus ada motivasi dari pihak lain yang sifatnya terus menerus. Motivasi tersebut dapat berasal dari lingkungan, yaitu pemerintah atau swasta, dan dapat juga berasal dari masyarakat sendiri. Motivasi yang berasal dari pemerintah atau swasta lebih bersifat temporer sedangkan motivasi yang berasal dari masyarakat, antara lain seperti sumber daya manusia termasuk tokoh masyarakat atau kepala desa (kades) diharapkan akan menjadi motivator yang sifatnya lebih berkesinambungan. Namun, dalam pelaksanaannya, posyandu banyak mengalami kendala dan kegagalan walaupun ada juga yang berhasil. Kegagalan tersebut disebabkan antara lain karena di sana-sini banyak terjadi angka putus (drop-out) kader karena kurang/tidak adanya motivasi dari kades. Penelitian kualitatif telah dilakukan untuk mendapatkan ciri kepemimpinan, sementara telah dilakukan pula penelitian yang bersifat kuantitatif secara cross sectional untuk membuktikan bermakna tidaknya pengaruh kepemimpinan tersebut. Hasil analisis penelitian ini, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, memperlihatkan adanya hubungan antara kepemimpinan dengan sikap kader; demikian juga kehadiran kader di Posyandu secara signifikan. Dapat disimpulkan bahwa adanya angka putus kader (drop-out) adalah karena kepemimpinan kades yang tidak berjalan dengan semestinya, yang juga sangat berpengaruh, baik terhadap sikap kader maupun kehadirannya di Posyandu/peran-serta masyarakat.

Village Head and Village Leadership: Posyandu Cadre Perseption in Mlonggo Subdistrict, Jepara District, Central Java, 2000. The presence of kaders in the integrated health and family planning services (Posyandu) form one of the community based health efforts and was a strategy to ensure child survival as well as their mental and physical development and protection. Secondary research indicates that community participation couldnot rise by itself and that it must be continuously motivated by other parties.These include the government and non-government organizations, as well as from within the communities. Motivations from government and non-government organizations are often temporary, while motivations from the community are often expected to be sustainable. In its implementation, however, the presence of kader in Posyandu often face many barriers and failures, though some have been successful. One of the main failures is reflected in the drop-out rates of the village kader due to the lack of motivation especially from the village heads (kades). The qualitative research was done in stages focusing on characteristics of leadership, while a quantitative analysis through a cross sectional survey was done to show the significance of such leadership. The results both qualitative and quantitative analysis shows a relation between leadership and kaders attitude and a relation between leadership and the presence of kader of Posyandu programs significantly. It means that drop-out rates of kaders are indeed affected by kades leadership which also affects the overall performance of the Posyandu, include the presence of the kaders."
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Syam
"Penelitian ini membahas kepemimpinan Abah Junan dalam mewujudkan satu perkampungan Islam di area seluas 104 hektar sebagai satu komuniti yang Islamis. Sebagai sosok kiyai modern, melalui gagasannya membangun kegiatan sosial keagamaan, pendidikan dan hunian secara terintegrasi sesuai dengan perkembangan dan kenyataan yang terjadi berupa; satu sisi telah berlangsungnya proses perubahan lingkungan pisik dan sosial yang diakibatkan oleh urbanisasi dan modernisasi, dan pada sisi lainnya ada masyarakat pribumi yang masih bersandar pada nilai-nilai tradisional. Sehubungan dengan itu berbagai studi dan penelitian yang berkenaan dengan kepemimpinan kyai telah sering dilakukan oleh para ahli, baik menyangkut pola hubungan kekuasaan, strategi pengembangan dakwah keagamaan, maupun model pengembangan kegiatan pendidikan yang dilakukan. Namun demikian, dari berbagai studi yang telah dilakukan ternyata belum banyak yang menggunakan analisis strategi adaptasi dan konsep kepemimpinan untuk memahami sebuah sosok kiyai modern.
Tesis ini bermaksud membahas tentang upaya seorang kiyai modern yang mencoba untuk tetap bertahan dalam menghadapi dua keadaan yang berbeda dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai realitas sosial yang ada, namun tetap berpegang pada visi yang dimiliki tentang bagaimana suatu komuniti Islam dan mengapa kornuniti Islam itu harus diwujudkan. Strategi adaptasi yang dilakukan melalui dua cara pertama; melalui sistem organisasi yang dikembangkan, ini menyangkut pola kepemimpinan yang diterapkan, (jenis dan gaya), kedua; melalui penyesuaian terhadap lingkungan fisik yang berlangsung, dibangunnya hunian dengan pola penataan yang membangun citra modern yang diintegrasikan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Penelitian ini menemukan bahwa pola kepemimpinan khususnya yang menyangkut hubungan kekuasaan, kedudukan kiyai tidak lagi memusat walaupun tetap sebagai pusat kekuasaan dan sistem organisasinya telah bersifat terbuka baik dalam pengembangan organisasi maupun dalam membina kerjasama. Dengan demikian apa yang biasanya dipahami adanya hubungan yang sangat hirarkis antara kiyai dengan jamaah maupun lingkungan sosial yang lebih luas, dalam kasus ini tidak berlaku, sosok kiyai abah lebih bersifat egaliter dan demokratis. Hal ini yang juga mempercepat keberadaan dan pengaruhnya dapat diterima baik bagi kalangan pribumi maupun masyarakat urban.
Penelitian ini juga menemukan bahwa adanya pengintegrasian nilai-nilai Islam dalam penataan fisik suatu lingkungan pemukiman yang bercorak modern. Disini terlihat kemampuan kiyai dengan visinya mampu mengadaptasikan secara dinamis antara ajaran relijius dan gaya pemukiman modern tanpa menimbulkan benturan. Pada sisi lain, terhadap masyarakat pribumi perubahan cara pandang pemahaman agama itu dilakukan melalui pendidikan serta peningkatan pengetahuan ketrampilan dan teknologi."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Sulistyo
"Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan salah satu program unggulan dari Departemen Sosial sebagai upaya dalam pelayanan sosial. Upaya-upaya yang dilakukan Departemen Sosial secara umum telah menampakkan hasil. Tetapi juga ada kelemahan-kelemahan yang ditemukan, karena apa yang diterima KUBE merupakan bentuk paket bantuan yang sudah ditentukan dan atas pemerintah. Ada dugaan bahwa tidak berkembangnya KUBE karena lemahnya SDM yang ada pada KUBE, terutama yang mendapat perhatian adalah kepemimpinan KUBE. Dalam melihat kepemimpinan KUBE, maka variabel yang menjadi pusat perhatian adalah gaya kepemimpinan KUBE dan kinerja KUBE. Dengan mendasarkan kepada teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh Keith Davis dalam Path Goal -Mealy.
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian adalah:
1. Bagaimanakah pola kepemimpinan ketua KUBE yang diterapkan pada KUBE yang menjadi subyek penelitian ?
2 Bagaimanakah kinerja KUBE yang menjadi subyek penelitian ?
3. Apakah ada hubungannya antara pola kepemimpinan KUBE yang diterapkan dengan perkembangan kinerja KUBE yang menjad subyek penelitian ?
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif anaiisis, dengan mempergunakan pendekatan kualitatif, dan mengambil studi kasus pada KUBE Budi Daya I, dan KUBE Ngudi Makmur. Sedangkan sasaran penelitian adalah ketua, pengurus, dan anggota KUBE.
Dari penelitian yang dilakukan terungkap bahwa, pada KUBE Budi Daya 1, ketua lebih menggunakan pola kepemimpinan yang dikembangkan dengan gaya kepemimpinan partisipatif. Sedangkan pada KUBE Ngudi Makmur, ketua lebih menggunakan pola kepemimpinan yang dikembangkan dengan gaya kepemimpinan direktif. Sedangkan kinerja KUBE Budi Daya I dan KUBE Ngudi Makmur, dari penelitian yang dilakukan terungkap belum menunjukkan peningkatan seperti yang diharapkan. Berkaitan dengan gaya kepemimpinan partisipatif pada KUBE Budi Daya l dan gaya kepemimpinan direktif pada KUBE Ngudi Makmur, dari penelitian yang dilakukan terungkap bahwa gaya kepemimpinan tersebut tidak selalu berhubungan dengan peningkatan kinerja pada KUBE yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Marsal Amar
"Desa Cikarageman merupakan salah satu desakota yang berada dekat dengan Jakarta. Pembangunan perumahan skala besar telah mengkonversi lahan pertanian menjadi perumahan, telah membawa banyak perubahan pada desa ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran kepemimpinan Kepala Desa Cikarageman dalam meningkatkan produktivitas pegawai kantor desa dengan menggunakan teori dari Rivai mengenai peran kepemimpinan. Rivai mengungkapkan peran pokok kepemimpinan, yakni sebagai pengambil keputusan, pengendali konflik dan pembangun tim. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa Kepala Desa Cikarageman cukup berperan kantor desa, khususnya dalam pengambilan keputusan dan pengendali konflik, namun masih perlu meningkatkan perannya sebagai pembangun tim.

Cikarageman Village is one of rurban located close to Jakarta. Large-scale housing development has been converting its agricultural land into housing, brought many changes in the village. This study aimed to describe the role of Cikarageman?s village chief leadership at the village office by using the theory of Rivai on a leadership role. Rivai reveals the essential role of leadership, the decision-making, controlling conflict and team builder. This study uses a quantitative approach with a descriptive design. This study found that Cikarageman village head significant role village office, particularly in decision-making and control of conflict, but still needs to enhance its role as a team builder.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarno
"ABSTRAK
KUBE merupakan program penanggulangan kemiskinan Kementerian Sosial
berbasis pemberdayaan masyarakat miskin. Ada dugaan tidak berkembangnya
KUBE salah satunya karena permasalahan kepemimpinan yang lemah akibat
rendahnya kemampuan SDM. Kasus KUBE Pade Girang I,II,III dengan
keterbatasan SDM, KUBE menjadi berkembang dan maju. Oleh karena itu
menarik untuk dikaji tentang model kepemimpinan yang diterapkan. Untuk
melihat kepemimpinan KUBE, maka yang diamati gaya kepemimpinan berikut
faktor pendorong dan faktor penghambat.

ABSTRACT
KUBE is a poverty alleviation programs based on empowerment of the poor of
social ministry. There is asumption that KUBE isn’t improve one of caused the
weak leadership problems due to low human resource capacity. For the case of
KUBE Pade Girang I, II, III on the contrary, with limited of human resources
KUBE be developed and progressive. Therefore it’s interesting to study further
about leadership model that be applied. To take a look at KUBE leadership, so the
leadership model is observed following supporting and inhibiting factors."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lazarus Revassy
"Penelitian ini ingin memusatkan perhatian pada kondisi di Irian Jaya. Hal ini dikarenakan bahwa wilayah ini agak spesifik, bila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Salah satu unsur yang penting (crucial) dalam masa pembangunan bangsa (National building) adalah faktor kepemimpinan. Di Irian Jaya faktor ini dilihat dalam konteks sosio-budaya, mempunyai kemiripan dengan model-model yang berlaku dalam kebudayaan Pasifik, akan tetapi secara teritorial dan etnis dianggap termasuk wilayah Indonesia.
H.D. Sahlins, dalam menganalisis kepemimpinan politik tradisional di daerah kepulauan Lautan Teduh, berpendapat bahwa penduduk di daerah kebudayaan Melanesia, mengenal tipe kepemimpinan big man. Sebaliknya, penduduk di daerah kebudayaan Polinesia mengenal tipe kepemimpinan chief in. Berbagai penelitian etnografi lain setelah itu memperlihatkan bahwa garis kontinum yang dikemukakan oleh Shalins itu sebetulnya tidak seluruhnya benar. Di kalangan penduduk Melanesia sendiri, selain tipe kepemimpinan big man, dijumpai pula tipe kepemimpinan chief man.
Untuk masyarakat kebudayaan di Irian Jaya yang merupakan bagian pendukung kebudayaan Melanesia, kepemimpinan politik tradisional cukup bervariasi dan dapat digolongkan menurut: (1) big man, (2) chief man, (3) head wan dan (4) campuran."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Ulber
"Pembangunan Desa sebagai upaya dalam proses modernisasi dan memacu laju pembangunan secara menyeluruh dan berencana, menjadi pusat perhatian negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini. Usaha untuk menggalakkan pembangunan desa yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup serta kondisi sosial masyarakat desa yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia, melibatkan tiga pihak, yaitu pemerintah, swasta dan warga desa. Dalam prakteknya, peran dan prakarsa pemerintah masih dominan dalam perencanaan dan pelaksanaan maupun untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis warga desa dalam pembangunan desa.
Berbagai teori mengatakan, bahwa kesadaran dan partisipasi warga desa menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi sosial dan dalam meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan banyak tergantung pada kemampuan pemimpin desa khususnya pimpinan dan kepemimpinan pemerintah desa atau Kepala Desa. Sebab pada tingkat pemerintahan yang paling bawah, Kepala Desa sebagai pimpinan pemerintah desa atau aktor dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa, menjadi ujung tombak pelaksanaan dan terlaksananya pembangunan desa maupun dalam menumbuhkan kesadaran warga desa untuk berperan serta dalam pembangunan desa.
Untuk mencapai kepemimpinan pemerintah desa yang efektif dalam menggerakkan dan meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan, paling sedikit ada tiga aspek pokok yang penting diperhatikan. Pertama, intensitas dan kualitas aspek fungsional kepemimpinan, yaitu memberi dorongan, pengarahan, bimbingan, interaksi komunikasi dua arah dan pelibatan warga dalam pembuatan keputusan. Kedua, perilaku pemimpin atau gaya kepemimpinan yang digunakan dalam menjalankan aktivitas dan peranan kepemimpinan. Keempat, agar dalam menjalankan aktivitas fungsi dan peranan kepemimpinan maupun gaya kepemimpinan efektif untuk mempengaruhi atau meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa, maka perlu diperhatikan aspek nilai sosial dan budaya, khususnya tuntutan nilai-nilai budaya tradisional tentang pola perilaku interaksi hubungan kemasyarakatan dalam sistem hubungan kekerabatan di mama kepemimpinan itu berlangsung yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola perilaku interaksi pemimpin-pengikut atau Kepala Desa-Warga Desa.
Sehubungan adanya hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan dan hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi masyarakat desa yang dipengaruhi oleh aspek sosial budaya/nilai budaya, maka berdasarkan kajian teoritis dimunculkan dua bagian hipotesis, yaitu:
Pertama, terdapat hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi warga desa. Di sini, intensitas pelaksanaan aktivitas motivasi, pengarahan, bimbingan, interaksi komunikasi dua arah yang dilakukan kepala desa, serta memberi kesempatan yang luas kepada warga desa untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan desa (sebagai variabel independen "X") mempengaruhi tingkat partisipasi warga desa dalam pembangunan desa (sebagai variabel dependen "Y"). Dengan kata lain, jika X tinggi, maka Y tinggi.
Kedua, nilai-nilai budaya tradisional tentang pola perilaku interaksi dalam hubungan kekerabatan mempengaruhi hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan partisipasi warga desa. Di sini, jika posisi kedudukan/otoritas pimpinan pemerintah desa dilegitimasi nilai-nilai tradisional dan pimpinan pemerintah desa menempatkan posisi perilakunya dalam. pola hubungan sistem kekerabatan dalam berinteraksi dengan masyarakat desa, maka kepemimpinan pemerintah desa relatif efektif dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
Setelah data yang diperoleh dari penelitian lapangan dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Spearman, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan. Meningkatnya partisipasi warga desa dalam pelaksanaan pembangunan desa ternyata disebabkan oleh intensifnya Kepala Desa memberikan dorongan, pengarahan, bimbingan, komunikasi dua arah dan diberikannya kesempatan kepada warga desa untuk ikutserta dalam pembuatan keputusan desa yang berhubungan dengan pembangunan desa.
Dari lima aspek aktivitas kepemimpinan pemerintah desa dan masing-masing aspek merupakan sub hipotesis atau hipotesis kerja penelitian, maka kesempatan yang diberikan kepada warga deasa untuk ikut serta atau ambil bagian dalam pembuatan keputusan desa lebih besar pengaruhnya untuk meningkatkan partipasi warga desa. Sedangkan aktivitas dorongan adalah yang paling kecil pengaruhnya, sebab yang paling diinginkan oleh warga desa adalah tindakan dan pembuatan nyata dari pemimpin pemerintah desa.
2. Hubungan positif antara kepemimpinan pemerintah desa dengan tingkat partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan dipengaruhi oleh kemampuan kepala desa untuk menyesuaikan pola perilaku interaksi hubungannya dengan masyarakat desa dalam konteks tuntutan nilai-nilai tradisional sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu keberhasilan kepala desa menggerakkan dan meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan desa adalah karena kepemimpinan pemerintah desa memperoleh dukungan atau legalitas dan ligitimasi dari para pernimpin informal desa khususnya pemimpin informal tradisional. Dengan kata lain, posisi dan otoritas Kepala Desa dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa dilegitimasi secara tradisional. Juga dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa Kepala Desa tidak menonjolkan aspek otoritas formal yang dimilikinya dimana ia berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai budaya dalam hubungan kekerabatan. Dengan demikian aspek nilai budaya tradisional perlu diperhatikan dan dimanfaatkan karena mempengaruhi efektifitas kepemimpinan pemerintah desa untuk menggerakkan partisipasi warga desa dalam pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T6713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>