Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maesuroh
"Alat/cara kontrasepsi merupakan suatu sarana yang penting dalam upaya pengendalian kelahiran, baik untuk tujuan menunda dan menjarangkan kehamilan maupun mengakhiri kehamilan. Gerakan KB Nasional telah menggunakan berbagai jenis kontrasepsi sejak dimulainya program KB di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Freedman et al (1981) dan Soeradji et al {1987) mengungkapkan bahwa faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi dan lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup menentukan dalam keikutsertaan ibu ber KB.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik sosial, ekonomi, demografi dan faktor lingkungan serta memperkirakan besarnya probabilitas dari ibu (peserta KB aktif) yang memakai kontrasepsi efektif terpilih (MKET), non efektif (non MKET) dan ibu yang tidak ikut KB.
Penelitian ini menggunakan data hasil pilot Susenas tahun 1991 yang digabung dengan data hasil PODES (Potensi Desa) Tahun 1990 untuk propinsi Nusa Tenggara Barat. Unit penelitiannya adalah wanita yang berstatus kawin dan berumur 15-49 tahun. Dari jumlah sampel sebanyak 1.308 rumah tangga, yang memenuhi syarat sebagai unit penelitian (responden) ada sebanyak 918 orang wanita.
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan probabilitas keikutsertaan ibu ber KB adalah model regresi multi nomial logistik berganda. Variabel bebas yang diamati terdiri dari: umur ibu, daerah tempat tinggal, jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu, rata-rata pengeluaran per kapita per bulan, indeks kondisi perumahan, pekerjaan ibu dan tersedianya sarana rumah sakit bersalin/poliklinik, puskesmas, dokter/paramedis, pos KB, sekolah dan pasar di desa tempat tinggal ibu.
Untuk memperkirakan probabilitas keikutsertaan ibu ber KB dilakukan pemilihan model yang cocok secara statistik dan substantif. Dari model yang diperhatikan dipilih tiga model sebagai berikut:
Model pertama {model l.a), yaitu model dengan faktor sosial ekonomi dan demografi sebagai variabel bebas, yang terdiri dari: umur ibu, jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan.
Model kedua (model 2.a), yaitu model dengan faktor lingkungan sebagai variabel bebas, yang terdiri dari: tersedianya sarana pos KB, sekolah dan pasar di desa tempat tinggal ibu.
Model ketiga (model 3.a),yaitu model dengan variabel bebas yang tercakup pada model pertama dan model kedua.
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari model l.a dan model 3.a probabilitas rata-rata ibu memakai kontrasepsi efektif (MKET) dan non efektif (non MKET) cenderung berimbang. Sedangkan dari model 2.a walaupun probabilitas rata-rata ibu cenderung lebih memakai kontrasepsi non efektif dibandingkan dengan probabilitas rata-rata ibu yang memakai kontrasepsi efektif, tetapi perbedaannya relatif kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa ibu (peserta KB aktif) di NTB sudah mulai dapat memilih jenis kontrasepsi secara rasional dan semakin menjurus kepada pemakaian kontrasepsi efekfif.
Kesimpulan lebih lanjut mengenai hubungan berbagai variabel dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi adalah sebagai berikut: adanya hubungan yang negatif antara umur ibu dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi. Pada kelompok ibu berumur muda (20-34 tahun) probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif (MKET dan non MKET) cenderung berimbang dan lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu berumur tua ( 35 tahun) yang cenderung memakai kontrasepsi non efektif (non MKET).
Variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya, yaitu jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu, dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan menunjukkan hubungan yang positif dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi. Probabilitas ibu yang mempunyai anak > 3 orang untuk memakai kontrasepsi baik efektif maupun non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang mempunyai anak masih hidup orang. Kelompok ibu yang mempunyai anak < 2 orang probabilitasnya cenderung memakai kontrasepsi non efektif, sedangkan ibu yang mempunyai anak >3 orang probabilitasnya untuk memakai kontrasespsi efektif dan non efektif cenderung berimbang.
Lebih lanjut dari model yang diperhatikan nampak bahwa variabel pendidikan ibu menunjukkan pola hubungan yang sama, yaitu ibu yang berpendidikan SD mempunyai probabilitas pemakaian kontrasepsi baik efektif maupun non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tidak tamat SD/tidak pernah sekolah yang probabilitasnya cenderung memakai kontrasepsi non efektif.
Demikian pula perbedaan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan menunjukkan hubungan yang positif dengan probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif (MKET) setelah dikontrol dengan faktor sosial, ekonomi dan demografi lainnya di dalam model. Tetapi sebaliknya dari model yang sama ternyata probabilitas pemakaian kontrasepsi non efektif dari kelompok ibu yang mempunyai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di atas batas miskin tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan kelompok ibu yang mempunyai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah batas miskin.
Di samping dukungan terhadap adanya hubungan antara status sosial ekonomi dan faktor demografi dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi penelitian ini juga memberikan temuan adanya pengaruh faktor lingkungan yaitu tersedianya sarana pos KB, sekolah dan pasar terhadap probabilitas pemakaian kontrasepsi balk sebelum maupun setelah memperhi tungkan pengaruh faktor sosial, ekonomi dan demografi. Keberadaan pos KB berpengaruh positif terhadap probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif (MKET), sebaliknya tidak berpengaruh terhadap probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi non efektif (non MKET). Kelompok ibu yang tinggal di desa yang ada sarana pos KB probabilitasnya memakai kontrasepsi efektif cenderung dua kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa yang tidak ada sarana pos KB.
Berikut adanya sarana sekolah juga menunjukkan pengaruh yang positif terhadap probabilitas pemakaian kontrasepsi efektif dan non efektif. Kelompok ibu yang tinggal di desa yang terdapat sarana SD dan SLTP/SLTA probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa .yang hanya ada sarana SD. Tetapi ada atau tidak adanya sarana sekolah lanjutan (SLTP/SLTA) disamping SD di desa tempat tinggal ibu, probabilitasnya cenderung masih lebih besar memakai kontrasepsi non efektif dibandingkan dengan probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif.
Selain itu penelitian ini memberikan temuan yang kurang menggembirakan, yaitu adanya pengaruh negatif dari tersedianya sarana pasar terhadap probabilitas keikut sertaan ibu ber KB di mana ibu yang tinggal di desa yang ada sarana pasar, probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa yang tidak ada sarana tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan memperhatikan pengaruh faktor lingkungan dari model yang diperhatikan (model 3.a), ternyata probabilitas ibu untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif (MKET dan non MKET) dari variabel umur, jumlah anak masih hidup, pendidikan dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan cenderung meningkat.
Demikian pula dari model yang sama probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi, efektif dan non efektif dari faktor lingkungan yaitu: variabel pos KB, sekolah dan pasar juga cenderung meningkat setelah memperhitungkan pengaruh faktor sosial, ekonomi dan demografi."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzatun Nidaa
"Salah satu isu terkait kontrasepsi adalah ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi karena merupakan determinan yang mempengaruhi Contraception Prevalence Rate. Ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi dapat menyebabkan dampak masalah kesehatan masyarakat yaitu kehamilan tidak diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran faktor-faktor ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi suntik, implan dan IUD di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Sumbawa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan data sekunder dari Survei Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Kontrasepsi di Jawa Timur dan NTB. Sampel penelitian adalah ibu yang berstatus menikah dan berusia 15-49 tahun. Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 5023 responden. Hasil penelitian proporsi ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi suntik, implan dan IUD di total tiga kabupaten sebesar 29,2%. Faktor predisposisi yang berhubungan adalah umur dan jumlah anak hidup. Faktor pemungkin, jenis alat kontrasepsi tidak berhubungan di tiga kabupaten. Faktor penguat, KIE KB dan diskusi KB dengan suami berhubungan secara total di tiga Kabupaten. Sehingga disarankan untuk Pemerintah Provinsi dan NTB untuk melakukan penyuluhan intensif tentang perlunya melanjutkan penggunaan alat kontrasepsi terutama pada ibu-ibu berusia diatas 35 tahun atau yang memiliki anak lebih dari 3, menggencarkan pemberian informasi KB oleh kunjungan petugas kesehatan atau tokoh masyarakat dan meningkatkan peran suami.

One of the issues related to the use of contraception is contraceptive discontinuation as a determinant affecting Contraception Prevalence Rate. Contraceptive discontinuation can cause public health problem such as unwanted pregnancy. This study aims to describe of the factors associated with injection contraceptive, implant and IUD discontinuation in West Lombok Barat, East Lombok and Sumbawa. This study used a cross-sectional design and secondary data from the Monitoring and Evaluation Survey Use of Contraception in East Java and West Nusa Tenggara Province. The samples were mothers who are married and aged 15-49 years. The number of samples analyzed is 5023 respondents. The results of the study the proportion of injection contraceptive, implant and IUD discontinuation in a total of three districts is 29.2 %. Predisposing factors that statistically correlated are age and number of living children. Enabling factors, types of contraceptives is not statistically correlated in three districts. Reinforcing factors, IEC KB and discussion about KB with husband is statistically correlated in total of three districts. So it is recommended to the Provincial Government of NTB to conduct intensive counseling about the need to continue the use of contraceptives, especially in women older than 35 years or who have children over 3, to intensify the provision of family planning information by visiting health workers or community leaders and enhance the role of the husband."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eska Riyanti Kariman
"Tingkat pemakaian kontrasepsi pil di kalangan wanita PUS cukup tinggi, hal itu terlihat dari data pemakaian kontrasepsi pil hasil SDKI 2002103 sebesar 13,2 % . Tingginya prevalensi pemakaian kontrasepsi pil tersebut tidak dibarengi dengan tingginya tingkat kelangsungan pemakaian, hasil SDKI 1997 tercatat 34 % pemakai pit tidak menggunakan lagi setelah sate tahun_ Angka putus pakai (drop out) pil ini merupakan yang kedua tertinggi setelah kondom. Tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil arnat dipengaruhi oleh kedisiplinan dan kepatuhan akseptor dalam memakainya. Hal tersebut dimungkinkan bila akseptor memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup yang dapat diperoleh melalui konseling yang dilakukan oleh petugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konseling kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil. Data yang digunakan adalah data sekunder SDKI 2002103. Disain penelitian adalah crossectional dengan kajian statistik analisis survival.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil adalah 31 bulan dengan median survivalnya 37 bulan. Probabilitas kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil setelah bulan ke-12 adalah 62 % dan probabilitas kelangsungan setelah bulan ke-60 adalah 31 %. Probabilitas kelangsungan pernakaian kontrasepsi pil setelah bulan ke-12 pads kelompok yang mendapat konseling kontrasepsi adalah 66%, sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan konseling kontrasepsi 56 %. Risiko untuk putus pada akseptor pil yang tidak mendapatkan konseling adalah 1.6 kali bila bertempat tinggal dikota dan 1.5 kali bila tinggal didesa. Risiko untuk putus pada akseptor pil yang tidak konseling adalah 1.6 kali bila tidak ada efek camping dan menjadi 2 kali bila ada efek samping.
Tingginya risiko putus pemakaian kontrasepsi pil di wilayah perkotaan perlu mendapatkan perhatian dari pengelola program Keluarga Berencana. Dugaan sementara hal ini dijumpai didaerah kota pinggiran atau daerah kumuh, untuk itu kegiatan konseling kontrasepsi yang lebih intensif terkait dengan akseptor di daerah tersebut hares ditingkatkan misalnya melalui kunjungan petugas yang lebih sering ke rumah diharapkan dapat menurunkan risiko putus pakai. Kegiatan konseling pada prinsipnya dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran akseptor akan efek sarnping yang ditimbulkan kontrasepsi selama pemakaiannya.

Prevalence of pill contraception used among reproductive woman are high, it can seen at SDKI 2002/03 which is about 13,2 %. This height prevalence is not followed with the-continuity rate, only 34 % of women still used pill contraception within 12th month recorded in SDKI 1997. This rate as highest secondly after condom. The pill contraception continuity rate is influenced by discipline and compliance of acceptor in using it.That things is possible when acceptor have enough knowledge and information about contraception usage which they can get it from councelling by family planning officer.
This study is aimed to gain information on relationship of contraception counselling with the period of time pills uses. This study uses secondary data SDKI 2002/03. Study design used is crossectional with statistical survival analysis.
The result study shows that mean of pill contraception continuity rate are 31 month with median survival are 37 month. The Probabilities of pills continuity rate after 12th month are 62 percent and probabilities of pills continuity rate after 60th month are 31 percents. Probabilities of pills continuity rate after 12'h month in whom that receive counsellings are 66 percents, men while the group whom that not receive counselling only 56 percent. The risk of drop out among the pills acceptbr whom that not receive counsellings are 1,6 times if they lives at the city and 1,5 times if they lives at the village. The risk of drop out pills among acceptor whom that not receive counsellings are 1,6 times if they not have side effect and it can be 2 times if they have side effects.
The height risk of drop out pills among acceptors in urban region need to get more attentions from the organizer of family planning program. Momentary, assumption whereas this matter is met in marginal town area or slum region, for that more intensive program of counselling contraception related to acceptor in the are, for example more regular follow up to the acceptors whom lives at this area and had side effect. The principle of counseling is to lessen the worried feeling of the acceptor with the side effects generated by contraception during its usage.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Mashfufah
"Tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan penduduk. Sesuai dengan komitmen pembangunan nasional yang pada hakekatnya bersifat adil, demokrasi, terbuka, partisipatif dan terintegrasi, maka pada saat ini, pemerintah berupaya mengurangi kesenjangan pembangunan yang terjadi antar daerah, terutama pada daerah-daerah yang sulit dijangkau, rawan konflik/bencana, aksesibilitas yang rendah serta infrastruktur yang terbatas yang dikenal dengan Daerah Tertinggal.
Salah satu faktor yang berpengaruh pada tingkat kesejahteraan adalah besarnya beban yang ditanggung oleh satu keluarga. Semakin banyak jumlah anak, berarti semakin besar tanggungan kepala rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual anggota rumah tangganya. Bagi daerah tertinggal, angka pertambahan jumlah penduduk akan menjadi beban tersendiri, padahal sumber daya daerah tersebut sangat terbatas. Dengan demikian, program yang perlu diprioritaskan oleh Daerah Tertinggal adalah program KB.
Dan hasil analisis SDKI 2002-2003, menunjukkan bahwa prevalensi pemakaian kontrasepsi di Indonesia sebesar 60%, sedangkan untuk Daerah Tertinggal, belum ada data tentang prevalensi pemakaian kontrasepsi. Dengan penelitian ini, diharapkan akan didapatkan gambaran tentang pemakaian kontrasepsi, faktor-faktor yang berhubungan, serta faktor dominan yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi pada wanita usia subur di Daerah Tertinggal Indonesia yang terdaftar dalam SDKI 2002-2003.
Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data SDKI 2002-2003 dengan desain cross sectional, dengan populasi berjumlah 1315 wanita usia subur yang tersebar di 9 propinsi. Pengolahan dan analisis data menggunakan aplikasi analisis regresi logistic ganda. Analisis mencakup analisis univariabel, analisis bivariabel dengan Khi Kuadrat dan regresi logistik sederhana serta analisis multivariabel dengan regresi logistik multivariat.
Hash analisis menunjukkan prevalensi pemakaian kontrasepsi pada wanita usia subur di Daerah Tertinggal masih rendah (45,9%) dan faktor sosiodemografi yaitu pendidikan responder, pekerjaan responden, jumlah anak yang dilahirkan mempunyai hubungan bermakna dengan pemakaian kontrasepsi, sedangkan faktor akses terhadap media/informasi yang mempunyai hubungan bermakna dengan pemakaian kontrasepsi adalah akses media televisi, akses informasi melalui keluarga, teman/tetangga serta akses informasi melalui tokoh masyarakatlagama. Dui 6 faktor tersebut, faktor jumlah anak yang dilahirkan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi.
Berdasarkan hasil di atas, untuk percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah Tertinggal, disarankan agar dibentuk kerjasama lintas sektoral antara Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, BKKBN dan Depkes dalam penguatan kelembagaan dan jaringan KB serta perlunya peningkatan promosi dan informasi KB, balk melalui media televisi, peningkatan peran tokoh masyarakatlagama dan petugas kesehatan/KB. Sedangkan dari hasil penelitian terhadap faktor pendidikan, disarankan bagi Departemen Pendidikan bekerjasama dengan Kementerian PDT untuk lebih memperhatikan tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Tertinggal.

The parameter of a successful development of the nation is a noted of the increasing on its citizen's well being. As the national development commitment, which has characteristics on fairness, democracy, openness, participated, and integrated, the government is try to reduce the disparity of the development between regions in Indonesia, especially to those area that remote, at risk for natural disaster or conflict, having low accessibility, and Iimited on infrastructures, that we know as underprivileged areas.
One of factor that influence the level of citizen's well being is the dependency ratio of the family has. The more they have children, the more they likely to have greater family members dependency and have to responsible in fulfilling the need for their family members, materially and spiritually. In case of underprivileged areas, the increase on population number will be another burden, as they only have limited resources. Therefore, a program that has to be prioritized is a Family Planning Program.
Results from the prior analyses of Indonesia DI-IS 2002 - 2003 showed that the contraceptive use prevalence of Indonesia is as high as 60%, but there in no figure for the underprivileged areas. Therefore, a continuation analyses of the data has been conducted in order to describe on factors related on contraceptive uses, as well as the most factors related to the contraceptive uses among women at reproductive age (WRA) at underprivileged areas that Iisted on Indonesia DHS 2002 - 2003.
There are 9 (nine) provinces listed as underprivileged areas that comprises in number of population on WRA as 1315 people. The data is analyzed using double logistic regression, which consists of univariable analyses, bivariable analyses with Chi-square and simple logistic regression, and multivariable analyses with multivariate logistic regression.
Analyses has showed that contraceptive use prevalence among WRA at underprivileged areas is still low (45.9%) and socio-demographic factors such as education, occupation, and number children ever born (CEB), is related significantly with the contraceptive use. While factors on access to media/information that also have significantly related with contraceptive use are television, family/friends/neighbors, and community/religious leaders. From those 6 (six) factors, CEB is the most or dominant factor that related to contraceptive uses.
Regarding to the analyses results, in order to accelerate the people's well being at the underprivileged areas, it is suggested that there should be a strong inter-sectors collaboration between National Ministry on The Development of Underprivileged Areas, National Family Planning Coordination Board and Ministry of Health to enhance the institutional and networking on promoting and dissemination of the information on Family PIanning through television, increase the role of community/religious leaders, as well as its FP providers. Another important findings upon education factors, it is suggested that collaboration between Ministry of National Education and National Ministry on The Development of Underprivileged Areas is also needed in order to increase the level of education among people at the underprivileged areas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Mutiara
"Prevalensi penggunaan kontrasepsi di beberapa propinsi wilayah Indonesia Timur masih lebih rendah dari prevalensi nasional. Salah satu penyebabnya masih banyaknya hard to reach area atau daerah-daerah yang masih tertinggal dalam kemampuannya memberikan pelayanan KB dan kesehatan yang optimal pada masyarakat, sehingga informasi dan aksesibilitas KB masih rendah. Di samping itu ada beberapa faktor lain yang berperan seperti faktor sosio-demografi (umur, lama pernikahan, pendidikan, pekerjaan, daerah tempat tinggal, jumlah anak masih hidup), faktor sosio-psikologi (keinginan untuk mempunyai anak) dan faktor yang berhubungan dengan pelayanan (tempat tinggal terlama sampai umur 12 tahun, paparan media massa, akses pelayanan KB).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penggunaan kontrasepsi di 8 propinsi Indonesia Timur (Nusa Tenggara Timur, Timor Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya) dan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan penggunaan kontrasepsi berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994.
Studi dengan analisis data sekunder ini mendasarkan pada rancangan cross-sectional dengan jumlah sampel 5066 wanita berstatus kawin umur 15 - 49 tahun, tidak hamil dan tinggal di wilayah cacah terpilih pada waktu wawancara dilaksanakan. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji tabulasi silang dan analisis regesi logistik. Analisis dilakukan dengan menggunakan program STATA versi 4.0 dengan mempertimbangkan unsur strata, klaster, maupun pembobotannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang sekarang menggunakan kontrasepsi hampir sama dengan proporsi yang tidak menggunakan kontrasepsi, masing-masing sebesar 49,7 % dan 50,3 %. Responden yang menyatakan pernah menghubungi/dihubungi petugas KB sekitar 29,3 %, yang menunjukkan masih rendahnya akses pelayanan KB. Dari yang menyatakan tidak pernah menghubungi atau dihubungi petugas KB sebagian besar (82,2 %) berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di desa (80,7 %). Ditemukan adanya hubungan yang bermakna dari semua variabel dengan penggunaan kontrasepsi, kecuali variabel pekerjaan responden. Dari hasil analisis bivariat ternyata variabel yang berperanan besar adalah variabel akses pelayanan KB. Kemungkinan responden yang menyatakan pernah kontak dengan petugas KB untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 3,90 kali dibanding yang tidak pernah mengadakan kontak dengan petugas KB. Ditemukan adanya interaksi antara umur dengan jumlah anak masih hidup. Pada kelompok umur 15 - 19 tahun, kemungkinan responden yang memiliki anak 2 orang atau lebih untuk menggunakan kontrasepsi 0,91 kali dibanding yang memiliki anak < 2 orang (95 % CI = 0,17 - 4,82), sementara pada kelompok umur 30 tahun keatas, kemungkinan responden yang telah memiliki anak 2 orang atau Iebih untuk menggunakan kontrasepsi 5,81 kali dibanding yang memiliki anak < 2 orang (95 % CI = 4,01 - 8,43) setelah dikontrol dengan variabel lain.
Mengingat masih rendahnya akses pelayanan KB, perlu diupayakan langkah-langkah yang dapat memperluas kontak dengan petugas melalui kegiatan-kegiatan yang lebih produktif, program perlu lebih menjelaskan tentang keuntungan dari suatu Cara kontrasepsi, perlu upaya penyuluhan yang intensif kepada kelompok umur 15 - 19 tahun yang memiliki 2 anak atau lebih, berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di pedesaan dan perlu penelitian lebih lanjut tentang rendahnya akses pelayanan KB selain karena alasan kondisi geografis.

The prevalence of contraceptive use in some provinces in Eastern Indonesia was still lower than national prevalence. One of its causes was still many hard to reach areas or areas which were left behind by progress in their capability to give family planning service and optimum health to the community, so that information and accessibility about family planning was still poor. Besides there were some other factors which contributed such as socio-demography factors (age, marital duration, education, occupation, type of place of residence, number of living children), socio-psychology factor (desire for more children) and factors related to service (childhood place of residence, exposure of mass media, accessibility of family planning service).
The objective of this study was to understand the prevalence of contraceptive use in 8 provinces in Eastern Indonesia (East Nusa Tenggara, East Timor, North Sulawesi, Central Sulawesi, South Sulawesi, South-East Sulawesi, Maluku and Irian Jaya) and the relationship between those factors and contraceptive use based on data of Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 1994.
The study using this secondary data based on cross-sectional design and the number of samples were 5066 married women, aged 15 - 49 years, not pregnant and lived in selected census area at the time interview was conducted. The data analysis included univariate, bivariate and multivariate analysis by using cross-tabulation and logistic regression analysis. The analysis was conducted by using software STATA version 4.0 by considering strata, cluster and weight.
The result showed that the proportion of respondents used contraceptive almost the same as the proportion who did not use, respectively 49,7 % and 0,3 %. Respondents who had contact with family planning workers were 29,3 %, showed that family planning accessibility was still poor. From the respondents who said that they never visited family planning workers or be visited by family planning workers, most of them (82,2 %) had low education and lived in rural area (80,7 %). There was a significant relationship between all variables, except respondents' occupation, and contraceptive use. From the bivariate analysis, the variable that had great contribution was variable of family planning accessibility. The probability of respondents who said that they had ever visited family planning workers to use contraceptive use was 3,90 times compared to respondent who did not visit family planning workers. There was an interaction between age and number of living children. For the respondents aged 15 - 19 years, the probability of respondents had 2 children or more to use contraceptive was 0,91 times compared to respondents with no child and 1 child (95 % CI = 0,17 - 4,82), meanwhile for the age group 30 years and more, the probability of respondents had 2 children or more to use contraceptive was 5,81 times compared to respondents with no child and 1 child (95 % CI = 4,01 - 8,43) after be adjusted with other variables.
By considering that family planning accessibility was still poor, it is necessary some ways which can extent contact with family planning workers by conducting more productive activities, family planning program should explain the advantage of contraceptive, it is necessary to give the information intensively to the women aged 15 - 19 years with 2 children or more, had low education and lived in rural area and it is necessary to carry out a further research about the poor of family planning accessibility not caused by geographical condition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Vanda Trigno
"Hubungan antara lama amenore dan jarak kehamilan telah dipelajari di banyak negara. Di Indonesia, lama amenore panjang, tapi banyak wanita menyusui yang menggunakan kontrasepsi pil pada saat yang bersamaan. Bila wanita postpartum mulai menggunakan pil, dia akan segera mendapatkan kembali siklus menstruasinya, dan menjadi fertil. Bila banyak diantara mereka berhenti menggunakan pil, maka kita akan kehilangan banyak masa amenore yang dapat menyebabkan jarak kehamilan yang lebih pendek. Agar dapat diperpanjang ada dua faktor penting yaitu laktasi (menjaga wanita tetap amenore) dan kontrasepsi.
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari IFLS-2 yang diadakan pada tahun 1997-1998. Saat penggunaan piI berhubungan negatif dengan lama amenore. Tidak ada hubungan antara saat penggunaan pil dan jarak kehamilan, namun kehamilan dalam ≤ 18 bulan hanya terjadi pada ibu yang mulai menggunakan pil sejak amenore. Juga tidak ada hubungan antara lama amenore dan jarak kehamilan, tapi kemungkinan ibu yang lama amenore ≤ 8 bulan hamil dalam ≤ 18 bulan dua kali ibu yang lama amenorenya > 8 bulan. Untuk mendapat manfaat ASI sepenuhnya terhadap jarak kehamilan, sebaiknya penggunaan pil ditunda hingga amenore berakhir, dan sebaiknya ibu menggunakan metode amenore laktasi.

Analysis of Sociodemography Factors, Time to Start Pill Contraception, Duration of Amenorrhea, and Pregnancy Interval among Women in Childbearing Ages in Indonesia (A Secondary Data Analysis of IFLS-2 1997)The association between the amenorrhea period and birth intervals has been studied in many countries. In Indonesia, the mean duration of amenorrhea is long, but many lactating women using the pill at the same time. When postpartum women start using pill, she will soon get her menstrual cycle return, and become fertile. If many of these women stop taking the pill, then we will lose a lot of the amenorrhea period which will lead to a shorter birth interval. To extend the interval there are two important factors: lactation (keep women in amenorrhea state) and contraception.
This study presents a secondary data analysis from the IFLS-2 that was carried out in 1997-1998. The time to start pill has negative association with duration of amenorrhea. There is no association between time to start pill and pregnancy interval, but pregnancy within ≤ 18 months only occurs in women who start the pill while amenorrhea. There is also no association between duration of amenorrhea and pregnancy interval, but women with duration of amenorrhea ≤ 8 months are twice likely to have pregnancy interval ≤ 18 months then the women with > 8 months amenorrhea. To get the full advantages of lactation on the pregnancy interval, women should cancel using the pill until the amenorrhea has stop, and mother use the lactation amenorrhea method for best.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T9349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Wilson
"Studi tentang perilaku pemakaian kontrasepsi antara lain meliputi studi pemakaian (use), pemilihan (choice), penggantian (switching), ketidaklangsungan (discontinuation) dan kegagalan (failure). Studi ini memiliki sumber data yang kaya. Di Indonesia, salah satu sumber data untuk studi ini adalah hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Dalam SDKI sejarah pemakaian alat kontrasepsi dalam lima tahun sebelum survei dicatat. Data sejenis ini disebut data kalender.
Studi tentang perilaku pemakaian kontrasepsi penting dalam upaya peningkatan dan perbaikan pelayanan kontrasepsi. Secara khusus, studi tentang penggantian metode kontrasepsi (contraceptive switching) penting untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penggantian metode serta siapa yang mempunyai risiko paling tinggi untuk mengganti, Pengetahuan tentang hal ini penting untuk intervensi program khususnya dalam upaya pengendalian angka kelahiran melalui pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan. Kehamilan yang tidak direncanakan dapat terjadi setelah menghentikan pemakaian suatu metode kontrasepsi.
Oleh karena itu, dalam tesis ini dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggantian metode kontrasepsi. Sumber data yang digunakan adalah hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994. Karena variabel respon bersifat biner (y=1 jika ganti metode kontrasepsi dan y=4 jika tidak ganti metode kontrasepsi) maka untuk analisis digunakan model regresi logistik biner. Variabel bebas dalam analisis adalah faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan alat kontrasepsi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara statistik ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing faktor sosial, ekonomi, demografi dan faktor yang berhubungan dengan metode kontrasepsi. Analisis deskriptif menunjukkan bahwa faktor yang paling kuat yang mempengaruhi keputusan untuk mengganti pemakaian suatu metode KB adalah alasan untuk berhenti dan masalah kesehatan. Probabilitas mengganti pemakaian suatu metode kontrasepsi tertinggi untuk para perempuan yang ingin metode yang lebih baik (mudah diperoleh, lebih efektif, nyaman dipakai dan harga terjangkau)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Wijayaningrum
"Pendahuluan. Pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin mampu mencegah terjadinya kehamilan tidak diharapkan yang dapat mendorong aborsi tidak aman. Pada wanita bekerja, tuntutan dunia kerja dan keinginan mengembangkan karir, mendorong untuk memakai kontrasepsi agar tidak hamil.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status pekerjaan dengan pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin di Indonesia tahun 2012.
Metodologi. Analisis multivariabel regresi logistik dilakukan pada subsampel 13.124 wanita tidak kawin umur 15-49 tahun dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.
Hasil. Hasil penelitian menunjukkan hanya 1,1% wanita tidak tidak kawin yang mengaku memakai kontrasepsi pada saat survei. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wanita tidak kawin yang bekerja memiliki odds 1,7 kali lebih tinggi untuk memakai kontraspesi dibandingkan yang tidak bekerja (OR adjusted = 1,7, 95% CI: 1,1 - 2,8).
Simpulan. Akses pelayanan kontrasepsi untuk wanita yang dalam usia reproduksi tidak ditinggalkan oleh Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana di Indonesia harus memberikan akses universal kepada setiap wanita dalam usia subur tanpa memandang status perkawinannya.

Introduction. Contraceptive use by unmarried women are able to prevent unintended pregnancy that can lead to unsafe abortion. Women who work, the demands of the working world and desire to develop their career, increase the use of contraceptive to avoid pregnancy.
Objective. The purpose of this study is to find out the influence of employment status on contraceptive use among unmarried women in Indonesia.
Method. Multivariable logistic regression analysis conducted on the subsample 13.124 of unmarried women aged 15-49 years from Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2012.
Result. The results showed only 1.1% of unmarried women who are using contraception at the time of the survey. The results also showed that unmarried women who work have a 1.7 times higher odds to use contraception than those who do not work (OR adjusted = 1.7, 95% CI: 1.1 to 2.8).
Conclusion. Access to contraceptive services for women of reproductive age should not left behind by the Family Planning Program. We should provide universal access to every woman of childbearing age regardless of marital status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iksanatun Fadila Oktabriani
"Pendahuluan. Ibu dengan satu anak memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menambah anak lagi sehingga pemakaian kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan bagi anak berikutnya sangat dibutuhkan untuk menghindari risiko hamil terlalu dekat. Diskusi suami istri diyakini memiliki kontribusi terhadap pemakaian kontrasepsi. Meskipun demikian, peran diskusi suami istri dalam pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan belum diketahui.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran diskusi suami istri dalam pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan (spacing contraceptive).
Metode. Analisis multivariabel regresi logistik pada 8.359 Wanita Usia Subur dari sub sampel Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang telah menikah atau hidup bersama dan memiliki satu anak hidup karena untuk menjarangkan kehamilan minimal ibu harus memiliki 1 anak.
Hasil. Ada 50,2% ibu dengan satu anak yang menggunakan kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Ibu yang mendiskusikan KB dengan suami memiliki odds 1,61 lebih tinggi untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan, setelah dikontrol oleh status pendidikan ibu, status pekerjaan suami, status ekonomi keluarga, dan sumber informasi KB (Rasio odds terkontrol = 1,61, 95% CI: 1,35 - 1,92).
Simpulan. Diskusi suami istri memiliki peran dalam mendorong pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Bukan hanya wanita saja yang menjadi sasaran dalam perencanaan keluarga dan Behavior Change Communication untuk memotivasi pasangan berdiskusi, melainkan juga kepada suami.

Background. The desired to have more children was higher among mothers who had one child, so they need contraceptive use for spacing the next pregnancy to avoid the risk of close pregnancy. Couple discussion about family planning is believed to be able to contribute the use of contraceptive. However, the influence of couple discussion about family planning on modern contraceptive use for spacing is unclear.
Objective. The objective of this study was to explore the influence of couple discussion about family planning on modern contraceptive use for spacing pregnancy.
Method. Multivariable logistic regression was used to analyze 8,359 of reproductive woman from Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2012 who had married or living together and had one child that still lived because to do spacing pregnancy, at least mothers already had one child.
Result. There are 50.2% mothers who had used modern contraceptive for spacing pregnancy. Mothers who discussed family planning with her husband was 1.61 higher to use modern contraceptive for spacing pregnancy than those who didn't discuss, controlled by level of mothers education, husband’s occupation, economic status, and family planning information source (Adjusted odds ratio = 1.61, 95% CI: 1.35 - 1.92).
Conclusion. Couple discussion had role to influence the use of modern contraceptive for spacing pregnancy. Thus, not only woman who has to involve in family planning and Behavior Change Communication targets for motivate couple to discuss, but also to husband.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rifai
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara agama dan perilaku pemakaian jenis kontrasepsi, suatu kajian yang dalam pengamatan penulis masih jarang dilakukan orang di Indonesia. Penelitian ini bersumber kepada data SPI 1987, dan dipilih DKI Jakarta sebagai daerah penelitian, dengan pertimbangan Jakarta memiliki keragaman sosial-budaya dan agama yang cukup variatif.
Permasalan pokok yang dikaji terbatas pada hubungan antara agama, status sosial-ekonomi dan demografi dengan pemakaian jenis kontrasepsi. Pembahasan terhadap hubungan antara agama dengan pemakaian jenis kontrasepsi dilakukan dengan cara membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok responden Islam dan kelompok responden non Islam. Jenis alat kontrasepsi juga dikelompokkan menjadi kontrasepsi efektif (IUD, Susuk dan Kontap), kontrasepsi kurang efektif (Pil, Suntik dan kondom), dan kontrasepsi tradisional (Jamu, Pijat, Senggama terputus dan Pangtang berkala).
Teori yang menjadi dasar analisis dalam penelitian ini ialah proposisi teologi khusus dan proposisi karakteristik yang diajukan oleh Goldschider. Proposisi teologi khusus menyatakan bahwa perilaku fertilitas merupakan fungsi dari ajaran agama, sedang proposisi karakteristik menyatakan bahwa perbedaan perilaku antar kelompok agama merupakan akibat dari perbedaan karakteristik sosial-ekonomi dan demografi dari kelompok agama yang bersangkutan. Kedua proposisi ini digunakan secara serempak dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan cara mengamati persentase dalam tabel silang untuk melihat kecenderungan, Chi-Square untuk melihat signifikansi hubungan dan Koefisien Kontingensi untuk melihat keeratan hubungan.
Dari analisis terhadap hubungan antara kelompok responden berdasarkan afiliasi agama dengan pemakain Janis kontrasepsi sebelum. mempertimbangkan variabel sosial-ekonomi dan demografi ditemukan bahwa terdapat perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi antara kelompok responden Islam dan kelompok responden non Islam; kelompok responden Islam cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif dan kelompok responden non Islam cenderung memakai kontrasepsi efektif. Namun setelah variabel sosial-ekonomi dan demografi dipertimbangkan terlihat perbedaan itu melemah. Karena itu adanya perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi tersebut kemungkinan berkaitan dengan dua hal:
a. Aturan-aturan dalam masing--masing agama yang berkaitan dengan pemakaian kontrasepsi. Dalam Agama Islam tidak semua cara kontrasepsi yang dimasyarakatkan program KB dapat pakai oleh ummat Islam. Ada cara kontrasepsi yang dilarang yaitu IUD, vasektomi dan tubek tomi. IUD dilarang karena cara pemasangannya harus dengan melihat aurat besar wanita sedang sterilisasi dilarang karena mematikan fungsi reproduksi dan dilakukan dengan cara merusak organ tubuh suami atau isteri. Cara kontrasepsi yang diperbolehkan dalam Islam adalah: pil, suntik, kondom, senggama terputus, salep, diaphragma dan pantang berkala (cara-cara tersebut masuk katagori jenis kontrasepsi kurang efektif menurut BKKBN). Di kalangan non Islam boleh dikatakan tidak ada larangan yang tegas dalam hal pemakaian jenis kontrasepsi yang dimasyarakatkan oleh program KB, kecuali Katholik. Agama Khatolik pada dasarnya hanya membolehkan pantang berkala berdasarkan Humanae vitae yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI, tetapi dalam pelaksanaanya di Indonesia MAWI memberikan kelonggaran, sehingga pemeluk Khatolik dapat memakai kontrasepsi modern berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Alasan pertama ini didukung pula oleh adanya bukti bahwa hubungan antara agama dengan pemakaian jenis kontrasepsi tetap ada setelah dikontrol dengan variabel pendidikan isteri/suami, status bekerja, umur dan media.
b. Akibat dari perbedaan karakteristik sosial-ekonomi dan demografi antara responden Islam dan responden non Islam. Alasan kedua ini didukung oleh adanya bukti bahwa hubungan antara agama dengan pemakain jenis kontrasepsi menjadi tidak berarti lagi setelah dikontrol dengan variabel AMH (pada katagori jumlah anak lima atau lebih), pekerjaan suami (pada jenis pekerjaan suami profesional), dan variabel pendidikan-umur (pada katagori umur 35+ dan berpendidikan SMP+ ). Sedang pada katagori lainnya tetap menunjukkan adanya perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut kelompok agama. Jadi perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut kelompok agama menjadi tidak berarti lagi di kalangan responden dengan karakteristik sebagai berikut:
· berumur 35 tahun ke atas dan berpendidikan SMP+
· mempunyai anak lima atau lebih
· jenis pekerjaan suami profesional
Tidak adanya perbedaan itu diperlihatkan dengan kecenderungan pemakaian kontrasepsi efektif baik pada kelompok responden Islam maupun non Islam. Kemungkinan yang bisa diterangkan mengenai temuan ini ialah bahwa pada kelompok responden dengan jumlah anak lima atau lebih kontrasepsi efektif telah menjadi kebutuhan, karena jumlah anak yang dipunyai telah dirasa cukup dan ingin menghentikan kelahiran baru. Demikian juga pada kelompok responden dengan jenis pekerjaan profesional kontrasepsi efektif telah menjadi kebutuhan karena tuntutan status sosialnya dan pada kelompok responden yang berumur tua serta berpendidikan SMP atau lebih kemungkjnan karena mereka mampu lebih rasional dalam menerima dan menanggapi ajaran agama.
Kesimpulan yang diperoleh sesudah mempelajari hubungan antara variabel sosial-ekonomi dan demografi dengan pemakaian jenis kontrasepsi adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pendidikan menunjukkan hubungan yang positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi artinya semakin tinggi pendidikan cenderung memakai kontrasepsi efektif. Hal itu dikarenakan pendidikan dapat memperluas pengetahuan mengenai alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan memakai kontrasepsi, meningkatkan kecermatan dalam memilih alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan juga kemampuan untuk mengetahui akibat sampingan dari masing-masing alat kontrasepsi.
Dari analisis hubungan antara pendidikan dan pemakaian jenis kontrasepsi pada masing-masing kelompok agama dapat disimpulkan bahwa di kalangan responden Islam pendidikan isteri lebih kuat menampakkan hubungannya dengan pemakaian jenis kontrasepsi dari pada pendidikan suami. Sebaliknya di kalangan responden non Islam pendidikan suami lebih kuat memperlihatkan hubungannya dengan pemakaian jenis kontrasepsi daripada pendidikan isteri. Kemungkinan yang bisa diterangkan mengenai temuan ini ialah bahwa di kalangan rersponden non Islam kesadaran akan pentingnya KB tidak hanya di kalangan isteri tetapi juga di kalangan para suami, sehingga para suami juga ikut mengambil peran dalam ber KB termasuk memilih Jenis kontrasepsi yang akan dipakai, hal mana
tidak terjadi di kalangan responden Islam.
b. Umur
Umur menunjukkan hubungan yang berarti dengan pemakaian jenis kontrasepsi, karena umur mempengaruhi kebutuhan alat yang diinginkan. Pada umur muda (umur 34 tahun kebawah) cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif seperti pil, suntik dan kondom. Ini diduga karena mereka masih ingin menunda kelahiran atau masih ingin menambah anak lagi dikemudian hari, sehingga memilih jenis kontrasepsi yang mudah dihentikan penggunaannya. Sedang pada umur tua (35 tahun atau lebih) cenderung memakai kontrasepsi efektif, karena anak yang dipunyai telah dirasa cukup dan ingin menghentikan kelahiran baru, maka mereka memilih kontrasepsi seperti IUD, susuk dan sterilisasi, karena selain efektif dalam mencegtah kehamilan juga tidak merepotkan.
Hubungan umur dengan pemakaian jenis kontrasepsi pada masing-masing kelompok agama adalah sebagai berikut: di kalangan responden Islam umur memperlihatkan adanya hubungan positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi, sedang di kalangan responden non Islam variabel umur kurang memperlihatkan adanya hubungan positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi, karena pada Umur muda sudah memperlihatkan kecenderungannya dalam memakai kontrasepsi efektif. Ini diduga pada kelompok umur muda dari kalangan responden non Islam telah bisa menerima program KB dengan dua anak, sehingga cenderung membatasi jumlah anak dengan memakai kontrasepsi efektif.
c. Pekerjaan
Faktor bekerja atau tidaknya responden tidak menunjukkanadanya perbedaan yang berarti dalam pemakain jenis kontrasepsi. Sebaliknya ditemukan perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami; responden dengan jenis pekerjaan suami profesional cenderung memakai kontrasepsi efektif dan responden dengan jenis pekerjaan jasa dan pekerja kasar cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif. Dengan demikian pekerjaan suami lebih dominan dalam menampakkan hubungan dengan pemakaian jenis kontrasepsi daripada status bekerja responden sendiri. Gambaran yang serupa juga ditemukan di Yogyakarta yang melaporkan bahwa macam alat kontrasepsi yang dipakai lebih menampakkan hubungan dengan status pekerjaan suami dari pada pekerjaan isteri. Hal itu dikarenakan pekerjaan suami lebih mencerminkan status sosial keluarga dan si isteri akan terdorong untuk mengikuti norma-norma yang berkaitan dengan status suaminya.
Analisis pada masing-masing kelompok agama diperoleh kesimpulan sebagai berikut: di kalangan responden Islam bekerja atau tidaknya seorang ibu memperlihatkan perbedaan dalam pemakaian jenis kontrasepsi, sedang di kalangan responden non Islam bekerja atau tidaknya seorang ibu tidak mempunyai hubungan dengan pemakaian jenis kontrasepsi.
Begitu juga dengan pekerjaan suami, di kalangan responden Islam perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami menunjukkan perbedaan yang berarti. Sedang di kalangan responden non Islam kurang mengesankan adanya perbedaan
pemakain jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami.
d. Jumlah Anak Masih Hidup
Jumlah anak masih hidup mempunyai hubungan dengan pemakain jenis kontrasepsi baik di kalangan responsden Islam maupun responden non Islam. Kecenderungan pemakain kontrasepsi efektif di kalangan responden Islam baru terlihat ketika jumlah anak yang dipunyai mencapai lima atau lebih, sedang pada kelompok responden non Islam kecenderungan pemakain kontrasepsi efektif sudah terlihat pada jumlah anak 3-4 orang anak. Hal ini berkaitan dengan besarnya jumlah anak yang diinginkan, di mana proporsi yang menginginkan jumlah anak lebih dari empat lebih besar di kalangan responden Islam dari pada di kalangan responden non Islam.
e. Media
Semakin banyak media massa yang dimanfaatkan oleh responden maka cenderung memakai kontrasepsi efektif, ini ditemukan di kalangan responden Islam maupun di kalangan responden non Islam, namun keeratan hubungan itu lebih kuat terlihat dikalangan responden Islam daripada di kalangan penganut Agama non Islam.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>