Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168046 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Laksmi Gondokusumo
"ABSTRAK
The study is trying to understand how Tongkonan, the Toraja traditional architecture, in facing the influence of modern culture towards the traditional culture such as believes, values, regulation and habits of the Toraja community. Culture is a perception or knowledge of community such as believe, norms, as a reference in facing the environment, such as social environment and physical environment.
Now the social environment is gradually changing by the rush of tourism in Toraja. In the one hand Tourists exist to fulfill their social needs such as beautiful scenery, religious ceremony, Toraja traditional architecture (Tongkonan), etc, whilst tourism itself by their modern culture could influence the traditional culture of the Toraja community.
The changes caused by modernization process will be gradually changing the daily living pattern of the Toraja community; the questions will be derived such as :
(1) how far these changes eliminate Tongkonan function ?, and
(2) does Tongkonan as a physical traditional still needed by Toraja community
This study is trying to answer the above-mentioned questions by using survey method in the Tikuna Malenong village, Sanggalangi district at Toraja Regency as a sample. Questionnaire and interview are mainly emphasized on the community's daily habits and living pattern towards old ethnic tradition of Toraja, namely A7uk Todo7o, especially in conjunction with the traditional house of Toraja.
The result of the study are as follows :
1. The physical room lay-out is limited, so the movement of the inhabitant is also limited.
2. However, the present living pattern needs more flexibility then the room layout now adjusted as shown in the new Tongkonan namely Tongkonan Dilanggara.
3. Eventhough the modern culture influences the community living pattern, the old tradition is still reluctant to be changed as shown in the unchanged basic design of Tongkonan.
The benefits of the study is to provide an understanding of the attitude of ethnic community in facing the modern culture, how to maintain their living pattern through the cultural form such as the architecture of traditional house, and also as a suggestion to the decision maker in managing the Indonesian ethnic culture.

Kajian ini berusaha memahami pengaruh budaya masyarakat Toraja masa kini terhadap arsitektur tradisionalnya yang bernama Tongkonan. Yang dimaksud budaya disini adalah pandangan atau pengetahuan suatu masyarakat berupa kepercayaan, nilai-nilai, aturan-aturan yang menjadi acuan dalam bertindak guna menghadapi lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik atau lingkungan buatan.
Kini lingkungan sosialnya telah berubah oleh adanya pariwisata yang makin meningkat. Para wisatawan disatu pihak hadir untuk suatu kebutuhan tertentu, dan melahirkan tuntutan yang akan dinikmatinya, misalnya keindahan alam Tana Toraja, upacara keagamaan, dan keberadaan arsitektur tradisional seperti Tongkonan tadi. Sementara itu wisatawan juga membawa pengaruh yang bersifat modern, berupa pengetahuan baru yang mungkin sekali mempengaruhi pengetahuan lama yang dimiliki orang Toraja.
Pengetahuan baru karena pengaruh pariwisata tadi menyebabkan orang Toraja menentukan pilihan, terutama yang menyangkut keberadaan Tongkonan. Pilihan itu harus diambil karena orang Toraja harus mempertahankan Tongkonan dan hal lain yang terkait dengan itu, misalnya upacara. Keutuhan Tongkonan memberi pengaruh terhadap peningkatan taraf hidup mereka, karena Tongkonan merupakan salah satu faktor yang menarik wisatawan.
Pengetahuan mereka yang berkembang menyebabkan perubahan persepsi mereka tentang kesehatan (penyediaan jamban dirumah), keamanan (kondisi dapur yang tidak mudah menimbulkan kebakaran), kesejahteraan: misalnya ruangan untuk kebutuhan pendidikan anak-anak mereka yang memenuhi syarat. Keadaan tersebut diatas melahirkan masalah yang akan dicoba difahami, meialui penelitian ini. Permasalahan yang timbul adalah :
1. Apakah fungsi Tongkonan akan tergeser karena perubahan pola hidup ?
2. Apakah masyarakat Toraja masih memerlukan suatu wujud budaya secara fisik dalam bentuk Tongkonan ?
Lokasi yang dipilih adalah desa Tikuna Malenong, kecamatan Sanggalangi Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan. Dipilih lokasi ini karena : masyarakatnya masih menganut adat istiadat etnik Toraja, lokasi Bering -dikunjungi wisatawan , sehingga diduga Bering berinteraksi dengan orang luar Toraja, kepadatan penduduknya paling tinggi dan lokasi memiliki obyek wisata cukup lengkap.
Data-data dikumpulkan dengan menggunakan cara pengambilan sampel acak sederhana. Data dikumpulkan dari responder melalui wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang terstruktur. Analisis data dilakukan secara diskriptif dan analisis uji statistik.
Kesimpulan yang didapat penelitian ini adalah :
1. Ditinjau dari segi kesehatan dan keselamatan lingkungan, bentuk Tongkonan asli tidak dapat dipertahankan.
2. Fungsi Tongkonan dasar belum tergeser, karena fungsi Tongkonan dapat dilengkapi dengan ruangan yang diinginkan. Kelengkapan ruangan itu dapat ditemui dalam Tongkonan Dilanggara.
3. Pengaruh tradisi dalam kaitannya dengan Tongkonan masih akan melekat dalam waktu cukup lama ditinjau dari perilaku masyarakatnya.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memahami pandangan masyarakat Toraja dalam menghadapi modernisasi yang datang ke daerahnya. Dan bagaimana mempertahankan pola kehidupan melalui bentuk kultural seperti arsitektur rumah tradisional dan juga sebagai sumbang saran bagi pembuat keputusan dalam mengelola kebudayaan etnik di Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Dwi Aryani
"Town house akhir-akhir ini marak berkembang dan menjadi tren baru perumahan di Jakarta. Awalnya, town house muncul di Eropa dan Amerika sebagai rumah deret dan terdapat satu atau dua sisi dinding rumah yang digunakan bersama. Saat ini masih belum jelas bagaimana pengertian, karakteristik, dan sistem yang dimiliki oleh town house di Jakarta. Oleh karena itu, dilakukan pengamatan terhadap perumahan town house di wilayah Kebagusan untuk mengetahui gambaran umum town house di Jakarta dan perkembangannya dari segi investasi. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu pengamatan langsung dan wawancara dengan studi kasus town house di wilayah Kebagusan Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa town house merupakan rumah deret yang dibangun di atas tanah seluas < 5000 m2 dengan sebuah pagar utama sebagai gerbang keluar masuk perumahan dan pos serta aparat keamanan 24 jam yang terletak di dekat pagar utama. Nama 'town house' pada perumahan di wilayah Kebagusan hanya digunakan untuk keperluan promosi. Namun, town house diperkirakan dapat menjadi salah satu solusi alternatif atas pemenuhan kebutuhan akan hunian di Jakarta yang lahan kosongnya semakin berkurang. Berdasarkan perkembangan pembangunannya, setidaknya hingga tahun 2030 akan terus terjadi pembangunan town house di wilayah Kebagusan sehingga investasi town house dapat dikatakan menguntungkan.

Lately, town house grow rapidly and soon become a new trend of housing in Jakarta. Town house appeared initially in Europe and America as row house located side by side with one or two sides sharing common walls. It is not clear yet about the meaning, characteristic, and system of town house in Jakarta. Therefore, an observation of town houses in Kebagusan was hold to find out about the overview of town house in Jakarta dan its development in terms of investment. The methods which used to collect data are direct observation and interview by taking town houses in Kebagusan, South Jakarta as case study.
Based on observation, it is known that town house is row of houses built on less than 5000 m2 land area with main gate as one way entrance-exit to the residential, completed with 24/7 security post and personnel located near by the main gate. Label 'town house' on name of housing in Kebagusan is being used for promotional purpose only. However, town house can be predicted as one of alternative solutions to fullfill housing needs in Jakarta where wasteland is getting lesser. Based on town house's build development, town house in Kebagusan will be build continually at least until 2030, therefore town house investment can be taken as profitable investment.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1200
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kusgiyarto
"Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran secara objektif tentang kehidupan sosial komunitas di rumah susun Bidaracina Jakarta Timur. Isinya mengungkapkan bagaimana keadaan kepentingan bersama permasalahan yang muncul dan mereka hadapi bersama, institusi sosial apa yang diharapkan dapat menanganinya serta faktor sosial yang memiliki peranan di sana. Disamping itu melalui penelitian ini juga untuk mengetahui gambaran komunitas di rumah susun. Kemudian bagaimana aspirasi yang mereka harapkan tentang manajemen pengembangan rumah susun yang akan datang. Manajemen pengembangan tersebut diharapkan menjadi model pengembangan komunitas rumah susun yang akan datang.
Penulis melakukan penelitian ini dengan melakukan studi kasus terhadap komunitas penghuni rumah susun Bidaracina Jakarta Timur, Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Metode yang digunakan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan 6 orang informan. Untuk mempertajam analisis penelitian ini didukung oleh data kuantitatif melalui kegiatan survei sampel dengan menyebarkan kuesioner kepada 100 orang responden di samping menggunakan studi kepustakaan. Rumah susun ini secara spesifik merupakan bangunan gedung bertingkat dilengkapi sarana fasilitas dan utilitas, taman terbuka, tempat bermain anak - anak, tempat usaha dan mushola serta halaman parkir semuanya diperuntukkan bagi komunitas penghuni. Rumah Susun Bidaracina merupakan hasil dari program urban renewal DAS Ciliwung dengan membangun kembali sebanyak 688 unit hunian rumah susun. Bila dilihat secara makro program ini telah berhasil mengatasi daerah kumuh daerah perkotaan dan memberikan kontribusi sebanyak 688 unit rumah susun atau 7 % terhadap target Pemda DKI Jakarta sebanyak 9.750 unit rumah susun setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan bagi warga yang berpenghasilan rendah. Sedangkan secara mikro program ini telah berhasil membangun 688 unit (tipe 18 ) hunian rumah susun yang layak huni. Namun hal ini masih dirasakan terlalu sempit terutama bagi keluarga yang jumlahnya lebih dari 3 orang. Mereka mendambakan suatu rumah yang memeperhatikan kepentingan dan kebutuhan penghuninya ( Hayward, 1987 ).
Mereka yang sekarang menempati rumah susun memiliki kehidupan sosial yang mencerminkan keanekaragaman asal suku, agama maupun jenis pekerjaan. Sebagai komunitas di rumah susun secara bersama - sama mereka menghadapi permasalahan akan kebutuhan yang yang mendesak seperti : air bersih, keamanan dan kebersihan. Pemenuhan kebutuhan ini diserahkan kepada institusi lokal seperti PPRS maupun RT - RW.
Dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa komunitas di rumah susun. Telah berkembang. Namun pengembangannya mengalami beberapa hambatan seperti : adanya kelonggaran aturan dan kurangnya sanksi bagi si pelanggar sehingga menimbulkan konflik antara yang mau tertib dan disiplin dengan mereka yang tidak mau tertib (tak mau membayar iuran wajib ). Konflik ini juga menghambat kelancaran PPRS dan RT - RW. Kendala lain berupa rusaknya sebuah mesin pendorong air sehingga kebutuhan air bersih mengalami hambatan.
Gejala lainnya adalah organisasi informal lokal (akar rumput) dapat mengambil peran mengupayakan sebagian kebutuhan komunitas yang tidak dapat dipenuhi oleh organisasi formal. Organisasi ini memberikan kontribusi dalam pengembangan komunitas rumah susun. Atas dasar pengalaman selama ini dan aspirasi para penghuni (individu, rumah tangga dan komunitas) mereka mendambakan pengembangan komunitas rumah susun yang akan datang agar menghiraukan aspek manusia atau memperhatikan kepentingan dan kebutuhan para penghuni. Pengembangan tersebut merupakan manajemen yang dirumuskan dalam suatu Model Pengembangan Komunitas Rumah Susun Yang Hirau Aspek Manusia. Pelaksanaanya meliputi 5 aspek kegiatan pengembangan komunitas (Korten, 1986) dengan berperinsip kepada pelayanan berbasis kebutuhan lokal dan pengembangan masyarakat berbasis organisasi akin rumput. Melalui manajemen pengembangan komunitas tersebut diharapkan komunitas rumah susun berkembang. Pengembangan ini ditandai dengan indikator terpenuhinya kebutuhan komunitas dengan sumber lokal yang ada dan kehidupan komunitas menjadi lebih baik.
Akhirnya di sampaikan pula rekomendasi untuk pengembangan komunitas rumah susun yang akan datang agar mempergunakan manajemen pengembangan model tersebut, termasuk untuk pengembangan komunitas di rumah susun Bidaracina."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Asri Permatasari
"Rumah hadir sebagai suatu pelengkap dalam memenuhi kebutuhan manusia selain sandang dan pangan. Perkembangan suatu perumahan tidak bisa lepas dengan perkembangan penduduk yang membutuhkan rumah tersebut. Akibatnya jika suatu perkembangan perumahan tidak diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat maka akan terjadi backlog. Pemenuhan kebutuhan akan perumahan yang kurang atau disebut backlog ini tidaklah mudah karena pemerintah hanya menyediakan seperempat dari kekurangan perumahan yang ada. Selain itu mahalnya perumahan yang ditawarkan pemerintah menjadi kendala bagi kaum berpenghasilan rendah untuk memenuhi kebutuhan akan rumah. Sehingga perlunya adanya usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan rumahnya sendiri yang biasa disebut dengan swadaya. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak perumahan yang kurang disuatu kawasan dan apa saja program pemerinta dalam menutupi kekurangan perumahan tersebut. Metode yang dipakai dalam penulisan yaitu dengan membaca berbagai refrensi untuk menganalisis kasus yang ada dilapangan.

House functions as a supplementary thing in fulfilling the human need in addition to cloth and food. Development of housing cannot be separated from development of population needing the house. Consequently, if a housing development is not kept up with the growth of population which is getting increased then it will result in backlog. Fulfilling the shortage of housing or so called backlog is not easy since the government only provides one-fourth of the existing shortage of housing. Besides, expensive price of housing as offered by the government has become constraint for those of low-income people to afford the house. So that people need to exert its best to fulfill the need for their own house which is usually called self-help. Writing of this paper is aimed at identifying how much housing which is still lacking in a cerain are and what program already adopted by government in covering the shortage for housing. Method used in writing is reading variety references to analyze case existing in field."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42301
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Muhaemin
"Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini menunjukkan bahwa pembangunan harus selaras antara upaya memenuhi kesejahteraan lahiriah dan kesejahteraan batiniah. Dalam perspektif pembangunan nasional yang demikian diperlukan adanya pembangunan jangka panjang, jangka sedang dan jangka pendek yang dilaksanakan secara bertahap dimana tujuan dari setiap tahap pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia serta meletakkan dasar yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang cukup besar baik dalam luas wilayah, sumber daya alam maupun jumlah penduduk. Penduduk Indonesia menempati urutan keempat terbesar dunia setelah Cina, India dan Amerika. Menghadapi penduduk yang besar ini persoalannya menjadi tidak sederhana, terutama yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas, pengendalian pertumbuhan dan pemerataan penyebarannya. Berbagai upaya dilakukan baik melalui jalur pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, transmigrasi, pembangunan perumahan maupun lainnya.
Pembangunan perumahan merupakan salah satu aspek dari pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kualitas dan kesejahteraan manusia dan masyarakat, dengan harapan agar seluruh rakyat Indonesia mampu menempati rumah yang layak dan sehat sehingga didalamnya dapat terbina anggota keluarga yang sehat dan berkualitas. Keadaan dan kondisi perumahan suatu masyarakat dapat menjadi salah satu ukuran taraf hidup, peradaban dan kepribadiannya. Kondisi perumahan dapat mempengaruhi pertumbuhan jiwa dan pribadi seseorang, kesehatan, prestasi kerja, serta kesejahteraan seluruh keluarga. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Blaang bahwa rumah mempunyai arti sangat penting dalam pembinaan watak dan kepribadian suatu bangsa ( Blaang, 1996: 7). Dengan demikian maka pembangunan perumahan merupakan pembangunan yang tidak terpisah dari pembangunan nasional.
Menyadari hal ini maka sektor perumahan dan permukiman mendapat perhatian penuh dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pembangunan perumahan tidak hanya untuk mereka yang mampu melainkan agar semakin merata dan dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dengan senantiasa memperhatikan rencana tata ruang dan keterkaitannya serta keterpaduannya dengan lingkungan sekitar.
Menurut Profesor N. lskandar (Ninik W, 1987: 116) bahwa penduduk Indonesia tahun 2000 diperkirakan akan mencapai 250 juta jiwa, tidak kurang dari 60 juta jiwa tinggal di perkotaan. Sebagian besar penduduk diperkirakan masih tinggal di Pulau Jawa. Pulau Jawa pada tahun 2000 keadaannya dapat dilukiskan sebagai suatu pulau yang semi kota (semi-urban)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Paramita
"Kebutuhan akan perumahan adalah merupakan kebutuhan yang primer.Demikian halnya bagi Pegawai Negeri Sipil yang juga membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal untuk menunjang pengabdiannya. Beranjak dari keinginan dasar tersebut maka pemerintah mencoba untuk memenuhi kebutuhan itu. Disadari bahwa perumahan dinas adalah milik Negara. Dalam rangka pemikiran yang menjadikan rumah tersebut menjadi Hak Milik pribadi, tentu melalui prosedur penjualan yang lain dari penjualan rumah pada umumnya. Oleh karena itu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara, diadakan proses pengalihan Rumah-Negara dengan cara sewa beli. Dalam sewa beli, Pegawai Negeri Sipil membayar harga Rumah Negara tersebut dengan cara mengangsur. Untuk menjamin agar hal itu dapat terlaksana,maka dibuat dengan suatu perjanjian. Perjanjian sewa bell Rumah Negara merupakan suatu transaksi baru dan sebagai sarana terwujudnya jual bell rumah dengan bentuk khusus. Untuk itu harus diketahui secara khusus apa yang dimaksud sewa beli, syarat-syarat bagi si penyewa beli dan prosedur pengalihannya serta permasalahan yang timbul sebelum dan pada saat pengalihan dilaksanakan.
Metodelogi yang digunakan bersifat deskriptif analitis yaitu memberi gambaran tentang prosedur pengalihan Rumah Negara dari Pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil dan juga menganalisis perbedaan sewa bell dengan sewa,menyewa secara mendalam. Perjanjian sewa bell Rumah Negara mempunyai karateristik tersendiri dibandingan perjanjian sewa bell pada umumnya, baik dari subjeknya, objeknya maupun prosedur pengalihannya. Akan tetapi dalam perjanjian ini harus tetap memperhatikan kepentingan si penyewa bell walaupun pembelinya adalah Pegawai Negeri Sipil yang merupakan pegawai (bawahan) dari pemerintah."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sihsetyaningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan kepada kebijakan Pemerintah di bidang perumahan. Tujuan penelitian antara lain :
1. Mengetahui perkiraan kebutuhan rumah (permintaan potensial) di wilayah Jabodetabek.
2. Mencari hubungan antara pengeluaran (konsumsi) rumah dengan income, ukuran keluarga dan harga rumah.
3. Mencari hubungan antara harga rumah dengan income, jumlah penduduk, laju pengangguran, PDRB, luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman serta luas kawasan yang tidak digunakan untuk permukiman.
Untuk menjawab tujuan pertama digunakan pendekatan dengan rumus yang diperkenalkan oleh L. Chatterjee, sedangkan untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga digunakan pendekatan analisis regresi berganda.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan antara lain :
1. Kebutuhan rumah di wilayah DKI Jakarta dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang meningkat, sedangkan di wilayah Bodetabek kebutuhan rumah cenderung meningkat stabil. Total kebutuhan rumah untuk DKI Jakarta secara kumulatif dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 1.825.101 unit rumah. Sedangkan kebutuhan rumah untuk wilayah Bodetabek secara kumulatif dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 2.643.601 unit rumah yang terbagi atas wilayah Bogor dan Depok 1.046.361 unit, wilayah Tangerang 936.043 unit dan wilayah Bekasi 661.197 unit. Kebutuhan rumah rata-rata per tahun untuk wilayah DKI Jakarta menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi yaitu dari 106.898 unit rumah per tahun pada periode tahun 2000-2002 menjadi 188.051 unit rumah per tahun pada periode tahun 2003-2010. Kebutuhan rumah rata-rata per tahun untuk wilayah Bogor dan Tangerang menunjukkan peningkatan yang sangat kecil yaitu hanya sekitar 4 ribu unit rumah per tahun antara kedua periode waktu tersebut. Sedangkan untuk wilayah Bekasi justru terjadi penurunan kebutuhan rumah rata-rata per tahun pada kedua periode waktu tersebut.
2. Hasil perumusan model pengeluaran untuk rumah di wilayah Bodetabek tidak sepenuhnya sesuai dengan hipotesa awal karena pengeluaran (konsumsi) rumah hanya dipengaruhi oleh income dan harga rumah secara positif dan tidak dipengaruhi oleh ukuran rumah tangga. Perumusan model pengeluaran untuk rumah dengan pembagian wilayah atas Bogor, Tangerang dan Bekasi maupun Bodetabek secara keseluruhan, menghasilkan penaksiran model yang tidak banyak berbeda kecuali untuk wilayah Tangerang. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas pendapatan dan elastisitas harga rumah dalam model. Berdasarkan nilai elastisitas pendapatan yang berkisar antara 0,1 sampai dengan 0,5 menunjukkan bahwa rumah masih merupakan barang kebutuhan pokok bagi masyarakat di Bodetabek.
3. Hasil penelitian model harga rumah tidak sepenuhnya sesuai dengan hipotesa awal karena harga rumah dari hasil penelitian hanya dipengaruhi oleh income, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman. Sedangkan variabel bebas PDRB, luas kawasan yang tidak digunakan untuk permukiman dan laju pengangguran tidak mempengaruhi harga rumah. Nilai koefisien regresi semua variabel bebas pada model harga rumah RS tipe 36/72 lebih besar daripada nilai koefisien regresi semua variabel bebas pada model harga rumah RSS tipe 21/60. Hal ini menyatakan bahwa semakin mahal harga sebuah rumah, pengaruh dari faktor pendapatan, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman semakin besar.
Rekomendasi kebijakan yang penting dari hasii penelitian antara lain :
1. Pembangunan rumah perlu terus dilakukan di sekitar wilayah DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan rumah di DKI Jakarta yang terus meningkat. Oleh karena ketersediaan lahan di DKI Jakarta yang sangat terbatas, perlu dikembangkan pembangunan rumah vertikal (rumah susun).
2. Pembangunan rumah juga perlu ditingkatkan di wilayah Bodetabek untuk menampung limpahan penduduk dari DKI Jakarta. Di wilayah Bogor, karena stok rumah yang belum mencapai 100% jika dibandingkan jumlah rumah tangga, perlu lebih didorong untuk mengejar ketertinggalan dari wilayah Tangerang dan Bekasi dengan membangun lebih banyak rumah di wilayah Bogor. Konsentrasi pembangunan di Bogor juga direkomendasikan berdasarkan penelitian model pengeluaran untuk rumah di Bogor yang menghasilkan elatisitas pendapatan yang terkecil.
3. Dari hasil penelitian mengenai harga rumah di Bodetabek, disarankan supaya Pemerintah bersama swasta lebih banyak membangun rumah tipe yang lebih kecil (RS dan RSS) daripada tipe menengah ke atas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa semakin mahal harga sebuah rumah, pengaruh dari income, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah dibangun untuk permukiman semakin besar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Djoko Widhyolaksono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Fajar Trianto
"Saat ini di Jakarta banyak ditemui perumahan yang berkesan eksklusif karena terlihat seperti sengaja membedakan dan memisahkan diri dari Iingkungan sekitatnya. Kesan eksklusrf yang kita rasakan biasanya muncul akibat hal-hal seperti desain arsitektur yang menonjolkan kesan kemewahan dan kernegahan, penggunaan tembok tinggi sebagai batas kawasan Iengkap dengan portal besi, pos jaga dan satpam di pintu masuk kawasan sehingga menimbulkan kesan tertutup. Hal ini biasanya terjadi pada perumahan-perumahan yang dihuni oleh kelornpok-kelornpok yang tergolong elite dalam masyarakat.
Dengan pengkajian teori mengenai adanya sikap dan perilaku eksklusif pada manusia sebagai sebuah kelompok elite lewat sudut pandang sosiologi, adanya kebutuhan rasa aman manusia lewat sudut pandang psikologi, dan bagaimana kedua hal ini dapat diterjemahkan dengan unsur-unsur desain perumahan Iewat sudut pandang arsitektur, serta dari pengamatan Iapangan, dapatlah diketahui bahwa ketiga hal tersebut saling berhubungan dan memiliki peran dalam tedadinya fenomena eksklusivisme pada perumahan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erma Setyowati
"Idealnya setiap keluarga memiliki rumah namun kondisi faktual memperlihatkan keluarga yang belum memiliki. Secara nasional, hal ini digambarkan dengan angka backlog yang tetap tinggi dari tahun ke tahun. Guna turut andil dalam menurunkan angka backlog tersebut salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan rumah sesuai dengan karakter masyarakatnya. karakter masyarakat secara umum dapat dikelompokan berdasarkan generasi. Setiap kelompok generasi memiliki tata nilai, harapan, sikap, dan motivasi yang khas dan berbeda dengan generasi yang lain. Perbedaan inilah yang mendasari pola pikir dan pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gamaran pola kepemilikan rumah pertama antar generasi dengan menggunakan metode komparasi."
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum , 2020
690 MBA 55:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>